Hernia merupakan penonjolan viskus atau sebagian dari viskus melalui celah yang
abnormal pada selubungnya (Grace, 2007). Hernia adalah keluarnya isi tubuh (biasanya
abdomen) melalui defek atau bagian terlemah dari dinding rongga yang bersangkutan
(Dermawan, 2010). Hernia biasa juga disebut barut, yaitu lubang atau robekan pada otot
yang menutupi rongga perut dibawah lapisan kulit. Lubang ini memungkinkan
belitan usus menonjol keluar dan membentuk benjolan dibawah kulit (Masriadi, 2016).
Hernia inguinalis lateralis adalah merupakan hernia melalui inguinalis internis yang
terdapat di bagian lateral vasa evisgastrika imperior melewati kanalis inguinalis dan lewat
melalui rongga perut sampai anulus inguinalis eksternus. (Mansjoer Arif, 2000).
2. Etiologi
- Kelemahan jaringan
- Trauma
- Obesitas
- Mengejan Konstipasi
- Kehamilan
- Prostate hipertropi
2) Hernia hiatal
Faktor hernia hiatal biasanya belum diketahui, namun bisa terjadi karena
adanya kelemahan pada jaringan penyokong. Faktor resiko terjadinya hernia
hiatal adalah: pertambahan usia, kegemukan, dan Merokok.
3) Hernia umbilical
4) Hernia femoralis
3. Klasifikasi
a. Menurut sifatnya hernia dibagi menjadi 3, yaitu: (Smeltzer, Suzanne. 1996)
1) Hernia reponibel yaitu bila isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika berdiri atau
mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri atau
gejala obstruksi usus.
2) Hernia irreponibel yaitu bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan kedalam rongga.
Biasanya disebabkan oleh perlengketan isi kantong pada peritoneum kantong hernia.
Hernia ini disebut juga hernia akreta (accretus=perlekatan karena fibrosis). Tidak ada
keluhan rasa nyeri ataupun tanda sumbatan usus.
3) Hernia strangulata atau inkarserata (incarceratio = terperangkap, carcer = penjara). Hernia
inkarserata yaitu tidak dapat kembali ke dalam rongga perut disertai akibatnya yang berupa
gangguan pasase atau vaskularisasi bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia berarti isi
kantong terperangkap. Secara klinis ”hernia inkarserata” lebih dimaksudkan untuk hernia
ireponibel dengan gangguan pasase, sedangkan pada gangguan vaskularisasi disebut
sebagai ”hernia strangulata”. Hernia strangulata terjadinya nekrosis dari isi abdomen di
dalamnya tidak menghasilkan darah akibat pembuluh terjadi penyempitan atau terjepit.
Hernia seperti ini bisa dikatakan keadaan yang gawat darurat diketahui harus memerlukan
pertolongan secepat mungkin.
2) Hernia inguinal direk atau hernia inguinalis medialis terletak menonjol langsung ke depan
melalui segitiga hesselbach dibentuk oleh fasis transversal yang diperkuat oleh serat
oponeurosis muskulus transverses abdominis yang kadang-kadang tidak sempurna
sehingga daerah ini potensial untuk menjadi lemah, daerah yang dibatasi oleh
ligamentum inguinale dibagian inferior, pembuluh epigastrika inferior di bagian lateral
dan tepi otot rektus di bagian medial. Hernia medialis terjadi karena tidak keluar melalui
kanalis inguinalis dan tidak ke skrotum.
Grace, (2007) dan Oswari (2006) Menyebutkan komplikasi yang dapat terjadi pada
penderita hernia adalah:
a. Hematoma (luka atau pada skrotum)
e. Terjadi perlekatan antara isi hernia dengan kantong hernia, sehingga isi
hernia tidak dapat dimasukkan kembali (hernia inguinalis
lateralisireponibilis)
f. Terjadi penekanan pada cincin hernia, akibatnya makin banyak usus yang
masuk. Cincin hernia menjadi relatif sempit dan dapat menimbulkan gangguan
penyaluran isi usus
g. Bila incarcerata dibiarkan, maka timbul edema sehingga terjadi penekanan
pembuluh darah dan terjadi nekrosis. Keadaan ini disebut hernia inguinalis
lateralis strangulate
h. Timbul edema bila terjadi obstruksi usus yang kemudian menekan pembuluh
darah dan kemudian timbul nekrosis
i. Bila terjadi penyumbatan dan perdarahan akan timbul perut kembung, muntah
dan obstipasi
j. Kerusakan pada pasokan darah, testis atau saraf jika pasien laki-laki
m. Bila isi perut terjepit dapat terjadi: shock, demam, asidosis metabolik, abses.
8. Pemeriksaan Penunjang
Pengecekan laboratorium supaya dapat diketahui kerusakan pada organ yaitu jantung dan ginjal.
a. Untuk mengetahui hasil hipertropi ventrikel kiri dengan cara EKG
b. Pemeriksaan urinalisa untuk mendapatkan hasil urine, glukosa, urine, darah,
protein. Pemeriksaan: pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar
urin, pielogram intravena arteriogram renal, renogram,
c. Rontgen dan CT scan.
a. Memberikan perawatan suportif, penyuluhan secara hati-hati dan dukungan emosi yang kuat untuk
membantu mengatasi ketidaknyamanan dan frustasi akibat nyeri punggung bawah yang kronis
b. Banyak minum air agar hidrasi tubuh tetap terjaga dan tidak terjadi konstipasi
d. Angkatlah barang dengan cara yang baik dan benar (Masriadi, 2016)
10. Penatalaksanaan
Grace (2007), mengatakan penatalakasanaan yang diberikan kepada penderita hernia meliputi:
a. Kaji hernia untuk: keparahan gejala, risiko komplikasi (tipe,ukuran leher hernia). kemudahan
untuk perbaikan (lokasi, ukuran), kemungkinan berhasil (ukuran, banyakya isi perut kanan yang
hilang)
b. Kaji pasien untuk: kelayakan operasi, pengaruh hernia terhadap gaya hidup (pekerjaan dan hobi)
c. Perbaikan dengan bedah biasanya ditawarkan pada pasien-pasien dengan:
1) Hernia dengan risiko komplikasi apapun gejalanya.
1) Reposisi hernia
1) Herniotomi
Seluruh hernia dipotong dan diangkat lalu dibuang. Ini dilakukan pada klien dengan hernia
yang sudah nekrosis. Eksisi kantung hernianya saja untuk pasien anak.
2) Herniorafi
Memperbaiki defek, perbaikan dengan pemasangan jaring (kcsb) yang biasa dilakukan
untuk hernia inguinalis, yang dimasukkan melalui bedah terbuka atau laparoskopik.
a. Pengkajian
Menurut Dermawan & Rahayuningsih (2010), hal yang perlu di kaji pada penderita
hernia inguinalis adalah memiliki riwayat pekerjaan mengangkat beban berat, duduk
yang terlalu lama, terdapat benjolan pada bagian yang sakit, nyeri tekan, klien
merasa tidak nyaman karena nyeri pada perut.
1) Identitas pasien
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama penanggung jawab, pekerjaan
dll. Biasanya hernia Ditemukan 80 % pada pria dan prosentase yang lebih besar pada pekerja
berat
2) Keluhan utama
Keluhan yang menonjol pada pasien hernia untuk datang ke rumah sakit adalah biasanya
pasien datang dengan benjolan di tempat hernia, adanya rasa nyeri pada daerah benjolan
3) Riwayat penyakit sekarang
Diawali timbulnya/munculnya benjolan yang mula mula kecil dan hilang dengan
istirahat,berlanjut pada fase benjolan semakin membesar dan
menetap ,benjolan tidak hilang meskipun dengan istirahat.Benjolan yang menetap semakin
membesar oleh karena tekanan intra abdominal yang meningkat mengakibatkan benjolan
semakin membesar yang berakibat terjadinya jepitan oleh cincin hernia.Biasanya klien yang
mengalami nyeri. Pada pengkajian nyeri (PQRST)
P: klien mengatakan ke rumah sakit dengan keluhan ada benjolan pada bagian perut bawah
yang di sebabkan karna ada bagian dinding abdomen yang lemah.
Q: benjolan tersebut menimbulkan rasa nyeri di daerah bagian bawah perut/ sesuai tempat
terjadinya hernia, klien mengatakan rasa nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum.
R: nyeri tersebut sangat terasa di bagian perut bagian bawah. S: skala nyeri 4-8.
T: nyeri terasa hebat saat di bawa beraktivitas dan nyeri berlangsung selama ± 3 menit ada gejala
mual-muntah bila telah ada komplikasi.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Secara patologi hernia tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan apakah penyakit ini
pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai faktor predisposisi di dalam rumah.
5) Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah menderita
Hernia, keluhan pada masa kecil, hernia dari organ lain, dan penyakit lain yang memperberat
hernia seperti diabetes mellitus.
Biasanya ditemukan adanya riwayat penyakit menahun seperti: Penyakit Paru
Obstruksi Kronik, dan Benigna Prostat Hiperplasia.
6) Riwayat pisikososial
Meliputi mekanisme koping yang digunakan klien untuk mengatasi masalah dan bagaimana
motivasi kesembuhan dan cara klien menerima keadaannya. Biasanya pasien mengalami
cemas, dan penurunan rasa percaya diri.
7) Pola kebiasaan
Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
15) Neurosensori
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri yang meningkat bila digunakan beraktivitas. Biasanya
nyeri seperti tertusuk yang akan semakin memburuk dengan adanya batuk, bersin,
membengkokan badan, mengangkat, defekasi, mengangkat kaki. Keterbatasan untuk
mobilisasi atau membungkuk kedepan (Soeparman, 2011).
2. Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi : Mengkaji tingkat kesadaran, perhatikan ada tidaknya benjolan, awasi tanda
infeksi( merah, bengkak,panas,nyeri, berubah bentuk)
b) Auskultasi :Bising usus jumlahnya melebihi batas normal >12 karena ada mual dan
pasien tidak nafsu makan, bunyi nafas vesikuler, bunyi jantung sonor.
c) Perkusi :Kembung pada daerah perut, terjadi distensi abdomen
d) Palpasi :Turgor kulit elastis, palpasi daerah benjolan biasanya terdapat nyeri
Menurut Rumiati (2013) klien dengan post operasi hernia mempunyai keluhan utama nyeri
yang disebabkan insisi pembedahan.
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat adakah kebiasaan merokok, penggunaan obat-
obatan, alkohol dan kebiasaan olahraga (lama frekuensinya), bagaimana status ekonomi
keluarga kebiasaan merokok dalam mempengaruhi lamanya penyembuhan luka operasi.
2) Pola Tidur dan Istirahat : Insisi pembedahan luka post operasi herniotomi atau
herniorapi dapat menimbulkan nyeri sehingga dapat mengganggu kenyamanan pola tidur
klien.
3) Pola aktifitas : Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri
luka operasi, aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu lamanya
setelah pembedahan.
4) Pola sensorik dan kognitif : Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri (biasanya terdapat
nyeri disekitar luka pembedahan herniotopi atau herniorap indikator 4-7) penglihatan,
perabaan serta pendengaran, kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap
orang tua, waktu dan tempat.
c) Pemeriksaan fisik :
B1 (jrcftb): biasanya tidak terjadi gangguan pernafasan yang spesifik untuk pasien
post operasi hernia
B3 (jrfio): Kesadaran secara kuantitatif (GCS) dalam batas normal (Eye 4, verbal
motorik 6). Kesadaran secara kualitatif: kompos mentis, kadang dijumpai kesadaran
yang apatis dan gelisah pada hernia inkarcerata dan strangulata.
b. Diagnosa keperawatan
Pre-op
2. Konstipasi b/d Penurunan Motilitas Gastrointestinal (D0049)Defisit Nutrisi b/d Faktor Psikologis (mis,
stress, keengganan untuk makan) (D.00019)
3. Defisit Pengetahan b/d Kurang Terpapar Informasi (D.0111)
Post-op
Gangguan Mobilitas Kemampuan dalam gerakan fisik dari satu Dukungan Mobilisasi Observasi
fisik atau lebih ekstremitas secara mandiri 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
Mobilitas fisik lainnya Identifikasi toleransi fisik melakukan
meningkta dengan kriteria hasil: pergerakan
1. Pergerakan ekstremitas 2. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
meningkat sebelum memulai mobilisasi
2. Kekuatan otot meningkat 3. Monitor kondisi umum selama melakukan
3. Rentan gerak (ROM) meningkat mobilisasi
4. Nyeri menurun 4. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat
5. Kaku sendi menurun bantu (mis pagar tempat tidur)
6. Gerakan terbatas menurun Terapeutik
Kelemahan fisik menurun 1. Fasilitasi melakukan pergerakan,
jika perlu
2. Libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
2. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan (mis, duduk di tempat tidur, duduk
di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur
ke kursi)
Gangguan Rasa Nyaman Keseluruhan rasa nyaman dan amanManajemen Nyeri Observasi
secara fisik, psikologis, spiritual, sosial, budaya 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
dan lingkungan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Status kenyamanan meningkat 2. Identifikasi skala nyeri
dengan kriteria hasil: 3. Identifikasi respons nyeri non verbal
1. Rileks meningkat 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
2. Keluhan tidak nyaman menurun memperingan nyeri
3. Gelisa menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
4. Merintih menurun tentang nyeri
5. Kewapadaan membaik 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
hidup
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer
yang sudah diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan
analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik non
farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri
3. Fasilitasi istirahat tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis utnuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Ansietas Kondisi emosi dan subyektif terhadap objek Reduksi Ansietas Observasi
yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
bahaya yang (mis. kondisi, waktu, stresor)
memungkinkan individu melakukan tindakan 2. Identifikasi kemampuan mengambil
untuk mengadapi ancaman keputusan
Tingkat ansietas menurun dengan 3. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan
kriteria hasil: nonverbal)
1. Verbelisasi khawatir akibat Terapeutik
kondisi yang dihadapi 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk
2. Perilaku gelisah menurun menumbuhkan kepercayaan
3. Pucat menurun 2. Temani pasien untuk mengurangi
4. Konsentrasi menurun kecemasan, jika memungkinkan Pahami
5. Pola tidur membaik situasi yang membuat ansietas
6. Perasaan keberdayaan membaik 3. Dengarkan dengan penuh perhatian
7. Orentasi membaik 4. Gunakan pendekatan yang tenang dan
meyakinkan
5. Tempatkan barang pribadi yang
memberikan kenyamanan
6. Motivasi mengidentifikasi situasi yang
memicu kecemasan
7. Diskusikan perencanaan realistis
tentang peristiwa yang akan datang
Edukasi
1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang
mungkin dialami
2. Informasikan secara faktual mengenai
diagnosis, pengobatan, dan prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama
pasien, jika perlu
4. Anjurkan umelakukan kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai kebutuhan
5. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan
persepsi
6. Latih kegiatan pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
7. Latih penggunaan mekanisme pertahanan
diri yang tepat
8. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika
Resiko Infeksi Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam Pencegahan Infeksi (I.14539)
diharapkan Kontrol Risiko meningkat 1. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan
(L.14128) sistemik
1. Kamampuan mengidentifikasi faktor risiko 2. Batasi jumlah pengunjung
dipertahankan pada skala3 sedang 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
ditingkatkan pada skala 5 meningkat. dengan pasien dan lingkungan
2. Kemampuan melakukan strategi control 4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
risiko dipertahankan pada skala 3 sedang Perawatan Luka (I.14564)
ditingkatkan pada skala 5 meningkat 1. Bersihkan dengan cairan NaCl atau
3. Kemampuan menghindari faktor risiko pembersih Nontoksik
dipertahankan pada skala 3 sedang 2. Pertahankan teknik steril saat melakukan
ditingkatkan pada skala 5 meningkat perawatan luka
3. Bersihkan jaringan nekrotik
Kolaborasi pemberian
antibiotic, jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA
Sjamsuhidayat, R dkk. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGc Grace. (2007). At a Glance Ilmu Bedah.
Jakarta: Erlangga.
Kozier. (2011). Fundamental Keperawatan (Konsep, Proses, Dan Praktik). Jakarta: EGC
Masriadi, H. (2016). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: TIM Potter & Perry.
(2011). Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC
Rumiati. (2013). Asuhan Keperawatan Nyeri Akut Pada Pasien Dengan Post Operasi Hernia. Surakarta
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi
dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI