CEDERA KEPALA
A. DEFINISI
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak.
B. KONSEP MEDIS
1. ETIOLOGI
Kontak bentur,terjadi bila kepala membentur atau menabrak sesuatu
objek atau sebaliknya.
Gunjangan lanjut merupakan akibat peristiwa gunjangan kepala yang
hebat baik yang disebabkan oleh pukulan maupun yang bukan
pukulan (Satyanegara 1998; 148)
2. PATOFISIOLOGI
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekuensi patofiologi dari suatu trauma kepala, dimana otak
dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan dadalam sel-sel syaraf hampir seluruhnya
melalui proses oksidasi.
Otak tidak mempunyai cadangan oksigen jadi kekurangan aliran darah keotak
walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi, demikian pula
dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme, oksigen di tak
tidak boleh kurang dari 20%, karena akan menimbulkan koma. Pada saat otak
mengalami hipoksia tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui
proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah.
Pada cedera kepala dapat mengakibatkan cedera pada otak primer seperti
kontusio cerebri yang bisa berlanjut pada kerusakan otak sekunder. Cedera
pada otak sekunder inilah yang bisa menimbulkan respon biologis yaitu
peningkatan TIK (oedem, hematom), hipoksemia, dan kelainan metabolisme.
3. PATOFLOW
Cedera kepala
stres ulcer
O2 gangg. metabolisme tek. Pemb.darah Mual, muntah
Pulmonal
* muntah proyektil
TIK meningkat * edem pupil
* sakit kepala hebat
* penurunan kesadaran
DX 1
Ggan perfusi jaringan oedema paru cardiac out put
Cerebral
Difusi O2 terhambat Gangg. perfusi jaringan
Progresif
Nekrosis jar otak DX2Gangguan pola napas hipoksemia, hiperkapne
Gangguan Fungsi
syaraf
motorik sensorik
Dx 3 gangg. mobilitas Dx4 kerusakan persepsi sensor
Cedera otak primer:
Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari
trauma. Pada cedera primer dapat terjadi memar otak atau laserasi.
4. Komplikasi
a. Epidural hematom:
Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater
akibat pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal
media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat
menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam
beberapa jam sampai 1 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu
dilobus temporalis dan parietalis.
Tanda dan gejala:
penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala, muntah, hemiparesa.
Dilatasi pupil ipsilateral, pernapasan dalam dan cepat kemudian
dangkal, irreguler, penurunan nadi, peningkatan suhu.
b. Subdural hematoma
erkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi
akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah
vena/jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater,
perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam 2
hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau
beberapa bulan.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat, kejang
dan edema pupil.
c. Perdarahan intraserebral
Perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri,
kapiler, vena.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegi
kontralateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital.
d. Perdarahan subarachnoid:
Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh
darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala
yang hebat.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil
ipsilateral dan kaku kuduk.
5. Penatalaksanaan
a. Konservatif
Bedrest total
Pemberian obat-obatan
Observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran
b. Operatif( lihat askep post op)
6. Pemeriksaan Penunjang
a. CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik,
menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
b. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
c. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
d. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
e. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial.
C. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. BREATHING
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama
jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman,
frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia
breathing. Napas berbunyi; stridor, ronkhi, wheezing (kemungkinan
karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada
jalan napas.
b. BLOOD:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah
bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan
transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
c. BRAIN
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi
adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran
sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus,
kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan
hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada
nervus cranialis, maka dapat terjadi :
1) Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah
laku dan memori)
2) Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia,
kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
3) Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi
pada mata.
4) Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
5) Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada
nervus vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
6) Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah
jatuh ke salah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan
menelan.
d. BLADER
Pada cedera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi,
inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.
e. BOWEL
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual,
muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan
selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses
eliminasi alvi.
f. BONE
Pasien cedera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi.
Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan
dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot
antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara
pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula
terjadi penurunan tonus otot.
2. Prioritas perawatan:
1. Memaksimalkan perfusi/fungsi otak
2. Mencegah komplikasi
3. Pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke fungsi normal.
4. Mendukung proses pemulihan koping klien/keluarga
5. pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana
pengobatan, dan rehabilitasi.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian
aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD
sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
b. Potensial Peningkaaatan TIK berhubungan dengan trauma Kepala
c. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Obstruksi
trakeobronkhial.
d. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan
transmisi dan/atau integrasi (trauma atau defisit neurologis).
e. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis;
konflik psikologis.
f. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi
atau kognitif. Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan
/kewaspadaan keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi.
g. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma,
kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh.
Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid).
Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
h. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien
(penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan
untuk mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
i. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi dan krisis
situasional. Ketidak pastian tentang hasil/harapan.
j. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang pemajanan, tidak mengenal informasi.
Kurang mengingat/keterbatasan kognitif.
Tujuan:
Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi
motorik/sensorik.
Kriteria hasil:
1. Tingkat kesadaran baik
2. Fungsi motorik baik
3. Tanda peningkatan TIK tidak ditemukan
RENCANA INTERVENSI
Tujuan:
Episode Peningkatan TIK bisa diatasi.
Kriteria :
1. GCS 15
2. Tanda vital dalam batas normal
3. Kedua Pupil Isokor
4. Tidak ditemukan muntah proyektil
5. Tidak ditemukan sakit kepala hebat
6. Tidak ditemukan perubahan mental, gelisah, letargi, nafas ngorok,
gerakan tidak beraturan,
RENCANA INTERVENSI
1. Pantau tanda dan gejala Peningkatan TIK :
a) Pantau GCS : respon membuka mata, respon motorik, respon
verbal.
Rasional : Defisiensi suplai darah serebral akan direspon klien
melalui kemampuan mengintegrasikan perintah, fungsi kortikal
dapat dikaji melalui pembukaan mata dan respon motorik, tak ada
respon menunjukkan adanya kerusakan otak
d) Muntah Proyektil
Rasional : Muntah dihasilkan oleh tekanan pada medulla yang
akan menstimulasi pusat muntah di otak .
8. Kolaborasi terapi:
a) Pemberian Sedasi
Rasional : Menurunkan laju metabolisme serebral
b) Antikonvulsan
Rasional : Membantu mencegah kejang yang akan meningkatkan
laju metabolisme serebral
c) Diuretik osmotik dan non osmotik
Rasional : Menarik air dari jaringan otak ke plasma untuk
menurunkan edema serebral
d) Steroid
Rasional : Menurunkan permeabelitas kapiler dan membatasi
edem serebral.
Tujuan:
Mempertahankan pola pernapasan efektif.
Kriteria evaluasi:
Bebas sianosis, GDA dalam batas normal
RENCANA INTERVENSI
1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidak
teraturan pernapasan
Rasional : Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal
atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak. Pernapasan
lambat, periode apnea dapat menandakan perlunya ventilasi mekanis.
4. Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif bila pasien
sadar.
Rasional : Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan
menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan
napas.
Tujuan:
Mempertahankan normotermia, bebas tanda - tanda infeksi.
Kriteria evaluasi:
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
RENCANA INTERVENSI
1. Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan teknik cuci
tangan yang baik.
Rasional : Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi
nosokomial
Daftar pustaka
Abdul Hafid (1989), Strategi Dasar Penanganan Cidera Otak. PKB Ilmu Bedah XI
Traumatologi , Surabaya.
Doenges M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . EGC. Jakarta.
Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC, Jakarta.
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN ICU DENGAN POST CRANIOTOMI
A. DEFINISI
Craniotomi adalah suatu prosedur membuka tulang kranium untuk mengambil tumor,
mengontrol perdarahan atau untuk membantu tekanan intra kranial (TIK).
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengaruh pembedahan dan anestesi bagi tubuh meliputi berbagai sistem
pasca craniotomi diperlukan pengkajian yang cermat dengan berbagai
prioritas fungsi fungsi vital diantaranya.
a. Fungsi respirasi
Perubahan pola nafas dan tersumbatnya jalan nafas sering dijumpai
sebagai masalah utama pada saat pemulihan. Oleh karenanya perlu
identifikasi adanya perubahan perubahan suara nafas, irama dan
kedalamnnya.
PTIK
Obat obatan anestesi yang berpengaruh terhadap pusat
pernafasan (depresif)
Kelemahan neuromuskuler yang dusebabkan penurunan fungsi
nervus IX dan X dan batang otak.
b. Fungsi kardiovaskuler
adanya PTIK akan berpengaruh pada tekanan darah dan denyut nadi
pasien, fungsi kardiovaskuler yang menurun juga perlu pertimbangan
informasi masukan cairan yang adekuat selam intra operasi dan pada
saat pulih sadar.
c. Fungsi neurologi
Kesadaran
Masih bekerjanya obat anestesi yang belum tereleminir secara
maksimal. Pemantauan kesadaran dianjurkan menggunakan
skala koma glasglow (GCS)
Refleks
Refleks sosiologi maupun refleks patologi dapat diperiksa
segera
Saraf kranial
beberapa fungsi syaraf dapat segera diidentifkasikan tetapi
bebrapa saraf kraniotomi hanaya dapat diperiksa setelah
pasien mencapai tingkat kesadaran penuh.
d. Fungsi netral
Dikaji adanya gangguan dalam hal :
e. Fungsi ginjal
Diperlukan monotoring keseimbangan cairan untuk mengendalikan
jangan terjadi overhidrasi maupun dehidrasi yang berkelanjutan jika
pada kasusu tertentu dimana diperkirakan terjadi gangguan hormon
anti diuretik (ADH) maka pemantauan terhadap poliurik harus
dilakukan lebih teliti sedangkan pemberian cairan yang tidak terkendali
secara baik jika terjadi overhidrasi berdamapak menambah edema
serebral.
f. Fungsi gastrointestinal
Kembung psca bedah merupakan maslah yang paling sering terjadi.
pemantauan peristaltik usus harus dilakukan guna menetukan
toleransi pasien untuk menerima jenis makanannya. Pemantauan
terhadap stress ulcer juga harus dilakukan. Pemikiran juga
kemampuan pasien dalam eleminasi, apakah ada konstipasi atau
inkontinensia alvi.
g. Riwayat pembedahan
Melalui timbang terima (overan) yang cermat dengan petugas ruang
pulih sadar akan didapatkan informasi yang cukup akrat, untuk
selanjutnya dapat diperiksa secara objektif dari laporan anestesi dan
laporan operasi yang dapat memberi informasi tentang jenis operasi,
areal yang mendapat manipulasi, kejadian intra operasi dll.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efektif
kelemahan nervomukuler sebagai efek obat obatan anestesi dan
trauma sususnan syaraf pusat.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan
neuromuskuler, penurunan energi, obstruksi trakeobronkhial.
c. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hambatan
aliran darah otak, edema serebral dan hipoksia.
d. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan defisit neurologi
sebagai efek trauma atau proses desak ruang sebelumnya
e. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka infeksi dan tindakan
invasif kuman lainnya
f. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien
(penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan
untuk mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
g. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang pemajanan, tidak mengenal informasi.
Kurang mengingat/keterbatasan kognitif
Tujuan:
Kriteria hasil:
RENCANA INTERVENSI
2. Tinggikan kepala 30 - 45
Rasionalisasi : Memudahkan drainage sekret, kerja pernafasan dan
expansi paru
Tujuan :
Kriteria hasil :
RENCANA INTERVENSI
4. Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif bila pasien
sadar.
Rasional : Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan
menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan
napas.
Tujuan:
Mempertahankan perfusi jaringan serebral sehingga setiap batang otak
mencapai / tetap dalam fungsi optimal
Kriteria hasil :
GCS normal (E4, V5, M6)
Fungsi kognitif, sensorik dan motorik normal
Tanda tanda vital normal
Tidak ada tanda tanda PTIK
RENCANA INTERVENSI
Tujuan :
A) GCS normal
B) Fungsi persepsi normal
C) Pasien memperlihatkan tingkah laku yang wajar
RENCANA INTERVENSI
5. Kolaborasi Fisioterapi
Rasional : Pendekatan antar disiplin ilmu meciptakan rencana
penatalaksanaan yang terintegrasi
Tujuan:
Kriteria hasil :
RENCANA INTERVENSI
1. Lakukan perawatan luka secara aseptik
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi nosokomial
4. Catat jumlah cairan yang keluar, warna, baunya setiap membuang dan
mengganti baju
Rasional : Sebagai indikator dari perkembangan infeksi pada saluran
kemih yang memerlukann tindakan atau yang memerlukan tindakan
dengan segera
Tujuan:
Kriteria hasil:
RENCANA INTERVENSI
9. Beri makan dengan cara yang sesuai; NGT, per oral, atau cairan; cair,
lunak, dll
Rasional : Pemilihan rute pemberian nutrisi tergantung pada
kebutuhan, kemampuan misal : NGT jika klien tidak mampu menelan,
makan lunak, cair mungkin lebih mudah diberikan tanpa menimbulkan
aspirasi .
10. Kolaborasi terapi wicara, terapi okupasi, bila masih ada masalah
menelan, kaku rahang paralise.
Rasional : Strategi khusus diperlukan untuk meningkatkan
kemampuan untuk makan.
Tujuan:
Kriteria:
RENCANA INTERVENSI :