Anda di halaman 1dari 12

1.

Konsep Dasar

A. Pengertian
SOL (Space Occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah mengenai
adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Terdapat
beberapa penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri,
hematoma, infark, abses otak dan tumor pada intracranial (Smeltzer & Bare, 2017).
Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak / ganas yang
tumbuh di otak, meningen dan tengkorak. Tumor otak merupakan salah satu tumor
susunan saraf pusat, baik ganas maupun tidak. Tumor ganas disusunan saraf pusat
adalah semua proses neoplastik yang terdapat dalam intracranial atau dalam kanalis
spinalis, yang mempunyai sebagian atau seluruh sifat-sifat proses ganas spesifik
seperti yang berasal dari sel-selsaraf di meaningen otak, termasuk juga tumor yang
berasal dari sel penunjang (Neuroglia), sel epitel pembuluh darah dan selaput otak.
(Fransisca, 2018: 84).
Kranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka
lesi-lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang meluas pertama
kali dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari rongga cranium. Akhirnya
vena mengalami kompresi, dangan gangguan sirkulasi darah otak dan cairan
serebrospinal mulai timbul dan tekanan intracranial mulai naik. Kongesti venosa
menimbulkan peningkatan produksi dan penurunan absorpsi cairan serebrospinal dan
meningkatkan volume dan terjadi kembali hal-hal seperti diatas.

B. Patifisiologi
- Peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan edema serebral
- Aktivitas kejang dan tanda – tanda neurologis fokal
- Hidrosefalus
- Gangguan fungsi hipofisis
Pada fase awal, abses otak ditandai dengan edema local, hyperemia, infiltrasi
leukosit / melunaknya parenkim trombosis sepsis dan edema, beberapa hari atau
minggu dari fase awal terjadi proses uque fraction ataudinding kista berisi
pus. Kemudian rupture maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul
meningitis.
Tumor otak menyebabkan gangguan neurolagis. Gejala-gejala terjadi
berurutan Hal ini menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan klien. Gejala
neurologic pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh tumor dan tekanan
intrakranial. Gangguan vocal terjadi apabila penekanan pada jaringan otak dan
infiltrasi / inovasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh
menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya
bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan
dengan gangguan cerebrovaskuler primer. Serangan kejang sebagai manifestasi
perubahan kepekaan neuro dihubungkan dengan kompersi invasi dan perubahan
suplai darah ke jaringan otak.
Peningkatan intracranial dapat diakibatakan oleh beberapa factor :
bertambahnya masa dalam tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor dan
perubahan sirkulasi serebrospinal. Pertumbuhan tumor akan menyebabkan
bertambahnya massa karena tumor akan mengambilkan ruang yang relative dari ruang
tengkorak yang kaku.
Tumor ganas menimbulkan odem dalam jaringan otak. Mekanisme belum
sepenuhnya dipahami namun diduga disebabkan selisih osmotik yang menyebabkan
pendarahan. Obstruksi vena oedema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak
semuanya menimbulkan kenaikan volume inntrakranial. Observasi sirkulasi cairan
serebro spinal dari vantrikel laseral keruang sub arachnoid menimbulkan
hidrosephalus.
Peningkatan intracranial akan membahayakan jiwa bila terjadi secara cepat
akibat salah satu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya. Mekanisme
kompensasi memrlukan waktu berhari-hari / berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan
oleh karena itu tidak bergun apabila tekanan intracranial timbulcepat.
Mekanisme kompensasi ini bekerja menurunkan volume darah intrakranial,
volume cairan cerborspinal, kandungan cairan intra sel dan mengurangi sel-
selparenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasiulkus/
serebulum.herniasi timbul bila girus medalis lobus temporalis bergeser ke interior
melalui insisuratentorial oleh massa dalam hemisterotak. Herniasi menekan ensefalon
menyebabkan kehilangan kesadaran da nmenekan saraf ketiga. Pada herniasi
serebulum tonsil sebelum bergeser kebawah melalui foramen magnum oleh suatu
massa poterior,( Suddart, Brunner. 2017).
PATHWAY

Idiopatik

Tumor otak

Penekanan jaringan otak Bertambahnyamassa

Invasijaringanotak Nekrosis jaringan otak Penyerapancairanotak

Kerusakan jar. Neuron Gang.Suplai darah Hipoksiajaringan Obstruksi vena di otak


( Nyeri )

Gang.Fungsi otak Gang.Perfusi jaringan Oedema


Kejang Gang.Neurolog
isfokal
Disorientasi
Peningkatan TIK Hidrosefalus

Defisitneurologis Perubanah proses pikir

Bradikardiprogresif, Bicaraterganggu, afasia Hernialisulkus


hipertensisitemik, gang.pernafasan
 Aspirasisekresi Resti.Cidera
 Obs. Jlnnafas
Ancamankematia Gang.Komunikasi verbal Menisefalontekanan
 Dispnea
 Hentinafas
 Perubahanpolanafas Mual, muntah, papileodema, Gang.kesadaran
Cemas
pandangankabur,
penurunanfungsipendengaran,
Gang.Pertukaran gas nyerikepala

Gang. Rasa nyaman


( Suddart, Brunner. 2017 )
C. Tanda dan Gejala
1. Tanda dan gejala peningkatan TIK :
a) Sakit kepala
b) Muntah
c) Papiledema
2. Gejala terlokalisasi ( spesifik sesuai dengan dareh otak yang terkena ) :
a) Tumor korteks motorik ; gerakan seperti kejang kejang yang terletak pada satu
sisi tubuh ( kejang jacksonian )
b) Tumor lobus oksipital ; hemianopsia homonimus kontralateral (hilang
penglihatan pada setengah lapang pandang, pada sisi yang berlawanan dengan
tumor) dan halusinasi penglihatan.
c) Tumor serebelum ; pusing, ataksia, gaya berjalan sempoyongan dengan
kecenderungan jatuh kesisi yang lesi, otot otot tidak terkoordinasi dan
nistagmus ( gerakan mata berirama dan tidak disengaja )
d) Tumor lobus frontal ; gangguan kepribadia, perubahan status emosional dan
tingkah laku, disintegrasi perilaku mental, pasien sering menjadi ekstrim yang
tidak teratur dan kurang merawat diri
e) Tumor sudut serebelopontin ; tinitus dan kelihatan vertigo, tuli (gangguan saraf
kedelapan), kesemutan dan rasa gatal pada wajah dan lidah (saraf kelima),
kelemahan atau paralisis (saraf kranial keketujuh), abnormalitas fungsi motorik.
f) Tumor intrakranial bisa menimbulkan gangguan kepribadian, konfusi, gangguan
bicara dan gangguan gaya berjalan terutam pada lansia. ( Brunner & Sudarth,
2016 ; 2170 )

D. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan : Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan, jejas
tumor, dan meluasnya edema serebral sekunder serta memberi informasi tentang
sistem vaskuler.
2. MRI : Membantu dalam mendeteksijejas yang kecil dan tumor didalam batang otak
dan daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang
menggunakan CT Scan
3. Biopsi stereotaktik : Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk
memberi dasar pengobatan seta informasi prognosi.
4. Angiografi : Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor
5. Elektroensefalografi (EEG) : Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah
yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus
temporal pada waktu kejang (Doenges, 2016).

E. Penatalaksanaan Medis
Tumor otak yang tidak terobati menunjukkan ke arah kematian, salah satu akibat
peningkatan TIK atau dari kerusakan otak yang disebabkan oleh tumor. Pasien
dengan kemungkinan tumor otak harus dievaluasi dan diobati dengan segera bila
memungkinkan sebelum kerusakan neurologis tidak dapat diubah. Tujuannya adalah
mengangkat dan memusnahkan semua tumor atau banyak kemungkinan tanpa
meningkatkan penurunan neurologik (paralisis, kebutaan) atau tercapainya gejala-
gejala dengan mengangkat sebagian (dekompresi).
1. Pendekatan pembedahan (craniotomy)
Dilakukan untuk mengobati pasien meningioma, astrositoma kistik pada
serebelum, kista koloid pada ventrikel ke-3, tumor kongenital seperti demoid dan
beberapa granuloma. Untuk pasien dengan glioma maligna, pengangkatan tumor
secara menyeluruh dan pengobatan tidak mungkin, tetapi dapat melakukan
tindakan yang mencakup pengurangan TIK, mengangkat jaringan nefrotik dan
mengangkat bagian besar dari tumor yang secara teori meninggalkan sedikit sel
yang tertinggal atau menjadi resisten terhadap radiasi atau kemoterapi.
2. Pendekatan kemoterapy
Terapi radiasi merupakan dasar pada pengobatan beberapa tumor otak, juga
menurunkan timbulnya kembali tumor yang tidak lengkap transplantasi sumsum
tulang autologi intravens digunakan pada beberapa pasien yang akan menerima
kemoterapi atau terapi radiasi karena keadaan ini penting sekali untuk menolong
pasien terhadap adanya keracunan sumsum tulang sebagai akibat dosis tinggi
radiasi.
Kemoterapi digunakan pada jenis tumor otak tertentu saja. Hal ini bisa
digunakan pada klien :
a) Segera setelah pembedahan/tumor reduction kombinasi dengan terapi radiasi
b) Setelah tumor recurance
c) Setelah lengkap tindakan radiasi

3. Pendekatan stereotaktik
Stereotaktik merupakan elektroda dan kanula dimasukkan hingga titik tertentu
di dalam otak dengan tujuan melakukan pengamatan fisiologis atau untuk
menghancurkan jaringan pada penyakit seperti paralisis agitans, multiple sklerosis
& epilepsy. Pemeriksaan untuk mengetahui lokasi tumor dengan sinar X, CT,
sedangkan untuk menghasilkan dosis tinggi pada radiasi tumor sambil
meminimalkan pengaruh pada jaringan otak di sekitarnya dilakukan pemeriksaan
Radiosotop (III) dengan cara ditempelkan langsung ke dalam tumor.

F. Terapi Obat dengan Implikasi Keperawatan

2. Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
PENGKAJIAN PRIMER
1. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan reflek batuk. Jika ada obstruksi maka lakukan :
a) Chin lift / jaw trust
b) Suction / hisap
c) Guedel airway
d) Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral.
2. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan
yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi, whezing,
sonor, stidor/ ngorok, ekspansi dinding dada.
3. Circulation
TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi,
bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat,
dingin, dan sianosis pada tahap lanjut.
4. Disability
Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon terhadap nyeri
atau atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS. Adapun cara
yang cukup jelas dan cepat adalah dengan metode AVFUAwake : A, Respon bicara
:V, Respon nyeri : P, Tidak ada respon : U

5. Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera yang
mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher atau tulang belakang, maka
imobilisasi inline harus dikerjakan.

PENGKAJIAN SEKUNDER
1. Identitas klien : nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal masuk rumha sakit dan askes.
2. Keluhan utama : nyeri kepala disertai penurunan kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang : demam, anoreksi dan malaise peninggian tekanan
intrakranial serta gejala nerologik fokal.
4. Riwayat penyakit dahulu : pernah, atau tidak menderita infeksi telinga (otitis media,
mastoiditis) atau infeksi paru – paru (bronkiektaksis, abses paru, empiema),
jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit).
5. Aktivitas / istirahat
Gejala : malaise
Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.
6. Pemeriksaan Fisik
a) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis
Tanda : TD : meningkat
Nadi : Menurun (berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh pada
vasomotor).
b) Eliminasi
Gejala : Tidak ada, dan Tanda : adanya inkonteninsia dan atau retensi.
c) Nutrisi
Gejala : Kehilangan nafsu makan, disfagia (pada periode akut)
Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa kering.
d) Hygiene
Gejala : -
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan, perawatan diri (pada
periode akut).
e) Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, parestesia, timbul kejang, gangguan penglihatan.
Tanda : Penurunan status mental dan kesadaran. Kehilangan memori, sulit
dalam keputusan, afasia, mata : pupil unisokor (peningkatan TIK),
nistagmus, kejang umum lokal.
f) Nyeri / kenyamanan
Gejala : Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan, leher /
pungung kaku.
Tanda : Tampak terus terjaga, menangis / mengeluh.
g) Pernapasan
Gejala : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda : Peningkatan kerja pernapasan (episode awal). Perubahan mental
(letargi sampai koma) dan gelisah
h) Keamanan
Gejala : adanya riwayat ISPA / infeksi lain meliputi : mastoiditis, telinga tengah,
sinus abses gigi, infeksi pelvis, abdomen ataukulit, fungsi lumbal,
pembedahan, fraktur pada tengkorak / cedera kepala.
B. Analisis Data
1. Gangguan fungsi neurologis.
Jika tumor otak menyebabkan fungsi otak mengalami gangguan pada
serebelum maka akan menyebabkan pusing, ataksia (kehilangan keseimbangan)
atau gaya berjalan yang sempoyongan dan kecenderunan jatuh ke sisi yang lesu,
otot-otot tidak terkoordinasi dan ristagmus ( gerakan mata berirama tidak disengaja
) biasanya menunjukkan gerakan horizontal.
2. Gangguan kognitif.
Pada tumor otak akan menyebabkan fungsi otak mengalami gangguan
sehingga dampaknya kemampuan berfikir, memberikan rasional, termasuk proses
mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memerhatikan juga akan menurun.
3. Gangguan tidur & mood
Tumor otak bisa menyebabkan gangguan pada kelenjar pireal, sehingga
hormone melatonin menurun akibatnya akan terjadi resiko sulit tidur, badan malas,
depresi, dan penyakit melemahkan system lain dalam tubuh.
4. Disfungsi seksual
a) Pada wanita mempunyai kelenjar hipofisis yang mensekresi kuantitas prolaktin
yang berlebihan dengan menimbulkan amenurrea atau galaktorea (kelebihan
atau aliran spontan susu )
b) Pada pria dengan prolaktinoma dapat muncul dengan impotensi dan
hipogonadisme.
c) Gejala pada seksualitas biasanya berdampak pada hubungan dan perubahan
tingkat kepuasan.

C. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN


1. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah oleh SOL
dibuktikan dengan perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori, perubaan
respon motorik / sensori, gelisah dan perubahan tanda vital
Kriteria Hasil : Pasien akan dipertahankan tingkat kesadaran, perbaiakan kognitif,
fungsi motorik/sensorik, TTV stabil, tidak ada tanda peningkatan
TIK (Tekanan Intra Kranial)
Intervensi :
a. Tentukan penyebab penurunan perfusi jaringan
b. Pantau status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar
( GCS )
c. Pantau TTV
d. Kaji perubahan penglihatan dan keadan pupil
e. Kaji adanya reflek ( menelan, batuk, babinski )
f. Pantau pemasukan dan pengeluaran cairan
g. Auskultasi suara napas, perhatikan adananya hipoventilasi, dan suara tambahan
yang abnormal

Kolaborasi :
h. Pantau analisa gas darah
i. Berikan obat sesuai indikasi : deuretik, steroid, antikonvulsan
j. Berikan oksigenasi

2. Resiko tinggi terhadap ketidakefektifan pola napas b.d kerusakan neurovaskuler,


kerusakan kognitif.
Kriteria Hasil : pasien dapat, dipertahanakan pola nafas efektif, bebas sianosis,
dengan GDA dalam batas normal
Intervensi :
a. Kaji dan catat perubahan frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan
b. Angkat kepala tempat tidur sesuai atuiran / posisi miringsesuai indikasi
c. Anjurkan utuk bernapas dalam, jika pasien sadar
d. Lakukan penghisapan lendir dengan hati hati jangan lebih dari 10 – 15 detik,
catat karakter warna, kekentalan dan kekeruhan sekret
e. Pantau pengguanaan obat obatan depresan seperti sedatif
Kolaborasi:
f. Berikan O2 sesuai indikasi
g. Lakaukan fisioterapi dada jika ada indikasi

3. Nyeri (akut/kronis) b.d agen pencedera fisik, kompresi saraf oleh SOL,
peningkatan TIK, ditandai dengan : menyetakan nyeri oleh karena perubahan
posisi, nyeri, pucat sekitar wajah, perilaku berhati hati, gelisah condong keposisi
sakit, penurunan terhadap toleransi aktivitas, penyempitan fokus pad dirisendiri,
wajah menahan nyeri, perubahna pola tidur, menarik diri secara fisik
Kriteria Hasil : pasien melaporkan nyeri berkurang, menunjukan perilaku untuk
mengurangi kekambuhan atau nyeri .
Intervensi :
a. Kaji keluhan nyeri, tingkat, skala, durasi, dan frekuensi nyeri yang dirasakan
klien
b. Observasi keadaan nyeri nonverbal (Misal : ekspresi wajah, gelisah,menangis,
menarik diri, diaforesis, perubaan frekuensi jantung, pernapasan dan tekanan
darah.
c. Anjurkan untuk istirahat dan ciptakan lingkungan yang tenang
d. Berikan kompres panas lembab pada kepala, leher, lengan sesuai kebutuhan
e. Lakukan pemijatan pada daerah kepala / leher / lengan jika pasien dapat toleransi
terhadap sentuhan
f. Sarankana pasien untuk menggunakan persyaratan positif “saya sembuh“ atau “
saya suka hidup ini “
Kolaborasi :
g. Berikan analgetik / narkotik sesuai indikasi
h. Berikan antiemetiksesuai indikasi

4. Perubahan persepsi sensori b.d perubahan resepsi sensoris, transmisi dan atau
integrasi (trauma atau defisit neurologis), ditandai denagg disorientasi, perubaan
respon terhadap rangsang, inkoordinasi motorik, perubahan pola komunikasi,
distorsi auditorius dan visual, penghidu, konsentrasi buruk, perubahan proses pikir,
respon emosiaonal berlebihan, perubahan pola perilaku
Kriteria Hasil : pasien dapat dipertahanakan tingkat kesadaran dan fuingsi
persepsinya, mengakui perubahan dalam kemampuan dan
adanya keterlibatan residu, mendemonstrasikan perubahan gaya
hidup.
Intervensi :
a. Kaji secar teratur perubahan orientasi, kemampuan bicara, afektif, sensoris dan
proses pikir
b. Kaji kesadaran sensoris seperti respon sentuan , panas / dingin, benda tajam atau
tumpul, keadaran terhadap gerakan dan letak tubuh, perhatkian adanya masalah
penglihatan
c. Observasi repon perilaku
d. Hilangkan suara bising / stimulus ang berlebihan
e. Berikan stimulus yang berlebihan seperti verbal, penghidu, taktil, pendengaran,
hindari isolasi secara fisik dan psikologis
Kolaborasi :
f. pemberian obat supositoria gna mempermudah proses BAB
g. konsultasi dengan ahli fisioterapi / okupasi

5. Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d peningkatan TIK,


konsekuensi kemoterapi, radiasi, pembedahan, (anoreksia, iritasi, penyimpangan
rasa mual) dibuktikan oleh : keluhan masukan makanan tidak adekuat, kehilangan
sensasi pengecapan, anoreksia, ketidakmampuan untuk mencerna makanan, BBI <
10 %, penurunan penumpukan lemak/masa otot, sariawan, rongga mulut
terinflamasi, diare,konstipasi, kram abdomen.
Krieteria Hasil : Pasien dapat mendemonstrasikan berat badan stabil,
mengungkapkan pemasukan adekuat, berpartisipasi dalam
intervensi spesifik untuk merangsang nafsu makan
Intervensi :
a. Pantau masukan makanan setiap hari
b. Ukur BB setiap hari sesuai indikasi
c. Dorong pasien untuk makan diit tinggi kalori kaya nutrien sesui program
d. Kontrol faktor lingkungan ( bau, bising ) hindari makanan terlalu manis,
berlemak dan pedas. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan
e. Identifikasi pasien yang mengalami mual / muntah
Kolaborasi :
f. Pemberian anti emetik dengan jadwal reguiler
g. Vitamin A, D, E dan B6
h. Rujuk kepada ahli diit
i. Pasang / pertahankan slang NGT untuk pemberian makanan enteral
3. Literatur Rujukan
Batticaca, F. (2018). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Brunner & Suddarth (2017). Keperawatan Medical-Bedah Vol 2. Penerbit : Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Doenges M.E, Moorhouse M.F & Geissler A.C (2017). Rencana Asuhan Keperawatan
Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasin Perawatan Pasien. Edisi 3.
Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
McPhee, S. J., & Ganong, W. F. (2017). Patofisiologi penyakit pengantar menuju
kedokteran klinis. Jakarta: EGC. Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2017). Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2. Alih
bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Penerbit :
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2018), Patofisiologi Konsep Klinis Proses _ Proses
Penyakit, Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.  

Anda mungkin juga menyukai