Anda di halaman 1dari 42

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN VENTILATOR

ASSOCIATED PNEUMONIA

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Program Pelatihan Keperawatan
Intensif di ICU RS Cipto Mangunkusumo

Disusun Oleh :

KASTINAH, AMK

TATI HARYATI, AMK

YENI ROHENDA, AMK


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt, atas rahmat dan hidayah - Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah berjudul asuhan keperawatan pada pasien deangan VAP
(Ventilator Associated Pneumonia). Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai
salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program pelatihan Keperawatan intensif di ruang
ICU rumah sakit Cipto Mangunkusumo. Dalam pembuatan makalah ini penulis banyak
mendapatkan bimbingan dan arahan serta bantuan. Untuk itu penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada :

1. Dr Rudyanto Sedono,SpAn KIC. selaku kepala ruang ICU dewasa RSCM


2. Ns Dede. W B, SKep. selaku head nurse ICU dewasa RSCM
3. Ns Yumna, SKep. selaku nurse officer ICU dewasa RSCM
4. Ns Serina Maha, SKep. Selaku perawat primer di ruang ICU dewasa RSCM
5. Ns Melati, SKep. selaku perawat primer di ruang ICU dewasa RSCM
6. Ibu Cicih, AMK. selaku preceptor
7. Para bembimbing lainnya yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, tanpa mengurangi
rasa hormat
8. Teman-teman palatihan keperawatan intensif ICU RSCM Angkatan ke - 50.

Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan dan
penyusunan makalah ini. Untuk itu saran dan kritik membangun dari pembaca sangat
diharapkan demi perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Jakarta, November 2013

Penulis

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ventilator associated pneumonia (VAP) merupakan bentuk infeksi nosokomial yang
paling sering ditemui di unit perawatan intensif, khususnya pada penderita yang
menggunakan ventilasi mekanik. VAP di definisikan sebagai pneumonia yang terjadi
pada pasien dalam waktu 48 jam atau lebih setelah intubasi dengan endotrakeal tube atau
trakeostomi tube. Faktor – faktor resiko yang berhubungan dengan VAP seperti usia,
trauma, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan lama pemakian ventilator. Sebagian
besar faktor resiko tersebut merupakan presdiposisi kolonisasi mikroorganisme patogen
saluran cerna maupun aspirasi.
Mikroorganisme yang berperan dalam VAP adalah Staphylococcus aerius,
pseudomonas aeruginosa dan Enterobacteriacea. Dimana hal ini di pengaruhi oleh
populasi penderita, lama perawatan dan pemberian antibiotika. VAP sebagian besar
berawal dari aspirasi organisme orofaring ke bronkus distal kemudian terjadi
pembentukan biofilm oleh bakteri diikuti dengan proliferasi dan invasi bakteri pada
parenkim paru. Pada keadaan normal, organisme di rongga mulut dan orofaring
didominasi oleh streptococcus viridians, haemophilus species dan organism anaerob,
adanya air liur yang mengandung immunoglobulin dan fibrinectin menjaga
keseimbangan organisme rongga mulut, sehingga jarang didapat basil gram negative
aerobik. Namun pada pasien - pasien sakit kritis keseimbangan tersebut berubah,
organisme yang dominan dirongga mulut adalah basil gram negative aerobik.
Pencegahan VAP dapat dilakukan dengan kebiasaan cuci tangan, intubasi peroral,
posisi kepala lebih tinggi 30 - 45º, dan menghindari volume lambung yang besar,
dekontaminasi orofaring dengan chlorhexidine yang dari penelitianya dapat menurunkan
kolonisasi kuman di orofaring penyebab VAP, di harapkan bahwa insiden VAP juga
menurun.
Berdasarkan data – data di atas, maka kelompok tertarik untuk mengambil kasus
pada pasien dengan Ventilator Associated Pneumonia di ruang ICU Dewasa Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo.

1
B. Tujuan Presentasi
1. Tujuan Umum
Kelompok dan peserta presentasi dapat memahami dan menerapkan secara langsung
asuhan keperawatan pada pasien dengan Ventilator Associated Pneumonia
2. Tujuan Khusus
a. Memahami definisi Ventilator Associated Pneumonia
b. Memahami fisiologi Ventilator Associated Pneumonia
c. Memahami patofisiologi Ventilator Associated Pneumonia
d. Memahami etiologi Ventilator Associated Pneumonia
e. Dapat melakukan kolaborasi untuk pemeriksaan penunjang pada pasien dengan
dengan Ventilator Associated Pneumonia
f. Dapat melakukan kolaborasi dalam penatalaksanaan medis pada pasien dengan
dengan Ventilator Associated Pneumonia
g. Melakukan pengkajian pada pasien dengan dengan Ventilator Associated
Pneumonia
h. Menentukan masalah keperawatan pada pasien dengan dengan Ventilator
Associated Pneumonia
i. Merencanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan dengan Ventilator
Associated Pneumonia
j. Melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan dengan Ventilator
Associated Pneumonia
k. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan dengan Ventilator
Associated Pneumonia
C. Ruang Lingkup Masalah
Dalam makalah ini kelompok lebih memfokuskan asuhan keperawatan pada pasien
dengan Ventilator Associated Pneumonia di ruang ICU Dewasa Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo dari tanggal 31-10-2013 sampai dengan 2-11-2013

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Tujuan Penulisan .......................................................................... 2
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA
A. Konsep Dasar................................................................................. 3
1. Pengertian................................................................................ 3
2. Anatomi fisiologi sistem pernafasan....................................... 3
3. Patofisiologi VAP.................................................................... 6
4. Etiologi dan Faktor Resiko ..................................................... 8
5. pemeriksaan penunjang........................................................... 9
7. Penatalaksanaan....................................................................... 10

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan


Ventilator Associated Pneumonia................................................. 14
1. Pengkajian .............................................................................. 14
2. Masalah keperawatan.............................................................. 16
3. Perencanaan ............................................................................ 16
4. Evaluasi .................................................................................. 20

BAB III TINJAUAN KASUS


A. Pengkajian…………………………………………………….. . 21
B. Analisa data……………………………………………………. 25
C. Masalah keperawatan…………………………………………. . 26
D. Rencana keperawatan………………………………………….. .26
E. Implementasi………………………………………………….. . 28
F. Evaluasi……………………………………………………….. . 31
BAB IV PEMBAHASAAN
A. Pengkajian…………………………………………………………….....35
B. Masalah keperawatan…………………………………………………… 35
C. Perencanaan kerawaran…………………………………………………. 35
D. Implementasi……………………………………………………………. 35
E. Evaluasi…………………………………………………………….........35

BAB V PENUTUP……………………………………………………………....36

DAFTAR PUSTAKA
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. DEFINISI

Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah bentuk infeksi nosokomial paling sering
ditemui di unit perawatan intensif (ICU), khususnya pada penderita yang menggunakan
ventilasi mekanik (Porzecanski, at al., 2006; Chelebicki, et al., 2006).

VAP didefinisikan sebagai nosokomial pneumonia yang terjadi setelah 48 jam pada
pasien dengan bantuan ventilasi mekanik baik itu melalui pipa endotrakeal maupun
trakeostomi (Chastre, et al., 2002, et al., 2000 ; Rello et al., 2001).

American College of Chest Physicians mendefinisikan VAP sebagai suatu keadaan


dimana terdapat infiltrate baru dan menetap pada foto thoraks disertai salah satu tanda yaitu,
hasil biakan darah atau pleura sama dengan mikroorganisme yang ditemukan di sputum
maupun aspirasi trakea, kavitasi pada foto thoraks, gejala pneumonia atau terdapat dua dari
tiga gejala berikut yaitu demam, leukositosis dan sekret purulen (Ibrahim, et al., 2000).

2. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERNAFASAN


Struktur sistem respirasi terbagi 2 yaitu
a. Saluran Nafas Bagian Atas, terdiri dari
1) Rongga hidung
Udara yang dihirup melalui hidung akan mengalami  tiga hal :
 Dihangatkan
 Disaring
 Dilembabkan
2) Faring
Merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut
ke laring. Faring dibagi menjadi 3 region yaitu, nasal (nasofaring), oral
(orofaring).Dan laring (laringofaring). Fungsi faring adalah untuk menyediakan
saluran pada traktus respiratorius dan digestif.

3
3) Laring
Laring atau organ suara merupakan struktur epitel kartilago yang menghubungkan
faring dan trakhea, yang terdiri atas epiglotis, glotis, kartilago tiroid, kartilago
krikoid, kartilago aritenoid dan pita suara. Fungsi laring adalah untuk
memungkinkan terjadinya vokalisasi serta melindungi jalan nafas bawah dari
obstruktsi benda asing dan memudahkan batuk.
4) Trakhea
Disebut juga batang tenggorok, Merupakan pipa silider dengan panjang ± 11 cm,
berbentuk ¾ cincin tulang rawan seperti huruf C. Bagian belakang dihubungkan 
oleh membran fibroelastic menempel pada dinding depan usofagus.
b. Saluran Nafas Bagian Bawah, terdiri dari :
1) Bronkhus
Merupakan percabangan trakhea kanan dan kiri. Tempat percabangan ini disebut
carina. Bronchus kanan lebih pendek, lebar dan lebih dekat dengan trakhea.
Bronkhus kanan bercabang menjadi : lobus superior, medius, inferior. Bronchus
kiri terdiri dari lobus superior dan inferior
2) Bronkhiolus
Mengandung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir untuk melapisi
bagian dalam jalan nafas.
3) Brokhiolus terminalis
Brokhiolus membentuk percabangan menjadi brokhiolus terminalis yang tidak
mempunyai kelenjar lendir dan silia
4) Brokhiolus respiratori
Bronkhiolus terminalis kemudian menjadi bronkhiolus respiratori yang dianggap
sebagai saluran transisional antara jalan nafas konduksi dan pertukaran gas.
5) Duktus alveolar dan sakus alveolar
Bronkhiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus
alveolar dan kemudian menjadi alveoli
6) Alveoli
Merupakan tempat pertukaran O2 dan CO2. Terdiri atas 3 tipe sel alveolar :
 Tipe I, sel epitel yng membentuk dinding alveoli

4
 Tipe II, sel yang aktif secara metabolik dan mensekresi surfaktan (suatu
fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak
kolaps)
 Tipe III, magrofag yang merupakan sel-sel fagositosis dan bekerja sebagai
mekanisme pertahanan.

c. Proses respirasi terdiri atas 4 aspek :

1) Ventilasi : proses keluar masuknya udara dari atmosfir ke dalam alveoli atau
sebaliknya

2) Difusi : proses pertukaran gas yang berada di alveoli dengan pembuluh darah
kapiler

3) Perfusi : menunjukkan besarnya aliran darah kapiler pulmonal yang melewati


membrane alveoli
4) Transportasi : diangkutnya oksigen yang sudah diperfusi oleh darah untuk dibawa
menuju sel dan dibuangnya karbondioksida dari sel manuju atmosfir

5
3 PATOFISIOLOGI VAP

Kuman yang masuk melalui kolonisasi dan aspirasi sekret karena ventilator mekanik
bisa jamur, bakteri, atau parasit. Setelah kuman masuk alveoli terjadi inflamasi yang bisa
menimbulkan peningkatan suhu. Peningkatan suhu menimbulkan peningkatan metabolisme
tubuh dan produksi keringat berlebih, sehingga resiko kekurangan volume cairan. Proses
infeksi kuman ini juga menyebabkan produksi sel goblet meningkat sehingga produksi
sputum meningkat dan sputum terakumulasi di jalan nafas, bersihan jalan nafas tidak efektif
bisa menyebabkan pasien batuk-batuk. Produksi sputum yang meningkat bisa tertelan ke
lambung sehingga sputum terakumulasi di lambung, lambung mengadakan usaha untuk
meningkatkan asam basa (sputum bersifat basa di lambung). Usaha tersebut menimbulkan
peningkatan asam lambung, bisa menyebabkan mual muntah dan resiko nutrisi kurang dari
kebutuhan. Proses peradangan di paru juga menyebabkan keluarnya eksudat dan serous
masuk ke alveoli, sel darah merah dan leukosit PMN (netrofil) mengisi alveoli, sehingga
terjadi konsolidasi di alveoli dan paru. Complaine paru menurun, suplai oksigen menurun
serta pola nafas inefektif bisa menyebabkan pasien sesak napas. Pneumonia dapat
menimbulkan rasa nyeri dada (nyeri pleuritik) apabila pleura juga ikut meradang, biasanya di
bagian posterior atau lateral. Sensasi nyeri tajam dan seperti di tusuk. Rasa nyeri bertambah
ketika bernafas dan batuk. Rasa nyeri berasal dari otot, dinding dada, pleura parietalis, dan
iga (Porzecanski, 2006).

6
VAP (Ventilator Associated Pneumonia)

Kuman yang masuk ke dalam parenkim paru menyebabkan peradangan

Infeksi Peningkatan suhu Eksudat dan serous Pleura

Kerja sel goblet


meningkat Metabolisme Banyak Leukosit PMN Nyeri
meningkat keringat mengisi alveoli pleuritik

Produksi sputum Resiko


meningkat kekurangan cairan

Konsolidasi
Akumulasi Sputum
di paru Nyeri
di jalan napas

Bersihan jalan napas inefektif Compliance


(sesak napas, napas cuping hidung) paru menurun

Tertelan ke lambung Suplai oksigen


menurun
Akumulasi sputum
(basa di lambung)
Pola nafas
tidak efektif
Meningkatkan keasaman
di lambung

Gangguan
Mual muntah
pertukaran gas
resiko nutrisi kurang dari kebutuhan

7
4. ETIOLOGI dan FAKTOR RESIKO

a. Berdasarkan mikroorganisme yang berperan terhadap VAP adalah :


1) Bakteri gram-negatif yang utama adalah P. aeruginosa dan acinetobacter spp,
diikuti oleh Proteus spp, Escherichia coli, Klabsiella spp, dan H. influenza.
2) Bakteri gram-positif, juga di laporkan dalam penelitian dengan angka cukup
tinggi untuk pneumonia yaitu 20 % pada kasus adalah Staphylococcus aureus.
(Chastre, et al., 2002).
b. Berdasarkan onset terjadinya pneumonia :
1) Pneumonia onset cepat , yakni perbedaan waktu antara kurang dari 3 hari sampai
kurang dari 7 hari, tingginya angka infeksi oleh H. influenza, S pneumonie,
methilin-sensitive S. aureus (MSSA), atau Enterobacteriaceae terus menerus
ditemukan pada VAP.
2) Pneumoni onset lambat, ditemukan P. aeruginosa, acinetibacter spp, methicilin-
resistant S. aureus (MRSA).
c. Faktor resiko VAP

1) pejamu

 Penurunan kekebalan
 PPOK
 Gangguan pernafasan
 Posisi tubuh
 Tingkat kesadaran
 Obat-obatan
 Usia, nutrisi

2) Peralatan yang digunakan


 Selang endotrakeal
 Sirkuit ventilator
 Selang nasogastrik
 Selang orofaring

8
3) Faktor petugas
 Tenaga kesehatan kurang
 Patuh prosedur cuci tangan
 Prosedur pemasangan alat
 Prosedur penghisapan lendir
 Perawatan mulut

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Sinar-X
Mengidentifikasikan distribusi strukstural (mis. Lobar, bronchial); dapat juga
menyatakan abses luas/infiltrate, empiema (stapilococcus); infiltrasi menyebar atau
terlokalisasi (bacterial); atau penyebaran/perluasan infiltrate nodul (lebih sering
virus). Pada pneumonia mikoplasma, sinar x dada mungkin bersih.
2) GDA
Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan
penyakit paru yang ada.
3) leukositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih rendah terjadi pada infeksi
virus, kondisi tekanan imun.
4) LED meningkat.
5) Bronkoskopi
6) Pemeriksaan kultur sputum.
7) CPIS (Clinical Pulmonary Infection Score), dengan skore 6 atau lebih

9
THE CLINICAL PULMONARY INFECTION SCORE (CPIS)

CPIS Points 0 1 2
Sekresi trakea Sedikit Sedang Banyak
Infiltrat CXR Tidak ada infiltrat Difus Terlokalisir
Suhu(0 C) > 36.5 dan < 38.4 > 38.5 atau < 38.9 > 39 atau < 36
Leukosit (per mm3) > 4.000 dan < 11.000 < 4.000 atau >11.000
< 240 dan bukan
PaO2/FiO2 > 240 atau ARDS
ARDS
Gram stain (+),
Microbiology Negatif Positif
Reflect culture

 CPIS dievaluasi 1x setiap hari.


 Jika purulen skor sekresi trakhea +1
 Berdasarkan AGD pagi.

6. PENATALAKSANAAN MEDIK

Pemahaman tentang patofisiologi penting untuk melakukan pencegahan terjadinya VAP.


Pencegahan dapat dilakukan dengan 2 cara :

a. Strategi non farmakologi


1) Mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan
Selalu mencuci tangan sesuai prosedur sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien.Selain itu sarung tangan harus dipakai bila kontak dengan pasien.
2) Suction.
Suction endotrakeal merupakan prosedur penting dan sering dilakukan untuk
mempertahankan patensi jalan nafas, memudahkan penghilangan sekret jalan
nafas, merangsang batuk dalam dan mencegah VAP pada penggunaan ventilasi
mekanis.

10

3) Perubahan posisi.
Rutin mengubah posisi pasien dapat meningkatkan drainase paru dan
menurunkan resiko VAP
4) Menyapih dan Ekstubasi dini.
Adanya selang endotrakeal merupakan predisposisi pasien VAP.
5) Posisi semifowler.
Memberikan posisi pasien dalam posisi semi fowler dengan kepala tempat tidur
30o sampai 45o mencegah refluk dan aspirasi bakteri dari lambung ke saluran
nafas.
6) Hindari pemberian nutrisi enteral dengan volume besar.
Lambung yang penuh harus dihindari untuk mencegah refluk dari lambumg
dengan cara mengurangi volume cairan nutrisi. Hati-hati pada penggunaan
narkotika dan kolonergik karena dapat mengganggu pergerakan lambung dan
usus, serta melakukan monitoring volume residual lambung setelah pemberian
nutrisi enteral.
7) Humidifikasi
Pemakaian heat and mosturaiser exchanger (HME)
8) Pemeliharaan sirkuit ventilator
Sirkuit ventilator sebaiknya di monitor secara rutin untuk menghindari kolonisasi
mikroorganisme.

b. Strategis farmakologis

1) sress-ulcer prophylaksis
Peran PH lambung dalam terjdinya VAP masih menjadi kontroversi. Kolonisasi
mikroorganisme di lambung meningkat dengan pemberian obat yang
menurunkan pH lambung (histamine H2 antagonis dan antasida) diduga hal ini
dapat menjadi sumber mikroorganisme terjadi VAP. Pemberian sukralfat
mempunyai insiden VAP yang lebih rendah.
2) Chlorhexidine oral
3) Mikroorganisme yang melekat pada plaque gigi dapat menjadi penyebab VAP.
Pemakaian chlorhexidine oral dapat menurunkan insiden VAP. Perawatan mulut
(Oral hygiene) merupakan salah satu tindakan mengurangi jumlah bakteri dalam
rongga mulut pasien.

11
4) Pemberian antibiotik

Antibiotik Dosis

Sefalosporin antipseudomonas 1-2 gr tiap 8-12 jam atau 2 gr tiap 8 jam

Karbapenem 500 mg tiap 6 jam atau 1 gr tiap 8 jam

Kombinasi beta laktam-penghambat beta 4,5 gr tiap 6 jam


laktamase

Maglikosida
7 mg/kg BB/hari atau maksimal 20 mg/kg
BB/hari

Kuinolon antipseudomonas 750 mg tiap hari atau 400 mg tiap 8 jam

Vancomisin 15 mg/kg BB tiap 12 jam

Linezolid 600 mg tiap 12 jam

12

VAP
Kultur diambil dari saluran napas bawah
(Kuantitatif) dan pemeriksaan Mikroskopis

Mulai Terapi Antibiotik Secara Empirik


Sesuai Algoritma dan data Mikrobiologi
Lokal Kecuali Hasil Pemeriksaan
Mikroskopis Negatif dan Klinis
Pneumonia yang tidak terlalu
mendukung

Hari ke 2 dan 3 : Pemeriksaan Kultur dan


Nilai Respon Klinis (Suhu, Leukosit,
Foto Thorak, Oksigenisasi,Sputum,
Perubahan Hemodinamik dan Fungsi Organ).

Tidak Perbaikan Klinis pada jam ke – 48 – 72 Ya

Kultur (-) Kultur (+) Kultur (+) Kultur (-)

Cari : Pertimbangkan
Patogen Lain Pemberian
Diagnosis Lain Antibiotik
Infeksi Lain
Komplikasi

Sesuaikan Therapi antibiotik Penurunan Antibiotik Jika Mungkin


Cari Komplikasi Obati Selama 7 – 8 hari dan
-Patogen Lain Evaluasi ulang.
-Diagnosis Lain
-Infeksi ditempat Lain

Penatalaksanaan pemberian antibiotik pada pasien VAP


(PDPI, 2005)

13
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
Dalam tahap pengkajian dilakukan pengumpulan data dengan cara komunikasi
yang efektif (anamnese), observasi dan pemeriksaan fisik. Data yang dikumpulkan
terdiri dari data dasar dan data fokus. Pengkajian keperawatan data dasar yang
konfrehensif adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status kesehatan pasien,
kemampuan pasien untuk mengelola kesehatan dan keperawatan terhadap dirinya
sendiri dan hasil konsultasi dari medis (terapi) atau profesi kesehatan lainnya.
Sedangkan data fokus adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon pasien
terhadap kesehatan dan masalah kesehatannya, hal-hal yang mencakup tindakan yang
dilakukan kepada pasien (Nursalam, 2001 : 17)
a. Pengkajian yang dilakukan pada pasien meliputi
1) Identitas pasien
2) Riwayat kesehatan sekarang
3) Riwayat kesehatan masa lalu
4) Riwayat kesehatan keluarga
5) Riwayat psikososial dan spiritual
6) Pola kebiasaan sehari – hari
7) Pola kebiasaan sesudah sakit

b. Pemerisaan fisik

Pemeriksaan fisik atau pengkajian fisik dalam keperawatan dipergunakan untuk


memperoleh data objektif dari riwayat keperawatan klien. Fokus pemeriksaan fisik
yang dilakukan perawat adalah kemampuan fungsional pasien.

Ada 4 tehnik dalam pemeriksaan fisik (Nursalam, 2001 : 31)

1) Ispeksi :
Insfeksi adalah suatu proses observasi yang dilakukan secara sistematik. Fokus
pemeriksaan fisik pada pasein VAP : bentuk thorax, frekuensi napas, irama,
kedalamannya, tipe pernapasan pursed lip breathing, pernapasan diafragma,
penggunaan otot bantu pernapasan, tanda tanda retraksi intercostalis, retraksi
suprastenal,  gerakan dada, adakah tarikan di dinding dada, cuping hidung,
tachipnea, apakah ada tanda tanda kesadaran menurun.
14
2) Palpasi :
Palpasi adalah suatu tehnik yang mengunakan indra peraba. Tangan dan jari-jari
adalah suatu instrument yang sensitive. Fokus pada pasien dengan VAP adalah
gerakan pernapasan, raba apakah dinding dada panas, kaji vocal premitus dan
Penurunan ekspansi dada.

3) Auskultasi :

Auskultasi adalah pemeriksaan dengan jalan mendengarkan suara yang dihasilkan


tubuh dengan menggunakan stethoscope. Fokus pada klien dengan VAP:
terdengar stridor, wheezing, evaluasi bunyi napas, frekuensi, kualitas, tipe dan
suara tambahan.

4) Perkusi :

Perkusi adalah suatu tehnik dengan jalan mengetuk untuk membandingkan kiri
dan kanan pada setiap daerah permukaan tubuh dengan tujuan menghasilkan
suara. Perkusi bertujuan untuk mengidentifikasilokasi, ukuran, bentuk dan
konsistensi jaringan. Fokus pada pasien dengan VAP adalah pada pemeriksaan
paru :

 Suara sonor/resonans merupakan karakteristik jaringan paru normal


   Hipersonor, adanya tahanan udara
 Pekak/flatness, adanya cairan dalam rongga pleura
   Redup/Dullnes, adanya jaringan padat
   Tympani, terisi udara.

c. Pengkajian berdasarkan sistem tubuh


1) Sistem respirasi: peningkatan frekuensi nafas, retraksi iga, nyeri dada, creckles,
pernafasan cuping hidung, sianosis, batuk produktif, ronhi.
2) Sistem kardiovaskular : takhikari, hipotensi.
3) Sistem neurologi : sakit kepala, iritabilitas sulit tidur.
4) Sistem endokrin :
5) Sistem gastrointestinal; penurunan napsu makan.
6) Sistem musculoskeletal : kelelahan
7) Sistem integument : peningkatan suhu tubuh, sianosis

15

2. MASALAH KEPERAWATAN
a. Gangguan Pertukaran gas
b. Pola nafas tidak efektif
c. Bersihan jalan napas tidak efektif.
d. Nyeri
e. Resiko kekurangan cairan
f. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan

3. RENCANA TINDAKAN
a. Gangguan pertukaran gas
Tujuan : pasien dapat mempertahankan pertukaran gas yang adekuat

Kriteria hasil : pasien mampu menunjukkan bunyi paru bersih, gas-gas darah dalam
batas normal

Intervensi :
1) Kaji tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia
2) Kaji tanda-tanda vital dan kesadaran tiap jam
3) Pantau dan catat pemeriksaan AGD

4) Auskultasi bunyi dada untuk mendengarkan bunyi nafas

Rasional : penurunan aliran darah terjadi pada area konsolidasi dengan cairan.

5) Pantau pemeriksaan sinar x

6) Berikan cairan parenteral sesuai indikasi

Rasional : Pemenuhan kebutuhan dasar cairan menurunkan resiko dehidrasi.

7) Berikan obat-obatan sesuai indikasi : bronchodilator antibiotik, steroid


8) Pantau irama jantung
Rasional : takhikardi bisa terjadi karena respon hipertermi, dehidrasi tetapi bisa
juga terjadi karena respon hipoksemia.

b. Tidak efektifnya pola nafas

Tujuan : Pola nafas kembali efektif.

16

Kriteria hasil :
Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas normal, batuk
berkurang, ekspansi paru mengembang.

Intervensi :

1) Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya


pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan/pelebaran nasal.
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi
tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan
atelektasis dan atau nyeri dada.
2) Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing.
Rasional : ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan
pernafasan.
3) Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan
pernafasan.
4) Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional : kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
5) Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.

Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan


ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.

6) Kolaborasi : Berikan oksigen tambahan


Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer

Rasional : memaksimalkan dan bernafas dan menurunkan kerja nafas,


memberikan kelembaban pada membran mukosa membantu pengenceran sekret.

c. Bersihan jalan nafas tidak efektif

Tujuan : mengembalikan patensi jalan napas

Kriteria hasil : Batuk efektif, nafas normal, bunyi nafas bersih

Intervensi :                       

1) Kaji frekuensi/kedalaman pernafasan dan gerakan dada.

17
Rasional : takipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering
terjadi karena ketidaknyamanan.

2) Auskultasi area paru, catat area penurunan aliran udara dan bunyi nafas.

Rasional : penurunan aliran darah terjadi pada area konsolidasi dengan cairan.

3) Ajarkan teknik batuk efektif

Rasional : batuk adalah mekanisme pembersihan jalan nafas alami untuk


mempertahankan jalan nafas paten.

4) Suction sesuai indikasi

Rasional : merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas mekanik padapasien


yang tidak mampu melakukan karena penurunan tingkat kesadaran.

5) Berikan cairan / minum air hangat

Rasional : cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan


secret.

6) Kolaborasi : Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat sesuai indikasi


misal nya mukolitik, ekspektoran.

d. Nyeri  

Tujuan: menghilangkan nyeri


Kriteria hasil : nyeri berkurang, pasien rileks

Intervensi :

1) Tentukan karakteristik nyeri

Rasional : nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat pada pneumonia, juga
dapat timbul karena pneumonia seperti perikarditis dan endokarditis

2) Pantau tanda vital

Rasional : untuk mengetahui keadaan umum pasien

3) Berikan tindakan nyaman pijatan punggung, perubahan posisi.

Rasional : tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat


menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek derajat analgesik.

18
4) Kolaborasi

Berikan analgesik sesuai indikasi

Rasional : obat dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif atau
menurunkan mukosa berlebihan meningkat kenyamanan istirahat.

e. Resiko kekurangan volume cairan.

Tujuan: Kekurangan volume cairan tudak terjadi.

Kriteria hasil:  membran mukosa lembab, turgor kulit baik, tanda vital stabil.

Intervensi :

1) Kaji perubahan tanda vital contoh peningkatan suhu, takikardia.

Rasional : peningkatan suhu atau demam meningkat laju metabolik

2) Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah)

Rasioanal : indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membrane


mukosa mulut mungkin kering karena nafas mulut dan O2 tambahan.

3) Catat adanya muntah.

Rasional : adanya gejala ini menurunkan masukan oral

4) Pantau masukan dan keluaran catat warna, karakter urine, hitung keseimbangan
cairan, ukur berat badan sesuai indikasi.

Rasional : memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan.

5) Berikan cairan sedikit 2400 ml/hari atau sesuai kondisi individual

Rasional : Pemenuhan kebutuhan dasar cairan menurunkan resiko dehidrasi.

6) Kolaborasi :

Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan

Rasional : pada adanya penurunan masukan dan banyak kehilangan cairan,


penggunaan cairan infus dapat memperbaiki/mencegah kekurangan.

19
f. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Tujuan: pemenuhan nutrisi yang adekuat

Kriteria hasil:  pasien menunjukkan peningkatan nafsu makan BB  meningkat

Intervensi :

1) Identivikasi faktor yang menimbulkan mual/muntah, misalnya: sputum, banyak


nyeri.

Rasional : pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah

2) Berikan makan porsi kecil dan sering melalui NGT sesuai kebutuhan kalori
harian.

Rasioanal : tindakan ini dapat meningkat masukan meskipun nafsu makan


mungkin lambat untuk kembali.

3) Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.

Rasional : adanya kondisi kronis dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya


tahanan terhadap inflamasi/lambatnya respon terhadap terapi.

4) Kolaborasi
konsultasi dengan ahli gizi

Monitor hasil laboratorium, khususnya albumin Hb, Glukosa.

4. EVALUASI

Evaluasi keperawatan berdasarkan hasil yang dicapai, hal ini meliputi :

a. Gangguan pertukaran gas tidak terjadi

b. Pola nafas efektif

c. Bersihan jalan nafas efektif

d. Resiko kekurangan cairan tidak terjadi

e. Resiko kekurangan nutrisi tidak terjadi

f. Nyeri hilang atau terkontrol

20
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
Pasien tn U jenis kelamin laki-laki usia 79 tahun diagnosa medis tetanus (Philip skor
17), cardiac arrest riwayat TB, sepsis, Pneumonia, faktur humerus dextra
2. Riwayat kesehatan sekarang
3. Pasien masuk RS pada tanggal 17 Oktober 2013, pasien sebelum masuk ICU, saat di
UGD pasien di beri minum dan tersedak (aspirasi) kemudian jadi arrest lalu masuk
ICU. Pasien mengeluh bengkak pada tangan kanan yang dialami sejak 1 hari yang
lalu karena tergores batu saat sedang membuat saluran air.
4. Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat alergi disangkal dan pasien ada riwayat TB tahun 2007 dengan pengobatan
tuntas. Dibuktikan dari hasil PCR TB tgl 22-10-2013 negatif dan dari hasil BTA
sputum (hasil BAL) tidak ditemukan bakteri bahan asam.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga pasien menyangkal adanya riwayat penyakit keturunan seperti DM atau
hipertensi
6. Riwayat psikososial dan spiritual
Orang yang terdekat dengan pasien adalah istri pasien, mekanisme kopin pasien
dalam menghadapi masalah dengan bermusyawarah, nilai agama yang di anut oleh
pasien tidak ada yang bertentangan dengan medis.
7. Pola kebiasaan sehari – hari
Frekuensi makan pasien 3 kali perhari, nafsu makan sedang, minum kurang, jenis
makanan nasi, sayur dan lauk pauk, kadang – kadang buah. Alergi terhadap makanan
disangkal, pola eliminasi BAK 5 – 6 kali perhari, warna kuning, bau khas. Pola
eliminasi BAB 1 – 2 kali perhari, oral hygiene 2 kali perhari, pola tidur 6 jam perhari
pada malam hari.
8. Pola kebiasaan sesudah sakit
Pola nutrisi pasien makan cair 60cc/jam, jumlah cairan 1500 cc, kalori 1500 kkal
Pasien tampak sakit berat, kesadaran somnolen dengan DPO midazolam 1 mg/jam,
pola pernafasan on ventilator dengan mode SIMV (pressure control) 8x/menit, PS 8
PEEP +6, FiO2 35%, saturasi O2 100%

21
9. Pengkajian Fisik

a. Sistem penglihatan

Posisi mata simetris, konjungtiva merah, sklera ikterik, pupil 2/2 refleks cahaya
+/+

b. Sistem pendengaran

Daun telinga kiri dan kanan sama, tidak menggunakan alat bantu pendengaran

c. Sistem pernafasan
Bunyi ronchi +/+ terdapat sputum purulen, pola nafas on ventilator sejak pasien di
IGD
d. Sistem kardiovaskuler

HR 105x/menit dengan irama teratur, denyut nadi normal, tekanan darah 132/54.

e. Sistem saraf pusat

Kesadaran pasien sulit dinilai karena dalam pengaruh midazolam 2 mg / jam

f. Sistem endokrin

Gula darah 87 mg / dl

g. Sistem pencernaan
Pasien terpasang NGT, diit cair 1500 kkal (100 cc / jam)

h. Sistem urogenital

Pasien terpasang kateter urine, warna kuning jernih, jumlah 1000 cc/ 6 jam

22
10. Data penunjang
Pemeriksaan laboraboratorium

Tanggal/ 31-10-2013 31-10-2013 1-11-2013 1-11-2013 2-11- 2-11-


Pemeriksaan AGD Mix vein AGD Mix vein 2013 2013
AGD Mix
vein

pH 7,356 7,318 7,395 7,321 7,313 7,260


pCO2 47,8 58,8 38,3 54 47,7 53,7
pO2 160,2 52,2 171,6 40,6 133,6 40,3
BE 1,3 4,3 0,6 2,2 -2,0 -3,0
HCO3 27 30,5 23,5 28,5 24,4 24,3
SaO2 99,1 99,4 98,6
SvO2 82,7 70,7 69,7
Lekosit 7.790 6.680
laktat 0,9 0,3 0,6
PCT 3,11
CPIS 5 5 5
LED 17-10-2013 25-10-2013 27-10-
95 70 2013
100

Pemeriksaan radiografi

Tanggal 17-10-2013

TB paru dengan komponen atelektasis paru kiri atas, tidak tampak pneumothorax,
pnenomediastinum maupun empisema subkutis
Tanggal 22-10-2013
Infiltrate pada parakardial, penhiler, suprahiler kanan bertambah

23

Tanggal 31-10-2013
Dibandingkan radiografi thorax tanggal 30 Oktober 2013 saat ini effusi fleura kiri
berkurang, infiltrate di lapang atas paru kanan paracardial. CVC STQ. Terpasang
kanul trackeostomi dengan ujung distal 3,5 cm di atas carina. Fraktur caput pada os
humerus 1 / 3 proximal dextra.
11. Penatalaksanaan medis
Terapi parenteral :
 IVFD Ringer Fundin 10 cc / jam
 D7 polimicxin B 3 x 750000
 D7 cefoperazon sulbactam 2 x 2 gr
 E9 amidulafungin 1 x 100 mg
 Ca gluconas 2 x 1 ampul
 Vitamin K 3 x 10 mg
 Vitamin C 2 x 400 mg
 Transamin 3 gram / 24 jam
 Tramadol 300 mg / 24 jam
 Omeprazol 2 x 40 mg
 Paracetamol 3 x 1 gram
 Sedasi : nidazolam 2 mg / jam
Terapi oral
 Kandistatin 4 x 1 cc / oral
 HP Pro 3 x 75 mg
 Flumucil 2 x 1 sachet
 Cadistatin 4 x 1 cc

Nebulizer : ventolin bisolvon (1:1) 4x / hari

Diit cair 100 cc / jam ( total kalori 1500 k kal)


F : Diit cair 60 cc / jam ( total kalori 1500 k kal)
A : Tramadol 300 mg/ 24 jam
S : Midazolam 2 mg / jam
T:-
H : 30 – 45 derajat
U : Omeprazole 2 x 40 mg
G : GDS / hari
24
B. ANALISA DATA
No Tanggal Data Masalah Etiologi
1. 31-10-2013 DS: - Bersihan Peningkatan
jalan nafas
DO: pasien on ventilator, sputum purulen, produksi sputum
tidak efektif
ronkhi +/+, TD: 132/54 mmHg,
HR: 105x/mnt, RR: 18x/mnt, spO2:
100%, MOV: SIMV RR 8 PC 8
PEEP + 6 FiO2 35%, PCO2 47,8 ;
PaO2 160,2 ; CPIS: 5

2 31-10-2013 DS: - Gangguan Peningkatan


DO: pasien on ventilator, sputum purulen, pertukaran produksi sputum
ronkhi +/+, TD: 132/54 mmHg, gas
HR: 105x/mnt, RR: 18x/mnt, spO2:
100%, MOV: SIMV RR 8 PC 14
PEEP + 6 FiO2 40 %, AGD: Ph
7,356 ; PCO2 47,8 160,2 ; BE: 1,3
HCO3: 27 SaO2 99,1. Mix vein: Ph
7,318 PCo2 58,5 Po2 52,5 BE 4,3
HCO3 30,5 SvO2 82,7: thorax foto
tanggal 31-10-2013 effusi pleura
kiri berkurang Infiltrate dilapangan
atas paru kanan paracardial

3. 31-10-2013 DS: - Resiko Haluaran (output)


DO: mukosa bibir kering, turgor kulit kekurangan yang berlebih
kurang elastis dan kering, HR: cairan
105x/mnt, RR: 18x/mnt, suhu : 37,2
ºc, TD: 132/54 mmHg, balance –
500cc, CVP +5, sputum kental dan
purulen

25

C. MASALAH KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Gangguan pertukaran gas
3. Resiko kekurangan cairan
D. RENCANA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif

Tujuan : mengembalikan patensi jalan napas

Kriteria hasil : Batuk efektif, nafas normal, bunyi nafas bersih

Intervensi :                       

a. Kaji frekuensi/kedalaman pernafasan dan gerakan dada

Rasional : takipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi
karena ketidaknyamanan.

b. Auskultasi area paru, catat area penurunan aliran udara dan bunyi nafas.

Rasional : penurunan aliran darah terjadi pada area konsolidasi dengan cairan.

c. Suction sesuai indikasi

Rasional : merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas mekanik padapasien yang
tidak mampu melakukan karena penurunan tingkat kesadaran.

d. Kolaborasi : Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat sesuai indikasi


misal nya mukolitik, bronkodilaror.
2. Gangguan pertukaran gas
Tujuan : pasien dapat mempertahankan pertukaran gas yang adekuat

Kriteria hasil : pasien mampu menunjukkan bunyi paru bersih, gas-gas darah dalam
batas normal.

Intervensi :
a. Kaji tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia
b. Kaji tanda-tanda vital dan kesadaran tiap jam
c. Pantau dan catat pemeriksaan AGD
d. Auskultasi bunyi dada untuk mendengarkan bunyi nafas
Rasional : penurunan aliran darah terjadi pada area konsolidasi dengan cairan.

26

e. Pantau pemeriksaan sinar x


f. Berikan cairan parenteral sesuai indikasi
Rasional : Pemenuhan kebutuhan dasar cairan menurunkan resiko dehidrasi.

g. Berikan obat-obatan sesuai indikasi : bronchodilator antibiotik, steroid


h. Pantau irama jantung
Rasional : takhikardi bisa terjadi karena respon hipertermi, dehidrasi tetapi bisa juga
terjadi karena respon hipoksemia.
3. Resiko kekurangan volume cairan.

Tujuan: Kekurangan volume cairan tidak terjadi.

Kriteria hasil : membran mukosa lembab, turgor kulit baik, tanda vital stabil.

Intervensi :

a. Kaji perubahan tanda vital


Rasional : peningkatan suhu atau demam meningkatkan laju metabolik
b. Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah)

Rasional : indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membrane


mukosa mulut mungkin kering karena nafas mulut dan O2 tambahan.

c. Catat adanya muntah (residu pada NGT)

Rasional : adanya gejala ini menurunkan masukan oral

d. Pantau masukan dan keluaran catat warna, karakter urine, hitung keseimbangan
cairan, ukur berat badan sesuai indikasi.

Rasional : memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan.

e. Berikan cairan sedikit 2400 ml/hari atau sesuai kondisi individual

Rasional : Pemenuhan kebutuhan dasar cairan menurunkan resiko dehidrasi.

f. Kolaborasi :
Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan

Rasional : pada adanya penurunan masukan dan banyak kehilangan cairan,


penggunaan cairan infus dapat memperbaiki/mencegah kekurangan.

27

E. IMPLEMENTASI
TANGGA NO IMPLEMENTASI HASIL
L
31-10-2013 I Mengkaji frekuensi / kedalaman RR: 18x/ menit
pernafasan dan gerakan dada Pernafasan normal, tidak ada
penggunaan otot-otot
pernafasan, dan gerakan dada
simetris.
Memantau irama jantung MOV SIMV 8/14/+6/ 40%
II
Irama jantung teratur
I,II mengauskultasi bunyi nafas Ronkhi +/+

I Melakukan suction sesuai indikasi Sputum >>> kental, purulen


I Melakukan inhalasi : bisolvon 1cc Sputum kental
+ ventolin 1 cc
I Melakukan oral hygiene dgn Mukosa mulut tampak bersih
chlorhexidine dan segar
I Memposisikan pasien head up 30º Pasien tampak rileks bernafas
I,II,III Mengkaji tanda-tanda vital TD 132/54 mmHg Suhu:
37,2ºC, nadi 105x/menit RR
18 x/menit SPO2 100%
III Memantau adanya muntah Residu NGT < dari 100 cc
mengkaji turgor kulit, kelembaban Turgor kulit kering/ kurang
III membran mukosa bibir elastis, mukosa bibir kering

memantau masukan dan keluaran, Intake = 87 cc


III catat warna dan karakter urine. Output= 500 cc
Hitung keseimbangan cairan Balance/3jam= - 413 cc
Urine 500 kuning jernih

28

II,III memberikan cairan infus (loading) Kenaikan cvp 1 cmH2O (dari


Ringerfundin 300cc sesuai instruksi +3cmH2O ke cmH2O)
dokter
II Memberikan obat antibiotik Antibiotik polymixin 750.000
Cefoperazon Sulbactam 2 gr
1-11- I, II Mengkaji frekuensi / kedalaman RR: 20 x / menit
2013 pernafasan dan gerakan dada Pernafasan normal, tidak ada
penggunaan otot-otot
pernafasan, dan gerakan dada
simetris.
II Memantau irama jantung MOV PS 12/+6/35%
Irama jantung teratur
II Memantau dan mencatat AGD : PH 7.395 PCO2 38,3
pemeriksaan AGD dan MixVein
PaO2 171,6 BE 0,6 SaO2 99,4
MixVein : PH 7,321 PCO2 54,0
PO2 40,6 BE 2,2 SVO2 70,7
I,II mengauskultasi bunyi nafas Ronkhi +/+
I Melakukan suction sesuai indikasi Sputum >>> kental, purulen
I Memposisikan pasien head up 30º Pasien tampak rileks bernafas
I Melakukan inhalasi : bisolvon 1cc + Sputum encer
ventolin 1 cc
I Melakukan suction sesuai indikasi Sputum >>> encer, purulen
I Melakukan oral hygiene dgn Mulut bersih,
chlorhexidine

I,II,III Mengkaji tanda-tanda vital TD 140/71 mmHg Suhu: 37,6ºC


nadi 110 x/menit RR 20
x/menit SPO2 100%
III Memantau adanya muntah Residu NGT < dari 100 cc

29

III mengkaji turgor kulit, kelembaban Turgor kulit kering/ kurang


membran mukosa bibir elastis, mukosa bibir kering
III memantau masukan dan keluaran, Intake = 267,6 cc
catat warna dan karakter urine. Output= 450 cc
Hitung keseimbangan cairan Balance/6jam= - 182,4 cc
Urine 450 cc kuning jernih
II Memberikan obat antibiotik Antibiotik polymixin 750.000
Cefoperazon Sulbactam 2 gr
2-11- I,II,III Mengkaji tanda-tanda vital TD 110/60 mmHg Suhu: 37,4
2013 ºC nadi 100x/menit RR 12
x/menit SPO2 100% CVP +3
II Memantau dan mencatat AGD : PH 7,313 PCO2 47,4
pemeriksaan AGD dan MixVein
PO2 123,6 BE -2 HCO3 24,4
Sao2 98,6
mixVein PH 7,260 PCO2 53,7
PO2 40,6 BE 3,0 HCO3 24,3
SvO2 67,4
I,II mengauskultasi bunyi nafas Ronkhi +/+
I Memposisikan pasien head up 30º
I Melakukan inhalasi : bisolvon 1cc + Sputum encer
ventolin 1 cc
I Melakukan suction sesuai indikasi Sputum >>> encer, purulen
I Melakukan oral hygiene dgn
chlorhexidine
III Memantau adanya muntah Residu NGT < dari 100 cc
III mengkaji turgor kulit, kelembaban Turgor kulit kering/ kurang
membran mukosa bibir elastis, mukosa bibir kering

30

III memantau masukan dan keluaran, Intake = 1214,2 cc


catat warna dan karakter urine. Output= 910 cc
menghitung keseimbangan cairan Balance/6jam = 314,2 cc
Urine kuning jernih
II Memberikan obat antibiotik Antibiotik polymixin 750.000
Cefoperazon Sulbactam 2 gr
I,III Mengkaji tanda-tanda vital TD 160/90 mmHg Suhu: 38,1ºC
nadi 135 x/menit RR 18
x/menit SPO2 100%
CVP +11

F. EVALUASI

Tangga Masalah Perkembangan pasien


l
31-10- S:-
2013 O : pasien on ventilator melalui trakeostomy krepitasi ( - )
I
MOV SIMV (PC) 8 / 14 /+6 / 40 %,
secret banyak purulen, CPIS 5 ronkhi + / + RR 18 x / menit
SPO2 100 %
A : masalah belum teratasi
P : intervensi di lanjutkan

31

S :-
II O : TD 132 / 54 mmHg Suhu 37,2ºC nadi 105 x/menit RR 18
x/menit SPO2 100%
AGD Ph 7,356 ; PCO2 47,8 160,2 ; BE: 1,3 HCO3: 27 SaO2
99,1.
MixVein Ph 7,318 PCo2 58,5 Po2 52,5 BE 4,3 HCO3 30,5
SvO2 82,7 thorax foto tanggal 31-10-2013 effusi pleura kiri
berkurang Infiltrate dilapangan atas paru kanan paracardial
Pasien on ventilator melalui trakeostomy
MOV PS 12 PEEP +6 FiO2 35%
A : masalah belum teratasi
P : intervensi lanjutkan
III S: -
O : Turgor kulit kering/ kurang elastis, mukosa bibir kering

TD 132/54 mmHg Suhu: 37,2ºC, nadi 105x/menit RR 18


x/menit SPO2 100%

Residu NGT < dari 100 cc CVC + 3

Intake = 1214,2 cc Output= 900 cc Balance/6 jam = 314,2 cc

Urine kuning jernih

A : masalah belum teratasi

P : intervensi lanjutkan
1-11- I S:-
2013 O : Pasien on ventilator melalui trakeostomy krepitasi ( - )
MOV PS 12 PEEP +6 FiO2 35%
secret banyak purulen, CPIS 5 ronkhi + / + RR 20 x / menit
SPO2 100 %
A : masalah belum teratasi
P : intervensi di lanjutkan

32

II S: -
O : TD 140/70 mmHg Suhu 37,4 ºC nadi 110x/menit RR 20
x/menit SPO2 100%
AGD Ph 7,395 PCO2 47,8 PO2 172,6 BE 0,6 HCO3 27
SaO2 99,4.
MixVein Ph 7,318 PCo2 58,5 Po2 52,5 BE 4,3 HCO3 30,5
SvO2 82,7
Thorax foto tanggal 31-10-2013 effusi pleura kiri berkurang
Infiltrate dilapangan atas paru kanan paracardial
Pasien on ventilator melalui trakeostomy
MOV PS 12 PEEP +6 FiO2 35%
A : masalah belum teratasi
P : intervensi di lanjutkan
III S:-
O : Turgor kulit kering/ kurang elastis, mukosa bibir kering
TD 140/71 mmHg Suhu 37,4 ºC nadi 110x/menit RR 20
x/menit SPO2 100%
Residu NGT < dari 100 cc CVC
Intake = 634,6 cc
Output= 950 cc
Balance/6 jam = - 315,4 cc
A : masalah belum teratasi
P : intervensi lanjutkan
2-11- I S:-
2013 O : Pasien on ventilator melalui trakeostomy krepitasi ( - )
MOV PS 8 PEEP 5 FiO2 35%
secret banyak purulen, CPIS 5 ronkhi + / + RR 18 x / menit
SPO2 100 %
A : masalah belum teratasi
P : intervensi di lanjutkan

33

II S:-
O : TD 160/90 mmHg Suhu 38,1 ºC nadi 135 x/menit RR 18
x/menit SPO2 100%
AGD PH 7,313 PCO2 47,7 PO2 160,2 BE -2,0 HCO3 24,4
SaO2 98,6
MixVein PH 7,260 PCO2 53,7 PO2 40 3 BE 3,0 HCO3
24,3
SvO2 82,7
Thorax foto tanggal 31-10-2013 effusi pleura kiri berkurang
Infiltrate dilapangan atas paru kanan paracardial
Pasien on ventilator melalui trakeostomy
MOV PS 8 PEEP +5 PiO2 35%
A : masalah belum teratasi
P : intervensi lanjutkan
III S:-
O : Turgor kulit kering/ kurang elastis, mukosa bibir kering
TD 140/90 mmHg Suhu: 38,1ºC, nadi 135x/menit RR 18
x/menit SPO2 100%
Residu NGT < dari 100 cc CVC +11
Intake = 924,6
Output = 720
Balance/6jam = + 204,6 cc
A : masalah belum teratasi
P : intervensi lanjutkan

34

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini kami akan membahas tentang kesenjangan antara teori dan asuhan
keperawatan yang di lakukan pada pasien tn. U dengan VAP. Pada pembahasan ini dimulai
dengan pengkajian, masalah keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

A. PENGKAJIAN
Pada tahap pengkajian kami berusaha mengkaji pasien secara menyeluruh. Pada pengkajian
penyebab VAP pada pasien sesuai teori yaitu akibat pemakaian ventilator lebih dari 48 jam.
Sejauh kami melakukan pengkajian kami tidak menemukan kesenjangan secara teori,
namun karena pada saat dikaji pasien sudah mendapatkan pengobatan antibiotik definitif
maka pada saat dilaukan penghitungan CPIS hasil yang di dapat tidak begitu menunjang.
B. Masalah keperawatan

Secara teoris ada 6 masalah keperawatan sedangkan pada pasien tn U kami mengangkat 3
masalah keperawatan. Menurut teori masalah keperawatan yang timbul adalah pola nafas
tidak efektif, bersihan jalan nafas tidak efektif, gangguan komunikasi verbal, Resiko
kekurangan cairan, Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan, Gangguan nyeri. Pada kasus
tn. U mengangkat yaitu bersihan nafas tidak efektif, gangguan pertukaran gas dan resiko
kekurangan cairan.

C. Rencana keperawatan

Dalam perencanaan pada kasus disesuaikan dengan kepustakaan yaitu menentukan proritas
masalah, merumuskan tujuan, membuat kreteria hasil dan rencana tindakan

D. Implementasi
Dalam melaksanakan keperawatan selama 3 hari kami tidak menemukan kesulitan dalam
melakukan tindakan keperawatan
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari asuhan keperawatan sehingga dapat dilihat atau
diukur apakah tujuan keperawatan berhasil atau tidak. Setelah melakukan asuhan
keperawatan 3 hari diperoleh hasil bahwa masalah belum teratasi sehingga rencana
tindakan dilanjutkan
35
BAB V
PENUTUP

Setelah kami menguraikan mengenai asuhan keperawatan pada pasien Tn. U dengan
VAP yang dirawat di ICU RSCM yang di mulai dari pendahuluan sampai pembahasan, maka
pada bab ini kami akan menguraikan kesimpulan serta memberikan beberapa saran yang
mungkin berguna untuk perbaikan asuhan keperawatan pada pasien.
A. Masalah pasien Tn. U dengan VAP Ameninjau dari segi kepustakaan atau langsung, maka
kami menarik kesimpulan
1. VAP adalah nosokomial pneumoni yang terjadi setelah 48 jam pada psien dengan
bantuan ventilasi mekanik, baik melalui ETT ataupun pipa traceostomi
2. Masalah keperawatan pada teori kami temukan 6 masalah keperawatan, tetap pada
kasus hanya 3 masalah keperawatan
3. Pada perencanaan kami tidak mendapatkan kendala yang berarti
4. Implementasi yang kami lakukan pada Tn. U adalah
 Mengkaji frekuensi / kedalaman pernafasan dan gerakan dada
 Memantau irama jantung
 Mengauskultasi bunyi nafas
 Melakukan suction sesuai indikasi
 Melakukan inhalasi: bisolvon 1cc + ventolin 1cc
 Melakukan oral hygiene dengan chlorhexidine
 Memposisikan pasien 30º-45º
 Mengkaji tanda-tanda vital
 Memantau adanya muntah
 Mengkaji turgor kulit, kelembaban membrane mukosa bibir
 Memantau masukan dan keluaran, catat warna dan karakter urine. Hitung
keseimbangan cairan
 Memberikan obat antibiotic
 Memantau dan mencatat pemeriksaan AGD dan MixVein

36

B. Saran

Untuk perawat, dokter dan tim medis tetap mempertahankan tehnik aseptic dan kesterilan
alat. Serta proses keperawatan yang sudah ada sebaiknya ditingkatkan lagi supaya masalah-
masalah pasien dapat di pecahkan bersama-sama.
37

DAFTAR PUSTAKA

Aziz Alimul Hidayat, ( 2004 ), Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, edisi pertama Jakarta,
Salemba Medika.

Brunner & Suddart dengan alih bahasa Agung Waluyo, (2002), Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah:edisi 8 Volume 3, Jakarta, EGC.

Carpenito, Lynda Juall, alih bahasa Yasmin Asih; editor Monica Ester, (2000), Buku Saku Diagnosa
Keperawatan ; edisi 6, Jakarta, EGC.
Doengoes , E Marilynn, alih bahasa I Made kariase; Ni Made Sumarwati ; editor Monika Ester,
Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman Untuk Rencana Pendokumentasian Perawatan
Pasien : edisi 3, Jakarta, EGC

Febrian Faryansyah Nurhadi, www.detikhealth.com

Anda mungkin juga menyukai