TINJAUAN PUSTAKA
I. ANATOMI
IV. EPIDEMIOLOGI
Hernia terdapat 6 kali lebih banyak pada pria daripada wanita. 1 Pada pria, 97%
dari hernia terjadi di daerah inguinalis, 2% sebagai hernia femoralis, dan 1% sebagai
hernia umbilikalis.1 Pada wanita, variasinya menjadi berbeda, 50 % terjadi di
inguinalis, 34% sebagai hernia femoralis, dan 16% sebagai hernia umbilikalis. 1 Hernia
femoralis banyak pada wanita karena: Sering partus atau tekanan intraabdominal
meningkat dan annulus femoralis melemah. Bentuk pelvis lebih horizontal sehingga
tekanan ligamentum ingunale lebih besar dan annulus femoralis melemah Keadaan
tubuh obesitas, preperitoneal fat banyak,fascia transversa,abdominis lemah
menyebabkan Hernia Adiposa.3
Tempat umum hernia adalah lipat paha, umbilicus, linea alba, garis semilunaris
dari Spiegel, diafragma, dan insisi bedah. Tempat herniasi lain yang sebanding tetapi
sangat jarang adalah perineum, segitiga lumbal superior dari Grynfelt, segitiga lumbal
inferior dari Petit, dan foramen obturator serta skiatika dari pelvis.5
V. ETIOLOGI
Hernia dapat terjadi karena ada sebagian dinding rongga lemah. Lemahnya
dinding ini mungkin merupakan cacat bawaan atau keadaan yang didapat sesudah
lahir, contoh hernia bawaan adalah hermia omphalokel yang terjadi karena sewaktu
bayi lahir tali pusatnya tidak segera berobliterasi (menutup) dan masih terbuka.
Demikian pula hernia diafragmatika. Hernia dapat diawasi pada anggota keluarga
misalnya bila ayah menderita hernia bawaan, sering terjadi pula pada anaknya.
Pada manusia umur lanjut jaringan penyangga makin melemah, manusia umur
lanjut lebih cenderung menderita hernia inguinal direkta. Pekerjaan angkat berat yang
dilakukan dalam jangka lama juga dapat melemahkan dinding perut
(Oswari. 2000: 217).
Penyebab hernia umbikalis yaitu :
1. Lemahnya dinding rongga perut. Dapat ada sejak lahir atau didapat kemudian
dalam hidup.
2. Akibat dari pembedahan sebelumnya.
3. Kongenital
a. Hernia congenital sempurna, bayi sudah menderita hernia kerena adanya defek
pada tempat-tempat tertentu.
b. Hernia congenital tidak sempurna, bayi dilahirkan normal (kelainan belum
tampak) tapi dia mempunyai defek pada tempat-tempat tertentu (predisposisi)
dan beberapa bulan (0-1 tahun) setelah lahir akan terjadi hernia melalui defek
tersebut karena dipengaruhi oleh kenaikan tekanan intraabdominal (mengejan,
batuk, menangis).
VI. PATOFISIOLOGI
Hernia umbilicalis terjadi karena kegagalan orifisium umbilikal untuk menutup
(Nettina, 2001 : 253).Bila tekanan dari cincin hernia (cincin dari jaringan otot yang
dilalui oleh protusi usus) memotong suplai darah ke segmen hernia dari usus, usus
menjadi terstrangulasi. Situasi ini adalah kedaruratan bedah karena kecuali usus
terlepas, usus ini cepat menjadi gangren karena kekurangan suplai darah (Ester, 2002 :
55).Pembedahan sering dilakukan terhadap hernia yang besar atau terdapat resiko
tinggi untuk terjadi inkarserasi.
Suatu tindakan herniorrhaphy terdiri atas tindakan menjepit defek di dalam fascia.
Akibat dan keadaan post operatif seperti peradangan, edema dan perdarahan, sering
terjadi pembengkakan skrotum. Setelah perbaikan hernia inguinal indirek. Komplikasi
ini sangat menimbulkan rasa nyeri dan pergerakan apapun akan membuat pasien tidak
nyaman, kompres es akan membantu mengurangi nyeri (Long. 1996 : 246).
Hernia berkembang ketika intra abdominal mengalami pertumbuhan tekanan
seperti tekanan pada saat mengangkat sesuatu yang berat, pada saat buang air besar
atau batuk yang kuat atau bersin dan perpindahan bagian usus kedaerah otot
abdominal, tekanan yang berlebihan pada daerah abdominal itu tentu saja akan
menyebabkan suatu kelemahan mungkin disebabkan dinding abdominal yang tipis
atau tidak cukup kuatnya pada daerah tersebut dimana kondisi itu ada sejak atau
terjadi dari proses perkembangan yang cukup lama, pembedahan abdominal dan
kegemukan. Pertama-tama terjadi kerusakan yang sangat kecil pada dinding
abdominal, kemudian terjadi hernia. Karena organ-organ selalu saja melakukan
pekerjaan yang berat dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama, sehingga
terjadilah penonjolan dan mengakibatkan kerusakan yang sangat parah. Sehingga
akhirnya menyebabkan kantung yang terdapat dalam perut menjadi atau mengalami
kelemahan jika suplai darah terganggu maka berbahaya dan gangguan menyebabkan
ganggren.
VIII. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Keluhan biasanya berupa benjolan di lipat paha yang hilang timbul,
muncul terutama pada waktu melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan
tekanan intra-abdomen seperti mengangkat barang atau batuk, benjolan ini
hilang pada waktu berbaring atau dimasukkan dengan tangan (manual).
Terdapat faktor-faktor yang berperan untuk terjadinya hernia. Dapat terjadi
gangguan passage usus (obstruksi) terutama pada hernia inkarserata. Nyeri
pada keadaan strangulasi, sering penderita datang ke dokter atau ke rumah
sakit dengan keadaan ini.
2. Pemeriksaan Fisik
Ditemukan benjolan lunak di lipat paha di bawah ligamentum
inguinale di medial vena femoralis dan lateral tuberkulum pubikum. Benjolan
tersebut berbatas atas tidak jelas, bising usus (+), transluminasi (-).
Tabel 1. Hernia inkarserata dengan obstruksi usus dan hernia strangulata yang menyebabkan
nekrosis atau ganggren
Teknik pemeriksaan
Hernia yang melalui annulus inguinalis abdominalis (lateralis/internus) dan
mengikuti jalannya spermatid cord di canalis inguinalis serta dapat melalui annulus
inguinalis subcutan (externus) sampai scrotum. Mempunyai LMR ( Locus Minoris
Resistentie Secara klinis HIL dan HIM dapat dibedakan dengan tiga teknik
pemeriksaan sederhana yaitu finger test, Ziemen test dan Tumb test. Cara
pemeriksaannya sebagai berikut :
Pemeriksaan Finger Test :
A. Pemeriksaan Penunjang
1. Herniografi
Teknik ini, yang melibatkan injeksi medium kontras ke dalam kavum peritoneal
dan dilakukan X-ray, sekarang jarang dilakukan pada bayi untuk mengidentifikasi
hernia kontralateral pada groin. Mungkin terkadang berguna untuk memastikan
adanya hernia pada pasien dengan nyeri kronis pada groin.
2. USG Sering digunakan untuk menilai hernia yang sulit dilihat secara klinis,
misalnya pada Spigelian hernia.
3. CT dan MRI Berguna untuk menentukan hernia yang jarang terjadi (misalnya :
hernia obturator)
4. Laparaskopi Hernia yang tidak diperkirakan terkadang ditemukan saat laparaskopi
untuk nyeri perut yang tidak dapat didiagnosa.
5. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien hernia adalah :
a. Lab darah : hematology rutin, BUN, kreatinin dan elektrolit darah.
b. Radiologi, foto abdomen dengan kontras barium, flouroskopi.
c. Data Px diagnostic X-Ray
d. Data laboratorium, meliputi:
Darah :
1) Leukosit 10.000 – 18.000/mm3
2) Serum elektrolit meningkat
XI. KOMPLIKASI
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Isi
hernia dapat tertahan di dalam kantong hernia pada hernia irreponibilis, hal ini
terjadi jika hernia terlalu besar atau terdiri dari omentum, organ ekstraperitoneal,
atau hernia akreta. Di sini tidak timbul gejala klinik kecuali berupa benjolan.
Dapat pula terjadi isi hernia tercekik oleh cincin hernia sehingga terjadi hernia
strangulata yang menimbulkan obstruksi usus yang sederhana. Jepitan cincin hernia
akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia. Pada permulaan terjadi
bendungan vena sehingga terjadi oedem organ atau struktur di dalam hernia dan
transudasi ke dalam kantong hernia. Timbulnya oedem menyebabkan jepitan pada
cincin hernia makin bertambah sehingga akhirnya peredaran darah jaringan
terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia akan berisi transudat
berupa cairan serosanguinus. Kalau isi hernia terdiri dari usus, dapat terjadi
perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan abses lokal, fistel, atau peritonitis jika
terjadi hubungan dengan rongga perut.
Hernia inguinalis dapat menjadi inkarserata dan strangulata. Mual, muntah,
dan nyeri abdomen yang berat dapat terjadi pada hernia strangulata. Hernia
strangulata merupakan suatu kondisi yang mengancam jiwa (gawat darurat) yang
membutuhkan pembedahan segera.
XII. PROGNOSIS
Prognosis dari hernia adalah baik bila segera ditangani sebelum terjadi
komplikasi hernia inkarserata maupun strangulate yang dapat membahayakan kondisi
pasien (Nyhus, 1991).
DAFTAR PUSTAKA
th
1. Abrahamson J. Hernias in Maingot’s Abdominal Operation 10 ed.Vol I. Connecticut,
Prentice Hall Int; 1997:479-580.
2. Bax T, Brett C, Sheppard, Crass RA. Surgical Options in the Management of Groin
Hernia. American Family Physician. AAFP 1999.
3. Callesen T, Klarskov B, Bech K, Kehlet H. Short Convalescene After Inguinal
Herniorrhaphy with Standard Recommendations. Duration and Reasons for Delayed
Return to Work. Eur J Surg 1999 ; 165 (3) : 236 – 41.
4. Divilio T. Inguinal Hernias and The Prolene (Polypropylene) Hernia System, Sept 1997.
http://www.herniasolution.com/profesionalcontent/clin.
5. Ismail W, Taylor SJC, Beddow E. Advice on Driving After Groin Hernia Surgery in The
United Kingdom. Questionnaire Survey BMJ 2000 ; 321 : 1056 – 7.
6. Nyhus LM, Bombeck T, Klein MS. 1991. Hernias. In: Sabiston DC, editor. Text book of
surgery. 14th ed. Philadelphia: WB Saunders Company,:1141-4.
7. Purnomo, Basuki B. 2009. Dasar-dasar Urologi Edisi Kedua. Malang: Sagung Seto.
8. Schwartz, Seymour I. 2000. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Mc-Graw-Hill Inc.
9. Schumpelick, V. 1990. Atlas of hernia surgery. 10th ed. Toronto: B.C. Decker Inc : 21-8.
10. Simarmata, Albiner. 2003. Perbandingan Pasca hernioplasty Shouldice “Pure Tissue”
dengan Lichtenstein “Tension Free”. Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera utara.
11. Sjamsuhidayat R, Wim de jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi 2. EGC: Jakarta.
12. Skandalakis J.E., Skandalakis P.N., Skandalakis LJ. Surgical Anatomy and Technique,
New York, Springer – Verley 1995 : 123 – 203.
13. Townsend et. Al. (e.d.) . Sabiston textbook of surgery, 17th edition. Elsevier-Saunders.