Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Untuk mencapai pembangunan nasional diperlukan upaya
penyelengaraan kesehatan yang bermutu yang dilakukan individu, kelompok,
masyarakat, lembaga pemerintah atau swadaya masyarakat yang lebih
mengutamakan promosi kesehatan serta pencagahan penyakit. Upaya
pemeliharaan yang mencangkup dua aspek kuratif dan rehabilitatif,
sedangkan upaya peningkatan kesehatan juga mencangkup dua aspek yaitu
preventif dan promotif (Sjamsuhidayat, 2010).
Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2002 Kesehatan
yang baik atau kesejahteraan adalah suatu kondisi dimana tidak hanya bebas
dari penyakit, namun juga harus sehat dan sejahtera antara mental dan sosial.
Empat faktor yang mempengaruhi kesehatan yakni keturunan, pelayanan
kesehatan, perilaku dan lingkungan. Faktor pelayanan kesehatan meliputi
ketersediaan klinik kesehatan dan fasilitas kesehatan lainya, faktor perilaku
meliputi antara lain perilaku mencari pengobatan dan perilaku hidup bersih
dan sehat, sedangkan faktor lingkungan antara lain kondisi lingkungan yang
sehat dan memenuhi persyaratan (Sjamsuhidayat, 2010).
Negara Indonesia sebagai Negara berkembang memiliki beragam
permasalahan yang kompleks dari segala unsur, perkembangan jaman
memaksa seseorang untuk ikut berperan aktif dalam perkembangannya.
Sehingga untuk kelangsungan hidup seseorang harus bekerja keras demi
kelangsungan hidupnya hingga tak jarang seseorang yang terpaksa bekerja
sebagai kuli panggul, mengangkat beban berat hingga resiko mudah terkena
penyakit yang bersifat progesif termasuk salah satunya adalah hernia. Selain
itu banyaknya kasus tentang penyakit yang berkembang mengenai prevalensi
penderita hernia baik anak-anak maupun dewasa ini.
Menurut World Health Organization (WHO), penderita hernia tiap
tahunnya meningkat. Didapatkan data pada decade tahun 2005 sampai tahun

1
2010 penderita hernia segala jenis mencapai 19.173.279 penderita (12.7%)
dengan penyebaran yang paling banyak adalah daerah Negara-negara
berkembang seperti Negara-negara Afrika, Asia tenggara termasuk Indonesia,
selain itu Negara Uni emirat arab adalah Negara dengan jumlah penderita
hernia terbesar di dunia sekitar 3.950 penderita pada tahun 2011(http://askep-
kesehatan.jurnal kesehatan provinsi.com/2009/01/. Jambi independent.html).
Berdasarkan data dari Departermen Kesehatan Republik Indonesia di
Indonesia periode Januari 2010 sampai dengan Februari 2011 berjumlah
1.243 yang mengalami gangguan hernia, termasuk berjumlah 230 orang
(5,59%) terjadi pada anak-anak (http://askep-kesehatan.jurnal kesehatan
provinsi.com/2009/01/. Jambi independent.html).
Sedangkan di Rumah Sakit Raden Mataher Jambi sepanjang periode
Januari 2010 sampai dengan Januari 2011 dari keseluruhan pasien rawat inap
dengan penyakit bedah didapatkan data 430 pasien adalah pasien dengan
herniotomy (http://askep-kesehatan.jurnal kesehatan provinsi.com/2009/01/.
Jambi independent.html).
Berdasarkan data penyakit hernia dari medical record Rumah sakit
umum Mayjen. H. A. Thalib Kabupaten Kerinci didapatkan data pasien hernia
pada tahun 2008 sebanyak 49 (55,22%), tahun 2009 sebanyak 17 (15%),
sedangkan pada tahun 2010 jumlah pasien yang mengalami hernia adalah
sebanyak 56 (56,56%).
Peran perawat pada kasus hernia meliputi sebagai pemberi asuhan
keperawatan langsung kepada klien yang mengalami hernia dan post operasi
herniotomy, sebagai pendidik memberikan pendidikan kesehatan untuk
mencegah komplikasi adanya infeksi setelah operasi dan kejadian berulang
dan perawatan herniotomy, serta sebagai peneliti yaitu dimana perawat
berupaya meneliti asuhan keperawatan kepada klien herniotomy melalui
metode ilmiah.

2
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi
2. Untuk mengetahui etiologi
3. Untuk mengetahui klasifikasi
4. Untuk mengetahui komplikasi
5. Untuk mengetahui patofisiologi dan pathway
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis

BAB II
KONSEP DASAR MEDIS
A. Definisi Hernia

3
Hernia, atau yang lebih dikenal dengan turun berok, adalah
penyakit akibat turunnya usus atau colon seiring melemahnya lapisan
otot dinding perut. Penderita hernia, memang kebanyakan laki-laki,
terutama anak-anak. Kebanyakan penderitanya akan merasakan nyeri,
jika terjadi infeksi di dalamnya, misalnya, jika anak-anak penderitanya
terlalu aktif (Sjamsuhidayat, 2010).
Hernia berasal dari bahasa Latin, herniae, yaitu menonjolnya isi
suatu rongga melalui jaringan ikat tipis yang lemah pada dinding rongga.
Dinding rongga yang lemah itu membentuk suatu kantong dengan pintu
berupa cincin. Gangguan ini sering terjadi di daerah perut dengan isi
yang keluar berupa bagian dari usus (Sjamsuhidayat, 2010).
Hernia adalah suatu benjolan di perut dari rongga yang normal
melalui lubang kongenital (Oeswari, 2000). Hernia adalah keluarnya
bagian dalam dari biasanya. Hernia scrotal adalah buruh lipat pada laki-
laki yang turun sampai kedalam kantong buah zakar. Hernia merupakan
penonjolan viskus atau sebagian dari viskus melalui celah yang abnormal
pada selubungnya (Grance dan Borley, 2006).
Penyakit hernia banyak diderita oleh orang yang tinggal didaerah
perkotaan yang penuh dengan aktivitas maupun kesibukan dimana
aktivitas tersebut membutuhkan stamina yang tinggi. Jika stamina kurang
bagus dan terus dipaksakan maka, penyakit hernia akan segera
menghinggapinya (Sjamsuhidayat, 2010).
Hernia adalah penonjolan isi perut dari rongga yang normal
melalui suatu defek pada fasia muskuloaponeurotik dinding perut, baik
secara kongenital atau didapat, yang memberi jalan keluar pada setiap
alat tubuh selain yang biasa melalui dinding tersebut. Hernia merupakan
protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian
lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut
menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-
aponeurotik dinding perut (Sjamsuhidayat, 2010).

4
Sedangkan menurut Sue Hinclift, Hernia adalah protusio
(penonjolan) abnormal suatu organ atau bagian suatu organ melalui
lubang (apertura) pada stuktur disekitarnya, umumnya protusio organ
abdominal melalui celah dari dinding abdomen (Sue Hinchliff, 2000).
Hernia adalah tonjolan keluarnya organ atau jaringan melalui dinding
rongga dimana organ tersebut seharusnya berada yang didalam keadaan
normal tertutup.
Hernia inguinalis adalah kondisi penonjolan organ intestinal
masuk ke rongga bagian dinding yang tipis atau lemah dari cincin
inguinalis (Ericson 2009 Cit Arif Mutakin, 2011). Hernia inguinalis
adalah penonjolan massa yang terletak disebelah lateral melalui celah
yang abnormal yang disebabkan oleh penekanan dinding intra abdomen.
Bagian – bagian hernia:
1. Kantong hernia
Pada hernia abdominalis berupa peritoneum parietalis. Tidak semua
hernia memiliki kantong, misalnya hernia incisional, hernia adiposa,
hernia intertitialis.
2. Isi hernia
Berupa organ atau jaringan yang keluar melalui kantong hernia,
misalnya usus, ovarium, dan jaringan penyangga usus (omentum).
3. Pintu hernia
Merupakan bagian locus minoris resistance yang dilalui kantong
hernia.
4. Leher hernia
Bagian tersempit kantong hernia yang sesuai dengan kantong hernia.

5
B. Etiologi
1. Faktor prespitasi
Faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk
hernia pada annulus internus yang cukup lebar sehingga dapat di
lalui oleh kantong dan isi hernia (Sjamsuhidayat, 2010).
Penyebab terjadinya hernia inguinalis adalah terdapat defek
atau kelainan berupa sebagian dinding rongga lemah, penyebab pasti
hernia inguinalis terletak pada lemahnya dinding akibat efek
kongenital yang tidak di ketahui (Sjamsuhidayat, 2010).
2. Faktor predisposisi
Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya proses
vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga perut,
kelemahan otot dinding rongga perut karena usia (Sjamsuhiayat,
2010). Tekanan intra abdominal seperti batuk yang kuat, bersin yang
kuat mengedan akibat sembelit, atlet angkat besi.

C. Klasifikasi Hernia
Menurut Sjamsuhidayat, tahun 2010 terdapat pembagian hernia
atau klasifikasi hernia. Berikut ini adalah pembagian atau klasifikasi
dari hernia:
1. Hernia Menurut Lokasinya.
A. Hernia inguinalis adalah hernia yang terjadi
dilipatan paha. Batang usus melewati cincin abdomen dan
mengikuti saluran sperma masuk ke dalam kanalis inguinalis.
Jenis ini merupakan yang tersering ditemukan atau terjadi
pada pasien dan dikenal dengan istilah turun berok atau
burut.

6
Gambar 2.1. Hernia Inguinalis
B. Hernia Scrotalis adalah hernia yang terjadi apabila
usus masuk kedalam kantung scrotum ini terjadi bila batang
usus melewati cincin abdomen dan mengikuti saluran sperma
masuk ke dalam kanalis inguinalis kemudian masuk kedalam
kantong scrotum dan menekan pada isi kantung scrotum
sehingga scrotum membesar.

Gambar2.2. Hernia Scrotalis


C. Hernia umbilikus adalah hernia yang tejadi apabila
usus masuk melalui prosecus discus pada pusat atau sering
7
disebut hernia di pusat, hernia jenis ini terjadi pada bayi yang
baru lahir yang disebabkan karena kelainaan kongenital.
D. Hernia femoralis adalah hernia yang tejadi apabila
usus masuk melalui prosecus discus di paha.

2. Hernia Menurut Isinya


a) Hernia usus halus adalah hernia yang terjadi bila yang
melewati cincin abdomen adalah usus halus.
b) Henia Omentum
Hernia omentum adalah hernia yang terjadi bila yang melewati
cincin abdomen adalah penyangga usus. Omentum adalah
berupa organ atau jaringan yang keluar melalui kantong hernia,
misalnya usus, ovarium, dan jaringan penyangga usus
(omentum).
c) Hernia Nukleus Pulposus
Adalah jenis hernia yang terjadi apabila, system syaraf pusat
atau sumsum tulang belakang pada vertebra terjepi pada discus
vertebrae terjadi karena trauma yang melibatkan tulang belakang
misalmya jatuh dalam posisi terduduk.
3. Hernia Menurut Sifatnya
a) Hernia Reponibel
Isi hernia dapat keluar masuk, usus keluar jika mengejan dan
masuk jika berbaring atau didorong masuk, tidak ada keluhan
nyeri/gejala.
b) Hernia Ireponibel
Kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga, ini
disebabkan oleh perlengketan isi kantong pada peritonial.
Penatalaksanaan harus dengan operasi.
c) Hernia Inkaserata/Hernia Stragulata
Isi hernia terjepit oleh cincin hernia/terperangkap, tidak dapat
kembali ke dalam rongga perut.

8
D. Komplikasi Hernia
Komplikasi pada hernia inguinalis yaitu:
Terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong
hernia sehingga isi hernia tidak dapat di masukan kembali. keadaan ini
disebut hernia inguinalis ireponibilis. Pada keadaan ini belum ada
gangguan penyaluran isi usus. Isi hernia yang tersering menyebabkan
keadaan ireponibilis adalah omentum, karena mudah melekat pada
dinding hernia dan isinya dapat menjadi lebih besar karena infiltrasi
lemak. Usus besar lebih sering menyebabkan ireponibilis dari pada usus
halus.
Berikut ini komplikasi hernia inguinalis:
1. Hematoma atau luka pada skrotum
2. Retensi urine akut
3. Infeksi pada luka
4. Nyeri kronis
(Grance dan Borley, 2006)

E. Patofisiologi
Pada hernia karena kelainan kongenital yang terjadi bawaan
lahir, kanalis inguinalis dalam kanal yang normal pada fetus. Pada bulan
ke – 8 dari kehamilan, terjadinya desensus vestikulorum melalui kanal
tersebut. Penurunan testis itu akan menarik peritoneum ke daerah
scrotum sehingga terjadi tonjolan peritoneum yang disebut dengan
prosesus vaginalis peritonea. Bila bayi lahir umumnya prosesus ini telah
mengalami obliterasi, sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui
kanalis tersebut. Tetapi dalam beberapa hal sering belum menutup,
karena testis yang kiri turun terlebih dahulu dari yang kanan, maka
kanalis inguinalis yang kanan lebih sering terbuka. Dalam keadaan
normal, kanal yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan
(Soeparman, dkk. 2001).

9
Bila prosesus terbuka sebagian, maka akan timbul hidrokel. Bila
kanal terbuka terus, karena prosesus tidak berobliterasi maka akan timbul
hernia inguinalis lateralis kongenital. Biasanya hernia pada orang dewasa
ini terjadi karena usia lanjut, karena pada umur tua otot dinding rongga
perut melemah. Sejalan dengan bertambahnya umur, organ dan jaringan
tubuh mengalami proses degenerasi. Pada orang tua kanalis tersebut telah
menutup (Soeparman, dkk. 2001).
Namun karena daerah ini merupakan locus minoris resistance,
maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intra abdominal
meningkat seperti batuk – batuk kronik, bersin yang kuat dan
mengangkat barang – barang berat, mengejan. Kanal yang sudah tertutup
dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis karena
terdorongnya sesuatu jaringan tubuh dan keluar melalui defek tersebut.
Akhirnya menekan dinding rongga yang telah tertekan akibat trauma,
hipertropi prostat, asites, kehamilan, obesitas dan kelainan kongenital dan
dapat terjadi pada semua. Pria lebih banyak dari wanita, karena adanya
perbedaan proses perkembangan alat reproduksi pria dan wanita semasa
janin.
Potensial komplikasi terjadi perlengketan antara isi hernia
dengan dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat
dimasukkan kembali. Terjadi penekanan terhadap cincin hernia, akibat
semakin banyaknya usus yang masuk, cincin hernia menjadi sempit dan
menimbulkan gangguan penyaluran isi usus. Timbulnya edema bila
terjadi obtruksi usus yang kemudian menekan pembuluh darah dan
kemudian terjadi nekrosis. Bila terjadi penyumbatan dan perdarahan akan
timbul perut kembung, muntah, konstipasi. Bila inkarserata dibiarkan,
maka lama kelamaan akan timbul edema sehingga terjadi penekanan
pembuluh darah dan terjadi nekrosis. Juga dapat terjadi bukan karena
terjepit melainkan ususnya terputar. Bila isi perut terjepit dapat terjadi
shock, demam, asidosis metabolik, abses (Soeparman, dkk. 2001).

10
Hernia indirek bersifat congenital dan disebabkan oleh
kegagalan penutupan prosesus vaginalis (kantong hernia) sewaktu turun
ke dalam skrotum. Kantong yang dihasilkan bisa meluas sepanjang
kanalis inguinalis; jika meluas kedalam skrotum maka disebut hernia
lengkap. Karena processus vaginalis terletak didalam funikulus
spermatikus, maka prosessus ini dikelilingi oleh muskulus kremater dan
dibentuk oleh pleksus venosus pampiniformis, duktus spermatikus dan
arteria spermatika. Lubang interna ke dalam kavitas peritonealis selalu
lateral terhadap arteria epigastrica profunda dngan adanya hernia
inguinalis indirek, sedangkan lubang interna medial terhadap pembuluh
darah ini bila hernianya direk (Sjamsuhidayat, 2010).
Hernia inguinalis dan scrotalis sering timbul pada pria dan lebih
sering pada sisi kanan dibandingkan sisi kiri. Peningkatan tekanan intra
abdomen akibat berbagai sebab, yang mencakup pengejanan yang
mendadak, gerak badan yang terlalu aktif, obesitas, batuk menahun,
asites, mengejan pada waktu buang air besar, kehamilan dan adanya
massa abdomen yang besar, mempredisposisi pasien ke perkembangan
hernia (Sjamsuhidayat, 2010).
Peningkatan tekanan intra abdomen ini akan mendorong bagian
dari usus dan lambung ke dalam kanalis ini, atau bahkan kedalam
scrotum. Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus
vaginalis yang terbuka, dan kelemahan otot dinding perut karena usia.
Proses turunnya testis mengikuti prosesus vaginalis. Pada neonatus
kurang lebih 90% prosesus vaginalis tetap terbuka sedangkan pada bayi
umur satu tahun sekiar 30% prosesus vaginalis belum tertutup. Tetapi
kejadian hernia pada umur ini hanya beberapa persen. Tidak sampai 10%
anak dengan prosesus vaginalis paten menderita hernia. Pada anak
dengan hernia unilateral dapat dijumpai prosesus vaginalis paten
kontralateral lebih dari separo, sedangkan insidens hernia tidak melebihi
20%. Umumnya disimpulkan bahwa adanya prosesus vaginalis yang

11
paten bukan merupakan penyebab tunggal terjadinya hernia tetapi
diperlukan faktor lain seperti anulus ingunalis yang cukup besar.
Tekanan intra abdomen yang meninggi secara kronik seperti
batuk kronik, hipertrofi prostat, konstipasi dana sites sering disertai
hernia inguinalis. Insiden hernia meningkat dengan bertambahnya umur
mungkin karena meningkatkan penyakit yang meninggikan tekanan intra
abdomen dan jaringan penunjang berkurang kekuatannya (Kozier&Erb,
2004).
Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang
membatasi anulus internus turut kendur. Sebaliknya bila otot dinding
perut berkontraksi, kanalis inguinalis berjalan lebih transversal dan
anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus
kedalam kanalis inguinalis. Kelemahan otot dinding perut antara lain
terjadi akibat kerusakan N. Ilioinguinalis dan N. Iliofemoralis setelah
apendektomi (Kozier & Erb. 2004).
Jika kantong hernia inguinalis lateralis mencapai skrotum
disebut hernia skrotalis. Hernia ini disebut lateralis karena menonjol dari
perut lateral pembuluh epigastrika inferior. Disebut indirek karena keluar
melalui dua pintu dan saluran yaitu anulus dan kanalis inguinalis;
berbeda dengan hernia medialis yang langsung menonjol melalui segitiga
Hesselbach dan disebut sebagai hernia direk.
Pada pemeriksaan hernia lateralis, akan tampak tonjolan
berbentuk lonjong sedangkan hernia medial berbentuk tonjolan bulat.
Pada bayi dan anak, hernia lateralis disebabkan oleh kelainan bawaan
berupa tidak menutupnya prosesus vaginalis peritonium sebagai akibat
proses penurunan testis ke skrotum. Hernia geser dapat terjadi disebelah
kanan atau kiri. Sebelah kanan isi hernia biasanya terdiri dari sekum dan
sebagian kolon asendens, sedangkan sebelah kirinya terdiri dari sebagian
kolon desendens. Pada umumnya keluhan pada orang dewasa berupa
benjolan di lipat paha yang timbul pada waktu mengedan, batuk, atau
mengangkat beban berat, dan menghilang waktu istirahat baring. Pada

12
bayi dan anak-anak adanya benjolan yang hilang timbul di lipat paha
biasanya diketahui oleh orang tua. Jika hernia mengganggu dan anak atau
bayi sering gelisah, banyak menangis dan kadang-kadang perut
kembung, harus dipikirkan kemungkinan hernia strangulata
(Sjamsuhidayat, 2010).
Defek pada dinding abdomen dapat kongenital (misalnya: hernia
umbilikalis, kanalis femoralis) atau didapat (misalnya akibat suatu insisi)
dan dibatasi oleh peritoneum (kantung). Peningkatan tekanan
intraabdomen lebih lanjut membuat defek semakin lemah dan
menyebabkan beberapa isi intraabdomen (misalnya: omentum, lengkung
usus halus), keluar melalui celah tersebut. Isi usus yang terjebak di dalam
kantung menyebabkan inkarserasi (ketidakmampuan untuk mengurangi
isi) dan kemungkinan strangulasi (terhambatnya aliran darah ke daerah
yang mengalami inkarserasi) (Kozier & Erb. 2004).
Pasien datang dengan benjolan di tempat lokasi hernia. Hernia
femoralis berada di bawah dan lateral dari tuberkulum pubikum.
Biasanya hernia ini mendatarkan garis-garis kulit di lipatan paha dan 10
kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. 50% kasus
merupakan kasus kegawatdaruratan bedah akibat terobstruksinya isi
hernia dan 50% dari kasus ini membutuhkan reseksi usus halts. Hernia
femoralis tidak dapat dikembalikan ke tempat semula (irreducible).
Hernia inguinalis dimulai pada bagian atas dan medial terhadap
tuberkulum pubikum namun dapat turun lebih luas jika membesar,
biasanya mempertegas garis-garis lipatan paha. Sebagian besar ringan
dan jarang mengalami komplikasi (Kozier & Erb. 2004).
Berikut ini proses terjadinya hernia inguinalis:
1. Defek pada dinding abdomen dapat congenital misalnya: Hernia
umbilikalis, kanalis femoralis atau misalnya akibat suatu insisi dan
dibatasi oleh peritoneum atau kantung.

13
2. Peningkatan tekanan intraabdomen lebih lanjut membuat defek
semakin lemah dan menyebabkan beberapa isi intra abdomen
misalnya: omentum, lengkung usus halus keluar melalui celah
tersebut.
3. Isi usus yang terjebak didalam kantung menyebabkan inkarserasi
atau ketidakmampuan untuk mengurangi isi dan kemungkinan
strangulasi atau terhambatnya aliran darah ke daerah yang mengalami
inkarserasi (Smeltzer S. B. C. G. 2002).

F. Manifestasi Klinis
Pada kebanyakan kasus hernia, tanda dan gejala yang sering
muncul pada pasien yang dapat ditemui antara lain:
1. Berupa benjolan keluar masuk/keras
2. Adanya rasa nyeri pada daerah benjolan
3. Terdapat gejala mual dan muntah atau distensi bila telah ada
komplikasi
4. Terdapat keluhan kencing berupa disuria pada hernia femoralis
yang berisi kandung kencing
Hernia yang tak memperlihatkan gejala-gejala diketemukan pada
waktu pemeriksaan rutin. Suatu penonjolan atau gumpalan pada skrotum,
dan pada waktu batuk dan defekasi penonjolan semakin menonjol. Juga
pada waktu meningkat sesuatu atau kegiatan fisik lainnya. Pada beberapa
kasus tertentu massa menjulur sampai ke dalam skrotum, daerah pangkal
paha terasa tidak enak, terutama kalau hernia membesar. Suatu massa di
daerah pangkal paha, reponibel atau inkarserata, kadang-kadang sampai
ke daerah skrotum. Pada bayi dan wanita adanya masa itu satu-satunya
tanda yang ada. Hernia kecil yang tak memperlihatkan gejala tak akan
terlihat dari luar. Pada anak laki yang lebih besar dan pria, maka harus
dilakukan penanganan sebagai berikut. Skrotum dimasuki jari telunjuk
dan jari ditempatkan pada atau melalui annulus inguinalis eksterna.
Instrusikan pada pasien untuk menekan (mengedan) seakan-akan hendak

14
buang air besar. Ini akan meningkatkan tekanan intra abdominal.
Kantung hernia merupakan suatu struktur bagaikan balon yang menekan
jari secara langsung atau dari sisi lateral. Annulus eksterna yang
membesar bukan hernia, meskipun kemungkinan hernia yang
menyebabkan pembesaran itu dan hernia harus dicari dengan cermat
kalau annulus cukup besar sehingga jari telunjuk dapat masuk. Hernia
inguinalis paling mudah diperagakan kalau pasien berdiri tetapi
periksalah pasien baik dalam posisi berdiri maupun dalam posisi
telentang. Indirek versus direk. Hernia indirek merupakan suatu massa
elips yang berjalan turun dan miring ke dalam kanal inguinalis. Mungkin
akan masuk ke dalam skrotum. Massa ini menekan sisi lateral jari yang
dipakai untuk memeriksa. Dengan menekan bagian atas annulus interna
dengan satu tangan maka dapat dicegah jangan sampai hernia masuk ke
dalam kanalis inguinalis.
Hernia direk adalah suatu massa sferis, yang jarang turun sampai
ke skrotum. Massa itu menekan jari yang memeriksa langsung dari
sebelah depan. Dengan menekan annulus interna dengan tangan kita tak
dapat mengurangi hernia tersebut (Soeparman, dkk. 2001).
Sebagian besar hernia adalah asimtomatik, dan kebanyakan
ditemukan pada pemeriksaan fisik rutin dengan palpasi benjolan pada
annulus inguinalis superfisialis atau suatu kantong setinggi annulus
inguinalis profundus. Yang terakhir dibuat terasa lebih menonjol bila
pasien batuk. Salah satu tanda pertama adalah adanya massa dalam
daerah inguinalis manapun atau bagian atas skrotum. Dengan berlalunya
waktu, sejumlah hernia turun ke dalam skrotum sehingga skrotum
membesar. Pasien hernia sering mengeluh tidak nyaman dan pegal pada
daerah ini, yang dapat dihilangkan dengan reposisi manual hernia ke
dalam kavitas peritonealis. Tetapi dengan berdiri atau terutama dengan
gerak badan, maka biasanya hernia muncul lagi (Price.Silvya.A.2005).
Umumnya pasien pengatakan turun berok, burut atau kelingsir,
mengatakan adanya benjolan di selangkangan/ kemaluan. Benjolan

15
tersebut bisa mengecil atau menghilang pada waktu tidur, dan bila
menangis, mengejan, atau mengangkat benda berat atau bila posisi pasien
berdiri dapat timbul kembali. Bila telah terjadi komplikasi dapat
ditemukan nyeri (Price.Silvya.A.2005).
Keadaan umum pasien biasanya baik. Bila benjolan tidak
nampak, pasien dapat disuruh mengejan dengan menutup mulut dalam
keadaan berdiri. Bila ada hernia maka akan tampak benjolan. Bila
memang sudah tampak benjolan, harus diperiksakan apakah benjolan
tersebut dapat dimasukkan kembali. Pasien diminta berbaring, bernapas
dengan mulut untuk mengurangi tekanan intraabdominal, lalu skrotum
diangkat perlahan-lahan. Diagnosis pasti hernia pada umumnya sudah
dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis yang teliti
(Price.Silvya.A.2005).
Keadaan cincin hernia juga perlu diperiksa. Melalui skrotum jari
telunjuk dimasukkan ke atas lateral dari tuberkulum pubikum. Ikuti
fasikulus spermatikus sampai ke annulus inguinalis internus. Pada
keadaan normal jari tangan tidak dapat masuk. Pasien diminta mengejan
dan merasakan apakah ada massa yang menyentuh jari tangan. Bila
massa tersebut menyentuh ujung jari maka itu adalah hernia inguinalis
lateralis, sedangkan bila menyentuh sisi jari maka diagnosisnya adalah
hernia inguinalis medialis (Price. Silvya.A.2005).
Pada pasien terlihat adanya massa bundar pada annulus inguinalis
eksterna yang mudah mengecil bila pasien tidur. Karena besarnya defek
pada dinding posterior maka hernia ini jarang sekali menjadi
irreponibilis. Hernia ini disebut direkta karena langsung menuju annulus
inguinalis eksterna sehingga meskipun annulus inguinalis interna ditekan
bila pasien berdiri atau mengejan, tetap akan timbul benjolan. Bila hernia
ini sampai ke skrotum, maka hanya akan sampai ke bagian atas skrotum,
sedangkan testis dan funikulus spermatikus dapat dipisahkan dari massa
hernia.

16
Bila jari dimasukkan dalam annulus inguinalis eksterna, tidak
akan ditemukan dinding belakang. Bila pasien disuruh mengejan tidak
akan terasa tekanan dan ujung jari dengan mudah dapat meraba
ligamentum Cowperi pada ramus superior tulang pubis. Pada pasien
kadang-kadang ditemukan gejala mudah kencing karena buli-buli ikut
membentuk dinding medial hernia.
Umumnya penderita hernia menyatakan adanya benjolan di
kemaluan. Benjolan itu bisa mengecil atau menghilang, dan bila
menangis mengejan waktu defekasi/miksi, mengangkat benda berat akan
timbul kembali. Dapat pula ditemukan rasa nyeri pada benjolan atau
gejala muntah dan mual bila telah ada komplikasi (Smeltzer S. C. B. G.
2002).
Umumnya klien mengatakan adanya benjolan pada lipatan paha.
Pada bayi dan anak adanya benjolan yang hilang timbul dilipatan paha,
dan hal ini biasanya diketahui oleh orang tuanya. Pada inspeksi,
diperhatikan pada keadaan osimetris pada kedua sisi, lipatan paha, posisi
berdiri dan berbaring. Pada saat batuk dan mengedan biasanya akan
timbul benjolan. Pada palpasi, teraba bising usus, suara omentum (seperti
karet) (Smeltzer S. C. B. G. 2002).
Manifestasi klinis post operasi:
1. Nyeri
2. Muntah
3. Peningkatan nadi
4. Retensi urin (Brunner & Sudart, 2001)

17
Gambar.2.3 Anatomi Hernia
(Kozier & Erb, 2004)

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien hernia inguinalis (Kozier &
Erb, 2004):
1. Pemeriksaan darah
a) Leukosit
Peningkatan jumlah leukosit mrngindikasikan adanya
infeksi.
b) Hemoglobin
Hemoglobin yang rendah dapat mengarah pada anemia atau
kehilangan darah.
c) Hematokrit
Peningkatan hematocrit mengindikasikan dehidrasi.
d) Waktu koagulasi
Mungkin diperpanjang, mempengaruhi hemostasis
intraoperasi atau pascaoperasi
2. Urinalis
BUN, Creatinin, munculnya bakteri mengindikasikan infeksi
3. GDA
Mengevaluasi status pernafasan terakhir
4. EKG
Untuk mengetahui kondisi jantung

H. Komplikasi dan Dampak Pembedahan Herniotomy


1. Hemtoma (luka atau pada skrotum).
2. Retensi urin akut.
3. Infeksi pada luka.
4. Gangguan aktivitas
5. Nyeri kronis.

18
6. Nyeri dan pembengkakan testis yang menyebabkan atrofi
testis
7. Rekurensi hernia (sekitar 2%).

I. Penatalaksanaan medis
Setelah penderita hernia inguinalis lateral selalu harus diobati
dengan jalan pembedahan. Pembedahan secepat mungkin setelah
diagnosis ditegakkan. Adapun prinsip pembedahan hernia inguinalis
lateralis adalah sebagai berikut:
1. Herniotomi: Pembebasan kantong hernia sampai
kelehernya, kantong dibuka da nisi hernia dibebaskan kalau ada
perlekatan kemudian direposisi, kantong hernia dijahit- jahit
setinggi mungkin lalu dipotong (Sjamsuhidayat, 2010)
2. Hernioplasti: Dilakukan untuk memperkecil annulus
inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis
inguinalis.
3. Herniotrafi: Membuang kantong hernia disertai tindakan
bedah plastic untuk memperkuat dinding perut bagian bawah di
belakang kanalis inguinalis.
Meskipun hernia dapat didefinisikan sebagai setiap penonjolan
viskus, atau sebagian daripadanya, melalui lubang normal atau
abnormal, 90% dari semua hernia ditemukan di daerah inguinal.
Biasanya impuls hernia lebih jelas dilihat daripada diraba. Pasien
disuruh memutar kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan.
Lakukan inspeksi daerah inguinal dan femoral untuk melihat timbulnya
benjolan mendadak selama batuk, yang dapat menunjukkan hernia.
Jika terlihat benjolan mendadak, mintalah pasien untuk batuk lagi dan
bandingkan impuls ini dengan impuls pada sisi lainnya. Jika pasien
mengeluh nyeri selama batuk, tentukanlah lokasi nyeri dan periksalah
kembali daerah itu.
Palpasi hernia inguinal dilakukan dengan meletakan jari
pemeriksa di dalam skrotum di atas testis kiri dan menekan kulit

19
skrotum ke dalam. Harus ada kulit skrotum yang cukup banyak untuk
mencapai cincin inguinal eksterna. Jari harus diletakkan dengan kuku
menghadap ke luar dan bantal jari ke dalam. Tangan kiri pemeriksa
dapat diletakkan pada pinggul kanan pasien untuk sokongan yang lebih
baik. Telunjuk kanan pemeriksa harus mengikuti korda spermatika di
lateral masuk ke dalam kanalis inguinalis sejajar dengan ligamentum
inguinalis dan digerakkan ke atas ke arah cincin inguinal eksterna,
yang terletak superior dan lateral dari tuberkulum pubikum. Cincin
eksterna dapat diperlebar dan dimasuki oleh jari tangan.
Dengan jari telunjuk ditempatkan pada cincin eksterna atau di
dalam kanalis inguinalis, mintalah pasien untuk memutar kepalanya ke
samping dan batuk atau mengejan. Seandainya ada hernia, akan terasa
impuls tiba-tiba yang menyentuh ujung atau bantal jari penderita. Jika
ada hernia, suruh pasien berbaring terlentang dan perhatikanlah apakah
hernia itu dapat direduksi dengan tekanan yang lembut dan terus-
menerus pada massa itu. Jika pemeriksaan hernia dilakukan dengan
perlahan-lahan, tindakan ini tidak akan menimbulkan nyeri.
Setelah memeriksa sisi kiri, prosedur ini diulangi dengan
memakai jari telunjuk kanan untuk memeriksa sisi kanan. Sebagian
pemeriksa lebih suka memakai jari telunjuk kanan untuk memeriksa
sisi kanan pasien, dan jari telunjuk kiri untuk memeriksa sisi kiri
pasien. Cobalah kedua teknik ini dan lihatlah cara mana yang anda
rasakan lebih nyaman.

20
Jika ada massa skrotum berukuran besar yang tidak tembus
cahaya, suatu hernia inguinal indirek mungkin ada di dalam skrotum.
Auskultasi massa itu dapat dipakai untuk menentukan apakah ada
bunyi usus di dalam skrotum, suatu tanda yang berguna untuk
menegakkan diagnosis hernia inguinal indirek. Jika anda menemukan
massa skrotum, lakukanlah transluminasi. Di dalam suatu ruang yang
gelap, sumber cahaya diletakkan pada sisi pembesaran skrotum.
Struktur vaskuler, tumor, darah, hernia dan testis normal tidak dapat
ditembus sinar. Transmisi cahaya sebagai bayangan merah
menunjukkan rongga yang mengandung cairan serosa, seperti hidrokel
atau spermatokel. Dalam menegakkan diagnostik pada penderita hernia
dapat dilakukan:
1. Pemeriksaan fisik, pasien diminta untuk mengejan dengan
menutup mulut dalam keadaan berdiri bila ada hernia maka akan
tampak benjolan.
2. Bila sudah ada benjolan dapat diperiksa dengan cara
meminta pasien untuk berbaring bernafas dengan mulut untuk
mengurangi tekanan intra abdominan, lalu scrotum diangkat
perlahan-lahan.
3. Limfadenopati inguinal. Perhatikan apakah ada infeksi.
Tindakan diagnostik yaitu:
1. Foto thoraks: Menunjukan adanya massa
tanpa udara jika omentum yang masuk dan massa
yang berisi udara jika lambung adalah usus yang
masuk.
2. Laboratorium: Menunjukan adanya
peningkatn pada hasil pemeriksaan SGOT.
3. EKG : Biasanya dilakukan untuk persiapan operasi.
Pada hernia inguinalis lateralis responbilitas maka dilakukan
tindakan bedah efektif karena ditakutkan terjadi komplikasi. Pada yang
iresponbilitas, maka diusahakan agar isi hernia dapat dimasukkan
kembali. Pasien istirahat baring dan dipuasakan atau mendapat diit

21
halus. Dilakukan tekanan yang kontinyu pada benjolan misalnya
dengan bantal pasir. Baik juga dilakukan kompres es untuk mengurangi
pembengkakan. Lakukan usaha ini berulang-ulang sehingga isi hernia
masuk untuk kemudian dilakukan bedah efektif di kemudian hari atau
menjadi inkarserasi.
Pada inkerserasi dan strangulasi maka perlu dilakukan bedah
darurat. Tindakan bedah pada hernia ini disebut herniotomi (memotong
hernia dan herniorafi (menjahit kantong hernia). Pada bedah efektif
manalis dibuka, isi hernia dimasukkan kantong diikat dan dilakukan
“bassin plasty” untuk memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.
Pada bedah darurat, maka prinsipnya seperti bedah efektif. Cincin
hernia langsung dicari dan dipotong. Usus dilihat apakah
vital/tidak.Bila tidak dikembalikan ke rongga perut dan bila tidak
dilakukan reseksi usus dan anastomois end to end.
1. Konservatif
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi
dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan
isi hernia yang telah direposisi.
2. Operatif
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia
inguinalis yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu
diagnosis ditegakkan. Prinsip dasar operasi hernia adalah
hernioraphy, yang terdiri dari herniotomi dan hernioplasti.
Setelah dilakukan tindakan pembedahan herniotomy yang harus
diperhatikan adalah perawatan untuk post operasi:
1. Hindari penyakit yang mungkin terjadi yaitu: Perdarahan,
Syok, Muntah, Distensi, Kedinginan, Infeksi, Dekubitus, Sulit
buang air kecil.
2. Observasi keadaan klien.
3. Cek Tanda-tanda vital pasien.
4. Lakukan perawatan luka dan ganti balutan operasi sesuai
dengan jadwal.
5. Perhatikan drainase.
6. Penuhi kebutuhan nutrisi klien.

22
7. Mobilisasi diri secara dini terutama pada hari pertama dan
hari kedua:
a) Perawatan tidur dengan sikap Fowler (sudut 45 o -
60o).
b) Hari kedua boleh duduk (untuk herniotomi hari ke-
5).
c) Hari ketiga boleh jalan (untuk herniotomi hari ke-7).
8. Diet dan pemenuhan kebutuhan nutrisi:
Hari 0: Bila pengaruh obat anestesi hilang boleh diberi minum
sedikit-sedikit
Hari 1: Diet Vloiher atau bubur sumsum dan susu cair
(herniotomi diet sama dengan post laparatomi)
Hari 2: Diet bubur saring
Hari 3: Berturut-turut diet ditingkatkan

J. Konsep Keperawatan Secara Teoritis


1. Pengkajian
Tahap ini merupakan tahap awal dalam proses keperawatan dan
menentukan hasil dari tahap berikutnya. Pengkajian dilakukan secara
sistematis mulai dari pengumpulan data, identifikasi dan evaulasi
status kesehatan klien. Pengkajian data fisik berdasarkan pada
pengkajian abdomen dapat menunjukan benjolan pada lipat paha atau
area umbilikal. Keluhan tentang aktivitas yang mempengaruhi ukuran
benjolan. Benjolan mungkin ada secara spontan atau hanya tampak
pada aktivitas yang meningkatkan tekanan intra abdomen, seperti
batuk, bersin, mengangkat berat atau defekasi. Keluhan tentang
ketidaknyamanan. Beberapa ketidaknyamanan dialami karena
tegangan yang meningkatkan tekanan intra abdomen, seperti batuk,
bersin, mengangkat berat atau defekasi.
Keluhan tentang ketidaknyamanan. Beberapa ketidaknyamanan
dialami karena tegangan. Nyeri menandakan strangulasi dan
kebutuhan terhadap pembedahan segera. Selain itu manifestasi
obstruksi usus dapat dideteksi (bising usus, nada tinggi sampai tidak
ada mual/muntah). Data yang diperoleh atau dikaji tergantung pada

23
tempat terjadinya, beratnya, apakah akut atau kronik apakah
berpengaruh terhadap struktur disekelilingnya dan banyaknya akar
saraf yang terkompresi atau tertekan. Pengkajian secara teoritis
menurut Doengoes (2000) yang dapat muncul diantaranya:
a) Aktivitas/Istirahat
Gejala: Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat benda berat,
duduk, mengemudi dalam waktu lama. Membutuhkan
matras/papan yanag keras saat tidur. Penurunan rentang gerak dari
ekstremitas pada salah satu bagian tubuh. Tidak mampu melakukan
aktivitas yang biasa dilakukan.
Tanda: Atropi otot pada bagian yang terkena. Gangguan dalam
berjalan.
b) Eliminasi
Gejala: Konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi, adanya
inkontinensia atau retensi urine.
c) Integritas Ego
Gejala: Ketakutan akan timbulnya paralisis, ansietas masalah
pekerjaan, finansial keluarga.
Tanda: Tampak cemas, depresi menghindar dari keluarga atau
orang terdekat.
d) Neuro Sensori
Gejala: Kesemutan, kekauan, kelemahan dari tangan atau kaki.
Tanda: Penurunan refleks tendon dalam, kelemahan otot,
hipotonia. Nyeri tekan atau spasme otot pada vertebralis.
Penurunan persepsi nyeri (sensorik).
e) Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Nyeri seperti tertusuk pisau yang akan semakin memburuk
dengan adanya batuk, bersin, membengkokan badan, mengangkat,
defekasi, mengangkat kaki atau fleksi pada leher, nyeri yang tiada
hentinya atau adanya episode nyeri yanag lebih berat secara
intermiten. Nyeri yang menjalar pada kaki, bokong (lumbal) atau
bahu/lengan, kaku pada leher atau servikal. Terdengar adanya suara
‘krek’ saat nyeri bahu timbul/saat trauma atau merasa ‘punggung
patah’. Keterbatasan untuk mobilisasi atau membungkuk kedepan.

24
Tanda: Sikap dengan cara bersandar dari bagian tubuh yang
tekena. Perubahan cara berjalan, berjalan dengan terpincang-
pincang, pinggang terangkat pada bagian tubuh yang terkena. Nyeri
pada palpasi.
2. Diagnosa Keperawatan Post Operasi
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul Doengoes E Marilynn
2000, adalah :
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
b) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan
berhubungan hemorargi.
c) Resiko infeksi berhubungan dengan faktor resiko masuknya
mikroorganisme melalui prosedur invasif (tusukan infus, DC, luka
post operasi)
d) Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan.
e) Ansietas/ketakutan berhubungan dengan perubahan status
kesehatan.
f) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (post
operasi).
3. Intervensi Keperawatan
Menurut Doenges, E Marilynn, 2000 adalah sebagai berikut :
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
Tujuan: nyeri berkurang, hilang atau teratasi
Kriteria hasil: klien melaporkan nyeri hilang atau dapat diatasi,
klien dapat mengidentifikasi aktivitas yang dapat meningkatkan
atau mengurangi nyeri dan tidak gelisah, skala nyeri 0-1.
Rencana Tindakan
1) Kaji skala nyeri
Rasional: Nyeri merupakan respon subjektif yang dapat dikaji
dengan menggunakan skala nyeri.
2) Observasi Tanda-Tanda Vital
Rasional: Respon autonemik meliputi perubahan pada tekanan
darah, nadi, dan pernapasan yang berhubungan dengan
keluhan/penghilang nyeri. Abnormalitas tanda vital terus
menerus memerlukan evaluasi lanjut.

25
3) Bantu klien dalam mengidentifikasi factor pencetus
Rasional: Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan, ketegangan, suhu,
distensi kandung kemih dan berbaring lama.
4) Ajarkan teknik relaksasi yang dapat mengurangi intensitas nyeri.
Rasional: Relaksasi dapat melancarkan peredaran darah
sehingga kebutuhan O2 pada jaringan terpenuhi dan mengurangi
nyeri
5) Berikan posisi yang nyaman
Rasional: Istirahat merelaksasi semua jaringan sehingga akan
meningkatkan kenyamanan
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesic
Rasional: Analgesik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan
berkurang.

26
b) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan
berhubungan dengan hemorargi.
Tujuan :Resiko kekurangan cairan teratasi.
Kriteria hasil :Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, turgor kulit elastic,
mukosa bibir kering, BB ideal, tanda-tanda vital dalam batas
normal.
Rencana Tindakan

1) Observasi tanda-tanda vital


Rasional: Tanda-tanda awal hemorargie usus dan pembentukan
hematoma dapat menyebabkan syok hipovolemik.
2) Palpasi Nadi perrifer
Rasional: Memberikan informasi tentang volume sirkulasi
umum dan tingkat dehidrasi.
3) Perhatikan adanya edema
Rasional: Edema dapat terjadi karena pemindahan cairan
berkenaan dengan penurunan kadar albumin serum/protein.
4) Pantau Intake Output
Rasional: Indicator langsung dari hidrasi/perfusi organ dan
fungsi. Memberikan pedoman untuk penggantian cairan.
5) Berikan terapi cairan, darah, albumin, elektrolit sesuai
indikasi
Rasional :Mempertahankan volume sirkulasi dan keseimbangan
elektrolit.

27
c. Resiko infeksi berhubungan dengan faktor resiko
masuknya mikroorganisme melalui prosedur invasif ( tusukan
infus, DC, luka post operasi )
Tujuan: Resiko infeksi teratasi
Kriteria Hasil: Tidak ada tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vital
dalam batas normal, hasil laboraturium dalam batas normal.
Rencana Tindakan
1) Observasi tanda-tanda vital, perhatikan suhu
Rasional: Suhu malam hari memuncak yang kembali normal
pada pagi hari adalah karakteristik infeksi.
2) Observasi penyatuan luka, karakter drainase, adanya inflamasi
Rasional: Perkembangan infeksi dapat memperlambat
penyembuhan.
3) Observasi terhadap tanda dan gejala peritonitis
Rasional : Peritonitis dapat terjadi jika usus terganggu.
4) Pertahankan perawatan luka aseptic
Rasional: Melindungi klien dari kontaminasi silang selama
penggantian balutan. Balutan basah sebagai sumbu retrogard,
menyerap kontaminas ieksternal.
5) Berikan obat-obatan sesuai indikasi
Rasional: Diberikan secara profilaktik dan untuk mengatasi
infeksi.

28
d. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan
untuk mencerna makanan.
Tujuan: Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
teratasi.
Kriteria Hasil: Tidak ada penurunan berat badan secara signifikan,
makan sesuai diit yang diberikan, tidak ada mual, nafsu makan
baik.
RencanaTindakan
1) Tinjau factor-faktor individual yang mempengaruhi
kemampuan untuk mencerna makanan
Rasional: Mempengaruhi pilihan intervensi.
2) Auskultasi bising usus, palpasi abdomen
Rasional: Menentukan kembalinya peristaltik.
3) Identifikasi kesukaan/ ketidak sukaan dari pasien
Rasional: Meningkatkan kerjasama dengan pasien dengan aturan
diit.
4) Berikan cairan IU, missal albumin, lipid, elektrolit
Rasional :Memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit

29
e. Ansietas/ketakutan berhubungan dengan perubahan
status kesehatan.
Tujuan: Ansietas teratasi.
Kriteria Hasil: Klien tidak menampakan kecemasan, ekspresi
wajah rileks.
Rencana Tindakan
1) Awasi respon fisiologis
Rasional: Dapat menjadi indikasi derajat takut yang dialami
pasien.
2) Dorong pernyataan takut dan kecemasan
Rasional: Membuat hubungan terapeutik, membantu pasien
menerima kenyataan.
3) Berikan informasi yang akurat tentang tindakan apa yang
akan dilakukan
Rasional: Melibatkan pasien dalam rencana asuhan keperawatan
dan menurunkan ansietas.
4) Dorong orang terdekat dengan klien untuk menemani klien
Rasional: Membantu menurunkan takut melalui pengalaman
menakutkan menjadi seorang diri.
5) Tunjukkan teknik relaksasi
Rasional: Belajar cara untuk rileks dapat menurunkan ketakutan
dan ansietas.
6) Berikan terapi sesuai indikasi
Rasional: Obat sedative dapat digunakan untuk menurunkan
ansietas

30
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
(post operasi).
Tujuan: Intoleransi teratasi
Kriteria Hasil: Klien dapat beraktivitas secara mandiri,
menunjukkan peningkatan otot.
Rencana Tindakan
1) Tingkat kan tirah baring/ duduk
Rasional: Meningkatkan istirahat dan ketegangan.
2) Ubah posisi dengan sering
Rasional: Meningkatkan tinggi pernapasan dan meminimalkan
tekanan pada area tertentu.
3) Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi
Rasional: Tirah baring lama dapat menyebabkan menurunnya
kemampuan.
4) Dorong penggunaan teknik manajemen stress
Rasional: Meningkatkan relaksasi dan penghematan energi
5) Berikan obat sesuai indikasi
Rasional: Membantu dalam manajemen kebutuhan tidur.

31
BAB III
RESUME KEPERAWATAN

A. Kasus
Tn. A umur 59 tahun. Klien telah menjalani operasi herniotomi inguinalis
lateralis dan hari ini adalah post hari ke 2. Klien mengatakan saat ini terasa
nyeri pada luka bekas operasi dengan skala nyeri 5 seperti tersayat-sayat,
nyeri hilang timbul dirasakan saat batuk. Klien mengatakan tidak bisa
miring kanan dan kiri. Dari data observasi yang didapatkan dari klien
adalah klien tampak menahan nyeri. Klien terpasang infus RL 20 tpm pada
tangan kiri dan terpasang DC. Pemeriksaan fisik tanda-tanda vital yaitu
TD: 150/90 mmHg, N:80x/menit, S:37⁰C, RR:20x/menit. Pemeriksaan
lab: WBC: 12.000/ul

B. Pengkajian
1. Data Dasar
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 59 tahun
Alamat : Serdam, Pontianak (Kalimantan barat)
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Swasta
Suku : Melayu
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Status pernikahan : Sudah Menikah
Diagnosa Medis : Hernia inguinalis lateral post herniotomy
No RM : 150797
b. Penanggung Jawab
Nama : Tn. S
Umur : 25 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Serdam, Pontianak (Kalimantan barat)
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Hubungan dengan pasien : Orang tua

2. Data Fokus
Riwayat Kesehatan

32
a. Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri pada luka operasi, skala nyeri 5 seperti
tersayat-sayat, nyeri hilang timbul dirasakan saat batuk. Pasien
tampak menahan nyeri
b. Pengkajian pemenuhan kebutuhan dasar manusia
1) Pola nutrisi
H+ 2 mendapat diit TKTP 1890 kalori
2) Pola eliminasi
BAB : 1x hari pada pagi hari, dengan konsistensi lembek,
warna kuning, bau feses khas.
BAK : Pasien BAK menggunakan dower kateter, urine
sebanyak 200 cc warna kuning jernih dan bau khas urine.
3) Pola aktivitas dan latihan
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √
Mobilitas tempat tidur √
Ambulasi/ROM √

Keterangan:
0: Mandiri
1: Dengan bantuan alat
2: Dibantu orang lain
3: Dibantu orang lain dengan alat
4: Tergantung total
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Kesadaran: Compos Menthis, GCS = E :4, M :5, V: 6
Keterangan:
Skor 14-15 : Compos mentis
Skor 12-13 : Apatis
Skor 11-12 : Somnolent
Skor 8-10 : Sopor/semi coma
Skor <5 : Koma
Nyeri:

33
Pengkajian nyeri :
P : Luka pada jahitan post operasi
Q : Seperti disayat-sayat
R : Daerah inguinal
S : Skala nyeri 5
T : Hilang timbul saat batuk
b. Tanda – tanda Vital, meliputi: TD: 150/90 mmHg, Nadi: 80
x/menit, Respirasi: 20 x/menit, Suhu: 37⁰C
c. Pemeriksaan Cepalo-Caudal
1) Inguinal
Terdapat luka jahitan post operasi dilipatan paha sebelah kiri,
tertutup balutan bersih dan tidak ada rembesan.

2) Genitalia
Terpasang dower chateter ukuran 18 sejak tanggal 24 juni
2016.
3) Ekstremitas
a) Terdapat tusukan infus dengan cairan RL 20
tetes per menit di tangan kiri sejak tanggal 21 juni
2016.
b) Kekuatan otot :
5 5
4 4

Keterangan:
Skala Kenormalan Ciri-ciri
kekuatan
(100%)
0 0 Paralisis total
1 10 Tidak ada gerakan, teraba/terlihat adanya
kontraksi
2 25 Gerakan otot penuh, menentang gravitasi
dengan sokongan
3 50 Gerakan normal menentang gravitasi

34
4 75 Gerakan normal penuh, menentang gravitasi
dengan sedikit penahan
5 100 Gerakan normal penuh, menentang gravitasi
dengan penahan penuh

4. Pemeriksaan penunjang
Jenis Nilai Nilai Normal
1. Darah rutin:
a. Hb 14,4 13,5 - 17,5(g/dl)
b. Eritrosit 4,72 4.5 – 5.9 (juta/ul)
c. Leukosit 12.000 4.000 – 11.000 (/ul)
d. Trombosit 291.000 150.000 – 440.000 (/ul)
e. Hematrokrit 43 41.0 – 53.0 (%)
f. Ureum 20 15 – 40 (mg/dl)
g. Creatinin 1 0.5 – 1.5 (mg/dl)

5. Terapi Pengobatan
Injeksi Ceftriaxone : 1 gr/12 jam
Injeksi Ranitidine : 50 mg/12 jam
Injeksi Kalnex : 500 mg/12 jam
Injeksi Ketorolac : 30 mg/ 8 jam
Cairan infus RL 20 tetes/menit

C. PENGELOMPOKAN DATA :
a. Data subjektif
Pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi saat batuk nyeri yang
di rasakan seperti tersayat-sayat dengan skala 5 dan hilang timbul.
b. Data objektif

35
1) Terdapat luka jahitan post operasi dilipatan paha sebelah
kiri tertutup balutan bersih tidak ada rembesan
2) TD : 150/90 mmHg, S : 37⁰C , N : 80x/ menit , RR :
20x/menit
3) Tampak menahan nyeri, keringat dingin
4) Terdapat tusukan infus dengan cairan RL 20 tetes per menit
terpasang sejak 21 juni 2016
5) Terpasang DC sejak tanggal 24 juni 2016
6) kekuatan otot
5 5
4 4

Keterangan:
Skala Kenormalan Ciri-ciri
kekuatan
(100%)
0 0 Paralisis total
1 10 Tidak ada gerakan, teraba/terlihat adanya kont
2 25 Gerakan otot penuh, menentang gravitas
sokongan
3 50 Gerakan normal menentang gravitasi
4 75 Gerakan normal penuh, menentang gravita
sedikit penahan
5 100 Gerakan normal penuh, menentang gravita
penahan penuh

7) Pola aktivitas dan latihan


Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √
Mobilitas tempat tidur √
Ambulasi/ROM √

Keterangan:
0: Mandiri
1: Dengan bantuan alat
2: Dibantu orang lain

36
3: Dibantu orang lain dengan alat
4: Tergantung total

D. ANALISA DATA
No Data Etiologi Problem
1 DS : Agen injury fisik ( post Nyeri akut
- P : Luka pada jahitan post operasi operasi )
Q : Seperti disayat-sayat
R : Daerah inguinal
S : Skala nyeri 5
T : Hilang timbul saat batuk
DO :
- Pasien tampak menahan nyeri,
keringat dingin
- TD : 150/90mmHg
- N : 80x/ menit
2 DS : - Masuknya Resiko
DO : - terdapat tusukan infus mikroorganisme infeksi
dengan cairan infus RL 20 tetes per melalui prosedur
menit terpasang sejak tanggal 21 invasif ( tusukan infus,
juni 2016 di tangan kiri DC, luka post operasi)
-terpasang DC sejak tanggal 24 juni
2016
- S : 37⁰C
- WBC : 12.000 /ul
3 DS : - Pasien mengatakan tidak bisa Kelemahan ( post Intoleransi
miring kanan dan kiri operasi ) aktivitas

DO : - Aktivitas toileting,
berpakaian, berpindah, di bantu
orang lain
-Kekuatan otot
5 5

4 4

E. DIAGNOSA
KEPERAWATAN

37
1. Nyeri akut berhubungan
dengan agen injury fisik
2. Resiko infeksi
berhubungan dengan faktor resiko masuknya mikroorganisme melalui
prosedur invasif ( tusukan infus, DC, luka post operasi )
3. Intoleransi aktifitas
berhubungan dengan kelemahan (post operasi)

F. INTERVENSI
KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
Tujuan: Nyeri berkurang, hilang atau teratasi
Kriteria hasil: Klien melaporkan nyeri hilang atau dapat diatasi, klien
dapat mengidentifikasi aktivitas yang dapat meningkatkan atau
mengurangi nyeri dan tidak gelisah, skala nyeri 0-1.
Rencana tindakan
a. Kaji skala nyeri
Rasional: Nyeri merupakan respon subjektif yang dapat dikaji
dengan menggunakan skala nyeri.
b. Observasi tanda-tanda vital
Rasional: Respon autonemik meliputi perubahan pada tekanan
darah, nadi, dan pernapasan yang berhubungan dengan keluhan/
penghilang nyeri. Abnormalitas tanda vital terus menerus
memerlukan evaluasil anjut.
c. Bantu klien dalam mengidentifikasi factor pencetus
Rasional: Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan, ketegangan, suhu,
distensi kandung kemih dan berbaring lama.
d. Ajarkan teknik relaksasi yang dapat mengurangi intensitas
nyeri
Rasional: Relaksasi dapat melancarkan peredaran darah
sehingga kebutuhan O2 pada jaringan terpenuhi dan mengurangi
nyeri.
e. Berikan posisi yang nyaman
Rasional: Istirahat merelaksasi semua jaringan sehingga akan
meningkatkan kenyamanan.

38
f. Kolaboasi dengan dokter dalam pemberian analgesik
Rasional: Analgesik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan
berkurang.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan faktor resiko masuknya
mikroorganisme melalui prosedur invasif ( tusukan infus, DC, luka
post operasi )
Tujuan: Resiko infeksi teratasi
Kriteria Hasil: Tidak ada tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vital dalam
batas normal, hasil laboraturium dalam batas normal.
RencanaTindakan
a. Observasi tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan suhu
Rasional: Suhu malam hari memuncak yang kembali normal
pada pagi hari adalah karakteristik infeksi.
b. Observasi penyatuan luka, karakter drainase, adanya
inflamasi
Rasional: Perkembangan infeksi dapat memperlambat
penyembuhan.
c. Observasi terhadap tanda gejala peritonitis
Rasional: Peritonitis dapat terjadi jika usus terganggu.
d. Pertahankan perawatan luka aseptic, pertahankan balutan
kering
Rasional: Melindungi klien dari kontaminasi silang selama
penggantian balutan. Balutan basah sebagai sumbu retrogard,
menyerap kontaminasi eksternal.
e. Berikan obat-obatan sesuai indikasi
Rasional: Diberikan secara profilaktik dan untuk mengatasi
infeksi.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (post
operasi).
Tujuan: Intoleransi teratasi
Kriteria Hasil: Klien dapat beraktivitas secara mandiri, menunjukkan
peningkatan otot.
RencanaTindakan
a. Tingkatkan tirah baring/duduk
Rasional: Meningkatkan istirahat dan ketegangan.

39
b. Ubah posisi dengan sering
Rasional: Meningkatkan tinggi pernapasan dan meminimalkan
tekanan pada area tertentu.
c. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi
Rasional: Tirah baring lama dapat menyebabkan menurunnya
kemampuan
d. Dorong penggunaan teknik manajemen stress
Rasional: Meningkatkan relaksasi dan penghematan energi
e. Berikan obat sesuai indikasi.
Rasional: Membantu dalam manajemen kebutuhan tidur.

BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pembahasan kasus ini, penulis menguraikan tentang proses Asuhan
Keperawatan tentang Hernia inguinalis lateral post herniotomi. Dalam penerapan
kasus ini penulis akan menguraikan kesenjangan antara teori dengan kasus yang
ditemukan.
A. Pengkajian
1. Data yang ada diteori dan ada dikasus
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala: Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat benda berat,
duduk, mengemudi dalam waktu lama. Membutuhkan matras/papan
yanag keras saat tidur. Penurunan rentang gerak dari ekstremitas
pada salah satu bagian tubuh. Tidak mampu melakukan aktivitas
yang biasa dilakukan.
Tanda: Atropi otot pada bagian yang terkena. Gangguan dalam
berjalan.
b. Nyeri/Kenyamanan

40
Gejala: Nyeri seperti tertusuk pisau yang akan semakin memburuk
dengan adanya batuk, bersin, membengkokan badan, mengangkat,
defekasi, mengangkat kaki atau fleksi pada leher, nyeri yang tiada
hentinya atau adanya episode nyeri yanag lebih berat secara
intermiten. Nyeri yang menjalar pada kaki, bokong (lumbal) atau
bahu/lengan, kaku pada leher atau servikal. Terdengar adanya suara
‘krek’ saat nyeri bahu timbul/saat trauma atau merasa ‘punggung
patah’. Keterbatasan untuk mobilisasi atau membungkuk kedepan.
Tanda: Sikap dengan cara bersandar dari bagian tubuh yang tekena.
Perubahan cara berjalan, berjalan dengan terpincang-pincang,
pinggang terangkat pada bagian tubuh yang terkena. Nyeri pada
palpasi.

2. Data yang ada dalam teori tetapi tidak muncul dalam kasus
a. Eliminasi
Gejala: Konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi, adanya
inkontinensia atau retensi urine.
b. Integritas Ego
Gejala: Ketakutan akan timbulnya paralisis, ansietas masalah
pekerjaan, finansial keluarga.
Tanda: Tampak cemas, depresi menghindar dari keluarga atau orang
terdekat.
c. Neuro Sensori
Gejala: Kesemutan, kekauan, kelemahan dari tangan atau kaki.
Tanda: Penurunan refleks tendon dalam, kelemahan otot, hipotonia.
Nyeri tekan atau spasme otot pada vertebralis. Penurunan persepsi
nyeri (sensorik).
3. Data yang tidak ada didalam teori tetapi muncul dalam kasus
TIDAK ADA

B. Diagnosa Keperawatan
1. Diagnosa keperawatan yang ada diteori dan ada pada kasus
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik

41
b. Resiko infeksi berhubungan dengan faktor resiko masuknya
mikroorganisme melalui prosedur invasif (tusukan infus, DC, luka
post operasi)
c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan (post
operasi)
2. Diagnosa keperawatan yang ada dalam teori tetapi tidak ada
dalam kasus
a. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan
berhubungan hemorargi.
b. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan.
c. Ansietas/ketakutan berhubungan dengan perubahan status
kesehatan.
3. Diagnosa keperawatan yang tidak ada didalam teori tetapi
muncul dalam kasus
TIDAK ADA

C. Intervensi Keperawatan
1. Intervensi yang ada diteori dan digunakan dalam kasus
Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
a. Kaji skala nyeri
Rasional: Nyeri merupakan respon subjektif yang dapat dikaji
dengan menggunakan skala nyeri.
b. Observasi tanda-tanda vital
Rasional: Respon autonemik meliputi perubahan pada tekanan
darah, nadi, dan pernapasan yang berhubungan dengan keluhan/
penghilang nyeri. Abnormalitas tanda vital terus menerus
memerlukan evaluasi lanjut.
c. Bantu klien dalam mengidentifikasi factor pencetus
Rasional: Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan, ketegangan, suhu,
distensi kandung kemih dan berbaring lama.

42
d. Ajarkan teknik relaksasi yang dapat mengurangi intensitas
nyeri
Rasional: Relaksasi dapat melancarkan peredaran darah sehingga
kebutuhan O2 pada jaringan terpenuhi dan mengurangi nyeri.
e. Berikan posisi yang nyaman
Rasional: Istirahat merelaksasi semua jaringan sehingga akan
meningkatkan kenyamanan.
f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik
Rasional: Analgesik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan
berkurang.

Resiko infeksi berhubungan dengan faktor resiko masuknya


mikroorganisme melalui prosedur invasif ( tusukan infus, DC, luka
post operasi )
a. Observasi tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan suhu
Rasional: Suhu malam hari memuncak yang kembali normal pada
pagi hari adalah karakteristik infeksi.
b. Observasi penyatuan luka, karakter drainase, adanya
inflamasi
Rasional: Perkembangan infeksi dapat memperlambat penyembuhan.
c. Observasi terhadap tanda dan gejala peritonitis
Rasional: Peritonitis dapat terjadi jika usus terganggu.
d. Pertahankan perawatan luka aseptic, pertahankan balutan
kering
Rasional: melindungi klien dari kontaminasi silang selama
penggantian balutan. Balutan basah sebagai sumbu retrogard,
menyerap kontaminasi eksternal.
e. Berikan obat-obatan sesuai indikasi
Rasional: Diberikan secara profilaktik dan untuk mengatasi infeksi.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (post operasi).
a. Tingkatkan tirah baring/duduk
Rasional: Meningkatkan istirahat dan ketegangan.
b. Ubah posisi dengan sering
Rasional: Meningkatkan tinggi pernapasan dan meminimalkan
tekanan pada area tertentu.
c. Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi

43
Rasional: Tirah baring lama dapat menyebabkan menurunnya
kemampuan.
d. Dorong penggunaan teknik manajemen stress
Rasional: Meningkatkan relaksasi dan penghematan energi
e. Berikan obat sesuai indikasi
Rasional: Membantu dalam manajemen kebutuhan tidur.

2. Intervensi yang tidak ada dalam teori tetapi muncul dalam


kasus
TIDAK ADA
3. Intervensi yang ada di teori tidak digunakan dalam kasus
Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan
dengan hemorargi.
a. Observasi tabda-tanda vital
Rasional: Tanda-tanda awal hemorargie usus dan pembentukan
hematoma dapat menyebabkan syok hipovolemik.
b. Palpasi nadi perifer
Rasional: Memberikan informasi tentang volume sirkulasi umum
dan tingkat dehidrasi.
c. Perhatian adanya edema
Rasional: Edema dapat terjadi karena pemindahan cairan berkenaan
dengan penurunan kadar albumin serum/protein.
d. Pantau intake output
Rasional: Indicator langsung dari hidrasi/perfusi organ danfungsi.
Memberikan pedoman untuk penggantian cairan.
e. Berikan terapi cairan, darah, albumin, elektrolit sesuai
indikasi
Rasional :Mempertahankan volume sirkulasi dan keseimbangan
elektrolit.

44
Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mencerna
makanan.
a. Tinjau factor-faktor individual yang mempengaruhi
kemampuan untuk mencerna makanan.
Rasional :Mempengaruhi pilihan intervensi.
b. Auskultasi bising usus, palpasi abdomen.
Rasional :Menentukan kembalinya peristaltic.
c. Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan diit dari pasien.
Rasional :Meningkatkan kerjasama dengan pasien dengan aturan
diit.
d. Berikan cairan IU, misalnya albumin, lipid, elektrolit.
Rasional :Memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit.
Ansietas/ketakutan berhubungan dengan perubahan status
kesehatan.
a. Awasi respon fisiologis.
Rasional: Dapat menjadi indikasi derajat takut yang dialami pasien.
b. Dorong pernyataan takut dan kecemasan
Rasional: Membuat hubungan terapeutik, membantu pasien
menerima kenyataan.
c. Berikan informasi yang akurat tentang tindakan apa yang
akan dilakukan.
Rasional: Melibatkan pasien dalam rencana asuhan keperawatan dan
menurunkan ansietas.
d. Dorong orang terdekat dengan klien untuk menemani klien.
Rasional : Membantu menurunkan takut melalui pengalaman
menakutkan menjadi seorang diri.
e. Tunjukkan teknik relaksasi.
Rasional :Belajar cara untuk rileks dapat menurunkan ketakutan dan
ansietas.

45
f. Berikan terapi sesuai indikasi
Rasional :Obat sedative dapat digunakan untukmenurunkan ansietas.

46

Anda mungkin juga menyukai