Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN INTENSIVE CARE PADA KLIEN DENGAN

CEDERA KEPALA

A. DEFINISI
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak.

B. KONSEP MEDIS
1. ETIOLOGI
Kontak bentur,terjadi bila kepala membentur atau menabrak sesuatu
objek atau sebaliknya.
Gunjangan lanjut merupakan akibat peristiwa gunjangan kepala yang
hebat baik yang disebabkan oleh pukulan maupun yang bukan
pukulan (Satyanegara 1998; 148)

2. PATOFISIOLOGI
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekuensi patofiologi dari suatu trauma kepala, dimana otak
dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan dadalam sel-sel syaraf hampir seluruhnya
melalui proses oksidasi.

Otak tidak mempunyai cadangan oksigen jadi kekurangan aliran darah keotak
walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi, demikian pula
dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme, oksigen di tak
tidak boleh kurang dari 20%, karena akan menimbulkan koma. Pada saat otak
mengalami hipoksia tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui
proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah.

Pada cedera kepala dapat mengakibatkan cedera pada otak primer seperti
kontusio cerebri yang bisa berlanjut pada kerusakan otak sekunder. Cedera
pada otak sekunder inilah yang bisa menimbulkan respon biologis yaitu
peningkatan TIK (oedem, hematom), hipoksemia, dan kelainan metabolisme.

Pada cedera otak sekunder akan mengakibatkan terjadinya peningkatan


kerusakan pada sel otak sehingga akan terjadi gangguan autoregulasi,
meningkatnya rangsangan simpatis dan stress. Gangguan autoregulasi
mengakibatkan penurunan aliran darah keotak sehingga transportasi oksigen
menurun dan menyebabkan timbulnya gangguan metabolisme,sehingga
terjadi peningkatan asam laktat yang mengakibatkan terjadinya odema otak
sehingga timbul gangguan perfusi jaringan cerebral.

Peningkatan rangsangan simpatis menyebabkan meningkatnya tahanan


vaskuler sistemik dan meningkatnya tekanan darah sehingga terjadi
penurunan tekanan pembuluh darah pulmonal dan menimbulkan peningkatan
pada tahanan hidrostatik sehingga terjadi kebocoran kapiler yang
mengakibatkan odema paru dimana difusi oksigen terhambat yang pada
akhirnya mengakibatkan gangguan pada pola napas (hipoksemia,
hiperkapnea). Odema paru juga bisa menyebabkan cardiac output menurun
sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan.
Stress akan meningkatkan katekolamin yang mengakibatkan sekresi asam
lambung meningkat sehingga timbul mual muntah yang nantinya akan
berpengaruh pada asupan nutrisi.

3. PATOFLOW

Cedera kepala

Cedera otak primer Cedera otak sekunder


Kontusio
Lacerasi
Kerusakan Sel otak

Gangguan autoregulasi rangsangan simpati Stress

Aliran darah keotak tahanan vaskuler katekolamin


istemik & TD sekresi asam lambung

stres ulcer
O2 gangg. metabolisme tek. Pemb.darah Mual, muntah
Pulmonal

Asam laktat tek. Hidrostatik Asupan nutrisi kurang


Dx 5 Perubahan
Oedem otak Kebocoran cairan kapiler Pemenuhan
Kebutuhan Nutrisi

* muntah proyektil
TIK meningkat * edem pupil
* sakit kepala hebat
* penurunan kesadaran
DX 1
Ggan perfusi jaringan oedema paru cardiac out put
Cerebral
Difusi O2 terhambat Gangg. perfusi jaringan

Progresif
Nekrosis jar otak DX2Gangguan pola napas hipoksemia, hiperkapne

Gangguan Fungsi
syaraf
motorik sensorik
Dx 3 gangg. mobilitas Dx4 kerusakan persepsi sensor
Cedera otak primer:
Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari
trauma. Pada cedera primer dapat terjadi memar otak atau laserasi.

Cedera otak sekunder:


Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme,
dan fisiologi yang timbul setelah trauma.
Proses-proses fisiologi yang abnormal:
a. Kejang-kejang
b. Gangguan saluran nafas
c. Tekanan intrakranial meningkat yang dapat disebabkan oleh karena:
edema fokal atau difusi
hematoma epidural
hematoma subdural
hematoma intraserebral
over hidrasi
d. Sepsis/septik syok
e. Anemia
f. Shock
Proses fisiologis yang abnormal ini lebih memperberat kerusakan cedera otak
dan sangat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.

4. Komplikasi
a. Epidural hematom:
Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater
akibat pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal
media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat
menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam
beberapa jam sampai 1 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu
dilobus temporalis dan parietalis.
Tanda dan gejala:
penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala, muntah, hemiparesa.
Dilatasi pupil ipsilateral, pernapasan dalam dan cepat kemudian
dangkal, irreguler, penurunan nadi, peningkatan suhu.

b. Subdural hematoma
erkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi
akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah
vena/jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater,
perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam 2
hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau
beberapa bulan.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat, kejang
dan edema pupil.

c. Perdarahan intraserebral
Perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri,
kapiler, vena.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegi
kontralateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital.

d. Perdarahan subarachnoid:
Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh
darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala
yang hebat.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil
ipsilateral dan kaku kuduk.

5. Penatalaksanaan
a. Konservatif
Bedrest total
Pemberian obat-obatan
Observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran
b. Operatif( lihat askep post op)

6. Pemeriksaan Penunjang
a. CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik,
menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
b. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
c. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
d. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
e. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial.

C. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. BREATHING
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama
jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman,
frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia
breathing. Napas berbunyi; stridor, ronkhi, wheezing (kemungkinan
karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada
jalan napas.

b. BLOOD:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah
bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan
transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).

c. BRAIN
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi
adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran
sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus,
kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan
hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada
nervus cranialis, maka dapat terjadi :
1) Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah
laku dan memori)
2) Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia,
kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
3) Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi
pada mata.
4) Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
5) Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada
nervus vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
6) Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah
jatuh ke salah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan
menelan.

d. BLADER
Pada cedera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi,
inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.

e. BOWEL
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual,
muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan
selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses
eliminasi alvi.

f. BONE
Pasien cedera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi.
Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan
dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot
antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara
pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula
terjadi penurunan tonus otot.

2. Prioritas perawatan:
1. Memaksimalkan perfusi/fungsi otak
2. Mencegah komplikasi
3. Pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke fungsi normal.
4. Mendukung proses pemulihan koping klien/keluarga
5. pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana
pengobatan, dan rehabilitasi.

3. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian
aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD
sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
b. Potensial Peningkaaatan TIK berhubungan dengan trauma Kepala
c. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Obstruksi
trakeobronkhial.
d. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan
transmisi dan/atau integrasi (trauma atau defisit neurologis).
e. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis;
konflik psikologis.
f. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi
atau kognitif. Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan
/kewaspadaan keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi.
g. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma,
kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh.
Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid).
Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
h. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien
(penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan
untuk mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
i. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi dan krisis
situasional. Ketidak pastian tentang hasil/harapan.
j. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang pemajanan, tidak mengenal informasi.
Kurang mengingat/keterbatasan kognitif.

4. Rencana Tindakan Keperawatan

DIAGNOSA I: Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan


dengan penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema
cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia
jantung)

Tujuan:
Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi
motorik/sensorik.
Kriteria hasil:
1. Tingkat kesadaran baik
2. Fungsi motorik baik
3. Tanda peningkatan TIK tidak ditemukan

RENCANA INTERVENSI

1. Pantau status neurologi secara teratur dan bandingkan dengan nilai


normal : GCS( respon membuka mata, respon motorik , respon verbal
Rasional: mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran
dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan
intervensi. Respon ini dievaluasi melalui kemampuan klien
mengintegrasikan perintah dan gerakan spontan, fungsi kortikal dapat
dikaji dengan mengevaluasi pembukaan mata dan respon motorik.
Tidak ada respon menunjukkan adanya kerusakan otak tengah.

2. Kaji perubahan tanda vital (nadi, pernafasan, peningkatan tekanan


darah, triad Cushing (bradikardi, peningkatan tekanan sistolik,
peningkatan tekanan nadi)
Rasional : Bradikardi menunjukkan adanya iskemik batang otak,
periode apnea menunjukkan kerusakan pada kedua hemisfer otak,
otak tengah dan pons, hiperventikasi neurogenik menunjukkanadanya
disfungsi pons, hipoventilasi dan apnea menunjukkana adanya lesi
medula. Triad Cushing menunjukkan adanya iskemic batang otak atau
herniasi serebral .

3. Kaji respon pupil mata (ukuran, gambaran, reaksi terhadap cahaya,


bandingkan kedua mata untuk kesamaan dan perbedaannya), evaluasi
pandangan, evaluasi abduksi dan adduksi
Rasional : Reaksi mata diatur oleh syaraf okulomotor pada batang
otak, konjugasi gerakan mata diatur oleh batang otak dan korteks saraf
kranial VI yang mengatur abduksi dan adduksi mata dan saraf IV yang
mengatur gerakan mata .

4. Catat gejala peningkatan TIK seperti muntah proyektil, sakit kepala,


perubahan kesadaran, (gelisah, nafas keras, gerakan tak bertujuan,
perubahan mental)
Rasional : Tanda ini merupakan tanda awal dari peningkatan TIK .
5. Tinggikan kepala 30 derajad kecuali dikontraindikasikan.
Rasional : Peninggian sedikit kepala akan membantu drainage otak
untuk mengurangi kongesti serebrovaskuler

6. Hindari manuver yang dapat meningkatkan TIK (masase karotis, fleksi


dan rotasi leher
Rasional : massage carotis dapat memperlambat denyut jantung dan
mengurangi sirkulasi sistemik yang dapat diikuti dengan peningkatan
yang tiba- tiba, dan fleksi/rotasi leher akan menghambat drainage,
serta meningkatkan kongestif serebrovaskuler.

7. Kaji adanya peningkatan kegelisahan, peka rangsang, serangan


kejang, reflek menelan, batuk, dan babinski
Rasional : Merupakan adanya iritasi meningeal yang dapat terjadi
sehubungan dengan adanya kerusakan pada duramater, reflek
tersebut menunjukkan adanya pada otak tengah dan batang otak.

8. Kolaborasi pemberian Oksigen


Rasiuonal : Menurunkan hipoksia yang dapat meningkatkan
vasodilatasi dan volume darah serebral sehingga meningkatkan TIK

9. Batasi cairan sesuai indikasi


Rasional : Pembatasan cairan mungkin diperlukan untuk menurunkan
edema serebral meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler, tekanan
darah, TIK

10. Kolaborasi Pemeriksaan GDA


Rasional : Menentukan kecukupan pernafasan yang mengindikasikan
kebutuhan akan terapi.

11. Kolaborasi terapi diuretik (manitol), steroid, antikonvulsan sedatif,


analgetik dll
Rasional : Diuretik untuk menurunkan air dari sel otak, sterooid untuk
menurunkan inflamasi, antikonvulsan untuk mencegah kejang, sedatif
mengendalikan kegelisahan.

12. Siapkan untuk pembedahan.


Rasional : Kraniotomi mungkin diperlukan untuk memindahkan
fragment tulang, evakuasi hematom, mengendalikan hemoragik, dan
membersihkan jaringan nekrotik.

Diagnosa II : Potensial Peningkatan TIK berhubungan dengan trauma


kepala

Tujuan:
Episode Peningkatan TIK bisa diatasi.
Kriteria :
1. GCS 15
2. Tanda vital dalam batas normal
3. Kedua Pupil Isokor
4. Tidak ditemukan muntah proyektil
5. Tidak ditemukan sakit kepala hebat
6. Tidak ditemukan perubahan mental, gelisah, letargi, nafas ngorok,
gerakan tidak beraturan,

RENCANA INTERVENSI
1. Pantau tanda dan gejala Peningkatan TIK :
a) Pantau GCS : respon membuka mata, respon motorik, respon
verbal.
Rasional : Defisiensi suplai darah serebral akan direspon klien
melalui kemampuan mengintegrasikan perintah, fungsi kortikal
dapat dikaji melalui pembukaan mata dan respon motorik, tak ada
respon menunjukkan adanya kerusakan otak

b) Kaji tanda tanda vital : perubahan nadi, ketidak teraturan


pernafasan, peningkatan tekanan darah, Triad Cushing (bradikardi,
meningkatnya TD, meningkatnya tekanan nadi)
Rasional : Bradikardi menunjukkan tanda akhir dari iskemik batang
otak, trakikardi menunjukkan iskemik hipotalamus, ketidak
teraturan pernafasan menunjukkan adanya kerusakan pada kedua
hemisfer, otak tengah diatas pons. Tanda Triad Cushing
menunjukkan adanya iskemik baatang otak, atau herniasi serebral.

c) Kaji Respon Pupil : isokor, anisokor, gerakan mata abnormal,


kemampuan abduksi / adduksi
rasional : Reaksi mata diatur oleh syaraf okulomotor dari batang
otak , gerakan bola maaata diatur oleh bagian dari batang otak ,
abduksi dan adduksi diatur oleh syaraf Kranial VI

d) Muntah Proyektil
Rasional : Muntah dihasilkan oleh tekanan pada medulla yang
akan menstimulasi pusat muntah di otak .

e) Sakit Kepala Hebat


rasional : Kompresi syaraf akan meningkatkan TIK dan
menyebabkan nyeri

f) Perubahan Mental, gelisah, letargi, nafas ngorok, gerakan tak


beraaaaturan,
rasional : tanda ini merupakan atanda awal dari Perubahan TIK .

2. Tinggikan kepala setinggi 30 - 40 kecuali dikontraindikasikan .


Rasional : Peningkatan sedikit kepala akan membantu drainage otak
untuk mengurangi kongesti serebrovaskuler.

3. Hindari situasi yang dapat meningkatkan TIK:


a) Massage carotis
Rasional : Tindakan ini akan melambatkan denyut jantung dan
mengurangi sirkulasi sistemik yang dapat diikuti dengan sirkulasi
vena yang tiba- tiba.
b) Fleksi atau Rotasi leher berlebihan
Rasional : Menghambat drainage vena jugularis dan meningkatkan
kongesti serebrovaskuler danTIK.
c) Stimulasi anal, menafan nafas, mengejan.
Rasional : Memacu manuver valsava yang akan menggangu aliran
balik vena sehingga meningkatkan TIK
d) Perubahan Posisi yang cepat
Rasional : Memacu valsava Manuver.

4. Hindari aktivitas berurutan yang dapat meningkatkan TIK : batuk,


pemgisapan, perubahan posisi dan memandikan.
Rasional : Aktivitas berurutan dapat meningkatkan TIK secaara
kumulatif.

5. Pertahankan ventilasi optimal melalui posisi yang sesuai


Rasional : Tindakan ini akan mengurangi hiperkapnea dan hipoksemia.

6. Kolaborasi pemeriksaan GDA


Rasional : Untuk mengevaluasi pertukaran gas dalam paru paru dan
menentukan kadar oksigen dalam sirkulasi.

7. Kolaborasi Pemberian Oksigen


Rasional : Untuk mencegah iskemik serebral dan kongesif
serebrovaskuler yang meningkatkan TIK.

8. Kolaborasi terapi:
a) Pemberian Sedasi
Rasional : Menurunkan laju metabolisme serebral
b) Antikonvulsan
Rasional : Membantu mencegah kejang yang akan meningkatkan
laju metabolisme serebral
c) Diuretik osmotik dan non osmotik
Rasional : Menarik air dari jaringan otak ke plasma untuk
menurunkan edema serebral
d) Steroid
Rasional : Menurunkan permeabelitas kapiler dan membatasi
edem serebral.

9. Pemantauan status hidrasi; evaluasi cairan masuk dan keluar,


osmolalitas serum, serta BJ urine
Rasional : Dehidrasi dari terapi diuretik dapat menyebabkan hipotensi
dan penurunan curah jantung

Diagnosa III: Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan


dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak).
Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.

Tujuan:
Mempertahankan pola pernapasan efektif.
Kriteria evaluasi:
Bebas sianosis, GDA dalam batas normal

RENCANA INTERVENSI
1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidak
teraturan pernapasan
Rasional : Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal
atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak. Pernapasan
lambat, periode apnea dapat menandakan perlunya ventilasi mekanis.

2. Pantau dan catat kompetensi reflek gag/menelan dan kemampuan


pasien untuk melindungi jalan napas sendiri. Pasang jalan napas
sesuai indikasi.
Rasional : Kemampuan memobilisasi atau membersihkan sekresi
penting untuk pemeliharaan jalan napas. Kehilangan refleks menelan
atau batuk menandakan perlunya jalan napas buatan atau intubasi.
3. Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miring sesuai
indikasi.
Rasional : Memudahkan expansi paru / ventilasi paru dan menurunkan
adanya kemungkinan lidah jatuh yang dapat menyumbat jalan nafas.

4. Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif bila pasien
sadar.
Rasional : Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan
menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan
napas.

5. Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15


detik. Catat karakter, warna, dan kekeruhan dari sekret.
Rasional : Pengisapan pada trachea yang lebih dalam harus dilakukan
hati - hati karena dapat meningkatkan hipoksia yang menimbulkan
vasokonstriksi yang berpengaruh pada perfusi jaringan serebral

6. Auskultasi suara nafas abnormal: ronkhi, mengi, crackels


Rasional : Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti
atelektasis kongisi, atau obstruksi jalan nafas yang membahayakan
oksigenasi serebral

7. Kolaborasi pemeriksaan GDA


Rasional : Menentukan kecukupan pernafasan, keseimbangan asam
basa dan kebutuhan akan terapi.

8. Kolaborasi Pemberian Oksigen


rasional : Memaksimalkan oksigenasi pada arteri dan membantu
mencegah hipoksia, jika pusat pernafasan tertekan dibutuhkan
pernafasan mekanik

DIAGNOSA IV: Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan


jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia,
stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan
(penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran
CSS)

Tujuan:
Mempertahankan normotermia, bebas tanda - tanda infeksi.
Kriteria evaluasi:
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.

RENCANA INTERVENSI
1. Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan teknik cuci
tangan yang baik.
Rasional : Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi
nosokomial

2. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang


terpasang alat invasi, catat karakteristik dari drainase dan adanya
inflamasi.
Rasional : Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk
melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan terhadap
komplikasi selanjutnya.
3. Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil,
diaforesis dan perubahan fungsi mental (penurunan kesadaran)
Rasional : Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang
selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan segera.

4. Anjurkan untuk melakukan napas dalam, latihan pengeluaran sekret


paru secara terus menerus, observasi karakteristik sputum.
Rasional : Peningkatan mobilisasi dan pembersihan sekresi paru

5. Berikan antibiotik sesuai


Rasional : Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang
mengalami trauma, kebocoran CSS atau setelah dilakukan
pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi nosokomial.

Daftar pustaka

Abdul Hafid (1989), Strategi Dasar Penanganan Cidera Otak. PKB Ilmu Bedah XI
Traumatologi , Surabaya.

Doenges M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . EGC. Jakarta.

Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC, Jakarta.
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN ICU DENGAN POST CRANIOTOMI

A. DEFINISI
Craniotomi adalah suatu prosedur membuka tulang kranium untuk mengambil tumor,
mengontrol perdarahan atau untuk membantu tekanan intra kranial (TIK).

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengaruh pembedahan dan anestesi bagi tubuh meliputi berbagai sistem
pasca craniotomi diperlukan pengkajian yang cermat dengan berbagai
prioritas fungsi fungsi vital diantaranya.

a. Fungsi respirasi
Perubahan pola nafas dan tersumbatnya jalan nafas sering dijumpai
sebagai masalah utama pada saat pemulihan. Oleh karenanya perlu
identifikasi adanya perubahan perubahan suara nafas, irama dan
kedalamnnya.

Faktor yang berhubungan dengan masalah pernafasan di antaranya


adalah :

PTIK
Obat obatan anestesi yang berpengaruh terhadap pusat
pernafasan (depresif)
Kelemahan neuromuskuler yang dusebabkan penurunan fungsi
nervus IX dan X dan batang otak.

b. Fungsi kardiovaskuler
adanya PTIK akan berpengaruh pada tekanan darah dan denyut nadi
pasien, fungsi kardiovaskuler yang menurun juga perlu pertimbangan
informasi masukan cairan yang adekuat selam intra operasi dan pada
saat pulih sadar.

c. Fungsi neurologi
Kesadaran
Masih bekerjanya obat anestesi yang belum tereleminir secara
maksimal. Pemantauan kesadaran dianjurkan menggunakan
skala koma glasglow (GCS)

Refleks
Refleks sosiologi maupun refleks patologi dapat diperiksa
segera

Saraf kranial
beberapa fungsi syaraf dapat segera diidentifkasikan tetapi
bebrapa saraf kraniotomi hanaya dapat diperiksa setelah
pasien mencapai tingkat kesadaran penuh.

Sensibilitas dan kekuatan otot dan fungsi motorik dapat


diperiksa setelah pasien pulih sadar. Identifikasi adanya
penurunan fungsi sensorik lokal, di tingkat medula spinalis atau
bersifat sentral, kekuatan otot dinyatakan dengan skala 0 5
dengan dibandingkan antara lengan kiri dan kanan begitu pula
kaki / ekstremitas bawah.
Bicara
Diperiksa setelah pasien bebas dari pengaruh obat anetesi,
kemungkinan adanya afasia jenis motorik, sensorik atau
campuran keduanya.

d. Fungsi netral
Dikaji adanya gangguan dalam hal :

Motorik : jangka pendek maupun jangka panjang


Orientasi : orang, tempat, dan waktu
Persepsi : menafsirkan sesuatu dengan benar
Afek : bagaimana perasaan pasien, suasana hati dll
Perubahan perilaku : fungsi mental dapat dikaji setelah pasien
terbebas dari pengaruh obat obatan anestesi.

e. Fungsi ginjal
Diperlukan monotoring keseimbangan cairan untuk mengendalikan
jangan terjadi overhidrasi maupun dehidrasi yang berkelanjutan jika
pada kasusu tertentu dimana diperkirakan terjadi gangguan hormon
anti diuretik (ADH) maka pemantauan terhadap poliurik harus
dilakukan lebih teliti sedangkan pemberian cairan yang tidak terkendali
secara baik jika terjadi overhidrasi berdamapak menambah edema
serebral.

f. Fungsi gastrointestinal
Kembung psca bedah merupakan maslah yang paling sering terjadi.
pemantauan peristaltik usus harus dilakukan guna menetukan
toleransi pasien untuk menerima jenis makanannya. Pemantauan
terhadap stress ulcer juga harus dilakukan. Pemikiran juga
kemampuan pasien dalam eleminasi, apakah ada konstipasi atau
inkontinensia alvi.

g. Riwayat pembedahan
Melalui timbang terima (overan) yang cermat dengan petugas ruang
pulih sadar akan didapatkan informasi yang cukup akrat, untuk
selanjutnya dapat diperiksa secara objektif dari laporan anestesi dan
laporan operasi yang dapat memberi informasi tentang jenis operasi,
areal yang mendapat manipulasi, kejadian intra operasi dll.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efektif
kelemahan nervomukuler sebagai efek obat obatan anestesi dan
trauma sususnan syaraf pusat.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan
neuromuskuler, penurunan energi, obstruksi trakeobronkhial.
c. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hambatan
aliran darah otak, edema serebral dan hipoksia.
d. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan defisit neurologi
sebagai efek trauma atau proses desak ruang sebelumnya
e. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka infeksi dan tindakan
invasif kuman lainnya
f. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien
(penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan
untuk mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
g. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang pemajanan, tidak mengenal informasi.
Kurang mengingat/keterbatasan kognitif

Diagnosa I: Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan


efektif kelemahan nervomukuler sebagai efek obat obatan anestesi dan
trauma sususnan syaraf pusat.

Tujuan:

Pengeluaran sekresi pada saluran pernafasan lebih efektif

Kriteria hasil:

sekresi diluluhkan dan lebih mudah diisap


bunyi nafas steril
trakea tube bebas, tidak ada sumbatan
pasien mampu batuk untuk mengeluarkan sekret

RENCANA INTERVENSI

1. Awasi frekuensi dan kedalaman pernafasan, catat kemudahan


bernafas, auskultasi bunyi nafas, selidiki kegelisahan, dispnea, atau
sianosis
Rasional: Perubahan pernafasan, penggunaan otot pernafasan,
adanya ronkhi, mengi diduga ada retensi sekret. Obstruksi jalan nafas
dapat menimbulkan tidak efektifnya jalan nafas dan gangguan
pertukaran gas yang dapat menimbulkan komplikasi operasi seperti
pneumonia hingga henti nafas.

2. Tinggikan kepala 30 - 45
Rasionalisasi : Memudahkan drainage sekret, kerja pernafasan dan
expansi paru

3. Dorong klien untuk menelan bila klien mampu


Rasional : Mencegah pengumpulan sekret oral, menurunkan resiko
aspirasi

4. Dorong klien untuk batuk dan nafas dalam bila mampu


Rasional : Memobiliosasi sekret untuk membersihkan jalan nafas dan
membantu mencegah komplikasi pernafasan.

5. Hisap selang tracheostomi, oral dan rongga nasal, catat jumlah,


warna, serta konsistensi secret
Rasional : Mencegah sekresi menyumbat jalan nafas khususnya bila
kemampuan menelan terganggu atau tidak dapat meniup dari hidung.
Perubahan karakteristik sekret dapat menunjukkan terjadinya masalah
infeksi.

6. Pertahankan posisi dan kepatenan selang tracheostomi, periksa


ikatan/fiksasi sesuai indikasi
Rasional: Seiring dengan berkurangnya edem selang bisa bergeser
dan menutupi jalan nafas

6. Bersihkan selang tracheostomi sesuai indikasi


Rasional : Untuk mencegah akumulasi sekret dan perlengketan
mukosa sehingga mengakibatkan obstruksi jalan nafas

7. Kolaborasi pemberian humidifikasi, penahan leher, peningkatan


masukan cairan
Rasional : Fisiologi normal hidung dipakai untuk mernyaring,
melembabkan udara yang lewat, tambahan kelembaban menurunkan
mengerasnya mukosa dan memudahkan pengisapan sekret melalui
stoma tracheostomi.

8. Kolaborasi pemeriksaan GDA, nadi oksimetri, foto dada.


Rasional : Pengumpulan sekret dapat menimbulkan pneumonia,
atelektasis yang membutuhkan intervensi agresif/cepat.

Diagnosa II: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan


neurovaskuler, penurunan energi, obstruksi trakeobronkhial.

Tujuan :

Mempertahankan pola nafas normal

Kriteria hasil :

1. Pola nafas normal.


2. Bebas sianosis
3. GDA dalam batas normal

RENCANA INTERVENSI

1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidak


teraturan pernapasan
Rasional : Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal
atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak. Pernapasan
lambat, periode apnea dapat menandakan perlunya ventilasi mekanis.

2. Pantau dan catat kompetensi reflek gag/menelan dan kemampuan


pasien untuk melindungi jalan napas sendiri. Pasang jalan napas
sesuai indikasi.
Rasional : Kemampuan memobilisasi atau membersihkan sekresi
penting untuk pemeliharaan jalan napas. Kehilangan refleks menelan
atau batuk menandakan perlunya jalan napas buatan atau intubasi.

3. Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miring sesuai


indikasi
Rasional : Memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan menurunkan
adanya kemungkinan lidah jatuh yang dapat menyumbat jalan nafas

4. Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif bila pasien
sadar.
Rasional : Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan
menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan
napas.

5. Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10 -


15 detik. Catat karakteristik, warna, dan kekeruhan dari sekret
Rasional : Pengisapan pada trachea yang lebih dalam harus dilakukan
hati - hati karena dapat meningkatkan hipoksia yang menimbulkan
vasokonstriksi yang berpengaruh pada perfusi jaringan serebral

6. Auskultasi suara nafas abnormal seperti ronkhi, mengi, krekels


Rasional : Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti
atelektasis kongisi, obstruksi jalan nafas yang membahayakan
oksigenasi serebral

7. Kolaborasi pemeriksaan GDA


Rasional : Menentukan kecukupan pernafasan, keseimbangan asam
basa dan kebutuhan akan terapi.

8. Kolaborasi Pemberian Oksigen


Rasional : Memaksimalkan oksigenasi pada arteri dan membantu
mencegah hipoksia, jika pusat pernafasan tertekan dibutuhkan
pernafasan mekanik

Diagnosa III: Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan


hambatan aliran darah otak edema serebral dan hipoksia. dan efek
craniotomi

Tujuan:
Mempertahankan perfusi jaringan serebral sehingga setiap batang otak
mencapai / tetap dalam fungsi optimal
Kriteria hasil :
GCS normal (E4, V5, M6)
Fungsi kognitif, sensorik dan motorik normal
Tanda tanda vital normal
Tidak ada tanda tanda PTIK

RENCANA INTERVENSI

1. Pantau status neurologi secara teratur dan bandingkan dengan nilai


normal GCS (respon membuka mata, respon motorik, respon verbal)
Rasional: mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran
dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan
intervensi. Respon ini dievaluasi melalui kemampuan klien
mengintegrasikan perintah dan gerakan spontan, fungsi kortikal dapat
dikaji dengan mengevaluasi pembukaan mata dan respon motorik.
Tidak ada nya respon menunjukkan adanya kerusakan otak tengah.

2. Kaji perubahan tanda vital seperti nadi, pernafasan, peningkatan


tekanan darah, triad Cushing (bradikardi, peningkatan tekanan sistolik,
peningkatan tekanan nadi)
Rasional : Bradikardi menunjukkan adanya iskemik batang otak,
periode apnea menunjukkan kerusakan pada kedua hemisfer otak,
otak tengah dan pons, hiperventikasi neurogenik menunjukkanadanya
disfungsi pons, hipoventilasi dan apnea menunjukkana adanya lesi
medula. Triad Cushing menunjukkan adanya iskemic batang otak atau
herniasi serebral.
3. Kaji respon pupil mata (ukuran, gambaran, reaksi terhadap cahaya,
bandingkan kedua mata untuk kesamaan dan perbedaannya), evaluasi
pandangan, evaluasi abduksi dan adduksi
Rasional : Reaksi mata diatur oleh syaraf okulomotor pada batang
otak, konjugasi gerakan mata diatur oleh batang otak dan korteks
Syaraf kranial VI yang mengatur abduksi dan adduksi mata dan
Syaraf IV yang mengatur gerakan mata

4. Catat gejala peningkatan TIK seperti muntah proyektil, sakit kepala,


perubahan kesadaran, gelisah, nafas keras, gerakan tak bertujuan,
atau perubahan mental
Rasional : Tanda ini merupakan tanda awal dari peningkatan TIK .

5. Tinggikan kepala 30 derajat kecuali dikontraindikasikan.


Rasional : Peninggian sedikit kepala akan membantu drainage otak
untuk mengurangi kongesti serebrovaskuler

6. Hindari manuver yang dapat meningkatkan TIK seperti masase karotis,


fleksi dan rotasi leher
Rasional : Massage carotis dapat memperlambat denyut jantung dan
mengurangi sirkulasi sistyenik yang dapat diikuti dengan peningkatan
yang tiba - tiba, fleksi rotasi leher akan menghambat drainage serta
meningkatkan kongestif serebrovaskuler.

7. Kaji adanya peningkatan kegelisahan, peka rangsang, serangan


kejang, dan reflek menelan, batuk, babinski
Rasional : Merupakan adanya iritasi meningeal yang dapat terjadi
sehubungan dengan adanya kerusakan pada duramater, reflek
tersebut menunjukkan adanya pada otak tengah dan batang otak.

8. Kolaborasi pemberian oksigen


Rasional : Menurunkan hipoksia yang dapat meningkatkan vasodilatasi
dan volume darah serebral sehingga meningkatkan TIK

9. Batasi cairan sesuai indikasi


Rasional : Pembatasan cairan mungkin diperlukan untuk menurunkan
edema serebral meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler, tekanan
darah, TIK

10. Kolaborasi pemeriksaan GDA


Rasional : Menentukan kecukupan pernafasan yang mengindikasikan
kebutuhan akan terapi.

11. Kolaborasi terapi diuretik (manitol), steroid, antikonvulsan sedatif ,


analgetik dll
Rasional : Diuretik untuk menurunkan air dari sel otak, steroid untuk
menurunkan inflamasi, antikonvulsan untuk mencegah kejang, sedatif
mengendalikan kegelisahan .

Diagnosa IV: perubahan persepsi sensori berhubungan defisit neurologi


sebagai efek trauma atau proses desak ruang sebelumnya

Tujuan :

Mempertahankan dan meningkatkan fungsi sensori secara optimal


Kriteria hasil :

A) GCS normal
B) Fungsi persepsi normal
C) Pasien memperlihatkan tingkah laku yang wajar

RENCANA INTERVENSI

1. Evaluasi secara teratur perubahan orientasi, kemampuan berbicara,


alam perasaan, sensorik dan proses pikir klien
Rasional: fungsi serebral biasanya dipengaruhi oleh gangguan
sirkulasi. Kerusakan dapat terjadi akibat pembedahan, perdarahan
dann pembengkakan kadang kadang berkembang, Perubahan
motorik, persepsi, kognitif, berkembang atau menetap sesuai
perbaikan sampai derajat tertentu

2. Kaji kesaadaran sensorik seperti respon sentuhan, benda tumpul


tajam, panas dingin, kesadaran terhadap gerakan dan letak tubuh,
Perhatiakan adanya masalah penglihatan dan sensasi lain
Rasional : Informasi penting untuk keamanan klien, semua sistim
sensorik dapat terpengaruh akibat perubahan sensitivitas atau
kehilangan sensitifitas akibat trauma

3. Beri stimulasi yang bermanfaat seperti verbal, penciuman, taktil, serta


pendengaran
Rasionalisasi : Masukan sensorik secara cermat berrmanfaat untuk
menstinulasi klien dengan baik selama melatih kembali fungsi
kognitifnya.

4. Beri keamanan yang lebih banyak seperti penghalang tempat tidur ,


beri perubahan posisi,
Rasionalisasi : Agitasi, gangguan pengambilan keputrusan, gangguan
keseimbangan dan penurrunan sensorik meningkatkan resiko cedera,
trauma.

5. Kolaborasi Fisioterapi
Rasional : Pendekatan antar disiplin ilmu meciptakan rencana
penatalaksanaan yang terintegrasi

Diagnosa V: Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka infeksi dan


tindakan invasif kuman lainnya

Tujuan:

Tidak terjadi infeksi

Kriteria hasil :

Luka sembuh sesuai dengan tahapan penyembuhan luka


Suhu tubuh normal 36 37,5 C
Selama perawatan tidak diumpai adanya pus dari luka operasi draian
dan dari tempat masuknya kateter

RENCANA INTERVENSI
1. Lakukan perawatan luka secara aseptik
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi nosokomial

2. Observasi keadaan luka dan jaringan sekitar luka terhadap


kemungkinan adanya tanda tanda infeksi
Rasional : Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk
melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan terhadap
komplikasi selanjutnya.

3. Monitor tanda tanda radang dan kenaikan suhu tubuh yang


berkelanjutan
Rasional : Mendeteksi dini tanda tanda dari radang, yang selanjutnya
memerlukan evaluasi atau tindakan segera

4. Catat jumlah cairan yang keluar, warna, baunya setiap membuang dan
mengganti baju
Rasional : Sebagai indikator dari perkembangan infeksi pada saluran
kemih yang memerlukann tindakan atau yang memerlukan tindakan
dengan segera

Diagnosa VI : Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan


dengan kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan,
dan kemampuan untuk mencerna

Tujuan:

Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil:

1. Tidak ditemukan tanda malnutrisi pada rambut, mukosa, kulit kering


2. Penurunan BB

RENCANA INTERVENSI

1. Kaji kemampuan klien untuk mengunyah, menelan, batuk, mengatasi


sekresi
Rasional : Untuk menentukan pemilihan jenis makanan sehingga klien
terlindung dari bahaya aspirasi

2. Auskultasi bising usus, catat penurunan/ hilang, atau hiperaktif


Rasional : Fungsi saluran pencernaan biasanya baik, bising usus
untuk mengidentifikasi berkembangnya komplikasi paralisis usus.

3. Timbang berat badan sesuai indikasi


Rasional : Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan pemberian nutrisi.

4. Jaga keamanan saat memberikan makan seperti meninggikan tempat


tidur
Rasional : Menurunkan resiko regulasi dan mencegah terjadinya
aspirasi.

5. Beri makan dalam porsi kecil dalam waktu sering.


Rasional : Meningkatkan proses pencernaan dan toleransi terhadap
nutrisi.
6. Kaji cairan lambung, muntah darah, faeces
Rasional : Perdarahan subakut / akut dapat terjadi pada trauma kepala
dan perlu intervensi dan metode alternatif pemberian makanan.

7. Kolaborasi dengan ahli gizi


Rasional : Merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasi
kebutuhan kalori sesuai dengan kondisi trauma

8. Kolaborasi pemeriksaan albumin, keseimbangan Nitrogen, Zat besi,


glukosa dll
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi nutrisi, fungsi organ, dan respon
terhadap terapi nutrisi.

9. Beri makan dengan cara yang sesuai; NGT, per oral, atau cairan; cair,
lunak, dll
Rasional : Pemilihan rute pemberian nutrisi tergantung pada
kebutuhan, kemampuan misal : NGT jika klien tidak mampu menelan,
makan lunak, cair mungkin lebih mudah diberikan tanpa menimbulkan
aspirasi .

10. Kolaborasi terapi wicara, terapi okupasi, bila masih ada masalah
menelan, kaku rahang paralise.
Rasional : Strategi khusus diperlukan untuk meningkatkan
kemampuan untuk makan.

Diagnosa VII : Kurangnya Informasi tentang kondisi dan kebutuhan


Pengobatan

Tujuan:

Klien/keluarga mendapat informasi tentang kondisi ataupun kebutuhan


pengobatan

Kriteria:

1. Klien/keluarga paham terhadap kondisinya, potensi komplikasi, aturan


pengobatan
2. Klien mulai merubah gaya hidup, mengikuti program rehabilitasi

RENCANA INTERVENSI :

1. Evaluasi kemampuan dan kesiapan klien/keluarga untuk menerima


informasi
Rasional : Pasien mungkintidak mampu tidak mampu menerima
informasi baik secara emosi maupun secara mental.

2. Beri informasi yang berhubungan dengan trauma dan pengaruh


sesudahnya.
Rasional : Membantu dalam menciptakan harapan yang relalistis
meningkatkan pemahaman pada keadaan saat ini dan kebutuhannya.

3. Informasikan tentang program pengobatan, dan pencegahan


komplikasi
Rasional : Aktifitas, pembatasan, pengobatan/ kebutuhan terapi yang
direkomendasikan. Evaluasi untuk menilai perkembangan pemulihan
dan pencegahan terhadap komplikasi.
4. Beri informasi tentnag cara mengidentifikasi adanya faktor resiko
seperti kebocoran LCS, kejang pasca trauma
Rasional : Mengenal berkembangnya masalah masalah memberikan
kesempatan untuk mengevaluasi dan intervensi lebih awal untuk
mencegah terjadinya komplkikasi yang serius.

5. Tegaskan pentingnya untuk melakukan evaluasi dengan tim


rehabilitasi; terapi fisik , terapi wicara, terapi okupasi
Rasional : seringkali selama beberapa tahun dengan menghasilkan
defisit neurologis dan memampukan untuk memulai gaya hidup baru
yang produktif.

Anda mungkin juga menyukai