Anda di halaman 1dari 44

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pengertian

Hernia merupakan suatu keadaan menonjolnya isi usus suatu

rongga melalui lubang (Oswari, 2008).

Menurut Mutakin (2011), hernia adalah penonjolan sebuah organ,

jaringan atau struktur melewati dinding rongga yang secara normal

memang berisi bagian- bagian tersebut.

Menurut Mansoer (2008), hernia merupakan masuknya organ

kedalam rongga yang disebabkan oleh prosesus vaginalis berobliterasi.

Sumber lain mengatakan bahwa hernia merupakan sebuah tonjolan atau

benjolan yang terjadi disalah satu bagian tubuh yang seharusnya tidak ada.

Secara umum hernia merupaka tonjolan yang terjadi akibat protrusi

abnormal jaringan, organ atau bagian organ melalui struktur yang secara

normal berisi.

Hernia Inguinalis lateral adalah hernia yang melalui anulus

inguinalis internus yang terletak di sebelah lateral vasa epigastrika

inferior,menyusuri kanalis inguinalis dan keluar kerongga perut melalui

anulus inguinalis eksternus . (sjamsuhidayat,2010: 531)

Herniotomi adalah pembedahan kantong hernia sampai

kelehernya, kantong di buka dan isi hernia di bebaskan kalau ada


perlekatan, kemudian diresposisi kantong hernia di jahit ikat setinggi

mungkin lalu di potong.(sjamsuhidayat, 2010 : 531 )

Post Herniotomi adalah setelah dilakukan pembedahan hernia sampai

kelehernya, kantong dibuka dan isi hernia disebabkan kalau ada

perlekatan, kemudian direposisi kantong hernia dijahit-ikat setinggi

mungkin lalu dipotong.

2.1.2 Etiologi

Hernia dapat terjadi karena lubang embrional yang tidak menutup

atau melebar, atau akibat tekanan rongga perut yang meninggi. Adapun

beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya hernia antara lain

sebagai berikut:

1. Kongenital

Terjadi akibat prosesus vaginalis peritonium disertai dengan

annulus inguinalis yang cukup lebar, terutama ditemukan pada bayi.

Lemahnya dinding rongga perut. Dapat ada sejak lahir atau didapat

kemudian dalam hidup. Adapun penyebab kongenital atau bawaan

dapat dibagi menjadi dua berdasarkan kelainannya:

a) Hernia congenital sempurna. Bayi sudah menderita hernia kerena

adanya defek pada tempat – tempat tertentu.

b) Hernia congenital tidak sempurna. Bayi dilahirkan normal

(kelainan belum tampak) tapi dia mempunyai defek pada tempat-

tempat tertentu (predisposisi) dan beberapa bulan (0 – 1 tahun)

setelah lahir akan terjadi hernia melalui defek tersebut karena


dipengaruhi oleh kenaikan tekanan intraabdominal (mengejan,

batuk, menangis).

2. Prosesus vaginalis yang terbuka, yang disebabkan oleh:

a) Pekerjaan mengangkat barang-barang berat.

b) Batuk kronik, bronchitis kronik, TBC.

c) Hipertropi prostat dan konstipasi.

d) Pekerja keras

3. Kelemahan otot dinding perut, yang disebabkan oleh:

a) Usia tua, sering melahirkan.

b) Perubahan defek setelah appendiktomy

4. Aquisial, aquisial adalah hernia yang terbuka disebabkan karena

adanya defek bawaan tetapi disebabkan oleh fakor lain yang dialami

manusia selama hidupnya, antara lain :

a) Tekanan intraabdominal yang tinggi. Banyak dialami oleh pasien

yang sering mengejan yang baik saat BAB maupun BAK.

b) Konstitusi tubuh. Orang kurus cenderung terkena hernia jaringan

ikatnya yang sedikit. Sedangkan pada orang gemuk juga dapat

terkena hernia karena banyaknya jaringan lemak pada tubuhnya

yang menambah beban kerja jaringan ikat penyokong pada LMR.

c) Banyaknya preperitoneal fat banyak terjadi pada orang gemuk.

d) Distensi dinding abdomen karena peningkatan tekanan intra

abdominal.
2.1.3 Klasifikasi Hernia

Menurut Sjamsuhidayat, tahun 2010 terdapat pembagian hernia

atau klasifikasi hernia. Berikut ini adalah pembagian atau klasifikasi dari

hernia:

1. Hernia Menurut Lokasinya.

a) Hernia Inguinalis adalah hernia yang terjadi dilipatan paha.

Batang usus melewati cincin abdomen dan mengikuti saluran

sperma masuk ke dalam kanalis inguinalis. Jenis ini merupakan

yang tersering ditemukan atau terjadi pada pasien dan dikenal

dengan istilah turun berok atau burut.

b) Hernia Scrotalis adalah hernia yang terjadi apabila usus masuk

kedalam kantung scrotum ini terjadi bila batang usus melewati

cincin abdomen dan mengikuti saluran sperma masuk ke dalam

kanalis inguinalis kemudian masuk kedalam kantong scrotum dan

menekan pada isi kantung scrotum sehingga scrotum membesar.

c) Hernia Umbilikus adalah hernia yang tejadi apabila usus masuk

melalui prosecus discus pada pusat atau sering disebut hernia di

pusat, hernia jenis ini terjadi pada bayi yang baru lahir yang

disebabkan karena kelainaan kongenital.

d) Hernia Femoralis adalah hernia yang tejadi apabila usus masuk

melalui prosecus discus di paha.


2. Hernia Menurut Isinya

a) Hernia Usus Halus adalah hernia yang terjadi bila yang melewati

cincin abdomen adalah usus halus.

b) Henia Omentum

Hernia omentum adalah hernia yang terjadi bila yang

melewati cincin abdomen adalah penyangga usus. Omentum

adalah berupa organ atau jaringan yang keluar melalui kantong

hernia, misalnya usus, ovarium, dan jaringan penyangga usus

(omentum).

c) Hernia Nukleus Pulposus

Adalah jenis hernia yang terjadi apabila, system syaraf

pusat atau sumsum tulang belakang pada vertebra terjepi pada

discus vertebrae terjadi karena trauma yang melibatkan tulang

belakang misalmya jatuh dalam posisi terduduk.

3. Hernia Menurut Sifatnya

a) Hernia Reponibel

Isi hernia dapat keluar masuk, usus keluar jika mengejan

dan masuk jika berbaring atau didorong masuk, tidak ada keluhan

nyeri/gejala.

b) Hernia Ireponibel

Kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga,

ini disebabkan oleh perlengketan isi kantong pada peritonial.

Penatalaksanaan harus dengan operasi.


c) Hernia Inkaserata/Hernia Stragulata

Isi hernia terjepit oleh cincin hernia/terperangkap, tidak

dapat kembali ke dalam rongga perut.

Bagian – bagian hernia :

1) Kantong hernia

Pada hernia abdominalis berupa peritoneum parietalis.

Tidak semua hernia memiliki kantong, misalnya hernia

incisional, hernia adiposa, hernia intertitialis.

2) Isi hernia

Berupa organ atau jaringan yang keluar melalui kantong

hernia, misalnya usus, ovarium, dan jaringan penyangga usus

(omentum).

3) Pintu hernia

Merupakan bagian locus minoris resistance yang dilalui

kantong hernia.

4) Leher hernia

Bagian tersempit kantong hernia yang sesuai dengan

kantong hernia.

2.1.4 Patofisiologi

Pada hernia karena kelainan kongenital yang terjadi bawaan lahir,

kanalis inguinalis dalam kanal yang normal pada fetus.  Pada bulan ke – 8

dari kehamilan, terjadinya desensus vestikulorum melalui kanal tersebut.


Penurunan testis itu akan menarik peritoneum ke daerah scrotum sehingga

terjadi tonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis

peritonea. Bila bayi lahir umumnya prosesus ini telah mengalami

obliterasi, sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut.

Tetapi dalam beberapa hal sering belum menutup, karena testis yang kiri

turun terlebih dahulu dari yang kanan, maka kanalis inguinalis yang kanan

lebih sering terbuka. Dalam keadaan normal, kanal yang terbuka ini akan

menutup pada usia 2 bulan (Soeparman, dkk. 2008).

Bila prosesus terbuka sebagian, maka akan timbul hidrokel. Bila

kanal terbuka terus, karena prosesus tidak berobliterasi maka akan timbul

hernia inguinalis lateralis kongenital. Biasanya hernia pada orang dewasa

ini terjadi karena usia lanjut, karena pada umur tua otot dinding rongga

perut melemah. Sejalan dengan bertambahnya umur, organ dan jaringan

tubuh mengalami proses degenerasi. Pada orang tua kanalis tersebut telah

menutup (Soeparman, dkk. 2008).

Namun karena daerah ini merupakan locus minoris resistance,

maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intraabdominal meningkat

seperti batuk – batuk kronik, bersin yang kuat dan mengangkat barang –

barang berat, mengejan. Kanal yang sudah tertutup dapat terbuka kembali

dan timbul hernia inguinalis lateralis karena terdorongnya sesuatu jaringan

tubuh dan keluar melalui defek tersebut. Akhirnya menekan dinding

rongga yang telah tertekan akibat trauma, hipertropi prostat, asites,

kehamilan, obesitas dan kelainan kongenital dan dapat terjadi pada semua.
Pria lebih banyak dari wanita, karena adanya perbedaan proses

perkembangan alat reproduksi pria dan wanita semasa janin.

Potensial komplikasi terjadi perlengketan antara isi hernia dengan

dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan

kembali. Terjadi penekanan terhadap cincin hernia, akibat semakin

banyaknya usus yang masuk, cincin hernia menjadi sempit dan

menimbulkan gangguan penyaluran isi usus. Timbulnya edema bila terjadi

obtruksi usus yang kemudian menekan pembuluh darah dan kemudian

terjadi nekrosis. Bila terjadi penyumbatan dan perdarahan akan timbul

perut kembung, muntah, konstipasi. Bila inkarserata dibiarkan, maka lama

kelamaan akan timbul edema sehingga terjadi penekanan pembuluh darah

dan terjadi nekrosis. Juga dapat terjadi bukan karena terjepit melainkan

ususnya terputar. Bila isi perut terjepit dapat terjadi shock, demam,

asidosis metabolik, abses (Soeparman, dkk. 2008).

Komplikasi hernia tergantung pada keadaan yang dialami oleh isi

hernia. Antara lain obstruksi usus sederhana hingga perforasi (lubangnya)

usus yang akhirnya dapat menimbulkan abses lokal, fistel atau peritonitis.

Hernia eksternal merupakan protrusi abnormal organ intra-abdominal

melewati defek faskia pada dinding abdominal. Hernia yang sering terjadi

adalah inguinal, femoral, umbilical, dan paraumbilikal (Soeparman, dkk.

2008).

Hernia indirek bersifat congenital dan disebabkan oleh kegagalan

penutupan prosesus vaginalis (kantong hernia) sewaktu turun ke dalam


skrotum. Kantong yang dihasilkan bisa meluas sepanjang kanalis

inguinalis; jika meluas kedalam skrotum maka disebut hernia lengkap.

Karena processus vaginalis terletak didalam funikulus spermatikus, maka

prosessus ini dikelilingi oleh muskulus kremater dan dibentuk oleh pleksus

venosus pampiniformis, duktus spermatikus dan arteria spermatika.

Lubang interna ke dalam kavitas peritonealis selalu lateral terhadap arteria

epigastrica profunda dngan adanya hernia inguinalis indirek, sedangkan

lubang interna medial terhadap pembuluh darah ini bila hernianya direk

(R. Sjamsuhidajat, 2010).

Hernia inguinalis dan scrotalis sering timbul pada pria dan lebih

sering pada sisi kanan dibandingkan sisi kiri. Peningkatan tekanan intra

abdomen akibat berbagai sebab, yang mencakup pengejanan yang

mendadak, gerak badan yang terlalu aktif, obesitas, batuk menahun, asites,

mengejan pada waktu buang air besar, kehamilan dan adanya massa

abdomen yang besar, mempredisposisi pasien ke perkembangan hernia (R.

Sjamsuhidajat, 2010).

Peningkatan tekanan intra abdomen ini akan mendorong bagian

dari usus dan lambung ke dalam kanalis ini, atau bahkan kedalam scrotum.

Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis

yang terbuka, dan kelemahan otot dinding perut karena usia. Proses

turunnya testis mengikuti prosesus vaginalis. Pada neonatus kurang lebih

90% prosesus vaginalis tetap terbuka sedangkan pada bayi umur satu

tahun sekiar 30% prosesus vaginalis belum tertutup. Tetapi kejadian hernia
pada umur ini hanya beberapa persen. Tidak sampai 10% anak dengan

prosesus vaginalis paten menderita hernia. Pada anak dengan hernia

unilateral dapat dijumpai prosesus vaginalis paten kontralateral lebih dari

separo, sedangkan insidens hernia tidak melebihi 20%. Umumnya

disimpulkan bahwa adanya prosesus vaginalis yang paten bukan

merupakan penyebab tunggal terjadinya hernia tetapi diperlukan faktor

lain seperti anulus ingunalis yang cukup besar.

Tekanan intraabdomen yang meninggi secara kronik seperti batuk

kronik, hipertrofi prostat, konstipasi, dan asites sering disertai hernia

ingunalis. Insidens hernia meningkat dengan bertambahnya umur mungkin

karena meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan intraabdomen

dan jaringan penunjang berkurang kekuatannya (Kozier & Erb. 2007) .

Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang

membatasi anulus internus turut kendur. Sebaliknya bila otot dinding perut

berkontraksi, kanalis inguinalis berjalan lebih transversal dan anulus

inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus kedalam

kanalis inguinalis. Kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat

kerusakan N.Ilioinguinalis dan N.Iliofemoralis setelah apendektomi

(Kozier & Erb. 2007).

Jika kantong hernia inguinalis lateralis mencapai skrotum disebut

hernia skrotalis. Hernia ini disebut lateralis karena menonjol dari perut

lateral pembuluh epigastrika inferior. Disebut indirek karena keluar

melalui dua pintu dan saluran yaitu anulus dan kanalis inguinalis; berbeda
dengan hernia medialis yang langsung menonjol melalui segitiga

Hesselbach dan disebut sebagai hernia direk.

Pada pemeriksaan hernia lateralis, akan tampak tonjolan

berbentuk lonjong sedangkan hernia medial berbentuk tonjolan bulat. Pada

bayi dan anak, hernia lateralis disebabkan oleh kelainan bawaan berupa

tidak menutupnya prosesus vaginalis peritonium sebagai akibat proses

penurunan testis ke skrotum. Hernia geser dapat terjadi disebelah kanan

atau kiri. Sebelah kanan isi hernia biasanya terdiri dari sekum dan

sebagian kolon asendens, sedangkan sebelah kirinya terdiri dari sebagian

kolon desendens. Pada umumnya keluhan pada orang dewasa berupa

benjolan di lipat paha yang timbul pada waktu mengedan, batuk, atau

mengangkat beban berat, dan menghilang waktu istirahat baring. Pada

bayi dan anak-anak adanya benjolan yang hilang timbul di lipat paha

biasanya diketahui oleh orang tua. Jika hernia mengganggu dan anak atau

bayi sering gelisah, banyak menangis dan kadang-kadang perut kembung,

harus dipikirkan kemungkinan hernia strangulata (R. Sjamsuhidajat,

2010).

Defek pada dinding abdomen dapat kongenital (misalnya: hernia

umbilikalis, kanalis femoralis) atau didapat (misalnya akibat suatu insisi)

dan dibatasi oleh peritoneum (kantung). Peningkatan tekanan

intraabdomen lebih lanjut membuat defek semakin lemah dan

menyebabkan beberapa isi intraabdomen (misalnya: omentum, lengkung

usus halus), keluar melalui celah tersebut. Isi usus yang terjebak di dalam
kantung menyebabkan inkarserasi (ketidakmampuan untuk mengurangi

isi) dan kemungkinan strangulasi (terhambatnya aliran darah ke daerah

yang mengalami inkarserasi) (Kozier & Erb. 2010).

Pasien datang dengan benjolan di tempat lokasi hernia. Hernia

femoralis berada di bawah dan lateral dari tuberkulum pubikum. Biasanya

hernia ini mendatarkan garis-garis kulit di lipatan paha dan 10 kali lebih

sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. 50% kasus merupakan kasus

kegawatdaruratan bedah akibat terobstruksinya isi hernia dan 50% dari

kasus ini membutuhkan reseksi usus halts. Hernia femoralis tidak dapat

dikembalikan ke tempat semula (irreducible). Hernia inguinalis dimulai

pada bagian atas dan medial terhadap tuberkulum pubikum namun dapat

turun lebih luas jika membesar, biasanya mempertegas garis-garis lipatan

paha. Sebagian besar ringan dan jarang mengalami komplikasi (Kozier &

Erb. 2010).
2.1.5 Pathway
2.1.6 Manifestasi Klinis

Pada kebanyakan kasus hernia, tanda dan gejala yang sering

muncul pada pasien yang dapat ditemui antara lain:

1. Berupa benjolan keluar masuk/keras

2. Adanya rasa nyeri pada daerah benjolan

3. Terdapat gejala mual dan muntah atau distensi bila telah ada

komplikasi.

4. Bila terjadi hernia inguinalis stragulata perasaan sakit akan bertambah

hebat serta kulit di atasnya menjadi merah dan panas.

Hernia yang tak memperlihatkan gejala-gejala diketemukan pada

waktu pemeriksaan rutin. Suatu penonjolan atau gumpalan pada skrotum,

dan pada waktu batuk dan defekasi penonjolan semakin menonjol. Juga

pada waktu meningkat sesuatu atau kegiatan fisik lainnya. Pada beberapa

kasus tertentu massa menjulur sampai ke dalam skrotum, daerah pangkal

paha terasa tidak enak, terutama kalau hernia membesar

1. Suatu massa di daerah pangkal paha, reponibel atau inkarserata,

kadang-kadang sampai ke daerah skrotum. Pada bayi dan wanita

adanya masa itu satu-satunya tanda yang ada. Hernia kecil yang tak

memperlihatkan gejala tak akan terlihat dari luar.

2. Pada anak laki yang lebih besar dan pria, maka harus dilakukan

penanganan sebagai berikut. Skrotum dimasuki jari telunjuk dan jari

ditempatkan pada atau melalui annulus inguinalis eksterna. Instrusikan

pada pasien untuk menekan (mengedan) seakan-akan hendak buang air


besar. Ini akan meningkatkan tekanan intraabdominal. Kantung hernia

merupakan suatu struktur bagaikan balon yang menekan jari secara

langsung atau dari sisi lateral. Annulus eksterna yang membesar bukan

hernia, meskipun kemungkinan hernia yang menyebabkan pembesaran

itu dan hernia harus dicari dengan cermat kalau annulus cukup besar

sehingga jari telunjuk dapat masuk. Hernia inguinalis paling mudah

diperagakan kalau pasien berdiri tetapi periksalah pasien baik dalam

posisi berdiri maupun dalam posisi telentang.

3. Indirek versus direk. Hernia indirek merupakan suatu massa elips yang

berjalan turun dan miring ke dalam kanal inguinalis. Mungkin akan

masuk ke dalam skrotum. Massa ini menekan sisi lateral jari yang

dipakai untuk memeriksa. Dengan menekan bagian atas annulus

interna dengan satu tangan maka dapat dicegah jangan sampai hernia

masuk ke dalam kanalis inguinalis.

4. Hernia direk adalah suatu massa sferis, yang jarang turun sampai ke

skrotum. Massa itu menekan jari yang memeriksa langsung dari

sebelah depan. Dengan menekan annulus interna dengan tangan kita

tak dapat mengurangi hernia tersebut (Soeparman, dkk. 2008).

Sebagian besar hernia adalah asimtomatik, dan kebanyakan

ditemukan pada pemeriksaan fisik rutin dengan palpasi benjolan pada

annulus inguinalis superfisialis atau suatu kantong setinggi annulus

inguinalis profundus. Yang terakhir dibuat terasa lebih menonjol bila


pasien batuk. Salah satu tanda pertama adalah adanya massa dalam daerah

inguinalis manapun atau bagian atas skrotum. Dengan berlalunya waktu,

sejumlah hernia turun ke dalam skrotum sehingga skrotum membesar.

Pasien hernia sering mengeluh tidak nyaman dan pegal pada daerah ini,

yang dapat dihilangkan dengan reposisi manual hernia ke dalam kavitas

peritonealis. Tetapi dengan berdiri atau terutama dengan gerak badan,

maka biasanya hernia muncul lagi (Price. Silvya. A.2012).

Umumnya pasien pengatakan turun berok, burut atau kelingsir,

mengatakan adanya benjolan di selangkangan/kemaluan. Benjolan tersebut

bisa mengecil atau menghilang pada waktu tidur, dan bila menangis,

mengejan, atau mengangkat benda berat atau bila posisi pasien berdiri

dapat timbul kembali. Bila telah terjadi komplikasi dapat ditemukan nyeri

(Price. Silvya. A.2012).

Keadaan umum pasien biasanya baik. Bila benjolan tidak

nampak, pasien dapat disuruh mengejan dengan menutup mulut dalam

keadaan berdiri. Bila ada hernia maka akan tampak benjolan. Bila memang

sudah tampak benjolan, harus diperiksakan apakah benjolan tersebut dapat

dimasukkan kembali. Pasien diminta berbaring, bernapas dengan mulut

untuk mengurangi tekanan intraabdominal, lalu skrotum diangkat

perlahan-lahan. Diagnosis pasti hernia pada umumnya sudah dapat

ditegakkan dengan pemeriksaan klinis yang teliti (Price. Silvya. A.2012).

Keadaan cincin hernia juga perlu diperiksa. Melalui skrotum jari

telunjuk dimasukkan ke atas lateral dari tuberkulum pubikum. Ikuti


fasikulus spermatikus sampai ke annulus inguinalis internus. Pada keadaan

normal jari tangan tidak dapat masuk. Pasien diminta mengejan dan

merasakan apakah ada massa yang menyentuh jari tangan. Bila massa

tersebut menyentuh ujung jari maka itu adalah hernia inguinalis lateralis,

sedangkan bila menyentuh sisi jari maka diagnosisnya adalah hernia

inguinalis medialis (Price. Silvya. A.2012).

Pada pasien terlihat adanya massa bundar pada annulus inguinalis

eksterna yang mudah mengecil bila pasien tidur. Karena besarnya defek

pada dinding posterior maka hernia ini jarang sekali menjadi irreponibilis.

Hernia ini disebut direkta karena langsung menuju annulus inguinalis

eksterna sehingga meskipun annulus inguinalis interna ditekan bila pasien

berdiri atau mengejan, tetap akan timbul benjolan. Bila hernia ini sampai

ke skrotum, maka hanya akan sampai ke bagian atas skrotum, sedangkan

testis dan funikulus spermatikus dapat dipisahkan dari massa hernia.

Bila jari dimasukkan dalam annulus inguinalis eksterna, tidak akan

ditemukan dinding belakang. Bila pasien disuruh mengejan tidak akan

terasa tekanan dan ujung jari dengan mudah dapat meraba ligamentum

Cowperi pada ramus superior tulang pubis. Pada pasien kadang-kadang

ditemukan gejala mudah kencing karena buli-buli ikut membentuk dinding

medial hernia.

Umumnya penderita hernia menyatakan adanya benjolan di

kemaluan. Benjolan itu bisa mengecil atau menghilang, dan bila menangis

mengejan waktu defekasi/miksi, mengangkat benda berat akan timbul


kembali. Dapat pula ditemukan rasa nyeri pada benjolan atau gejala

muntah dan mual bila telah ada komplikasi (Smeltzer S. C. B. G. 2008).

Umumnya klien mengatakan adanya benjolan pada lipatan paha.

Pada bayi dan anak adanya benjolan yang hilang timbul dilipatan paha,

dan hal ini biasanya diketahui oleh orang tuanya. Pada inspeksi,

diperhatikan pada keadaan osimetris pada kedua sisi, lipatan paha, posisi

berdiri dan berbaring. Pada saat batuk dan mengedan biasanya akan timbul

benjolan. Pada palpasi, teraba bising usus, suara omentum (seperti karet)

(Smeltzer S. C. B. G. 2008).

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik

Meskipun hernia dapat didefinisikan sebagai setiap penonjolan

viskus, atau sebagian daripadanya, melalui lubang normal atau abnormal,

90% dari semua hernia ditemukan di daerah inguinal. Biasanya impuls

hernia lebih jelas dilihat daripada diraba.

Pasien disuruh memutar kepalanya ke samping dan batuk atau

mengejan. Lakukan inspeksi daerah inguinal dan femoral untuk melihat

timbulnya benjolan mendadak selama batuk, yang dapat menunjukkan

hernia. Jika terlihat benjolan mendadak, mintalah pasien untuk batuk lagi

dan bandingkan impuls ini dengan impuls pada sisi lainnya. Jika pasien

mengeluh nyeri selama batuk, tentukanlah lokasi nyeri dan periksalah

kembali daerah itu.


Palpasi hernia inguinal dilakukan dengan meletakan jari pemeriksa

di dalam skrotum di atas testis kiri dan menekan kulit skrotum ke dalam.

Harus ada kulit skrotum yang cukup banyak untuk mencapai cincin

inguinal eksterna. Jari harus diletakkan dengan kuku menghadap ke luar

dan bantal jari ke dalam. Tangan kiri pemeriksa dapat diletakkan pada

pinggul kanan pasien untuk sokongan yang lebih baik. Telunjuk kanan

pemeriksa harus mengikuti korda spermatika di lateral masuk ke dalam

kanalis inguinalis sejajar dengan ligamentum inguinalis dan digerakkan ke

atas ke arah cincin inguinal eksterna, yang terletak superior dan lateral dari

tuberkulum pubikum. Cincin eksterna dapat diperlebar dan dimasuki oleh

jari tangan.

Dengan jari telunjuk ditempatkan pada cincin eksterna atau di

dalam kanalis inguinalis, mintalah pasien untuk memutar kepalanya ke

samping dan batuk atau mengejan. Seandainya ada hernia, akan terasa

impuls tiba-tiba yang menyentuh ujung atau bantal jari penderita. Jika ada

hernia, suruh pasien berbaring terlentang dan perhatikanlah apakah hernia

itu dapat direduksi dengan tekanan yang lembut dan terus-menerus pada

massa itu. Jika pemeriksaan hernia dilakukan dengan perlahan-lahan,

tindakan ini tidak akan menimbulkan nyeri.

Setelah memeriksa sisi kiri, prosedur ini diulangi dengan memakai

jari telunjuk kanan untuk memeriksa sisi kanan. Sebagian pemeriksa lebih

suka memakai jari telunjuk kanan untuk memeriksa sisi kanan pasien, dan
jari telunjuk kiri untuk memeriksa sisi kiri pasien. Cobalah kedua teknik

ini dan lihatlah cara mana yang anda rasakan lebih nyaman.

Jika ada massa skrotum berukuran besar yang tidak tembus

cahaya, suatu hernia inguinal indirek mungkin ada di dalam skrotum.

Auskultasi massa itu dapat dipakai untuk menentukan apakah ada bunyi

usus di dalam skrotum, suatu tanda yang berguna untuk menegakkan

diagnosis hernia inguinal indirek. Jika anda menemukan massa skrotum,

lakukanlah transluminasi. Di dalam suatu ruang yang gelap, sumber

cahaya diletakkan pada sisi pembesaran skrotum. Struktur vaskuler, tumor,

darah, hernia dan testis normal tidak dapat ditembus sinar. Transmisi

cahaya sebagai bayangan merah menunjukkan rongga yang mengandung

cairan serosa, seperti hidrokel atau spermatokel. Dalam menegakkan

diagnostik pada penderita hernia dapat dilakukan:

1. Pemeriksaan fisik, pasien diminta untuk mengejan dengan menutup

mulut dalam keadaan berdiri bila ada hernia maka akan tampak

benjolan.

2. Bila sudah ada benjolan dapat diperiksa dengan cara meminta pasien

untuk berbaring bernafas dengan mulut untuk mengurangi tekanan

intra abdominan, lalu scrotum diangkat perlahan-lahan.

3. Limfadenopati inguinal. Perhatikan apakah ada infeksi pada kaki

sesisi.
4. Tindakan diagnostik yaitu :

a. Foto thoraks: Menunjukan adanya massa tanpa udara jika omentum

yang masuk dan massa yang berisi udara jika lambung adalah usus

yang masuk.

b. Laboratorium : Menunjukan adanya peningkatn pada hasil

pemeriksaan SGOT.

c. EKG : Biasanya dilakukan untuk persiapan operasi.

2.1.8 Penatalaksanaan

Pada hernia inguinalis lateralis responbilitas maka dilakukan

tindakan bedah efektif karena ditakutkan terjadi komplikasi. Pada yang

iresponbilitas, maka diusahakan agar isi hernia dapat dimasukkan kembali.

Pasien istirahat baring dan dipuasakan atau mendapat diit halus. Dilakukan

tekanan yang kontinyu pada benjolan misalnya dengan bantal pasir. Baik

juga dilakukan kompres es untuk mengurangi pembengkakan. Lakukan

usaha ini berulang-ulang sehingga isi hernia masuk untuk kemudian

dilakukan bedah efektif di kemudian hari atau menjadi inkarserasi.

Pada inkerserasi dan strangulasi maka perlu dilakukan bedah

darurat. Tindakan bedah pada hernia ini disebut herniotomi (memotong

hernia dan herniorafi (menjahit kantong hernia). Pada bedah efektif

manalis dibuka, isi hernia dimasukkan kantong diikat dan dilakukan

“bassin plasty” untuk memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.

Pada bedah darurat, maka prinsipnya seperti bedah efektif. Cincin hernia

langsung dicari dan dipotong. Usus dilihat apakah vital/tidak. Bila tidak
dikembalikan ke rongga perut dan bila tidak dilakukan reseksi usus dan

anastomois end to end.

1. Konservatif

Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan

reposisi dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk

mempertahankan isi hernia yang telah direposisi.

2. Operatif

Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia

inguinalis yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis

ditegakkan. Prinsip dasar operasi hernia adalah hernioraphy, yang

terdiri dari herniotomi dan hernioplasti.

a. Herniotomi

Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai

ke lehernya. Kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada

perlekatan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit-ikat setinggi

mungkin lalu dipotong.

b. Hernioplasti

Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil anulus

inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis

inguinalis. Hernioplasti lebih penting artinya dalam mencegah

terjadinya residif dibandingkan dengan herniotomi. Dikenal berbagai

metode hernioplasti seperti memperkecil anulus inguinalis internus

dengan jahitan terputus, menutup dan memperkuat fasia transversa,


dan menjahitkan pertemuan muskulus tranversus internus abdominis

dan muskulus oblikus internus abdominis yang dikenal dengan nama

conjoint tendon ke ligamentum inguinale poupart menurut metode

Bassini, atau menjahitkan fasia tranversa musculus transversus

abdominis, musculus oblikus internus abdominis ke ligamentum

cooper pada metode Mac Vay. Bila defek cukup besar atau terjadi

residif berulang diperlukan pemakaian bahan sintesis seperti

mersilene, prolene mesh atau marleks untuk menutup defek.

Dalam melaksanakan tindakan penatalaksanaan pada pasien

dengan hernia maka yang hal-hal yang harus diperhatikan antara lain

adalah prinsip pembedahan:

a) Herniotomi: eksisi kantung hernianya saja untuk pasien anak.

b) Herniorafi: memperbaiki defek, perbaikan dengan pemasangan

jaring (mesh) yang biasa dilakukan untuk hernia inguinalis,

yang dimasukkan melalui bedah terbuka atau laparoskopik.

Setelah dilakukan tindakan pembedahan herniotomy yang

harus diperhatikan adalah perawatan untuk post operasi:

a) Hindari penyakit yang mungkin terjadi yaitu: Perdarahan,

Syok, Muntah, Distensi, Kedinginan, Infeksi, Dekubitus, Sulit

buang air kecil.

b) Observasi keadaan klien.

c) Cek Tanda-tanda vital pasien.


d) Lakukan perawatan luka dan ganti balutan operasi sesuai

dengan jadwal.

e) Perhatikan drainase.

f) Penuhi kebutuhan nutrisi klien.

g) Mobilisasi diri secara dini terutama pada hari pertama dan hari

kedua.

1) Perawatan tidur dengan sikap Fowler (sudut 45o - 60o).

2) Hari kedua boleh duduk (untuk herniotomi hari ke-5).

3) Hari ketiga boleh jalan (untuk herniotomi hari ke-7).

h) Diet dan pemenuhan kebutuhan nutrisi:

1) Hari 0: Bila pengaruh obat anestesi hilang boleh diberi

minum sedikit-sedikit

2) Hari 1: Diet Vloiher atau bubur sumsum dan susu cair

(herniotomi diet sama dengan post laparatomi)

3) Hari 2: Diet bubur saring

4) d)     Hari 3: Berturut-turut diet ditingkatkan

2.1.9 Komplikasi dan Dampak Pembedahan Herniotomy

1. Hemtoma (luka atau pada skrotum).

2. Retensi urin akut.

3. Infeksi pada luka.

4. Gangguan aktivitas

5. Nyeri kronis.

6. Nyeri dan pembengkakan testis yang menyebabkan atrofi testis


7. Rekurensi hernia (sekitar 2%).

Dampak post herniotomi terhadap sistem tubuh dan system

kelangsungan aktivitas pasien setelah dilakukan post operasi herniotomy

antara lain adalah sebagai berikut:

1. Sistem Gastrointestinal

Pembedahan traktus gastrointestinal sering kali mengganggu

proses fisiologi normal pencernaan dan penyerapan. Mual, muntah

dan nyeri dapat terjadi selama pembedahan ketika digunakan

anestesia spinal. Dan penurunan peristaltik usus ini mengakibatkan

distensi abdomen dan gagal untuk mengeluarkan feses dan flatus.

motalitas gastrointestinal dapat mengakibatkan distensi abdomen dan

gagal untuk mengeluarkan feses dan flatus ( Brunner & Suddarth

2013 : 484 & 455 ).

2. Sistem Neurologi

Luka pembedahan mengakibatkan spasme otot dan pembuluh

darah sehingga merangsang pelepasan mediator kimia ( seratonin,

bradikinin, histamin ). Proses ini merangsang reseptor nyeri

kemudian rangsangan ditransmisikan ke thalamus, kortek cerebri

sehingga terasa nyeri. Nyeri akan merangsang RAS ( Retikular

Activating Sistem ) stimulus ini menyebabkan sikap terjaga dan

berkurangnya stimulus untuk mengantuk.


3. Sistem Pernapasan

Peningkatan frekuensi nafas dapat terjadi akibat nyeri pada

luka operasi, hal ini merangsang sinyal dari sum-sum tulang

belakang yang dihantarkan melalui dua jalur yaitu Spinal Thalamus

Traktus ( STT ) ke Spinal Respiratory Traktus ( SRT ). Dari spinal

thalamus traktus akan dihantarkan ke korteks cerebri sehingga nyeri

dipersepsikan, sedangkan dari spinal respirator, traktus akan

dihantarkan ke medula oblongata sehingga mengakibatkan neural

inspiratory yang akan meningkatkan frekuensi pernapasan. Nyeri

pada luka operasi dapat menekan pengembanahan rongga dada dan

pasien dapat memerlukan sangat banyak dorongan untuk beergerak,

ambulasi dan bernafas dalam (C.Long, Barbara, 2010 : 251).

4. Sistem Kardiovaskuler

Pada klien post herniotomi biasanya dapat terjadi peningkatan

denyut nadi, hal ini disebabkan dari rasa nyeri akibat luka operasi

sehingga mengakibatkan medula oblongata untuk meningkatkan

frekuensi pernapasan dan merangsang epineprin sehingga

menstimulasi jantung untuk memompa lebih cepat selain itu juga

dapat terjadi akibat faktor metabolik, endokrin dan keadaan yang

menghasilkan adrenergik sehingga dimanifestasikan peningkatan

denyut nadi.
5. Sistem Integumen

Luka operasi akan mengakibatkan kerusakan kontinuitas

jaringan dan keterbatasan gerak dapat mengakibatkan kerusakan

kulit pada daerah yang tertekan karena sirkulasi perifer terhambat.

Akibat dari keadaan post operatif seperti peradangan, edema dan

perdarahan, sering terjadi pembekakan skrotum setelah perbaikan

hernia inguinal lateral ( C.Long, Barbara, 2010 : 247 ).

6. Sistem Muskuloskeletal

Nyeri pada luka operasi timbul akibat terputusnya kontinuitas

jaringan serta adanya spasme otot, terjadi penekanan pada pembuluh

darah yang mengakibatkan metabolisme anaerob sehingga

menghasilkan asam laktat, hal ini mengakibatkan terjadinya

gangguan pergerakan ( otot persendian ) sehingga aktivitas sehari-

hari dapat terganggu. Selain itu nyeri akibat luka operasi dapat

mengakibatkan klien mengalami keterbatasan gerak.

7. Sistem Perkemihan

Terjadinya retensi urine dapat terjadi setelah prosedur

pembedahan. Retensi terjadi paling sering setelah pembedahan pada

rektum, anus dan vagina setelah pembedahan pada abdomen bagian

bawah, penyebabnya diduga adalah spasme spinkter kandung kemih

(Brunner & Suddarth 2013 : 484).


2.2 Tinjauan Teori Manajemen Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

Tahap ini merupakan tahap awal dalam proses keperawatan dan

menentukan hasil dari tahap berikutnya. Pengkajian dilakukan secara

sistematis mulai dari pengumpulan data, identifikasi dan evaulasi status

kesehatan klien (Nursalam, 2008).

Pengkajian data fisik berdasarkan pada pengkajian abdomen

dapat menunjukan benjolan pada lipat paha atau area umbilikal.  Keluhan

tentang aktivitas yang mempengaruhi ukuran benjolan. Benjolan mungkin

ada secara spontan atau hanya tampak pada aktivitas yang meningkatkan

tekanan intra abdomen, seperti batuk, bersin, mengangkat berat atau

defekasi. Keluhan tentang ketidaknyamanan. Beberapa ketidaknyamanan

dialami karena tegangan yang meningkatkan tekanan intra abdomen,

seperti batuk, bersin, mengangkat berat atau defekasi.

Keluhan tentang ketidaknyamanan. Beberapa ketidaknyamanan

dialami karena tegangan. Nyeri menandakan strangulasi dan kebutuhan

terhadap pembedahan segera. Selain itu manifestasi obstruksi usus dapat

dideteksi (bising usus, nada tinggi sampai tidak ada mual/muntah).Data

yang diperoleh atau dikaji tergantung pada tempat terjadinya, beratnya,

apakah akut atau kronik apakah berpengaruh terhadap struktur

disekelilingnya dan banyaknya akar saraf yang terkompresi atau tertekan.

Pengkajian secara teoritis menurut Doengoes (2008) yang dapat muncul

diantaranya:
1. Aktivitas/Istirahat

Gejala : Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat benda berat,

duduk, mengemudi dalam waktu lama. Membutuhkan

matras/papan yanag keras saat tidur. Penurunan rentang

gerak dari ekstremitas pada salah satu bagian tubuh.

Tidak mampu melakukan aktivitas yang biasa

dilakukan.

Tanda : Atropi otot pada bagian yang terkena. Gangguan dalam

berjalan.

2. Eliminasi

Gejala : Konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi,

adanya inkontinensia atau retensi urine.

3. Integritas Ego

Gejala : Ketakutan akan timbulnya paralisis, ansietas masalah

pekerjaan, finansial keluarga.

Tanda : Tampak cemas, depresi menghindar dari keluarga atau

orang terdekat.

4. Neuro Sensori

Gejala : Kesemutan, kekauan, kelemahan dari tangan atau kaki.

Tanda : Penurunan refleks tendon dalam, kelemahan otot,

hipotonia. Nyeri tekan atau spasme otot pada

vertebralis. Penurunan persepsi nyeri (sensorik).


5. Nyeri/Kenyamanan

Gejala : Nyeri seperti tertusuk pisau yang akan semakin

memburuk dengan adanya batuk, bersin,

membengkokan badan, mengangkat, defekasi,

mengangkat kaki atau fleksi pada leher, nyeri yang

tiada hentinya atau adanya episode nyeri yanag lebih

berat secara intermiten. Nyeri yang menjalar pada kaki,

bokong (lumbal) atau bahu/lengan, kaku pada leher

atau servikal. Terdengar adanya suara ‘krek’ saat nyeri

bahu timbul/saat trauma atau merasa ‘punggung patah’.

Keterbatasan untuk mobilisasi atau membungkuk

kedepan.

Tanda : Sikap dengan cara bersandar dari bagian tubuh yang

tekena. Perubahan cara berjalan, berjalan dengan

terpincang-pincang, pinggang terangkat pada bagian

tubuh yang terkena. Nyeri pada palpasi.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan Post Operasi

Menurut Merelyn E, Doengoes (2008), diagnosa keperawatan yang

dapat muncul pada pasien dengan Hernia Scrotalis pasca operasi antara

lain sebagai berikut:

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya konti-nuitas

jaringan dan proses inflamasi luka operasi.


2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya keterbatasan rentang gerak

dan ketakutan bergerak akibat dari respon nyeri dan prosedur infasive.

3. Konstipasi berhubungan dengan immobilisasi sekunder akibat post operasi

dan efek anastesi

4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan akibat prosedur

invasive/ tindakan operatif dan adanya proses inflamasi luka post operasi

5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan dan nyeri akibat

terputusnya kontinuitas jaringan akibat prosedur invasive dan immobilisasi

post operasi

6. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan efek tekanan akibat trauma

dan bedah perbaikan/insisi post operasi

7. Resiko tinggi retensi urine yang berhubungan dengan nyeri, trauma dan

penggunaan anestetik selama pembedahan abdomen

8. Kurang pengetahuan klien dan keluarga: potensial komplikasi Gastrointestinal

yang berkenaan dengan adanya hernia post operasi dan kurangnya informasi.

2.2.3 Intervensi Keperawatan

Dari beberapa diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada

pasien dengan Hernia pasca operasi, intervensi pada masing-masing

diagnosa antara lain sebagai berikut ( Doengoes : 2008: 137) :

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya konti-nuitas

jaringan, dan proses inflamasi luka operasi


Tujuan             : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri

dapat berkurang sampai hilang.

Kriteria hasil    :

a. Ekspresi wajah pasien rileks dan tidak menahan nyeri

b. Klien menyatakan nyeri berkurang sampai hilang, skala nyeri

berkurang

c. Tanda–tanda vital dalam batas normal

Intevensi

a. Monitor tanda–tanda vital pasien sesuai kondisi pasien dan jadwal

Rasional: Tanda-tanda vital merupakan pedoman terhadap perubahan pada

kondisi klien dan abnormalitas pada kondisi klien

b. Kaji nyeri meliputi lokasi, frekuensi, kwalitas dan skala nyeri pasien.

Rasional: Mengetahui status nyeri pada klien

c. Posisikan yang nyaman dengan sokong/tinggikan dengan ganjal  pada

posisi anatomi ekstremitas yang sakit dan kurangi pergerakan dini pada

area luka operasi

Rasional: Latihan aktivitas bertahan mengurangi respon nyeri tapi tetap

pertahan kenyamanan klien dan mengurangi rasa nyeri klien

d. Ajarkan tekhnik relaksasi dan dextrasi nafas dalam untuk mengurangi

nyeri saat nyeri muncul

Rasional: Nafas dalam dan tekhnik relaksasi mengurangi nyeri secara

bertahap dan dapat dilakukan mandiri.


e. Anjurkan pada keluarga untuk memberikan massase pada area abdomen

yang nyeri tapi bukan area luka operasi.

Rasional: Relaksasi dan pengalihan merupakan rasa mengalihkan rasa

nyeri dan menciptakan kenyamanan klien

f. Kolaborasi dengan tim medis dalam program therapy analgetik

Rasional: Program terapi sebagai system kolaboratif dalam menyelesaikan

masalah nyeri.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya keterbatasan rentang gerak

dan ketakutan bergerak akibat dari respon nyeri dan prosedur infasive.

Tujuan             : Intoleransi aktifitas dapat teratasi setelah dilakukan

tindakan keperawatan

Kriteria hasil    :

a. Klien tidak lemah

b. Klien dapat melakukan aktifitas secara mandiri

c. Klien tidak takut bergerak lagi dan mau beraktivitas mandiri.

Intervensi

a. Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas.

Rasional: Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.

b. Awasi tekanan darah, nadi, pernapasan selama dan sesudah aktifitas.

Rasional: Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk

membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan

c. Bantu klien dalam memilih posisi yang nyaman untuk istirahat dan tidur.

Rasional: Membantu klien seperlunya dalam latihan beraktivitas


d. Dorong partisipasi klien dalam semua aktifitas sesuai kemampuan

individual.

Rasional: Melatih klien untuk beraktivitas secara mandiri dan

meningkatkan kemampuan klien.

e. Dorong dukungan dan bantuan keluarga/orang terdekat dalam latihan

gerak.

Rasional: Melatih klien beraktivitas dan kemandirian klien dalam

memenuhi kebutuhan sehari-hari

f. Berikan lingkungan tenang dan mempertahankan tirah baring.

Rasional: Meningkatkan kenyaman dan kecemasan klien.

g. Bantu aktifitas atau ambulasi pasien sesuai dengan kebutuhan

Rasional: Meningkatkan kemandirian klien dalam beraktivitas

h. Memperbaiki kondisi klien

3. Konstipasi berhubungan dengan immobilisasi sekunder akibat post operasi

dan efek anastesi

Tujuan             : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien

dapat BAB secara rutin dan tidak terjadi konstipasi

Kriteria hasil    :

a. Pasien bisa BAB minimal 1x dalam sehari

b. Konsistensi feses lunak

c. Nyeri berkurang saat BAB.

d. Tidak ada penumpukan masa feses pada abdomen

Intervensi
a. Kaji dan observasi adanya kesulitan BAB dan masalah dalam BAB pasien

Rasional: Mengetahui masalah dan hambatan dalam pola eliminasi klien

b. Anjurkan pasien untuk alih posisi tiap 2 jam sekali

Rasional: Meningkatkan peristaltik usus dan meningkatkan kemampuan

BAB

c. Anjurkan pada pasien untuk minum banyak 1500–3000cc tiap hari dan

makanan yang mengandung serat.

Rasional: Asupan cairan memungkinkan feses lunak dan klien dapat

melakukan BAB

d. Anjurkan pada pasien makan makanan yang lunak porsi sedikit-sedikit

tapi sering

Rasional: Makanan yang lunak dan berserat sangat mudah dicerna

sehingga system pencernaan membaik dan klien mampu BAB

e. Kaji peristaltik usus  setiap pagi dan sesuai kondisi klien

Rasional: Peningkatan peristaltic usus mengidentifikasikan adanya

kelancaran dalam metabolisme pencernaan

f. Anjurkan pasien menghindari mengejan saat BAB

Rasional: Mengejan saat BAB meningkatkan rasa nyeri pada klien.

4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan akibat prosedur

invasive/ tindakan operatif dan adanya proses inflamasi luka post operasi

Tujuan             :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi tidak terjadi.

Kriteria hasil    :
a. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi seprti pada luka operasi terdapat pus

dan kemerahan, oedem.

b. Tanda–tanda vital dalam batas normalLaboratorium leukosit, dan

hemoglobin normal.

c. Luka kering dan menunjukan penyembuhan

Intervensi

a. Observasi tanda–tanda vital pasien sesuai kondisi pasien.

Rasional: Tanda-tanda vital merupakan pedoman terhadap perubahan pada

kondisi klien dan abnormalitas pada kondisi klien

b. Kaji adanya tanda–tanda infeksi dan peradangan meliputi adanya

kemerahan sekitar luka dan pus pada luka operasi.

Rasional: Adanya kemerahan, oedem, pus, dan rasa panas pada luka

merupakan adanya infeksi pada luka operasi

c. Lakukan medikasi luka steril/bersih tiap hari.

Rasional: Mensterilkan luka dan menjaga luka agar tetap steril/tidak

infeksi dan cepat sembuh.

d. Pertahankan tekhnik aseptic antiseptik/kesterilan dalam perawatan luka

dan tindakan keperawatan lainnya.

Rasional: Meningkatkan penyembuhan dan menghindari infeksi pada luka

operasi.

e. Jaga personal hygiene pasien.

Rasional: Meningkatkan sterilan pada luka dan personal hygiene klien

f. Manajemen kebersihan lingkungan pasien.


Rasional: Agar ruangan tetap steril

g. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian therapy antibiotik

Rasional: Mempercepat penyembuhan luka agar tidak terjadi infeksi.

5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan dan nyeri akibat

terputusnya kontinuitas jaringan akibat prosedur invasive dan immobilisasi

post operasi (Doengoes, 2009).

Tujuan             :

Kerusakan mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan

keperawatan.

Kriteria hasil    :

a. Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin

b. Mempertahankan posisi fungsional

c. Meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit

d. Menunjukkan tehnik mampu melakukan aktivitas

Intervensi        :

a. Pertahankan tirah baring dalam posisi yang diprogramkan

Rasional: tirah baring mengistirahatkan muskuloskelektal sehingga

aktivitas bertahap tidak kelelahan

b. Tinggikan ekstrimitas yang sakit

Rasional: sebagai relaksasi mmengurangi rasa nyeri dan kenyamanan

mobilitas fisik

c. Instruksi klien/bantu dalam latihan rentang gerak pada ekstremitas yang

sakit dan tak sakit.


Rasional: latihan secara bertahap dapat meningkatkan kemandirian klien

dalam beraktivitas.

d. Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas

Rasional : keterbatasan gerak dapat dimanfaatkan untuk istirahat dan

kenyamanan klien dan latihan bertahap dapat meningkatkan kemampuan

klien dalam beraktivitas.

e. Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan aktifitas dalam lingkup

keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan. Awasi tekanan darah,

nadi dengan melakukan aktivitas

Rasional: untuk meningkatkan kemandirian klien dalam beraktivitas dan

mobilisasi, latihan secara bertahap menghindari kelelahan dan injury

f. Ubah posisi secara periodic tiap 2 jam

Rasional: meningkatkan kenyamanan dan keamanan klien dan mencegah

dekubitus.

6. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan efek tekanan akibat trauma

dan bedah perbaikan/insisi post operasi (Doengoes, 2008)

Tujuan             :

Kerusakan integritas jaringan dapat diatasi setelah tindakan perawatan.

Kriteria hasil    :

a. Penyembuhan luka sesuai waktu

b. Tidak ada laserasi, integritas kulit baik

Intervensi        :
a. Kaji ulang integritas luka dan observasi terhadap tanda infeksi atau

drainage.

Rasional: untuk mengetahui tingkat kerusakan integritas kulit dan derajat

keparahan.

b. Monitor tanda-tanda vital dan suhu tubuh pasien

Rasional: tanda-tanda vital untuk memonitor keadaan dan perubahan status

kesehatan klien

c. Lakukan perawatan pada luka operasi sesuai dengan jadwal

Rasional: mencegah keparahan dan memperbaiki jaringan kulit yang rusak

d. Lakukan alih posisi dengan sering pertahankan kesejajaran tubuh

Rasional: menghindari dekubitus

e. Pertahankan sprei tempat tidut tetap kering dan bebas kerutan

Rsional: menghindari adanya decubitus pada klien

f. Gunakan tempat tidur busa atau kasut udara sesuai indikasi

Rsional: menghindari adanya decubitus pada klien

g. Kolaborasi pemberian antibiotic

Rasional : mempercepat proses penyembuhan luka operasi dan decubitus.

7. Resiko tinggi retensi urine yang berhubungan dengan nyeri, trauma dan

penggunaan anestetik selama pembedahan abdomen.

Tujuan             :

Tidak terjadi retensi urine dan klien mampu memenuhi keutuhan eliminasi

urine dan tidak nyeri saat BAK.

Kriteria hasil    :
a. Dalam 8-10 jam pembedahan, pasien berkemih tanpa kesulitan.

b. Haluaran urine  100 ml setiap berkemih dan adekuat (kira-kira 1000-

1500 ml) selama periode 24 jam.

Intervensi

a. Kaji dan catat distensi suprapubik atau keluhan pasien tidak dapat

berkemih.

Rasional: untuk mengetahui masalah dan kelainan dalam pola eliminasi

urine klien

b. Pantau haluaran urine dan endapan darah pada urine

Rasional: mengetahui jumlah urine yang keluar mencegah adanya

dehidrasi dan overhidrasi dan masalah dalam pola eliminasi klien

c. Anjurkan klien BAB agar tigak mengejan

Rasional: mengejan saat BAK akan meningkatkan rasa nyeri

d. Lakukan bleder training

Rasional: untuk meningkatkan kemandirian dalam eliminasi urine

8. Kurang pengetahuan klien dan keluarga: potensial komplikasi Gastrointestinal

yang berkenaan dengan adanya hernia post operasi dan kurangnya informasi

Tujuan:

Keluarga mampu merawat mengenal masalah hernia dan pencegahan

komplikasi dan perawatan pasien post operasi.

Kriteria hasil:

a. Keluarga mampu menyebutkan mengenai masalah hernia.

b. Keluarga mampu menyebutkan perawatan hernia.


Intervensi:

a. Kaji pengetahuan keluarga tentang pengertian, tanda gejala, penyebab dan

perawatan hernia.

Rasional: mengetahui tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang

penyakit yang diderita klien

b. Diskusikan dengan keluarga tentang komplikasi hernia.

Rasional: agar keluarga memahami bagaimana pencegahan komplikasi dan

perawatan setelah operasi

c. Evaluasi semua hal yang telah dilakukan bersama keluarga.

Rasional: agar keluarga memahami bagaimana pencegahan komplikasi dan

perawatan setelah oparasi

d. Beri penyuluhan pada klien dan keluarga tentang penyakit hernia

2.2.4 Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai

tujuan spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan

disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien

mencapai tujuan yang diharapkan (Nursalam, 2008).

Pelaksanaan tindakan kepewaratan pada klien dengan post op

hernia inguinalis dilakukan sesuai dengan perencanaan keperawatan yang

telah ditentukan, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara


optimal. Pelaksanaan adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana

keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Jenis tindakan :

1. Mengkaji nyeri meliputi lokasi, frekuensi, kwalitas dan skala nyeri

pasien.

2. Mengawasi tekanan darah, nadi, pernapasan selama dan sesudah aktifitas.

3. Mengkaji peristaltik usus  setiap pagi dan sesuai kondisi klien

4. Mengkaji adanya tanda–tanda infeksi dan peradangan meliputi adanya

kemerahan sekitar luka dan pus pada luka operasi.

5. Mempertahankan tirah baring dalam posisi yang diprogramkan

6. Mengkaji ulang integritas luka dan observasi terhadap tanda infeksi atau

drainage.

2.2.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah intelektual untuk melengkapi proses asuhan

keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,

rencana tindakan, dan pelaksanaanya yang berhasil dicapai. Meskipun

evaluasi diletakkan pada akhir asuhan keperawatan, evaluasi merupakan

bagian integral pada setiap tahap asuhan keperawatan (Nursalam, 2008).

Setelah data dikumpulkan tentang status keadaan klien maka

perawat memebandingkan data dengan outcomes. Tahap selanjutnya

adalah membuat keputusan tentang pencapaian klien outcomes, ada 3

kemungkinan keputusan tahap ini :

1. Klien telah mencapai hasil yang ditentukan dalam tujuan.


2. Klien masih dalam catatan hasil yang ditentukan.

3. Klien tidak dapat mencapai hasil yang ditentukan.

Anda mungkin juga menyukai