Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hernia
1. Definisi
Hernia adalah kelainan pada dinding abdomen yang memungkinkan
isi abdomen menonjol dari rongga abdomen (Bhesty & Yudha,2016).
Hernia inguinalis merupakan penonjolan bagian organ dalam melalui
pembukaan yang abnormal pada dinding rongga tubuh yang
mengelilinginya. Hernia inguinalis dapat direk atau indirek, dan disebut
juga ruptur (Bilotta, 2012, hal.348).
Hernia scrotalis adalah hernia yang keluar dari rongga peritonium
melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh
epigastrika inferior kemudian hernia masuk dari anulus ke dalam kanalis
dan jika panjang menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternum dan
sampai ke skrotum. ( R. Sjamsuhidayat,2004). Hernia scrotalis merupakan
salah satu jenis hernia yang termasuk dalam hernia inguinal. Namun, pada
hernia jenis ini muncul sampai pada area scrotum atau testis.
2. Klasifikasi
Klasifikasi hernia menurut Amrizal (2015, hal. 2-4) yaitu:
a. Menurut letaknya :
1) Hernia Hiatal adalah kondisi dimana kerongkongan ( pipa
tenggorokan) turun, melewati diafragma melalui celah yang
disebut hiatus sehingga sebagian perut menonjol ke dada (toraks).
2) Hernia Epigastrik terjadi diantara pusar dan bagian bawah tulang
rusuk di garis tengah perut. Hernia epigastrik biasanya terdiri dari
jaringan lemak dan jarang yang berisi usus. Terbentuk di bagian
dinding perut yang relatif lemah, hernia ini sering menimbulkan
rasa sakit dan tidak dapat didorong kembali ke dalam perut ketika
pertama kali ditemukan.
3) Hernia Umbilikal berkembang di dalam dan sekitar umbilikus
(pusar) yang disebabkan bukaan pada dinding perut, yang
biasanya menutup sebelum kelahiran, tidak menutup sepenuhnya.
Orang jawa sering menyebutnya “wudel bodong”. Jika kecil
(kurang dari satu centimeter), hernia ini biasanya menutup secara
bertahap sebelum usia 2 tahun.
4) Hernia Inguinalis adalah hernia yang paling umum terjadi dan
muncul sebagai tonjolan di selangkangan atau skrotum. Orang
menyebutnya “turun bero” atau “hernia”. Hernia inguinalis terjadi
ketika dinding abdomen berkembang sehingga usus menerobos ke
bawah melalui celah. Jika Anda merasa ada benjolan di bawah
perut yang lembut, kecil, dan mungkin sedikit nyeri dan bengkak,
Anda mungkin terkena hernia ini. Hernia ini tipe lebih sering
terjadi pada laki-laki dari pada perempuan.
5) Hernia Femoralis muncul sebagai tonjolan di pangkal paha. Tipe
ini lebih sering pada wanita dibandingkan pria.
6) Hernia Insisional dapat terjadi melalui lka pasca operasi perut.
Hernia ini muncul sebagai tonjolan di sekitar pusar yang terjadi
ketika otot sekitar pusar tidak menutup sepenuhnya.
7) Hernia Nukleus Pulposi (HNP) adalah hernia yang melibatkan
cakram tulang belakang. Diantara setiap tulang belakang ada
diskus intervertebralis yang menyerap goncangan cakram dan
meningkatkan elastisitas dan mobilitas tulang belakang. Karena
aktivitas dan usia, terjadi herniasi intervertebralis yang
menyebabkan saraf terjepit (sciatica). HNP umumnya terjadi di
punggung bawah pada tiga vertebra lumbal bawah.
b. Menurut terjadinya
1) Hernia Kongenital
Patogenesa pada jenis hernia inguinalis lateralis (indirek): kanalis
inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8
kehamilan, terjadi desensus testis melalui kanul tersebut.
Penurunan testis tersebut akan menarik peritonium yang disebut
dengan prosesus vaginalis peritonei. Pada bayi yang sudah lahir,
umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi sehingga isi
rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut. Namun dalam
beberapa hal, kanalis ini tidak menutup. Karena testis kiri turun
terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering
terbuka. Bila kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan juga
terbuka. Dalam keadaan normal, kanalis yang terbuka ini akan
menutup pada usia 2 bulan. Bila prosesus terbuka terus (karena
tidak mengalami obliterasi) akan timbul hernia inguinalis lateralis
kongenital. Pada orang tua kanalis tersebut telah menutup, namun
karena merupakan lokus minoris resistensie, maka pada keadaan
yang menyebabkan tekanan intra-abdominal meningkat, kanal
tersebut dapat dibuka kembali dan timbul hernia inguinalis
lateralis akuisita.
2) Hernia Dapatan atau Akuisita (acquistus+didapat): yakni hernia
yang timbul karena berbagai faktor pemicu seperti jenis kelamin,
obesitas/kegemukan, jenis pekerjaan, dan usia.
c. Menurut sifatnya:
1) Hernia Reponibel/Reducibel, yaitu bila isi hernia dapat keluar
masuk. Usus keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika
berbaring atau didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri atau gejala
obstruksi usus.
2) Hernia Ireponibel, yaitu bila isi kantong hernia tidak dapat
dikembalikan kedalam rongga. Ini biasanya disebabkan oleh
perlekatakan isi kantong pada peritonium kantong hernia/ hernia ini
juga disebut hernia akreta (accretus=perlekatan karena fibrosis).
Tidak ada keluhan rasa nyeri ataupun tanda sumbatan usus.
3) Hernia Strangulata atau Inkarserata ( incarcertatio= terperangkap,
carcep=penjara), yaitu apabila isi hernia terjepit oleh cincin hernia.
Hernia inkarserata berarti isi kantong terperangkap, tidak dapat
kembali ke dalam rongga perut disertai akibatnya yang berupa
gangguan pasase atau vaskularisasi. Secara klinis “hernia
inkarserata” lebih dimaksudkan untuk hernia ireponibel sebagai
“hernia strangulata”. Hernia strangulata mengakibatkan nekrossis
dari isi abdomen didalamnya karena tidak mendapat darah akibat
pembuluh pemasoknya terjepit. Hernia jenis ini merupakan
keadaan gawat darurat karena perlu mendapat pertolongan segera.
3. Etiologi
Menurut Nurarif dan Kusuma dalam buku NANDA (2015, jilid 2 hal.76)
hernia dapat disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya sebagai berikut :
a. Congenital
b. Obesitas
c. Ibu Hamil
d. Mengejan
e. Peningkatan berat badan
Menurut Billota (2012, hal. 348), penyebab hernia lainnya yaitu :
a. Tidak langsung : Kelemahan pada batas facial cincin inguinal lateral.
b. Langsung : Kelemahan pada dinding facial kanan inguinalis.
c. Keduanya / Kelemahan otot abdomen.
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis hernia menurut Nurarif dan Kusuma dalam buku
NANDA (2015, jilid 2 hal. 76) yaitu:
a. Berupa benjolan keluar masuk/ keras dan yang tersering tampak
benjolan di lipat paha.
b. Adanya rasa nyeri pada daerah benjolan bila isinya terjepit disertai
perasaan mual.
c. Terdapat gejala mual dan muntah atau distensi bila telah ada
komplikasi.
d. Bila terjadi hernia inguinalis strangulata perasaan sakit akan
bertambah hebat serta kulit diatasnya menjadi merah dan panas.
e. Hernia femoralis kecil mungkin berisi dinding kandung kencing
sehingga menimbulkan gejala sakit kencing (disuria) disertai
hematuria (kencing darah) disamping benjolan dibawah sela paha.
f. Hernia diafragmatika menimbulkan perasaan sakit di daerah perut
disertai sesak nafas.
g. Bila pasien mengejan atau batuk maka benjolan hernia akan
bertambah besar.
5. Patofisiologi dan pathway
Menurut Nurarif dan Kusuma dalam buku NANDA (2015, jilid 2
hal. 78), hernia juga dapat terjadi karena faktor pencetus misalnya karena
aktivitas yang berat, bayi prematur, kelemahan dinding abdomen, intra
abdomen yang tinggi, dan karena adanya tekanan. Beberapa contoh hernia
yang membutuhkan tindakan pembedahan, hernia umbilikalis terbagi
menjadi dua yaitu hernia umbilikaslis kongenital yang terjadi karena
masuknya omentum organ intestinal yang menyebabkan gangguan suplai
darah ke intestinal yang mengakibatkan nekrosis intestinal, sedangkan
hernia paraumbilikalis terjadi karena kantong hernia melewati dinding
abdomen yang menyebabkan protusi hilang timbul yang membuat
ketidaknyamanan abdomen.
Pada hernia inguinal itu sendiri terjadi karena kantong hernia
memasuki celah inguinal yang menyebabkan dinding posterior kanalis
yang lemah, akibatnya benjolan pada regio inguinal di atas ligamentum
inguinal mengecil bila berbaring. Dari beberapa contoh hernia di atas
maka intervensi yang dilakukan saat itu adalah pembedahan.
Efek pembedahan hernia dapat mengakibatkan resiko tinggi
perdarahan atau resiko tinggi infeksi karena terputusnya jaringan syaraf
yang dapat menyebabkan nyeri, dan juga dapat mengakibatkan asupan
gizi kurang karena terjadi mual yang dapat menyebabkan nafsu makan
klien menurun dan dapat terjadi masalah ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh.
Pathways

Faktor pencetus :
Aktivitas berat, bayi prematur, kelemahan dinding Hernia
abdominal, intrabdominal tinggi, adanya tekanan.

Hernia umbilikalis kongenital Hernia para umbilikalis Hernia inguinalis

Hernia omentum organ Kantung hernia melewati Kantung hernia memasuki


intestinal ke kantong dinding abdomen celah inguinalis
umbilikalis
Prostusi hilang taimbul Dinding posterior canalis
Gangguan. Suplai darah ke inguinal yang lemah
intestinal
Ketidaknyamanan abdominal
Benjolan pada region inguinal
Nekrosis intestinal
Intervensi bedah Diatas ligamentum inguinal
relative/konservatif mengecil bila berbaring

Pembedahan

Insisi bedah Asupan gizi kurang Mual

Resti Perdarahan Peristaltik usus menurun Nafsu makan menurun

Resti Infeksi Intake makanan inadekuat


Terputusnya jaringan saraf
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
Nyeri tubuh
Resti Infeksi Kantung hernia memasuki
Hernia Insisional celah bekas insisi
Resti Infeksi
Kantung hernia
Meatus Hernia
memasuki rongga thorak

Gambar 1.1 pathways


6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Nurarif dan Kusuma dalam buku
NANDA (2015, jilid 2, hal. 76), yaitu:
a. Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam
usus/obstruksi usus.
b. Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan
hemokosentrasi (peningkatan hematokrit), peningkatan sel darah putih
dan ketidakseimbangan elektrolit.
7. Penatalaksanaan
Pentalaksanaan hernia menurut Nurarif dan Kusuma dalam buku NANDA
(2015, jilid 2, hal. 76-77) yaitu:
a. Konservatif
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan
pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi
hernia yang telah direposisi. Bukan merupakan tindakan definitive
sehingga dapat tumbuh kembali. Terdiri atas:
1) Reposisi
Reposisi adalah suatu usaha untuk mengembalikan isi hernia ke
dalam cavum peritoni atau abdomen. Reposisi dilakukan secara
bimanual. Reposisi dilakukan pada pasien dengan hernia
reponibilis dengan cara memakai dua tangan. Reposisi tidak
dilakukan pada hernia inguinalis strangulata kecuali pada anak-
anak.
2) Suntikan
Dilakukan penyuntikan cairan sklerotik berupa alkohol atau kinin
di daerah sekitar hernia, yang menyebabkan pintu hernia
mengalami sclerosis atau penyempitan sehingga isi hernia keluar
dari cavum peritonii.
3) Sabuk hernia
Diberikan pada pasien yang hernia masih kecil dan menolak
dilakukan operasi.
b. Operatif
Operasi merupakan tindakan paling baik dan dapat dilakukan pada:
1) Hernia reponibilis
2) Hernia irreponibilis
3) Hernia strangulata
4) Hernia incarserata

Operasi hernia dilakukan dalam 3 tahap:

1) Herniotomy
Membuka dan memotong kantong hernia serta mengembalikan isi
hernia ke cavum abdominalis.
2) Hernioraphy
Mulai dari mengikat leher hernia dan menggantungkannya pada
conjoint tendon (penebalan antara tepi bebas m.obliquus
intraabdominalis dan m.transversus abdominis yang berinsersio di
tuberculum pubicum).
3) Hernioplasty
Menjahitkan conjoint tendon pada ligamentum “inguinale” agar
LMR hilang/tertutup dan dinding perut jadi lebih kuat karena
tertutup otot. Hernioplasty pada hernia inguinalis lateralis ada
bermacam-macam menurut kebutuhannya (Ferguson, Bassini,
Halstedt, Hernioplasty pada hernia inginalis media dan hernia
femoralis dikerjakan dengan cara Mc.Vay).
Operasi hernia pada anak dilakukan tanpa hernioplasty,
dibagi menjadi 2 yaitu anak berumur kurang dari 1 tahun
menggunakan teknik Michele Benc dan anak berumur lebih dari 1
tahun menggunakan Teknik POTT.
8. Komplikasi
Menurut Bilotta (2012, hal. 348), komplikasi hernia ada 3 yaitu :
a. Strangulata
Strangulata terjadi penekanan terhadap cincin hernia akibat semakin
banyaknya usus yang masuk. Keadaan ini menyebabkan gangguan
aliran isi usus di ikuti dengan gangguan vaskuler (proses strangulata).
b. Obstruksi usus
Obstruksi usus ini dapat disebabkan oleh kesulitan mekanik atau
fungsional, dan terjadi ketika gas atau cairan tidak dapat bergerak
dengan normal melewati usus.
c. Infeksi
Infeksi merupakan kolonisasi atau terdapat mikroorganisme pada
jaringan luka yang ditempatinya atau setelah pembedahan.

B. Resiko Infeksi pada Post Operasi Hernia Scrotalis


a. Definisi resiko infeksi menurut Doenges, Moorhouse, dan Murr (2015)
yaitu beresiko tinggi terhadap invasi organisme pathogen.
b. Faktor-faktor resiko infeksi
Faktor resiko infeksi menurut Doenges, Moorhouse, dan Murr (2015)
yaitu:
1) Ketidakedekuatan pertahanan primer (kulit rusak, jaringan trauma,
penurunan kerja silia statis cairan tubuh, perubahan sekresi pH,
perubahan peristaltis).
2) Ketidakadekuatan pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin,
leucopenia, supresi respon inflamasi).
3) Ketidakadekuatan imunitas didapat: imunosupresi.
4) Kerusakan jaringan peningkatan pajanan lingkungan terhadap
pathogen prosedur invasive.
5) Penyakit kronis: malnutrisi, trauma.
6) Agens farmakologis (imunosupresan, terapi antibiotic).
7) Ketuban pecah.
8) Ketidakcukupan pengetahuan untuk menghindari pajanan terhadap
pathogen.

C. Pengelolaan Keperawatan Resiko Infeksi pada Post Operasi Hernia


Scrotalis
1. Modern Wound Care
Metode perawatan luka yang berkembang saat ini adalah
menggunakan prinsip moisture balance yang dikenal sebagai modern
wound dressing, dinyatakan lebih efektif dalam penyembuhan luka.
(Kartika, 2015, hal. 546-550).
Modern wound dressing merupakan salah sau metode perawatan
luka dengan cara tertutup dan lembab yang difokuskan untuk menjaga luka
dari dehidrasi dan meningkatkan proses penyembuhan luka (Dhivya,
Padma, & Santhin, 2015, hal. 24-28 ). Luka dengan suasana lembab dapat
mempercepat fibrinolisis, angiogenesis, menurunkan resiko infeksi,
pembentukan growth factor, dan pembentukan sel aktif (Handayani,
2016).
Modern wound dressing yang mengandung antimikroba telah
dikembangkan sejak dua puluh tahun terakhir, efektif membunuh bakteri
dan jamur pada luka, mencegah infeksi berulang selama penyembuhan
(Boateng & Catanzano, 2015, hal. 3653-3680), dan efektif untuk
pengobatan luka yang terinfeksi (Martin, 2013, hal. 341-359).
Pada tahun 1979 Tumer (Lawrence, 1994, hal. S21-S24)
menggambarkan balutan yang ideal dengan karakteristik sebagai berikut:
dapat mengangkat eksudat yang berlebihan dan toksin, kelembaban tinggi
pada permukaan luka, memungkinkan pertukaran gas, memberikan
insulasi ternal, melindungi terhadap infeksi skunder, bebas dari partikel-
partikel dan komponen toksik, tidak menimbulkan trauma saat
mengangkat/megganti balutan.
Pada luka tekan balutan luka sanagt berperan penting dengan
fungsi membantu melindungi luka dari injuri yang berulang, membantu
melindungi luka dari kuman penyakit dan mencegah luka terinfeksi,
membantu menciptakan kondisi lingkungan yang mendukung
penyembuhan luka, menambal bagian luka terutama bagian yang mati.
Pada masa kini hasil-hasil dari penelitian menyatakan bahwa
tingkat kelembaban mendukung kesehatan kulit, kelembaban memberi
kesempatan yang lebih baik untuk proses penyembuhan. Konsep inilah
yang disebut dengan “moist wound healing”.
2. Pendidikan Kesehatan Diet Tinggi Kalori Protein
Nutrisi sangat berperan dalam proses penyembuhan luka. Kita
ketahui bahwa status nutrisi pada seseorang adalah faktor utama yang
mempengaruhi proses pertumbuhan dan mempertahankan jaringan tubuh
agar tetap sehat (Suriadi, 2004, hal. 15).
Seseorang yang mengalami injuri atau luka berarti terjadi
gangguan kontiunitas dan struktur pada jaringan tubuh. Dengan demikian
diperlukan perbaikan untuk menjaga agar struktur dan fungsi jaringan
tubuh yang mengalami gangguan dapat kembali berkembang atau tidak
mengalami komplikasi lain. Pada proses perbaikan jaringan akibat luka
akan mengalami beberapa proses yaitu inflamasi, fibroblast, dan maturasi
atau remodeling. Pada proses ini sangat dibutuhkan nutrisi yang adekuat.
Pada bahasan berikut dibahas mengenai kebutuhan nutrisi pada luka
(Suriadi, 2004, hal. 15).

Berikut dibahas mengenai kebutuhan nutrisi pada luka:

a. Protein
Hasil penelitian membuktikan bahwa gangguan poliferasi fibroblast,
neoangiogenesis, sintesis kolagen dan remodeling pada luka
dikarenakan adanya kekurangan protein. Selain itu juga
mempengaruhi mekanisme kekebalan, fungsi leukosit seperti
patogenesis.
b. Karbohidrat
Karbohidrat diperlukan untuk suplai energi seluler.
c. Vitamin A
Vitamin A diperlukan untuk simtesis kolagen dan epitelialisasi pada
proses penyembuhan luka.
d. Vitamin C
Vitamin C berguna untuk sintesis kolagen dan meningkatkan
resistensi terhadap infeksi.
e. Vitamin K
Vitamin K untuk sintesis protrombin dan beberapa faktor pembekuan
darah yang diperlukan untuk mencegah perdarahan yang berlebihan
pada luka.
f. Zat besi
Zat besi berguna dalam sintesis kolagen, sintesis hemoglobin dan
mencegah iskemik pada jaringan.
g. B-Complek
Berfungsi dalam produksi energi dan imunitas seluler serta sintesis
sel-sel darah merah.
h. Zinc
Pada jaringan membantu sintesis protein dan pada luka berperan
dalam sintesis kolagen.
Makanan tinggi kalori banyak terdapat pada makanan karbohidrat
seperti nasi, singkong, kentang, susu dan lainnya, sedangkan untuk
makanan tinggi protein bisa didapatkan dari lauk pauk yang diberikan
sehari-hari seperti ikan, ayam, telor yang merupakan protein hewani dan
juga bisa berupa protein nabati yang berasal dari tumbuhan seperti kacang
hijau, kedelai, dan lainnya. Nutrisi yang juga dibutuhkan dalam
penyembuhan luka yaitu vitamin A, vitamin A ini dapat diperoleh dengan
mengkonsumsi ikan salmon, telur ikan, hati ayam, telur rebus. Vitamin C
dapat ditemukan dengan mengkonsusmsi buah-buahan setiap hari, seperti
jambu biji, jeruk, pepaya, mangga dan lainnya. Vitamin K dapat
ditemukan di sayuran hijau, buah-buahan, minyak nabati, dan kacang-
kacangan. Zat besi dapat diperoleh dengan mengkonsumsi bayam, kerang,
hati atau jeroan, kacang-kacangan, daging merah, dan brokoli. B-Complek
dapat ditemukan dengan mengkonsumsi sereal, roti, pasta, sayuran
berdaun hijau, kedelai, biji-bijian, ikan, telur, susu, gandum dll. Sementara
seng banyak ditemukan di dalam daging.
Faktor usia, usia pasien juga sangat berpengaruh dengan proses
penyembuhan luka antara usia tua dan muda sangat berbeda, semakin
bertambah usia seseorang daya regenerasi pada jaringan atau organ akan
mengalami penurunan, untuk mempercepat penyembuhan luka tersebut
maka kebutuhan nutrisi pada pasien post operasi yang usianya lebih tua
harus lebih banyak dari pada usia yang muda untuk mempercepat
regenerasi jaringan sehingga penyembuhan luka bisa berjalan cepat. Jika
asupan nutrisi yang diberikan pada post operasi kurang maka
penyembuhan luka post operasi hernia inguinalis lebih lambat.
Berdasarkan data diatas hubungan antara asupan nutrisi dengan
lama penyembuhan luka yaitu dengan pemberian makanan tinggi kalori
dan protein serta ditambah dengan vitamin C. Jika setelah operasi pasien
asupan nutrisinya terpenuhi maka dapat mempercepat pertumbuhan
jaringan, sebagai anti oksidan dan berperan dalam prosess metabolisme
yang berlangsung di dalam tubuh pada pasien post operasi hernia
Scrotalis. Oleh karena itu semakin terpenuhi dan tercukupi asupan nutrisi
maka kecepatan penyembuhan luka semakin cepat dan optimal.
D. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Resiko Infeksi pada Post Operasi
Hernia Scrotalis
1. Pengkajian
Menurut Dermawan dan Rahayuningsih (2010), hal yang perlu dikaji
pada penderita hernia adalah memiliki riwayat pekerjaan mengangkat
beban berat, duduk terlalu lama, terdapat benjolan pada bagian yang sakit,
nyeri tekan klien merasa tidak nyaman karena nyeri pada perut.
Pengkajian ini adalah tahap awal dari proses keperawatan dan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan data klien.
Pengkajian meliputi :
a. Identitas
Meliputi nama, umur, alamat, agama, pekerjaan, pendidikan, status
tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, dan nomor register.
b. Identitas penanggung jawab
Meliputi nama, umur, alamat, pendidikan, pekerjaan, alamat dan
hubungan dengan pasien.
c. Riwayat kesehatan, meliputi :
1) Keluhan utama
Merupakan informasi mengenai hal-hal yang menyebabkan klien
mengalami keluhan hal apa saja yang mendukung dan
mengurangi, kapan, dimana dan berapa jauh keluhan tersebut
dirasakan klien.
2) Riwayat penyakit sekarang
Klien dengan post operasi hernia mempunyai keluhan resiko
infeksi yag disebabkan oleh insisi pembedahan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit (masa kanak-kanak, penyakit yang terjadi secara
berulang-ulang, operasi yang pernah dialami).
4) Riwayat kesehatan keluarga
Orang tua, saudara kandung, anggota lain. Faktor resiko terhadap
kesehatan
5) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
b) Tanda- tanda vital : tekanan darah, suhu, nadi, pernapasan.
c) Sistem pencernaan : bentuk bibir, mukosa mulut,
kelengkapan gigi, muntah, kemampuan menelan, dan
mengunyah, bentuk perut, bising usus, distensi abdomen.
d) Sistem pernapasan : kesimetrisan hidung, pernapasan cuping
hidung, deformitas, bersin, warna mukosa, perdarahan, nyeri
sinus, bentuk dada, nyeri dada, frekuensi dan jenis
pernapasan, bunyi nafas.
e) Sistem kardiovaskuler : konjungtiva aneis atau tidak, akral
dingin atau hangat, CRT, JVP, bunyi jantung, tekanan darah,
pembesaran jantung, sianosis.
f) Sistem integumen : warna kulit, turgor kulit, temperatur, luka
atau lesi, integritas, perubahan warna, keringat, aritmia, kuku,
rambut.
g) Sistem persyarafan : tingkat kesadaran kepala ukuran,
kesimetrisan, benjolan, ketajaman mata, reflek cahaya, kaku
kuduk.
h) Sistem endokrin : pertumbuhan dan perkembangan fisik,
porposi dan posisi tidur, ekstremitas, pembesaran kelenjar
tiroid, tremor ekstremitas.
i) Sistem muskuloskeletal : rentang gerak sendi, gaya berjalan,
posisi berdiri, ROM, kekuatan otot, deformitas, kelakuan
pembesaran tulang, atrofi.
j) Sistem reproduksi : laki-laki, penis, skrotum, testis, dll.
k) Sistem perkemihan : jumlah, warna, bau, frekuensi, BAK,
urgensi, disuria, nyeri punggung, inkontinensia, retensi urine,
dll.
6) Pengkajian pola fungsional gordon, meliputi :
a) Pola persepsi
Pola persepsi adalah kebiasaan merokok penggunaan obat-
obatan, alkohol, dan kebiasaan olahraga, bagaimana status
ekonomi keluarga kebiasaan merokok dan mempengaruhi
lamanya penyembuhan luka operasi.
b) Pola tidur dan istirahat
Insisi pembedahan luka post operasi herniorafi dapat
mengganggu pola tidur dan istirahat.
c) Pola aktivitas
Aktivitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena
insisi pembedahan.
d) Pola sensori dan kognitif
Ada tidaknya gangguan sensori nyeri (biasanya terdapat nyeri
di sekitar luka pembedahan herniotomi atau herniorafi
indikator 4-7 penglihatan, perabaan serta pendengaran,
kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap
orang tua, waktu dan tempat.
e) Pola hubungan dan peran
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa
melakukan peran yang baik dalam keluarga maupun
dimasyarakat.
f) Pola eliminasi
BAK : adanya retensi urine
BAB : adanya konstipasi
g) Pola persepsi diri dan konsep diri
Klien ingin cepat sembuh dan tidak ingin mengalami penyakit
seperti ini lagi.
h) Pola mekanisme koping
Klien merasakan tidak nayamn selalu memegangi perutnya
dan meringis kesakitan.
i) Pola nilai dan kepercayaan
Klien beragama islam dan yakin akan cepat sembuh dan
menganggap ini merupakan cobaan dari Allah SWT.
2. Diagnosa yang muncul menurut SDKI, PPNI (2017, hal. 304)
a. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
3. Intervensi keperawatan menurut SIKI, PPNI (2018)
a. Pencegahan Infeksi
1) Definisi
Mengidentifikasi dan menurunkan risiko terserang organisme
patogenik.
2) Tindakan
a) Observasi
- Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
b) Terapeutik
- Batasi jumlah pengunjung
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
- Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
c) Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan cairan
d) Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian Imunisasi, jika perlu
b. Pemantauan Tanda Vital
1) Definisi
Mengumpulkan dan menganalisis data hasil pengukuran fungsi
vital kardiovaskuler, pernapasan, dan suhu tubuh.
2) Tindakan
a) Observasi
- Monitor tekanan darah
- Monitor nadi ( frekuensi, kekuatan, irama)
- Monitor pernapasan (frekuensi, kedalaman)
- Monitor suhu tubuh
b) Terapeutik
- Dokumentasikan hasil pemantauan
c) Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
c. Perawatan luka
1) Definisi
Mengidentifikasi dan meningkatkan penyembuhan luka serta
mencegah terjadinya komplikasi luka.
2) Tindakan
a) Observasi
- Monitor karakteristik luka ( mis. Drainase, warna, ukuran,
bau)
- Monitor tanda-tanda infeksi
b) Terapeutik
- Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
- Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik,
sesuai kebutuhan
- Bersihkan jaringan nekrotik
- Berikan salep yang sesuai ke kulit/ lesi, jika perlu
- Pasang balutan sesuai jenis luka
- Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
- Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
- Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai
kondisi pasien
- Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan
protein 1,25-1,5 g/kgBB/hari
- Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis. Vitamin A,
vitamin C, Zinc, asam amino) sesuai kebutuhan
c) Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan
protein
- Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
d) Kolaborasi
- Kolaborasi prosedur debridemen (mis. Enzimatik, biologis,
mekanis, autolitik), jika perlu
- Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
d. Manajemen lingkungan
1) Definisi
Memfasilitasi dan mengelola lingkungan untuk mendapatkan
manfaat terapeutik, stimulasi sensorik, dan kesejahteraan
psikologis.
2) Tindakan
a) Observasi
- Identifikasi keamanan dan kenyamanan lingkungan
b) Terapeutik
- Atur suhu linglungan yang sesuai
- Sediakan tempat tidur dan lingkungan yang bersih dan
nyaman
- Pertahankan konsistensi kunjungan tenaga kesehatan
- Berikan bel atau alat komunikasi untuk memanggil
perawat
c) Edukasi
- Ajarkan pasien dan keluarga/pengunjung tentang upaya
pencegahan infeksi.
4. Implementasi Keperawatan
Menurut Kozier, Glenora, Berman, dan Synder (2011)
implementasi adalah fase ketika perawat mengimolementasikan intervensi
keperawatan. Berdasarkan terminologi BIC, implementasi terdiri atas
melakukan dan mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan
keperawatan khusus yang diperlukan untuk melaksanakan intervensi (atau
program keperawatan). Perawat melaksanakan atau mendelegasikan
tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun dalam tahap
perencanaan dan kemudian mengakhiri tahap implementasi dengan
mencatat tindakan keperawatan dan respons klien terhadap tindakan
tersebut.
Meskipun perawat dapat bertindak berdasarkan kepentingan klien
(misal, merujuk klien ke perawat komunitas untuk perawatan di rumah),
standar profesional mendukung partisipasi klien dan keluarga, seperti
pada semua fase proses keperawatan. Tingkat partisipasi bergantung pada
status kesehatan klien. Misalnya, seorang pria yang tidak sadar mampu
berpartisipasi dalam perawatannya sehingga ia perlu dirawat. Sebaliknya,
klien yang dapat berjalan mungkin memerlukan perawatan yang sangat
sedikit dari perawat dan melakukan aktivitas perawatan kesehatan secara
mandiri.

5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan menurut Kozier, Glenora, Berman, dan
Synder (2011) adalah menilai atau menghargai. Evaluasi adalah fase
kelima dan fase terakhir proses keperawatan. Dalam konteks ini, evaluasi
adalah aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan, dan terarah ketika
klien dan profesional kesehatan menentukan kemajuan klien menuju
pencapaian tujuan/hasil dan keefektifan rencana asuhan keperawatan.
Evaluasi adalah aspek penting proses keperawatan karena kesimpulan
yang ditarik daan evaluasi menentukan aapakah intervensi keperawatan
harus diakhiri, dilanjutkan, atau diubah.
Evaluasi berjalan kontinu. Evaluasi yang dilakukan ketika atau
segera setelah mengimplementasikan program keperawatan
memungkinkan perawat untuk segera memodifikasi intervensi. Evaluasi
yang dilakukan pada intervensi tertentu (misal, satu kali seminggu untuk
klien perawatan dirumah) menunjukan tingkat kemajuan untuk mencapai
tujuan dan memungkinkan perawat untuk memperbaiki kekurangan dan
memodifikasi rencana asuhan sesuai kebutuhan. Evaluasi berlanjut
sampai klien mencapai tujuan kesehatan atau selesai mendapatkan asuhan
keperawatan. Evaluasi pada saat pulang mencakup status pencapaian
tujuan daan kemampuan perawatan diri klien terkait perawatan tidak
lanjut. Kebanyakan institusi memiliki catatan pulang khusus untuk
evaluasi ini.
Melalui evaluasi, perawat menunjukkan tanggung jawab dan
tanggung gugat terhadap tindakan mereka, menunjukkan perhatian pada
hasil tindakan keperawatan, dan menunjukkan keinginan untuk tidak
meneruskan tindakan yang tidak efektif, tetapi mengadopsi tindakan yang
lebih efektif.
Evaluasi dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam evaluasi untuk
diagnosis Resiko Infeksi berhubungan dengan prosedur invasif yaitu
masalah teratasi. Karena didapatkan data yang sesuai kriteria hasil yaitu
kllien bebas dari tanda dan gejala infeksi, mendiskripsikan proses
penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan serta
penatalaksanaannya, menunjukkan kemampuan untuk mencegah
timbulnya infeksi, jumlah leukosit dalam batas normal, menunjukkan
perilaku hidup sehat, tanda-tanda vital dalam batas normal (NANDA
2015).

Anda mungkin juga menyukai