Anda di halaman 1dari 17

 

Konsep Dasar

A. Pengertian
Cedera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi –
decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan
peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu
pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada
tindakan pencegahan.
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin 2018).
Menurut Brain Injury Assosiation of America, 2016. Cedera kepala adalah
suatu kerusakan pada kepala bukan bersifat congenital ataupun degenerative, tetapi
disebabkan serangan/benturan fisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah
kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Cedera kepala atau trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma
baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neorologis terjadi karena robeknya
substansia alba, iskemia dan pengaruh massa karena hemoragig, serta edema cereblal
disekitar jaringan otak. (B.Batticaca, 2018).
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala,tengkorak dan
otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yangserius diantara
penyakit neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan
raya (Smeltzer & Bare 2017).

B. Patifisiologi
Menurut Tarwoto (2017 : 127) adanya cedera kepala dapat mengakibatkan
kerusakan struktur, misalnya kerusakan pada paremkim otak, kerusakan pembuluh
darah,perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis
tripospat,perubahan permeabilitas faskuler. Patofisiologi cedera kepala dapat di
golongkan menjadi 2 yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder. Cedera
kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang dapat terjadi secara langsung
saat kepala terbentur dan memberi dampak cedera jaringan otak. Cedera kepala primer
adalah kerusakan yang terjadi pada masa akut, yaitu terjadi segera saat benturan
terjadi. Kerusakan primer ini dapat bersifat ( fokal ) local, maupun difus. Kerusakan
fokal yaitu kerusakan jaringan yang terjadi pada bagian tertentu saja dari kepala,
sedangkan bagian relative tidak terganggu. Kerusakan difus yaitu kerusakan yang
sifatnya berupa disfungsi menyeluruh dari otak dan umumnya bersifat makroskopis.
Cedera kepala sekunder terjadi akibat cedera kepala primer, misalnya akibat
hipoksemia, iskemia dan perdarahan.Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma,
misalnya Epidoral Hematom yaitu adanya darah di ruang Epidural diantara
periosteum tengkorak dengan durameter,subdural hematoma akibat berkumpulnya
darah pada ruang antara durameter dengan sub arakhnoit dan intra cerebal hematom
adalah berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral.
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran
darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula
dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang
dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 %
dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun
sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan
oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh
darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan
asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis
metabolik. Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml /
menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas
atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom
pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi
atrium dan vebtrikel, takikardia. Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi
tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah
arteriol akan berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada
pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.
Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :
1. Cedera kepala primer Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi -
decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi :
a. Gegar kepala ringan
b. Memar otak
c. Laserasi 
2. Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :
a. Hipotensi sistemik
b. Hipoksia
c. Hiperkapnea
d. Udema otak
e. Komplikasi pernapasan 
f. infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
C. Etiologo
Cedera kepala disebabkan oleh
1.      Kecelakaan lalu lintas
2.      Jatuh
3.      Trauma benda tumpul
4.      Kecelakaan kerja
5.      Kecelakaan rumah tangga
6.      Kecelakaan olahraga
7.      Trauma tembak dan pecahan bom (Ginsberg, 2007)

Pathways
Cidera kepala TIK - oedem
- hematom
Respon biologi Hypoxemia

Kelainan metabolisme
Cidera otak primer Cidera otak sekunder
Kontusio
Laserasi Kerusakan Sel otak 

Gangguan autoregulasi  rangsangan simpatis Stress

Aliran darah keotak   tahanan vaskuler  katekolamin


Sistemik & TD   sekresi asam lambung

O2   ggan metabolisme  tek. Pemb.darah Mual, muntah


Pulmonal

Asam laktat   tek. Hidrostatik Asupan nutrisi kurang

Oedem otak kebocoran cairan kapiler

Ggan perfusi jaringan oedema paru  cardiac out put 


Cerebral
Difusi O2 terhambat Ggan perfusi jaringan

Gangguan pola napas  hipoksemia, hiperkapnea

D. Tanda dan Gejala


Data dasar pengkajian pasien tergantung tipe,lokasi dan keparahan cederadan
mungkin di persulit oleh cedera tambahan pada organ vitala.
1.      Aktifitas dan istirahat
Gejala : merasa lemah,lelah,kaku hilang keseimbangan
Tanda :
a.       Perubahan kesadaran, letargi
b.      Hemiparese
c.       ataksia cara berjalan tidak tegap
d.      masalah dlm keseimbangan
e.       cedera/trauma ortopedi
f.       kehilangan tonus otot
2.      Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal, Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yg diselingi bradikardia disritmiac).
3.      Integritas ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresid.
4.      Eliminasi
Gejala : Inkontensia kandung kemih/usus mengalami gangguanfungsie.
5.      Makanan/cairan
Gejala : mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : muntah, gangguan menelanf.

6.      Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo,
sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, Perubahan dalam penglihatan seperti
ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagain lapang pandang, gangguan
pengecapan dan penciuman
Tanda : Perubahan kesadran bisa sampai koma, Perubahan status mental,
Perubahan pupil, Kehilangan penginderaan, Wajah tdk simetris, Genggaman
lemah tidak seimbang, Kehilangfan sensasi sebagian tubuhg.
7.      Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yg berbeda biasanya lama
Tanda : Wajah menyeringai,respon menarik pada ransangan nyeri yg hebat,
merintihh.
8.      Pernafasan
Tanda : Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor, tersedak,ronkhi,mengii.
9.      Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda : Fraktur/dislokasi,gangguan penglihatan
10.  Kulit : laserasi,abrasi,perubahan warna, tanda batledi sekitar telinga, adanya aliran
cairan dari telinga atau hidung, Gangguan kognitif, Gangguan rentang gerak,
Demam
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemetiksaan tengkorak dengan sinar X dapat mengidentifikasi lokasi fraktur atau
hematom.
2. CT scan atau MRI dapat dengan cermat menentukan letak dan luas cedera.

F. Penatalaksanaan Medis
1) Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai
dengan berat ringannya trauma.
2) Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi.
3) Pemberian analgetik.
4) Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%, glukosa 40%
atau gliserol.
5) Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidazole.
6) Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam pertama dari
terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
7) Pembedahan.
(Smeltzer and Bare, 2017)

G. Terapi Obat dengan Implikasi Keperawatan


Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala selain dari faktor
mempertahankan fungsi ABC (airway, breathing, circulation) dan menilai status
neurologis (disability, exposure) maka faktor yang harus diperhitungkan ula adalah
mengurangi iskemia serebri yang terjadi. Keadaan ini dapat dibantu dengan
pemberian oksigen dan glukosa sekalipun pada otak yang mengalami trauma relative
memerlukan oksigen dan glukosa yang lebih rendah. Selain itu perlu dikontrol
kemungkinan intrakranial yang meninggi disebabkan oleh edema serebral. Sekalipun
tidak jarang memerlukan tindakan operasi, tetapi usaha untuk menurunkan tekanan
intrakranial ini dapat dilakukan dengan cara menurunkan PaCO2 dengan
hiperventilasi yang mengurangi asidosis intraserebral dan menambah metabolisme
intraserebral. Adapun usaha untuk menurunkan PaCO2 ini yakni dengan intubasi
endotrakeal hiperventilasi. Intubasi dilakukan sedini mungkin kepada klien-klien
yang koma untuk mencegah terjadinya PaCO2 yang meninggi. Prinsip ABC dan
ventilasi yang teratur dapat mencegah peningkatan tekanan intrakranial.
Penatalaksanaan konservatif meliputi:
1) Bedrest total
2) Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital
3) Pada trauma berat, karena hari-hari pertama didapat klien mengalami penurunan
kesadaan dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari
pertama tidak perlu banyak cairan. Pada hari selanjutnya bila kesadaran menurun
maka makanan diberikan melalui nasogastric tube. Pemberian protein tergantung
dari nilai urenitrogennya.

Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan membuatluka mudah
dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda asing dan
miminimalkan masuknya infeksi sebelumlaserasi ditutup.
1.      .Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan;lepaskan
gigi palsu,pertahankan tulang servikal segaris dgn badan dgnmemasang collar
cervikal,pasang guedel/mayo bila dpt ditolerir. Jikacedera orofasial mengganggu
jalan nafas,maka pasien harus diintubasi.
2.      Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jikatidak
beri O2 melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki danatasi cedera
dada berat spt pneumotoraks tensif,hemopneumotoraks.Pasang oksimeter nadi
untuk menjaga saturasi O2minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindung
bahkan terancan/memperoleh O2 ygadekuat ( Pa O2 >95% dan Pa CO2<40%
mmHg serta saturasi O2 >95%)atau muntah maka pasien harus diintubasi serta
diventilasi oleh ahlianestesi.
3.      Menilai sirkulasi : otak yg rusak tdk mentolerir hipotensi. Hentikan
semua perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera
intraabdomen/dada.Ukur dan catat frekuensidenyut jantung dan tekanan
darah pasang EKG.Pasang jalur intravena yg besar.Berikan larutan
koloidsedangkan larutan kristaloid menimbulkan eksaserbasi edema.
4.      Obati kejang : Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan harusdiobati
mula-mula diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan dandpt diulangi
2x jika masih kejang. Bila tidak berhasil diberikan fenitoin15mg/kgBB.
5.      Menilai tingkat keparahan : CKR,CKS,CKB6.Pada semua pasien dengan cedera
kepala dan/atau leher,lakukan fototulang belakang servikal ( proyeksi A-P,lateral
dan odontoid ),kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh
keservikal C1-C7normal7.Pada semua pasien dg cedera kepala sedang dan
berat :- Pasang infus dgn larutan normal salin ( Nacl 0,9% ) atau RL
cairanisotonis lebih efektif mengganti volume intravaskular daripada
cairanhipotonis dan larutan ini tdk menambah edema cerebri- Lakukan
pemeriksaan : Ht, periksa darah perifer lengkap, trombosit, kimia darah. Lakukan
CT scanPasien dgn CKR, CKS, CKB harusn dievaluasi adanya :1.Hematoma
epidural2.Darah dalam sub arachnoid dan intraventrikel3.Kontusio dan
perdarahan jaringan otak 4.Edema cerebri5.Pergeseran garis tengah6.Fraktur
kranium8.Pada pasien yg koma ( skor GCS <8) atau pasien dgn tanda-tanda
herniasilakukan : Elevasi kepala 30, Hiperventilasi, Berikan manitol 20%
1gr/kgBB intravena dlm 20-30 menit. Dosis ulangan dapat diberikan 4-6 jam
kemudian yaitu sebesar ¼ dosis semulasetiap 6 jam sampai maksimal 48 jam I-
Pasang kateter foley-Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi opoerasi (hematom
epidural besar,hematom sub dural,cedera kepala terbuka,fraktur impresi >1
diplo).
1. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
a. Pengkajian primer
1) Airway
Bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan;lepaskan gigi palsu,
pertahankan tulang servikal segaris dengan badan memasang collar cervikal,
pasang guedel/mayo bila dpt ditolerir. Jika cedera orofasial mengganggu jalan
nafas, maka pasien harus diintubasi.
2) Breathing
tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jika tidak beri O2 melalui
masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki dan atasi cedera dada berat
seperti pneumotoraks tensif, hemopneumotoraks. Pasang oksimeter nadi untuk
menjaga saturasi O2 minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindung
bahkan terancam/memperoleh O2 yang adekuat ( Pa O2 >95% dan Pa
CO2<40% mmHg sertasaturasi O2 > 95%)atau muntah maka pasien harus
diintubasi serta diventilasi oleh ahli anestesi.
3) Circulation
Otak yg rusak tidak mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan
dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera intra abdomen/dada.
Ukur dan catat frekuensi denyut jantung dan tekanan darah pasang EKG.
Pasang jalur intravena yang besar. Berikan larutan koloid sedangkan larutan
kristaloid menimbulkan eksaserbasi edema.
4) Disability
Cedera kepala berat ditandai kehilangan kesadaran, dan atau terjadi
amnesia lebih dari 24 jam. Selain itu juga meliputi kontusio serebral, laserasi
atau hematoma intracranial dengan perhitungan GCS 3-8
5) Exposure
Pada pengkajian exposure didapatkan hasil berupa adanya fraktur, lesi
maupun lebam pada tubuh dengan adanya beberapa luka.

b. Pengkajian sekunder
1) Menggunakan prinsip SAMPLE yang meliputi: sign and simptom (tanda
gejala pada pasien trauma berat); alergy (adanya riwayat alergi pada pasien);
medication (obat sebelumnya yang telahdikonsumsi pasien); past illness
(riwayat penyakit sebelumnya); last intake (makanan terakhir yang dikonsumsi
pasien); dan event (kejadian yang mendukung terjadinya trauma).
2) Data fisik
a) Aktivitas atau istirahat
Adanya kelemahan/kelelahan, kaku, hilang keseimbangan, kesadaran
menurun, kelemahan otot/spasma
b) Peredaran darah/sirkulasi
Tekanan darah normal/berubah (hypertensi), denyut nadi: (bradikardi,
takikardi)
c) Eliminasi
Verbal tidak dapat menahan BAK dan BAB, blader dan bowel
inkontinensia
d) Makanan atau cairan
Mual atau muntah, muntah yang memancar/proyektil, masalah
kesukaran menelan
e) Persyarafan/neurosensori
Pusing, kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian,
perubahan pada penglihatan, gangguan pengecapan dan penciuman,
kesadaran menurun bisa sampai koma, perubahan status mental
f) Kenyamanan/nyeri
Nyeri kepala yang bervariasi tekanan dan lokasi nyerinya, wajah
mengerut, respon menarik diri pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah
g) Pernapasan
Perubahan pola nafas, stridor, ronchi
h) Pengkajian keamanan
Ada riwayat kecelakaan, terdapat trauma/fraktur/distorsi, perubahan
penglihatan, kulit, kelemahan otot-otot, demam
i) Konsep diri
Adanya perubahan tingkah laku, kecemasan, berdebar-debar, bingung
j) Interaksi sosial
Afasia motorik/sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada penderita CKD adalah sebagai
berikut:
a. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah (hemoragi,
hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia,
disritmia jantung)
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d penumpukan akumulasi sekret pada
jalan napas.
c. Pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat
pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
C. Intervensi Keperawatan
No SDKI SLKI SIKI Rasional
1. Perubahan perfusi Hasil yang diharapkan dalam a. Kaji ulang tanda-tanda vital klien dan a. Mengkaji adanya kecenderungan pada
jaringan serebral b.d waktu 2x24 jam fungsi status relirologis klien tingkat kesadaran dan potensial
penghentian aliran serebral membaik, penurunan b. Monitor tekanan darah, catat adanya peningkatan TIK dan bermanfaat dalam
darah fungsi neurologis dapat d hipertensi sistolik secara teratur dan menentukan lokasi, perluasan dan
minimalkan /distabilkan. tekanan nadi yang makin berat, obs, perkembangankerusakan ssp
- Kriteria hasil : ht, pada klien yang mengalami trauma b. Peningkatan tekanan darah sistemik yang
mempertahankan tingkat multiple. diikuti penurunan tekanan darah distolik
kesadaran c. Monitor Heart Rate, catat adanya (nadi yang membesar) merupakan tanda
biasanya/membaik, fungsi bradikardi, takikardi atau bentuk terjadinya peningkatan TIK, juga diikuti
kognitif dan disritmia lainya. (yang berhubungan dengan trauma
motorik/sensorik, d. Monitor pernafasan meliputi pola dan kesadaran Hipovolumia/ Ht (yang
mendemonstrasikan vital ritme, seperti periode apnea setelah berhubungan dengan trauma multiples)
sign yang stabil dan tidak hiperventilasi dapat mengakibatkan kerusakan / iskemik
ada tanda-tanda peningktan (pernafasan cheyne – stokes). serebral.
TIK, e. Kaji perubahan pada penglihatan c. Perubahan pada ritme (paling sering
( penglihatan kabur, ganda, lap. bradikardia) dan disritmia dapat timbul
Pandang menyempit yang encerminkan
dan kedalaman persepsi. adanya depresi / trauma pada batang otak
f. Pertahankan kepala / leher pada posisi pada pasien yang tidak mempunyai
tengah/ pada posisi netral. Sokong kelainan jantung sebelumnya.
dengan handuk kecil / d. Nafas tidak teratur menunjukkan adanya
bantal kecil. Hindari pemakaian bantal gangguan
besar pada kepala serebral/ peningkatan TIK dan
g. Kolaborasi Tinggikan kepala pasien memerlukan intervensi lebih lanjut
15–45o sesuai indikasi / yang dapat termasuk kemungkinan
ditoleransi. dukungan nafas buatan.
h. Kolaborasi pemberian O2 tambahan e. Gangguan penglihatan dapat diakibatkan
sesuai indikasi oleh kerusakan mikroskopik pada otak,
i. Kolaborasi pemberian obat sesuai merupakan konsekuensi terhadap
indikasi : keamanan dan juga akan mempngaruhi
- Diuretik pilihan intervensi
- Steroid f. Kepala yang miring pada salah satu sisi
menekan vena jugularis dan menghambat
- Analgetik sedang
aliran darah lain yang selanjutnya akan
- Sedatif meningkat TIK.
g. Meningkatkan aliran balik vena dari
kepala, sehingga mengurangi kongesti dan
edema
/ resiko terjadinya peningkatan TIK
h. Menurunkan hipoksemia yang mana dapat
menaikkan vasodilatasi dan vol darah
serebral yang meningkatkan TIK.
i. Untuk menurunkan air dari sel otak,
menurunkan edema otak
TIK. Menurunkan inflasi, yang
selanjutnya menurunkan edema
jaringan. Menghilangkan nyeri dan dapat
berakibat Θ pada TIK tetapi  harus
digunakan dengan hasil untuk mencegah
gangguan pernafasan. Untuk
mengendalikan kegelisahan agitas
2. Ketidak efektifan Hasil yang diharapkan dalam a. Kaji keadaan jalan napas a. Obstruksi mungkin dapat disebabkan
bersihan jalan napas b.d waktu 3x24 jam terdapat b. Evaluasi pergerakan dada dan oleh akumulasi sekret, sisa cairan mucus,
penumpukan akumulasi perilaku peningkatan auskultasi suara napas pada kedua perdarahan, bronkhospasme, dan/atau
sekret pada jalan napas
keefektifan jalan napas. paru (bilateral). posisi dari endotracheal/tracheostomy
- Kriteria hasil : Bunyi napas c. Monitor letak/posisi endotracheal tube yang berubah.
terdengar bersih, ronkhi tube. Beri tanda batas bibir. Lekatkan b. Pergerakan dada yang simetris dengan
tidak terdengar, tracheal tube secara hati-hati dengan memakai suara napas yang keluar dari paru-paru
tube bebas sumbatan, perekat khusus. Mohon bantuan menandakan jalan napas tidak terganggu.
menunjukkan batuk yang perawat lain ketika memasang dan Saluran napas bagian bawah tersumbat
efektif, tidak ada lagi mengatur posisi tube. dapat terjadi pada pneumonia/atelektasis
penumpukan sekret di d. Catat adanya batuk, bertambahnya akan menimbulkan perubahan suara
saluran pernapasan. sesak napas, suara alarm dari napas seperti ronkhi atau wheezing.
ventilator karena tekanan yang tinggi, c. Endotracheal tube dapat saja masuk ke
pengeluaran sekret melalui dalam bronchus kanan, menyebabkan
endotracheal/tracheostomy tube, obstruksi jalan napas ke paru-paru kanan
bertambahnya bunyi ronkhi. dan mengakibatkan klien mengalami
e. Lakukan penghisapan lender jika pneumothoraks.
diperlukan, batasi durasi pengisapan d. Selama intubasiklien mengalami refleks
dengan 15 detik atau lebih. Gunakan batuk yang tidak efektif, atau klien akan
kateter pengisap yang sesuai, cairan mengalami kelemahan otot-otot
fisiologis steril. Berikan oksigen pernapasan
100% sebelum dilakukan pengisapan (neuromuscular/neurosensorik),
dengan ambu bag (hiperventilasi). keterlambatan untuk batuk. Semua klien
f. Anjurkan klien mengenai tekhik batuk tergantung dari alternatif yang dilakukan
selama pengisapan seperti waktu seperti mengisap lender dari jalan napas
bernapas panjang, batuk kuat, bersin e. Pengisapan lendir tidak selamanya
jika ada indikasi. dilakukan terus-menerus, dan durasinya
g. Atur/ubah posisi klien secara teratur pun dapat dikurangi untuk mencegah
(tiap 2jam). bahaya hipoksia. Diameter kateter
h. Berikan minum hangat jika keadaan pengisap tidak boleh lebih dari 50%
memungkinkan. diameter endotracheal/tracheostomy tube
i. Jelaskan kepada klien tentang untuk mencegah hipoksia. Dengan
kegunaan batuk efektif dan mengapa membuat hiperventilasi melalui
terdapat penumpukan sekret di saluran pemberian oksigen 100% dapat
pernapasan. mencegah terjadinya atelektasis dan
j. Ajarkan klien tentang metode yang mengurangi terjadinya hipoksia.
tepat untuk pengontrolan batuk. f. Batuk yang efektif dapat mengeluarkan
k. Napas dalam dan perlahan saat duduk sekret dari saluran napas.
setegak mungkin. g. Mengatur pengeluaran sekret dan
l. Lakukan pernapasan diafragma. ventilasi segmen paru-paru, mengurangi
m. Tahap napas selama 3-5 detik risiko atelektasis.
kemudian secara perlahan-lahan, h. Membantu pengenceran sekret,
dikeluarkan sebanyak mungkin mempermudah pengeluaran sekret.
melalui mulut. i. Pengetahuan yang diharapkan akan
n. Lakukan napas kedua, tahan, dan membantu mengembangkan kepatuhan
batukkan dari dada dengan melakukan klien terhadap rencana terapeutik.
2 batuk pendek dan kuat. j. Batuk yang tidak terkontrol adalah
o. Auskultasi paru sebelum dan sesudah melelahkan dan tidak efektif, dapat
klien batuk. menyebabkan frustasi.
p. Ajarkan klien tindakan untuk k. Memungkinkan ekspansi paru lebih luas
menurunkan viskositas sekresi. : l. Pernapasan diafragma menurunkan
mempertahankan hidrasi yang frekuensi napas dan meningkatkan
adekuat; meningkatkan masukan ventilasi alveolar.
cairan 1000-1500 cc/hari bila tidak m. Meningkatkan volume udara dalam paru,
ada kontraindikasi. mempermudah pengeluaran sekresi
q. Dorong atau berikan perawatan mulut sekret
yang baik setelah batuk. n. Pengkajian ini membantu mengevaluasi
r. Kolaborasi dengan dokter, radiologi, keefektifan upaya batuk klien.
dan fisioterapi. o. Sekresi kental sulit untuk di encerkan
Pemberian ekspektoran. dan dapat menyebabkan sumbatan
Pemberian antibiotic. Fisioterapi mucus, yang mengarah pada atelektasis.
dada. p. Untuk menghindari pengentalan dari
Konsul foto thoraks. sekret atau mosa pada saluran napas pada
s. Lakukan fisioterapi dada sesuai bagian atas.
indikasi seperti postural drainage, q. Higine mulut yang baik meningkatkan
perkusi/penepukan. rasa kesejahteraan dan mencegah bau
t. Berikan obat-obat bronchodilator mulut.
sesuai indikasi seperti aminophilin, r. Ekspektoran untuk memudahkan
meta-proterenol sulfat (alupent), mengeluarkan lendir dan mengevaluasi
adoetharine hydrochloride perbaikan kondisi klien atas
(bronkosol). pengembangan parunya.
s. Mengatur ventilasi segmen paru-paru dan
pengeluaran sekret.
t. Mengatur ventilasi dan melepaskan
sekret karena relaksasi
muscle/bronchospasme
3. Pola napas tidak Hasil yang diharapkan dalam a. Meningkatkan inspirasi maksimal,
a. Berikan posisi yang nyaman, biasanya
efektif b.d kerusakan waktu 3x24 jam setelah meningkatkan ekspansi paru dan
dengan peninggian kepala tempat tidur.
neurovaskuler intervensi adanya peningkatan, ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
Balik kesisi yang sakit. Dorong klien
pola napas kembali efektif. b. Distress pernapasan dan perubahan pada
untuk duduk sebanyak mungkin.
- Kriteria hasil : tanda vital dapat terjadi sebagai akibat
b. Observasi fungsi pernapasan, dispnea,
Memperlihatkan frekuensi stress fisiologi dan nyeri atau dapat
atau perubahan tanda-tanda vital.
pernapasan yang efektif, menunujukkan terjadinya syok
c. Jelaskan pada klien bahwa tindakan
mengalami perbaikan sehubungan dengan hipoksia.
tersebut dilakukan untuk menjamin
pertukaran gas-gas pada c. Pengetahuan apa yang diharapkan dapat
keamanan.
paru, adaptif mengatasi mengembangkan kepatuhan klien
d. Jelaskan pada klien tentang
faktor-faktor penyebab. terhadap rencana terapeutik.
etiologi/factor pencetus adanya sesak
d. Pengetahuan apa yang diharapkan dapat
atau kolaps paru-paru.
mengurangi ansietas dan
e. Pertahankan perilaku tenang, bantu
mengembangkan kepatuhan klien
klien untuk control diri dengan
terhadap rencana terapeutik
menggunakan pernapasan lebih lambat
e. Membantu klien mengalami efek
dan dalam. Periksalah alarm pada
fisiologi hipoksia, yang dapat
ventilator sebelum difungsikan. Jangan
dimanifestasikan sebagai
mematikan alarm.
ketakutan/ansietas. Ventilator yang
f. Tarulah kantung resusitasi disamping
memiliki alarm yang bias dilihat dan
tempat tidur dan manual ventilasi
didengar misalnya alarm kadar oksigen,
untuk sewaktu-waktu dapat digunakan
tinggi/rendahnya tekanan oksigen
g. Bantulah klien untuk mengontrol
f. Kantung resusitasi/manual ventilasi
pernapasan jika ventilator tiba-tiba
sangat berguna untuk mempertahankan
berhenti. Perhatikan letak dan fungsi
fungsi pernapasan jika terjadi gangguan
ventilator secara rutin. Pengecekan
pada alat ventilator secara mendadak.
konsentrasi oksigen, memeriksa
g. Melatih klien untuk mengatur napas
tekanan oksigen dalam tabung, monitor
seperti napas dalam, napas pelan, napas
manometer untuk menganalisis
perut, pengaturan posisi, dan teknik
batas/kadar oksigen. Mengkaji tidal
relaksasi dapat membantu
volume (10-15 ml/kg). periksa fungsi
memaksimalkan fungsi dan system
pernapasan.
spirometer.
h. Memerhatikan letak dan fungsi
h. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi, dan ventilator sebagai kesiapan perawat
fisioterapi. dalam memberikan tindakan pada
Pemberian antibiotik. penyakit primer setelah menilai hasil
Pemberian analgesic. diagnostik dan menyediakan sebagai
Fisioterapi dada. cadangan.
Konsul foto thoraks. i. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
untuk mengevaluasi perbaikan kondisi
klien atas pengembangan parunya.
2. Literatur Rujukan

Muttaqin, Arif.2018.Buku Ajar asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan sistem persarafan. Jakarta
: Salemba Medika.

Smeltzer, Suzanne C.2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 3 ed-8. Jakarta : EGC

Soeparman, (2018). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Sylvia dan Lorraine
(2018). Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi empat, buku kedua. EGC. Jakarta

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta : Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta : Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta : Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

  

Anda mungkin juga menyukai