Anda di halaman 1dari 9

SATUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TRAUMA

KEPALA

A. Pengertian
Trauma kapitis adalah suatu trauma mekanik yang secara langsung atau tidak
langsung mengenai kepala dan mengakibatkan gangguan fungsi neurologis. Cedera
kepala (Head Injury) adalah jejas atau trauma yang terjadi pada kepala yang
dikarenakan suatu sebab secara mekanik maupun non-mekanik.
Cedera kepala adalah penyakit neurologis yang paling sering terjadi diantara
penyakit neurologis lainnya yang biasa disebabkan oleh kecelakaan, meliputi: otak,
tengkorak ataupun kulit kepala saja. (Brunner & Suddart, 1987: 2210).
Jadi, cedera kepala (head Injury) atau trauma atau jejas yang terjadi pada kepala bisa
oleh mekanik ataupun non-mekanik yang meliputi kulit kepala, otak ataupun tengkorak
saja dan merupakan penyakit neurologis yang paling sering terjadi, biasanya
dikarenakan oleh kecelakaan (lalu lintas). atau Ada berbagai klasifikasi yang di pakai
dalam penentuan derajat kepala.

B. Faktor Risiko
Cidera kepala dapat disebabkan oleh dua hal antara lain :
1. Benda Tajam, trauma benda tajam dapat menyebabkan cedera setempat.
2. Benda Tumpul, dapat menyebabkan cedera seluruh kerusakan terjadi ketika energi/
kekuatan diteruskan kepada otak.
Kerusakan jaringan otak karena benda tumpul tergantung pada :
1. Lokasi
2. Kekuatan
3. Fraktur infeksi/ kompresi
4. Rotasi
5. Delarasi dan deselarasi
Mekanisme cedera kepala :
1. Akselerasi, ketika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam.
Contoh : akibat pukulan lemparan.
2. Deselerasi. Contoh : kepala membentur aspal.
3. Deformitas. Dihubungkan dengan perubahan bentuk atau gangguan integritas bagan
tubuh yang dipengaruhi oleh kekuatan pada tengkorak.

1
C. Jenis/Klasifikasi
The Traumatic Coma Data Bank mendefinisakan berdasarkan skor Skala Koma
Glasgow (cited in Mansjoer, dkk, 2000: 4) :
1. Cidera kepala ringan/minor (kelompok resiko rendah)
a. Skor skala koma Glasglow 15 (sadar penuh,atentif,dan orientatif)
b. Tidak ada kehilangan kesadaran(misalnya konkusi)
c. Tidak ada intoksikasi alkohaolatau obat terlarang
d. Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
e. Pasien dapat menderita abrasi,laserasi,atau hematoma kulit kepala
f. Tidak adanya kriteria cedera sedang-berat.
2. Cidera kepala sedang (kelompok resiko sedang)
a. Skor skala koma glasgow 9-14 (konfusi, letargi atau stupor)
b. Konkusi
c. Amnesia pasca trauma
d. Muntah
e. Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda battle,mata
rabun,hemotimpanum,otorhea atau rinorhea cairan serebrospinal).
3. Cidera kepala berat (kelompok resiko berat)
a. Skor skala koma glasglow 3-8 (koma)
b. Penurunan derajat kesadaran secara progresif
c. Tanda neurologis fokal
4. Cidera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresikranium.
D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala cedera kepala dapat dikelompokkan dalam 3 kategori utama
( Hoffman, dkk, 1996):
1. Tanda dan gejala fisik/somatik: nyeri kepala, dizziness, nausea, vomitus
2. Tanda dan gejala kognitif: gangguan memori, gangguan perhatian dan berfikir
kompleks
3. Tanda dan gejala emosional/kepribadian: kecemasan, iritabilitas
Gambaran klinis secara umum pada trauma kapitis :
a. Pada kontusio segera terjadi kehilangan kesadaran.
2
b. Pola pernafasan secara progresif menjadi abnormal.
c. Respon pupil mungkn lenyap.
d. Nyeri kepala dapat muncul segera/bertahap seiring dengan peningkatan TIK.
e. Dapat timbul mual-muntah akibat peningkatan tekanan intrakranial.
f. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan
motorik dapat timbul segera atau secara lambat.

E. Komplikasi
Menurut Ester (2001), komplikasi yang akan terjadi pada pasien cedera kepala antara
lain:
1. Hemorhagic
2. Infeksi
3. Oedema
4. Hernias
F. Pemeriksaan Penunjang (Diagnostik)
Menurut Brunner & Suddart (2003), pemeriksaan diagnosatik dari cedera kepala antara
lain: CT –Scan : mengidentifikasi adanya sol, hemoragi menentukan ukuran ventrikel
pergeseran cairan otak.
1. MRI : sama dengan CT –Scan dengan atau tanpa kontraks.
2. Angiografi Serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti pergeseran
jaringan otak akibat edema, perdarahan dan trauma.
3. EEG : memperlihatkan keberadaan/ perkembangan gelombang.
4. Sinar X : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (faktur pergeseran
struktur dan garis tengah (karena perdarahan edema dan adanya frakmen tulang).
5. BAER (Brain Eauditory Evoked) : menentukan fungsi dari kortek dan batang
otak..
6. PET (Pesikon Emission Tomografi) : menunjukkan aktivitas metabolisme pada
otak.
7. Pungsi Lumbal CSS : dapat menduga adanya perdarahan subaractinoid.
8. Kimia/elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berpengaruh dalam
peningkatan TIK.
9. Gas Darah Arteri : mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang
akan dapat meningkatkan TIK.
10. Pemeriksaan toksitologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab
terhadap penurunan kesadaran.
3
11. Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi
yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.

H. Patofisiologi Trauma kepala

Tulang kepala Kerusakan intergritas kulit Jaringan otak

Fraktur linier, fraktur comminited, Nyeri akut Kontusio menekan


fraktur depress,fraktur basis medula oblongata

TIK meningkat Gangguan kesadaran, TTV,


kelainan neurlogi
Respon fisiologi otak
Kemampuan batuk menurun, kurang
mobilitas isik dan produksi secret
Kerusakan sel otak
Tidak efektif bersihan jalan

Gangguan auto regulasi Rangsangan simpatis stresslokalis

Aliran darah ke otak Tekanan vaskuler Katekolamin sekresi


sistemik
asam lambung
Gangguan metabolism O2 Peningkatan tekanan
pemb. pulomonal Mual muntah
Edema otak
Kebocoran cairan kapiler
intake nutrisi tidak
Gangguan perfusi adekuat
Peningkatan tekanan
serebral
hidrostatis
Perubahan
Edema paru pemenuhan

Exspansi paru yang tidak maksimal Curah jantung menurun

Kelelahan otot pernapasan Difusi O2 terhambat

Gagal napas Pola napas tidak efektif

Gangguan ventilasi

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah
ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan
kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20
mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
4
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan
terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral (Brunner & Suddart, 2003).
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan
oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh
darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam
laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal Cerebral Blood Flow (CBF) yaitu 50-60 ml/menit/100 gr.
Jaringan otak yang merupakan 15 % dari cardiac output (Price, 2005). Trauma kepala
menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial,
perubahan tekanan vaskuler dan menyebabkan oedema paru. Perubahan otonom pada
fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P, disritmia fibrilasi atrium dan
ventrikel dan takikardia (Muttaqin, 2008). Akibat adanya perdarahan otak akan
mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler ini akan
menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi. Pengaruh persarafan simpatik
dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar (Price,
2005)
G. Diagnosis Keperawatan dan Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Intervensi Keperawatan


Perfusi jaringan serebral 1. Monitor dan catat status neurologis
berhubungan dengan oedem otak menggunakan GCS.
2. Rasional : mengetahui status neurologis pasien
saat ini
3. Tanda-tanda vital tiap 30 menit.
Rasional : Peningkatan sistolik dan penurunan
diastolik serta penurunan tingkat kesadaran
dan tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial. Adanya pernapasan yang irreguler
indikasi terhadap adanya peningkatan
metabolisme sebagai reaksi terhadap infeksi.
Untuk mengetahui tanda-tanda keadaan syok
akibat perdarahan.
4. Pertahankan posisi kepala pada posisi 15-300
dan tidak menekan.
Rasioal : Perubahan kepala pada satu sisi dapat
menimbulkan penekanan pada vena jugularis
dan menghambat aliran darah otak, untuk itu
dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
5. Observasi kejang dan lindungi pasien dari
cedera akibat kejang.
Rasional : Kejang terjadi akibat iritasi otak,
hipoksia, dan kejang dapat meningkatkan
tekanan intrakranial.
6. Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien.
Rasional : Dapat menurunkan hipoksia otak.

Kolaborasi :
5
Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan
tepat dan benar.
Rasional : Membantu menurunkan tekanan
intrakranial secara biologi / kimia seperti osmotik
diuretik untuk menarik air dari sel-sel otak
sehingga dapat menurunkan oedem otak, steroid
(dexametason) untuk menurunkan inflamasi,
menurunkan oedema jaringan. Obat anti kejang
untuk menurunkan kejang, analgetik untuk
menurunkan rasa nyeri efek negatif dari
peningkatan tekanan intrakranial. Antipiretik
untuk menurunkan panas yang dapat
meningkatkan pemakaian oksigen otak.
Bersihan jalan nafas tidak efektif Mandiri :
berhubungan dengan penurunan 1. Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran
kesadaran karena kerusakan sel jalan napas.
otak Rasional : obstruksi dapat disebabkan
pengumpulan sputum, perdarahan,
bronchospasme atau masalah terhadap tube.
2. Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada
(tiap 1 jam ).
Rasional : Pergerakan yang simetris dan suara
napas yang bersih indikasi pemasangan tube
yang tepat dan tidak adanya penumpukan
sputum.
3. Lakukan pengisapan lendir dengan waktu <10
detik bila sputum banya.
Rasional : Pengisapan lendir tidak selalu rutin
dan waktu harus dibatasi untuk mencegah
hipoksia.
4. Lakukan fisioterapi dada
Rasional : Meningkatkan ventilasi untuk
semua bagian paru dan memberikan
kelancaran aliran serta pelepasan sputum

Kolaborasi :
1. Monitor AGD.
2. Bantu atau pertahankan endotracheal tube,
tracheostomy, mechanical ventilation  (bila
diperlukan).
Gangguan ventilasi spontan Mandiri :
berhubungan dengan depresi pusat 1. Berikan posisi nyaman, biasanya dengan
pernapasan,perubahan peninggian kepala tempat tidur. Balik kesisi
perbandingan O2 dengan CO2 yang sakit. dorong klien untuk  dududk
sebanyak mungkin.
2. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi
pernapsan, dipsnea, atau perbuhan tanda-
tanda vital.
6
3. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut
dilakukan untuk menjamin keamanan.
4. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor
pencetus adanya sesak atau koleps paru-paru.
5. Pertahankan perilaku tenang, bantu klien
untuk kontrol diri dengan menggunakan
pernapasan lebih lambat dan dalam.
6. Periksalah alarm pada ventilator sebelum di
fungsikan. Jangan matikan alarm.
7. Perhatikan letak dan fungsi ventilator secara
rutin. Pengecekan konsentrasi oksigen,
memeriksa tekanan oksigen dalam tabung,
monitor manometer  untuk menganalisis batas
/kadar oksigen. Mengkaji tidal volume (10-15
ml/kg). Periksa fungsi spirometer.

Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain:
2. Dengan dokter, radiologi, dan fisiotherapi
3. Pemberian antibiotik
4. Pemberian analgesik
5. Fisiotherapi dada
6. Konsul foto thorax
Nyeri akut berhubungan dengan 1. Kaji keadaan umum dan tanda-tanda vital
trauma jaringan klien.
Rasional: mengetahui keluhan klien saat ini
untuk menentukan intervensi selanjutnyKaji
karakteristik
2. Nyeri secara komprehensif (lokasi,
karakteristik, intensitas/keparahan nyeri, faktor
presipitasinya).
Rasional: untuk mengetahui tingkat rasa nyeri
yang dirasakan untuk menegakkan intervensi
selanjutnya.
3. Observasi ketidaknyamanan non verbal.
Rasional: sikap klien yang menunjukkan
kegelisahan menunjukkan rasa tidak nyaman
apa yang dirasakan saat ini sehingga perawat
harus memberikan terapi atau tindakan untuk
mengurangi nyeri.
4. Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, dan
beri aktifitas perlahan.
Rasional: sikap klien yang menunjukkan
kegelisahan menunjukkan rasa tidak nyaman
apa yang dirasakan saat ini sehingga perawat
harus memberikan terapi atau tindakan untuk
mengurangi nyeri.
5. Berikan oksigen tambahan dengan nasal kanul

7
atau masker, serta indikasi.
Rasional: peningkatan rasa nyeri akan
mengakibatkan pasien kekurangan oksigen
sehingga dengan pemberian oksigen pada
nasal kanul akan mengurangi keluhan nyeri
pada pasien.
6. Ajarkan teknik non farmakologi (seperti:
tehnik relaksasi nafas dalam secara efektif).
Rasional: tehnik relaksasi nafas dalam ini
mampu mengurangi rasa nyeri.

Kolaborasi
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
farmakologi (analgesik)
Rasional: Dalam pemberian analgetik ini mampu
mengurangi rasa nyeri sehingga pasien merasa
nyaman dan nyeri hilang.
Pola napas tidak efektif 1. Hitung pernapasan pasien dalam satu menit.
berhubungan dengan depresi pusat Rasional : dengan menghitung pernafasan akan
napas di otak diketahui pernapasan yang cepat dari pasien
dapat menimbulkan alkalosis respiratori dan
pernapasan lambat meningkatkan tekanan
PaCo2 dan menyebabkan asidosis respiratorik.
2. Cek pemasangan tube
Rasional : untuk memberikan ventilasi yang
adekuat dalam pemberian tidal volume.
3. Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi.
Rasional : pada fase ekspirasi biasanya 2 x
lebih panjang dari inspirasi, tapi dapat lebih
panjang sebagai kompensasi terperangkapnya
udara terhadap gangguan pertukaran gas.
4. Perhatikan kelembaban dan suhu pasien.
Rasional : keadaan dehidrasi dapat
mengeringkan sekresi / cairan paru sehingga
menjadi kental dan meningkatkan resiko
infeksi.
5. Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit).
Rasional : adanya obstruksi dapat
menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran
volume dan menimbulkan penyebaran udara
yang tidak adekuat.

8
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth.2003. Keperawatan Medical Bedah . Jakarta : EGC Carpenito,
L.J. 2002. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 6. Alih Bahasa Yasmin Asih. EGC.
Jakarta
Doenges, M.E. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC. Jakarta Ester, M., 2001,
Keperawatan Medikal Bedah, EGC. Jakarta
Long, B.C. 2000. Perawatan Medikal Bedah, Volume 3, Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan Padjajaran Bandung
Mansjur, Arif. .2007. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesai.
Muttaqin, A (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Nanda, 2006. Buku Panduan Diagnosis Keperawatan. EGC. Jakarta
Alexander. 1995. Care of the patient in Surgery. Edisi 10, St Louis ; Mosby. Hal : 855 –
930.
Doenges, Moorehouse & Geisser. 1993. Nursing Care Plans ; Guidelines for planning
and dokumenting patient care. Edisi 3 revisi. philadelphia ; F.A.Davis Company. Hal :
271 – 290.

Anda mungkin juga menyukai