A. Pengertian
Edema serebri adalah keadaan patologis yang ditandai dengan
terjadinya akumulasi cairan di dalam jaringan otak sehingga meningkatkan
volume otak. Edema serebri dapat terjadi intraseluler (lebih banyak di
substansia grisea) maupun ekstraseluler (daerah substansia alba) sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intracranial. (Dewanto G et al, 2009)
Volume air (ml/100 gr otak) pada otak normal dan edema serebri
Substansi grisea Substansi alba Total
Otak normal 80 70 77
Edema serebri 82 76 79
a. Faktor Presipitasi
b. Faktor Predisposisi
2. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan
glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel syaraf
hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan
oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi.
Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar
metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun
sampai 70% akan terjadi gejala. Gejala permulaan disfungsi serebral, pada
saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan
oksigen melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan
dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan
otak akan terjadi penimbunan laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini
menyebabkan asidosis metabolik. Dalam keadaan normal aliran darah
serebral (CBF) adalah 50–60 ml/mnt/100gr jaringan otak yang merupakan
16% dari curah jantung/kardiak output (CO).
Edema serebral terjadi sebagai akibat dari perubahan dalam
lingkungan sel yang disebabkan oleh kontusio, hilangnya autoregulasi dan
peningkatan permiabelitas dinding pembuluh darah. Mumgkin terjadi
setempat, terlokalisasi atau hipoksia. Edema serebral dapat dikendalikan
dengan oksigenisasi, ventilasi dan tekanan darah.
Hipoksia dapat terjadi melalui:
1. Jaringan iskemia pada daerah yang kurang oksigen dan sel menjadi
edema.
2. Vasodilatasi pembuluh darah otak terjadi sebagai usaha untuyk
meningkatkan suplai oksigen ke jaringan otak , dimana keduanya dapat
meningkatkan TIK.
Hiperkapnia merupakan penyebab dari vasidolator pambuluh
darah otak yang berlebihan, ini terjadi sebagai akibat dari hipoventilasi
pada pasien yang tidak sadar akibat volume darah otak meningkat dan
meningkatkan TIK. (Bullock, 2008)
3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pada edema cerebri adalah:
a. Terjadi atau tidak penurunan kesadaran.
b. Kebingungan
c. Iritabel
d. Mual dan muntah
e. Pusing, nyeri kepala
f. Kecemasan
g. Perubahan motorik dan sensorik
h. Perubahan bicara
i. Kejang/konvulsi (Dewanto G et al, 2009)
4. Klasifikasi
a. Vasogenic edema
Terdapat peningkatan volume cairan ekstrasel yang
berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler. Vasogenic
edema ini disebabkan oleh faktor tekanan hidrostatik, terutama
meningkatnya tekanan darah dan aliran darah dan oleh faktor
osmotik. Ketika protein dan makromolekul lain memasuki rongga
ekstraseluler otak karena kerusakan sawar darah otak, kadar air dan
natrium pada rongga ekstraseluler juga meningkat. Vasogenic edema
ini lebih terakumulasi pada substansia alba cerebral dan cerebellar
karena perbedaan compliance antara substansia abla dan grisea.
Edema vasogenic ini juga sering disebut “edema basah” karena pada
beberapa kasus, potongan permukaan otak nampak cairan edema.
Tipe edema ini terlihat sebagai respon terhadap trauma, tumor,
inflamasi fokal, stadium akhir dari iskemia cerebral.
b. Edema Sitotoksik
Pada edema sitotoksik, terdapat peningkatan volume cairan
intrasel, yang berhubungan dengan kegagalan dari mekanisme energi
yang secara normal tetap mencegah air memasuki sel, mencakup
fungsi yang inadekuat dari pompa natrium dan kalium pada membran
sel glia. Neuron, glia dan sel endotelial pada substansia alba dan
grisea menyerap air dan membengkak.
Pembengkakan otak berhubungan dengan edema sitotoksik
yang berarti terdapat volume yang besar dari sel otak yang mati, yang
akan berakibat sangat buruk. Edema sitotoksik ini sering disistilahkan
dengan edema kering. Edema sitotoksik ini terjadi bila otak
mengalami kerusakan yang berhubungan dengan hipoksia, iskemia,
abnormalitas metabolik (uremia, ketoasidosis metabolik), intoksikasi
(dimetrofenol, triethyl itin, hexachlorophenol, isoniazid) dan pada
sindroma Reye, hipoksemia berat.
c. Edema Interstisial
Edema interstisial adalah peningkatan volume cairan ekstrasel yang
terjadi pada substansia alba periventrikuler karena transudasi cairan
serebrospinal melalui dinding ventrikel ketika tekanan
intraventrikuler meningkat. Edema interstisial biasanya terjadi pada
kasus-kasus meningitis yang menyebabkan terhambatnya aliran LCS
yang normal. (Soeatmadji, 2013)
5. Pemerikasan diagnostic
a. Pemeriksaan darah rutin, kimia, elektrolit, gula darah
b. CT Scan Kepala / MRI (Soeatmadji, 2013)
6. Komplikasi
Pada edema serebri, tekanan intrakranial meningkat, yang
menyebabkan meningkatnya morbiditas dan menurunnya cerebral blood
flow (CBF). Peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan tekanan
tambahan pada sistem, memaksa aliran yang banyak untuk kebutuhan
jaringan. Edema serebri dapat menyebabkan sakit kepala, penurunan
kesadaran dan muntah, pupil edema. Herniasi dapat menyebabkan
kerusakan yang berhubungan dengan tekanan kepada jaringan yang
bersangkutan dan tanda-tanda dari disfungsi struktur yang tertekan.
a. Fungsi Otak
Pada edema serebri dapat terjadi gangguan fungsi otak, baik oleh
edema serebri sendiri sehingga neuron-neuron tidak berfungsi
sepenuhnya maupun oleh kenaikan TIK akibat edema serebri.
Otak terletak dalam rongga tengkorak yang dibatasi oleh tulang-tulang
keras; dengan adanya edema serebri, mudah sekali terjadi kenaikan
TIK dengan akibat-akibat seperti herniasi, torsi dan lain-lain yang akan
mengganggu fungsi otak.
b. Aliran Darah ke Otak
Berdasarkan hasil percobaan, terdapat hubungan antara TIK dan aliran
darah yang menuju ke otak. Perfusi darah ke jaringan otak dipengaruhi
oleh tekanan arteri (tekanan sistemik), TIK dan mekanisme otoregulasi
otak. Perfusi darah ke jaringan otak hanya dapat berlangsung apabila
tekanan arteri lebih besar daripada TIK. Perbedaan minimal antara
tekanan arteri dan TIK yang masih menjamin perfusi darah ialah 40
mmHg. Kurang dari nilai tersebut, perfusi akan berkurang/ terhenti
sama sekali. Sampai pada batas-batas tertentu perubahan tekanan arteri
TIK dapat diimbangi oleh mekanisme otoregulasi otak, sehingga
perfusi darah tidak terganggu dan fungsi otak dapat berlangsung seperti
biasa. Mekanisme otoregulasi mudah mengalami kerusakan oleh
trauma, tumor otak, perdarahan, iskemia dan hipoksia.
c. Kenaikan Tekanan Intrakranial
Karena mekanisme kompensasi ruang serebrospinalis dan sistem vena,
maka pada awal penambahan volume cairan jaringan otak belum ada
kenaikan TIK. Mekanisme kompensasi tersebut terbatas
kemampuannya sehingga penambahan volume intrakranial selanjutnya
akan segera disertai kenaikan TIK. Pertambahan volume 2% atau 10 -
15 ml tiap hemisfer sudah menimbulkan kenaikan TIK yang hebat.
d. Herniasi Jaringan Otak
Edema serebri yang hebat menyebabkan terjadinya herniasi jaringan
otak terutama pada tentorium serebellum dan foramen magnum.
1). Herniasi tentorium serebelum
(Soeatmadji, 2013)
7. Pentalaksnaan Medis
a. Posisi Kepala dan Leher
Posisi kepala harus netral, dan segala bentuk kompresi vena
jugularis harus dihindari. Praktek elevasi kepala untuk mengurangi
edema otak adalah luas tetapi hanya didukung oleh data yang tidak
konsisten. ICP cenderung lebih rendah ketika kepala tempat tidur
dinaikkan menjadi 30 derajat dibandingkan dengan posisi horisontal.
Namun, pengaruh elevasi kepala pada tekanan perfusi serebral kurang
dapat diprediksi. Pada pasien dengan stroke iskemik besar di antaranya
masih ada kemungkinan menyelamatkan jaringan dalam penumbra
iskemik, mungkin lebih baik untuk menjaga kepala tempat tidur datar
kecuali pada saat saat ICP akut crisis.
b. Analgesia, Sedasi dan Agen Pelumpuh Neuromuskuler
Rasa sakit, kecemasan, dan agitasi dapat meningkatkan
metabolisme otak, aliran darah otak, dan kadang-kadang juga ICP.
Oleh karena itu, rejimen rasional analgesia dan sedasi sesuai pada
kebanyakan pasien dengan edema serebral dengan gejala ini. Opiat,
benzodiazepin, dan propofol adalah yang agen paling umum digunakan
untuk mencapai sedasi di unit perawatan intensif neurologis. Kodein
sering digunakan pada pasien terjaga untuk meminimalkan sedasi, tapi
potensi analgesik mungkin tidak cukup dalam beberapa situasi.
Fentanyl dan sulfentanyl harus digunakan dengan hati-hati karena
mereka telah dikaitkan dengan peningkatan ICP pada pasien dengan
trauma otak parah, meskipun hal ini mungkin dapat dihindari dengan
dosis titration dengan hati-hati. Di sisi positif, morfin sulfat sangat
efektif dalam mengendalikan gejala dari otonomik berlebihan.
Benzodiazepin yang lebih murah dari propofol (terutama lorazepam)
dan memiliki keuntungan merangsang amnesia, serta sedasi. Namun,
lorazepam memiliki onset kerja yang lebih lama dan midazolam
memiliki onset kerja sangat singkat, tapi efek sedatif bertahan lebih
lama sebagai long-acting metabolit yang mulai
menumpuk.
c. Ventilasi dan Oksigenasi
Hipoksia dan hiperkapnia adalah vasodilator serebral ampuh,
dengan demikian dapat menyebabkan peningkatan volume darah otak
dan hipertensi intrakranial, terutama pada pasien dengan permeabilitas
kapiler yang abnormal. Intubasi dan ventilasi mekanik diindikasikan
jika ventilasi atau oksigenasi tidak cukup pada pasien dengan edema
otak. Lidokain intravena (1 mg/kg), etomidate (0,1-0,5 mg/kg), atau
thiopental (1-5 mg/kg) dapat digunakan untuk mencegah respon refleks
yang merugikan. Setelah pasien diintubasi, pengaturan ventilator harus
disesuaikan untuk mempertahankan PO2 normal dan PCO2.
d. Manajemen Cairan
Osmolaritas serum rendah harus dihindari pada semua pasien
dengan pembengkakan otak karena akan memperburuk edema
sitotoksik. Tujuan ini dapat dicapai dengan membatasi ketat asupan
cairan hipotonik. Pada pasien dengan hiperosmolaritas serum
berkepanjangan, harus dikoreksi perlahan untuk mencegah rebound
pembengkakan seluler. Keseimbangan cairan harus dipertahankan
netral untuk mempertahankan
keadaan euvolemia.
e. Manajemen Tekanan Darah
Tekanan darah yang ideal akan tergantung pada penyebab
yang mendasari edema otak. Pada pasien trauma dan stroke, tekanan
darah harus didukung untuk mempertahankan perfusi yang adekuat,
menghindari kenaikan tekanan darah yang tiba-tiba dan sangat tinggi.
Menjaga tekanan perfusi serebral di atas 60-70 mm Hg umumnya
direkomendasikan setelah cedera otak karena trauma. Peningkatan
tekanan darah sesuai parameter dengan menggunakan obat inotropik
harus dalam pengawasan. Target tekanan darah kontroversial dalam
kasus perdarahan intraserebral, tapi mungkin aman untuk fase akut, dan
strategi ini dapat mengurangi risiko awal berkembangnya hematoma.
Setelah pertama 24-48 jam onset hematoma, tekanan darah
harus diatur mendekati normotensi karena risiko pengembangan edema
masih berlanjut. Pada pasien dengan stroke iskemik, penurunan
tekanan darah yang cepat merugikan pada fase akut (24-48 jam
pertama) karena mereka dapat menghasilkan perburukan defisit
neurologis akibat hilangnya perfusi di penumbra.
f. Terapi Osmotik
Manitol dan salin hipertonik adalah 2 agen osmotik paling
ekstensif dipelajari dan paling sering digunakan dalam praktek untuk
memperbaiki edema otak dan hipertensi intrakranial. Manitol juga
menginduksi pengurangan cepat TIK melalui perubahan dalam
dinamika cairan-darah atau rheology. Mekanisme yang mendasari
perbaikan rheologi termasuk optimalisasi viskositas darah dan
pengiriman tambahan oksigen pada kompensasi vasokonstriksi
cerebral. Manitol menurunkan tekanan intrakranial melalui efek
reologik, yaitu menurunkan hematokrit dan viskositas darah,
meningkatkan aliran darah ke otak sehingga menurunkan diameter
vaskuler otak sebagai hasil dari autoregulasi. Efek reologi paling baik
dicapai dengan pemberian bolus cepat dibandingkan infus kontinyu.
Efek puncak terjadi dalam 90 menit hingga 6 jam tergantung kondisi
klinis. Oleh karena efek diuretikum yang kuat, reduksi volume
intravaskular seringkali terjadi. Efek samping pemberian manitol
termasuk nekrosis tubular akut, gagal ginjal, dan edema serebri
berulang (rebound). (Rabinstein, 2009)
C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul:
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler
2. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b.d reduksi mekanis vena atau arteri
3. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan
4. Ketidakseimbangan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan metabolisme, restriksi cairan dan intake tidak adekuat.
5. Cemas dari keluaraga dan klien berhubungan dengan pengobatan dan
perawatan serta adanya perubahan situasi
6. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif
7. PK : Peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK)
D. Intervensi Keperawatan
Rencana Tindakan
1. Pola Nafas tidak efektif
RENCANA KEPERAWATAN
TUJUAN ( N0C ) INTERVENSI ( NIC )
NOC : NIC :
Respiratory status :
Ventilation Airway Management
Respiratory status : Buka jalan nafas, guanakan teknik
Airway patency chin lift atau jaw thrust bila perlu
Vital sign Status Posisikan pasien untuk
Kriteria Hasil : memaksimalkan ventilasi
Mendemonstrasikan Identifikasi pasien perlunya
batuk efektif dan suara pemasangan alat jalan nafas buatan
nafas yang bersih, tidak Pasang mayo bila perlu
ada sianosis dan dyspneu Lakukan fisioterapi dada jika perlu
(mampu mengeluarkan Keluarkan sekret dengan batuk atau
sputum, mampu bernafas suction
dengan mudah, tidak ada Auskultasi suara nafas, catat adanya
pursed lips) suara tambahan
Menunjukkan jalan Lakukan suction pada mayo
nafas yang paten (klien
Berikan bronkodilator bila perlu
tidak merasa tercekik,
Berikan pelembab udara Kassa
irama nafas, frekuensi
basah NaCl Lembab
pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
nafas abnormal)
Tanda Tanda vital dalam Monitor respirasi dan status O2
rentang normal (tekanan Terapi Oksigen
darah, nadi, pernafasan) o Bersihkan mulut, hidung dan secret
trakea
o Pertahankan jalan nafas yang paten
o Atur peralatan oksigenasi
o Monitor aliran oksigen
o Pertahankan posisi pasien
o Onservasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
o Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
Monitor VS saat pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
Auskultasi TD pada kedua lengan
dan bandingkan
Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
Monitor suara paru
Monitor pola pernapasan abnormal
Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
3. Nyeri Akut
RENCANA KEPERAWATAN
TUJUAN ( N0C ) INTERVENSI ( NIC )
NOC : NIC :
Pain Level, Pain PAIN MANAGEMENT (Manajemen
Control, Comfort Nyeri)
Level Definisi : mengurangi nyeri dan
Pain : Disruptive menurunkan tingkat nyeri yang
Effects dirasakan pasien.
Kriteria Hasil : Intervensi :
- Menggunakan skala Lakukan pengkajian nyeri secara
nyeri untuk komprehensif termasuk lokasi,
mengidentifikasi karakteristik, durasi, frekuensi,
tingkat nyeri kualitas dan faktor presipitasi
- Melaporkan bahwa Observasi reaksi nonverbal dari
nyeri berkurang ketidaknyamanan
dengan menggunakan Gunakan teknik komunikasi terapeutik
manajemen nyeri. untuk mengetahui pengalaman nyeri
- Melaporkan pasien
kebutuhan tidur dan Kaji kultur yang mempengaruhi respon
istirahat tercukupi nyeri
- Mampu mengguna- Evaluasi pengalaman nyeri masa
kan metode non lampau
farmakologi untuk Evaluasi bersama pasien dan tim
mengurangi nyeri kesehatan lain tentang ketidakefektifan
kontrol nyeri masa lampau
Bantu pasien dan keluarga untuk
mencari dan menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan
inter personal)
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri
ANALGETIC ADMINISTRATION
(Administrasi Analgesik)
Definisi : penggunaan agen farmakologi
untuk menghentikan atau mengurangi
nyeri.
Intervensi :
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri sebelum pemberian
obat
Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
Tentukan pilihan analgesik tergantung
tipe dan beratnya nyeri
Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
Pilih rute pemberian secara IV, IM
untuk pengobatan nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda
dan gejala (efek samping)
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh: kekurangan intake
nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
RENCANA KEPERAWATAN
TUJUAN ( N0C ) INTERVENSI ( NIC )
NOC : NIC :
Nutritional Status : Nutrition Management
Nutritional Status : food Kaji adanya alergi makanan
and Fluid Intake Kolaborasi dengan ahli gizi
Nutritional Status : untuk menentukan jumlah kalori
nutrient Intake dan nutrisi yang dibutuhkan
Weight control pasien.
Kriteria Hasil : Anjurkan pasien untuk
Adanya peningkatan berat meningkatkan intake Fe
badan sesuai dengan tujuan Anjurkan pasien untuk
Beratbadan ideal sesuai meningkatkan protein dan
dengan tinggi badan vitamin C
Mampumengidentifikasi Berikan substansi gula
kebutuhan nutrisi Yakinkan diet yang dimakan
Tidk ada tanda tanda mengandung tinggi serat untuk
malnutrisi mencegah konstipasi
Menunjukkan peningkatan Berikan makanan yang terpilih (
fungsi pengecapan dari sudah dikonsultasikan dengan
menelan ahli gizi)
Tidak terjadi penurunan Ajarkan pasien bagaimana
berat badan yang berarti membuat catatan makanan
harian.
Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
Nutrition Monitoring
BB pasien dalam batas normal
Monitor adanya penurunan berat
badan
Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa dilakukan
Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
Monitor lingkungan selama
makan
Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
Monitor makanan kesukaan
Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
Monitor kalori dan intake
nuntrisi
Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan
cavitas oral.
Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
5. Cemas
RENCANA KEPERAWATAN
TUJUAN ( N0C ) INTERVENSI ( NIC )
NOC : NIC :
Anxiety control
Anxiety Reduction
Coping
(penurunan kecemasan)
Impulse control
Gunakan pendekatan yang
Kriteria Hasil :
menenangkan
Klien mampu
Nyatakan dengan jelas harapan
mengidentifikasi dan
terhadap pelaku pasien
mengungkapkan gejala
Jelaskan semua prosedur dan apa
cemas
yang dirasakan selama prosedur
Mengidentifikasi,
Pahami prespektif pasien terhdap
mengungkapkan dan
situasi stres
menunjukkan tehnik
untuk mengontol cemas Temani pasien untuk memberikan
6. PK : Peningkatan TIK
RENCANA KEPERAWATAN
TUJUAN ( N0C ) INTERVENSI ( NIC )
Mengatasi dan Intracranial Pressure (ICP)
mengurangi episode Monitoring (Monitor Tekanan Intra
dari peningkatah Kranial)
tekanan intrakranial. Definisi: pengukuran dan interpretasi data
Memonitor tanda- pasien untuk mengatur tekanan intra
tanda peningkatan cranial.
TIK Aktivitas:
Bantu dengan insersi peralatan
monitoring TIK.
ciptakan informasi kepada keluarga/SO.
kalibrasi dan tingkatkan transducer.
irigasi Flush System.
atur alarm.
ambil sample drainage cairan
serebrospinal (CSS).
catat hasil pengukuran TIK dan analisis.
monitor tekanan perfusi serebral.
catat perubahan respon pasien terhadap
stimulus.
monitor TIK pasien dan respon
neurologis terhadap aktivitas perawatan.
monitor jumlah/angka drainage CSS.
monitor intake dan output.
restraint pasien jika perlu.
monitor selang terhadap gelembung
udara.
ubah transducer/flush system.
ubah dan atau tingkatkan perawatan
pada area insersi sesuai kebutuhan.
monitor area insersi terhadap infeksi.
monitor temperature dan WBC.
cek pasien terhadap adanya kekakuan
kuduk.
berikan antibiotic
posisikan pasien dengan kepala elevasi
30-40o dan dengan posisi leher netral.
kurangi stimulus lingkungan.
beri jarak kegiatan perawatan untuk
mengurangi peningkatan TIK.
ubah prosedur suksioning untuk
meminimalkan peningkatan TIK.
pertahankan hiperventilasi terkontrol,
sesuai order.
pertahankan tekanan arterial sistemik
dalam rentang spesifik.
berikan agen farmakologis untuk
mempertahankan TIK dalam rentang
spesifik.
beritahu dokter terhadap peningkatan
TIK yang tidak berespon terhadap
protocol pengobatan
7. Resiko infeksi :
RENCANA KEPERAWATAN
TUJUAN ( N0C ) INTERVENSI ( NIC )
NOC : NIC :
Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)
Knowledge : Bersihkan lingkungan setelah dipakai
Infection control pasien lain
Risk control Pertahankan teknik isolasi
Kriteria Hasil : Batasi pengunjung bila perlu
Klien bebas dari Instruksikan pada pengunjung untuk
tanda dan gejala infeksi mencuci tangan saat berkunjung dan
Menunjukkan setelah berkunjung meninggalkan
kemampuan untuk pasien
mencegah timbulnya Gunakan sabun antimikrobia untuk
infeksi cuci tangan
Jumlah leukosit Cuci tangan setiap sebelum dan
dalam batas normal sesudah tindakan kperawtan
Menunjukkan
Gunakan baju, sarung tangan sebagai
perilaku hidup sehat alat pelindung
Pertahankan lingkungan aseptik
selama pemasangan alat
Ganti letak IV perifer dan line central
dan dressing sesuai dengan petunjuk
umum
Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung kencing
Tingktkan intake nutrisi
Berikan terapi antibiotik bila perlu
Bullock MR, Povlishock JT. 2008. Guidelines for the Management of severe traumatic
Brain injury 3rd Edition. Journal of Neurotrauma
Dewanto G et al. 2009. Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Rabinstein AA. 2009. Treatment of Cerebral Edema. The Neurologist 12: 59–73.
Soeatmadji, DW. 2013. Obesity, Insulin Resistance, and The Brain The Next
Target. Malang: Brawijaya University.
http://www.inasnacc.org/images/vol1no2April2012/7.AgusBaratha.pdf