Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

A. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HERNIA INGUINALIS


B. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Hernia merupakan prostitusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui
defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan yang terdiri
atas cincin, kantong dan isi hernia. (Suratun. 2010).
Hernia merupakan prostitusi atau penonjolan isi rongga melalui defek
atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia
abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari
lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut. (Nurarif Amin Huda. 2015).
Hernia inguinalis atau sering kita sebut sebagai turun berok adalah suatu
kondisi medis yang ditandai dengan penonjolan jaringan lunak, biasanya
usus, melalui bagian yang lemah atau robek di bagain bawah dinding
perut di lipatan paha. (Rahayuningtyas Clara. 2014).

2. Klasifikasi Hernia
a.   Klasifikasi hernia menurut letaknya :
1)   Hernia inguinal :
Hernia inguinal dibagi menjadi :
a)    Hernia Indirek atau Lateral : hernia ini terjadi melalui cincin
inguinal dan melewati korda spermatikus melalui kanalis
inguinalis, dapat menjadi sangat besar dan sering turun ke
skrotum.
b)   Hernia Direk atau Medialis : hernia ini melewati dinding
abdomen di area kelemahan otot, tidak melalui kanal seperti
pada hernia inguinalis dan femoralis indirek. Lebih umum
terjadi pada lansia.
2)   Hernia Femoralis :
Hernia femoralis terjadi melalui cincin femoral dan lebih umum
pada wanita. Ini mulai sebagai penyumbat lemak di kanalis
femoral yang membesar dan secara bertahap menarik peritonium
dan hampir tidak dapat di hindari kandung kemih masuk
kedalam kantong.
3)   Hernia Umbilikal :
Hernia umbilikal pada umumnya terjadi pada wanita karena
peningkatan tekanan abdominal, Biasanya pada klien obesitas
dan multipara.
4)   Hernia Insisional :
Hernia insisional terjadi pada insisi bedah sebelumnya yang
telah sembuh secara tidak adekuat, gangguan penyembuhan luka
kemungkinan disebabkan oleh infeksi, nutrisi tidak adekuat,
distensi eksterm atau obesitas.

b.   Klasifikasi hernia berdasarkan terjadinya :


1)   Hernia Kongenital :
Hernia kongenital (bawaan) terjadi pada pertumbuhan janin usia
lebih dari 3 minggu testis yang mula-mula terletak di atas
mengalami penurunan (desensus) menuju skrotum.
2)    Hernia Akuisitas :
Hernia akuisitas (didapat) yang terjadi setelah dewasa atau pada
usia lanjut. Disebabkan karena adanya tekanan intra abdominal
yang meningkat dan dalam waktu yang lama, misalnya batuk
kronis, konstipasi kronis, gangguan proses kencing (hipertropi
prostat, striktur uretra), asites dan sebagainya.

c.    Klasifikasi hernia menurut sifatnya :


1)   Hernia Reponible/Reducible :
Bila isi hernia dapat keluar masuk, usus keluar jika
berdiri/mengejan dan masuk lagi jika berbaring/didorong masuk,
tidak ada keluhan nyeri/gejala obstruksi usus.
2)   Hernia Irreponible :
Bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan kedalam
rongga karena perlekatan isi kantong pada pada peritoneum
kantong hernia, tidak ada keluhan nyeri/tanda sumbatan usus,
hernia ini disebut juga hernia akreta.
3)   Hernia Strangulata/Inkaserata :
Bila isi hernia terjepit oleh cincing hernia, isi kantong
terperangkap, tidak dapat kembali dalam rongga perut disertai
akibat yang berupa gangguan pasase/vaskularisasi.
(Suratun. 2010).  

3. Etiologi
Penyebab pasti hernia masih belum diketahui, tetapi ada beberapa
predisposisi yang dihubungkan dengan peningkatan risiko hernia,
meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Peningkatan tekanan intra abdomen :
Banyak faktor yang dapat meningkatkan tekanan intraabdomen.
Beberapa pasien mengalami hernia setelah mengalami injuri
abdomen. Tekanan abdomen dengan intesitas tinggi seperti pada
batuk atau muntah berat, kehamilan, obesitas, cairan intraabdomen,
atau mengangkat benda berat meningkatkan dorongan dan beresiko
terjadi hernia.
b. Kelemahan kongenital :
Defek kongenital pada sfingter kardia memberikan predisposisi
melemahnya bagian ini, dengan adanya peningkatan tekanan
intraabdomen, maka  kondisi hernia menjadi meningkat.
c.       Peningkatan usia :
Kelemahan otot dan kehilangan elastisitas pada usia lanjut
meningkatkan risiko terjadinya hernia. Dengan melemahnya
elastisitas, sfingter kardia yang terbuka luas tidak kembali ke posisi
normal. Selain itu, kelemahan otot diafragma juga membuka jalan
masuknya bagian lambung ke rongga toraks.
(Muttaqin. 2011)
4. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala hernia sebagai berikut :
a) Hernia Inguinalis Lateralis, tampak adanya benjolan di lipatan paha
atau perut bagian bawah dan benjolan bersifat temporer yang dapat
mengecil dan menghilang yang disebabkan oleh keluarnya suatu
organ.
b) Bila isinya terjepit akan menimbulkan perasaan nyeri di tempat
tersebut disertai perasaan mual.
c) Nyeri yang diekpresikan sebagai rasa sakit dan sensasi terbakar.
Nyeri tidak hanya didapatkan di daerah inguinal tapi menyebar ke
daerah panggul, belakang kaki, dan daerah genetal yang disebut
reffred pain. Nyeri biasanya meningkat dengan durasi dan intensitas
dari aktifitas atau kerja yang berat. Nyeri akan meredah atau
menghilang jika istirahat. Nyeri akan bertambah hebat jika terjadi
stranggulasi karena suplai darah ke daerah hernia terhenti sehingga
kulit menjadi merah dan panas.
d) Hernia femoralis kecil mungkin berisi dinding kandung kencing
sehingga menimbulkan gejala sakit kencing (disuria) disertai
hematuria (kencing darah) di samping benjolan di bawah selah paha.
e) Hernia diafragmatika menimbulkan perasaan sakit di daerah perut di
sertai sesak nafas.
f)  Bila klien mengejan atau batuk maka hernia akan bertambah besar.
(Suratun. 2010).

5. Patofisiologi
Hernia terdiri dari tiga unsur yaitu kantong hernia yang terdiri dari
peritoneum, isi hernia (usus, omentum, kadang berisi organ
intraperitoneal lain atau organ ekstraperitonel seperti ovarium, apendiks
divertikel dan buli-buli), dan struktur yang menutupi kantong hernia yang
dapat berupa kulit (skrotum), umbilikus, paru dan sebagainya.
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau di dapat,
lebih banyak terjadi pada pria dari pada wanita. Faktor yang berperan
kausal adalah adanya prosesur faginalis yang terbuka, peningkatan
tekanan intraabdomen (pada kehamilan, batuk kronis, pekerjaan
mengangkat berat, mengejan saat defekasi dan miksi, akibat BPH dan
kelemahan otot dinding perut karena usia).
Secara patofisiologi pada hernia indirek, sebagian usus keluar melalui
duktus spermatikus sebelah lateral dari arteri epigastrika inferior
mengikuti kanalis inguinalis yang berjalan miring dari lateral atas ke
medial, masuk ke dalam skrotum. Juga disebut hernia inguinalis lateralis
atau oblique dan biasanya merupakan hernia yang kongenital. Kongenital
karena melalui suatu tempat yang juga merupakan kelemahan kongenital.
Karena usus keluar dari rongga perut masuk ke dlaam skrotum dan jelas
tampak dari luat maka hernia inguinalis disebut pula “hernia eksternal”.
Jika lubang hernia cukup besar maka isi hernia (usus) dapat didorong
masuk lagi keadaan ini di sebut hernia reponibel. Jika isi hernia tidak
dapat masuk lagi disebut hernia inkaserata, pada keadaan ini terjadi
bendungan darah pembuluh darah yang disebut strangulasi. Akibat
gangguan sirkulasi darah akan terjadi kematian jaringan setempat yang
disebut infark. Infark pada usus disertai dengan rasa nyeri dan perdarahan
di sebut infark hemoragik.
Bagian usus yang nekrotik berwarna merah kehitam-hitaman dengan
dinding yang menebal akibat bendungan dalam vena. Darah dapat juga
masuk ke dalam isi hernia (usus) atau ke dalam kantong hernia. Akibat
infeksi kuman yang ada dalam rongga usus yang terbendung, maka
mudah terjadi pembusukan atau gangren. (Suratun. 2010).
6. Pathway keperawatan
7. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan darah lengkap
Menunjukkan peningkatan sel darah putih, serum elektrolit dapat
menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit) dan
ketidak seimbangan elektrolit. Pemeriksaan koagulasi darah :
mungkin memanjang, mempengaruhi homeostatis intraoperasi atau
post operasi.
b) Pemeriksaan urine
Munculnya sel darah merah atau bakteri yang mengindikasikan
infeksi.
c) Elektro kardiografi (EKG)
Penemuan akan sesuatu yang tidak normal memberikan prioritas
perhatian untuk memberikan anastesi.
d) Sinar X abdomen
Menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus atau obstruksi
usus.
(Suratun. 2010).

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medik hernia inguinalis antara lain :
a) Terapi Konservatif :
1) Reposisi
Tindakan memasukkan kembali isi hernia ke tempatnya semula
secara hati-hati dengan tindakan yang lembut tetapi pasti.
Tindakan ini hanya dapat dilakukan pada hernia reponibilis
dengan menggunakan kedua tangan. Tangan yang satu
melebarkan leher hernia sedangkan tangan yang lain
memasukkan isi hernia melalui hernia tadi.
2) Pemakaian penyangga/sabuk hernia
Pemakaian bantalan penyangga hanya bertujuan menahan hernia
yang telah direposisi dan tidak pernah menyembuhkan sehingga
harus dipakai seumur hidup.
b) Terapi Operatif :
1) Herniotomi
Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai
ke lehernya. Kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan jika ada
perlengkapan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit, ikat
setinggi mungkin lalu dipotong.
2) Hernioplasti
Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil anulus
inguinalis dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.
c) Medikasi :
1)      Pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri.
2)      Pemberian antiobiotik untuk menyembuhkan infeksi.
d) Aktivitas dan diet
1) Aktivitas
Hindari mengangkat barang yang berat sebelum atau sesudah
pembedahan.
2) Diet
Tidak ada diet khusus, tetapi setelah operasi diet cairan sampai
saluran gastrointestinal berfungsi lagi, kemudian makan dengan
gizi seimbang. Tingkatkan masukan serat dan tinggi cairan
untuk mencegah sembelit dan mengejan selama buang air besar.
Hindari kopi, teh, coklat, minuman berkarbonasi, minuman
beralkohol dan setiap makanan atau bumbu yang memperburuk
gejala

C. KONSEP KEPERAWATAN
1. Konsep keperawatan pre operasi
a. Pengkajian
Pengkajian dan pengumpulan informasi adalah fase pertama proses
keperawatan. Jika data dikumpulkan secara tidak benar, pasien dapat
mengalami komplikasi yang besar pada tahap akhir. Masalah
kesehatan mungkin diidentifikasi secara tidak tepat dan akan sulit
untuk membuat rencana keperawatan yang tepat atau memberikan
asuhan keperawatan yang efektif. Pengumpulan informasi yang tidak
benar memiliki konsekuensi dengan pencapaian jauh dalam rangkaian
tahap proses keperawatan
Elemen yang paling penting pada fase pengkajian adalah mengawali
hubungan perawatan yang berarti, pengumpulan yang benar,
pemilihan dan pengaturan data, serta verifikasi anlisis dan laporannya.
(Lynn Basford. 2006).
Pengkajian data keperawatan pada klien pre operasi hernia adalah
antara lain :
1) Aktivitas/istirahat : Klien dilakukan anamneses mengenai
riwayat pekerjaan, mengangkat beban berat, duduk dan
mengemudi dalam waktu yang lama, membutuhkan papan matras
untuk tidur. Pada pemeriksaan fisik klien mengalami penurunan
rentang gerak, tidak mampu melakukan aktivitas yang biasa,
atrofi otot, gangguan dalam berjalan.
2) Sirkulasi : Apakah klien mempunyai riwayat penyakit jantung,
edema pulmonal, penyakit vaskular perifer.
3) Eliminasi : Apakah klien mengalami konstipasi, adanya
inkontinensia atau retensi urine.
4) Makanan/Cairan : Apakah kilen mengalami gangguan bising
usus, mual, muntah, nyeri abdomen, malnutrisi atau obesitas.
5) Nyeri/Kenyamanan : Apakah klien mengalami nyeri di daerah
benjolan hernia walaupun jarang dijumpai, kalau ada biasanya
dirasakan di daerah epigastrium atau daerah periumbalikal
berupa nyeri viseral karena regangan pada mesentrium sewaktu
segmen usus halus masuk ke dalam kantong hernia.
6) Keamanan : Apakah klien mempunyai riwayat alergi terhadap
makanan dan obat-obatan.
7) Pernafasan : Apakah klien mempunyai riwayat batuk kronik
(penyakit paru obstruksi menahun).
(Suratun. 2010).
b. Diagnose keperawatan
Diagnosa keperawatan pada klien pra operasi hernia inguinalis
sebagai berikut :
1) Nyeri berhubungan dengan agen pencedera fisik, kompresi saraf,
spasme otot.
2) Mobilitas fisik berhubungan dengan ketidaknyamanan, spasme
otot.
3) Ansietas/Kecemasan berhubungan dengan krisis situasi,
perubahan status kesehatan, peran fungsi, ketidakadekuatan
metode koping.
(Doenges E. Marilynn 2008)
c. Rencana keperawatan
Rencana asuhan keperawatan pre operasi pada klien hernia :
1) Nyeri berhubungan dengan agen pencedera fisik, kompresi saraf,
spasme otot.
Tujuan : Melaporkan rasa nyeri hilang/terkontrol, mengungkapkan
metode yang memberikan penghilangan, mendemostrasikan
penggunaan intervensi terapeutik untuk menghilangkan nyeri.
Intervensi :
a) Kaji adanya keluhan nyeri, catat lokasi, lamanya serangan
Rasional : Membantu menentukan pilihan intervensi dan
memberikan dasar untuk perbandingan dan evaluasi terhadap
terapi.
b) Pertahankan tirah baring.
Rasional :
Tirah baring dalam posisi yang nyaman memungkinkan pasien
untuk menurunkan spasme otot, menurunkan penekanan pada
bagian tubuh tertentu dan memfasilitasi terjadinya reduks dari
tonjolan diskus.
c) Batasi aktivitas selama fase akut sesuai dengan kebutuhan.
Rasional :
Menurunkan gaya gravitasi dan gerak yang dapat
menghilangkan spasme otot dan menurunkan edema dan
tekanan pada struktur sekitar diskus intervertebralis yang
terkena.
d) Instruksikan pada pasien untuk melakukan teknik
relaksasi/visualisasi.
Rasional :
Memfokuskan perhatian pasien, membantu menurunkan
tegangan otot dan meningkatkan proses penyembuhan
e) Berikan obat sesuai dengan kebutuhan
Rasional :
Merelaksasikan otot dan menurunkan nyeri.
2)  Mobilitas fisik berhubungan dengan ketidaknyamanan, spasme
otot.
Tujuan : mengungkapkan pemahaman tentang situasi/faktor risiko
dan aturan pengobatan individual, mempertahankan atau
meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang
sakit/kompensasi.
Intervensi :
a) Catat respon emosi/perilaku pada immobilisasi.
b) Rasional : immobilisasi yang dipaksakan dapat memperbesar
kegelisahan, peka rangsang
c) Bantu pasien dalam melakukan aktivitas ambulasi progresif.
d) Rasional : Keterbatasan aktifitas bergantung pada kondisi yang
khusus tetapi biasanya berkembang dengan lambat sesuai
toleransi.
e) Demonstrasikan penggunaaan alat penolong, seperti alat bantu
jalan/tongkat.
Rasional : Memberikan stabilitas dan sokongan untuk
mengkompensasi gangguan tonus/kekuatan otot dan
keseimbangannya.
f) Berikan obat untuk menghilangkan nyeri kira-kira 30 menit
sebelum memindahkan/melakukan ambulasi pasien.
g) Rasional : Antisipasi terhadap nyeri dapat meningkatkan
ketegangan otot. Obat dapat merelaksasikan pasien,
meningkatakn rasa nyaman dan kerjasama pasien selama
melakukan aktivitas
3) Ansietas/Kecemasan berhubungan dengan krisis situasi,
perubahan status kesehatan, peran fungsi, ketidakadekuatan
metode koping.
Tujuan : tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang pada
tingkat dapat diatasi, mengidentifikasi ketidakefektifan perilaku
koping dan konsekuensinya, mengkaji situasi terbaru dengan
akurat, mendemostrasikan keterampilan pemecahan masalah.
Intervensi :
a) Kaji tingkat ansietas pasien.
Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi kekuatan dan
keterampilan yang mungkin membantu pasien mengatasi
keadaannya sekarang dan atau kemungkinan lain untuk
memberikan bantuan yang sesuai.
b) Berikan informasi yang akurat dan jawab dengan jujur.
Rasional : Memungkinkan pasien untuk membuat keputusan
yang didasarkan atas pengetahuannya
c) Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan masalah
yang dihadapinya.
Rasional : Kebanyakan pasien mengalami masalah yang perlu
untuk diungkapkan dan diberi respons dengan informasi yang
akurat untuk meningkatkan koping terhadap situasi yang
sedang dihadapinya saat ini.
d) Kaji adanya masalah sekunder yang mungkin merintangi
keinginan untuk sembuh dan mungkin menghalangi proses
penyembuhannya
Rasional :Pasien mungkin secara tidak sadar memperoleh
keuntungan seperti : terlepas dari tanggung jawab, perhatian
dan kontrol dari yang lain.
e) Catat perilaku dari orang terdekat/keluarga yang
meningkatkan peran sakit pasien.
f) Rasional : Orang terdekat/keluarga mungkin secara tidak sadar
memungkinkan pasien untuk mempertahankan
ketergantungannya dengan melakukan sesuatu yang pasien
sendiri mampu melakukan tanpa bantuan orang lain.

2. Konsep keperawatan post operasi


Untuk mengkaji klien dengan post herniotomi meliputi :
a. Pengkajian
1) Identitas
a) Identitas klien mencakup : nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, nomor medik, status,
diagnosa medis, tanggal masuk rumah sakit, tanggal
pengkajian dan alamat.
b) Identitas penanggung jawab meliputi : nama, umur, pekerjaan,
agama, hubungan dengan klien dan alamat.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Alasan masuk perawatan
Disini menggambarkan tentang hal-hal yang menjadikan
pasien di bawa ke rumah sakit dan dirawat.
b) Keluhan utama
Keluhan utama merupakan keluhan klien yang bersifat
subyektif pada saat dikaji. Biasanya keluhan utama yang
dirasakan klien post herniotomi adalah nyeri daerah luka
operasi.
c) Riwayat Kesehatan sekarang
Bagian ini menguraikan keluhan pertama yang muncul secara
kronologis meliputi faktor yang mencetuskan memperingan
gejala, kualitas, lokasi / penyebaran, upaya yang dilakukan
serta waktu dirasakannya keluhan, durasi dan frekuensi.
Dengan menggunakan alat bantu yang mencakup PQRST :
 P : Provokative / palliative
Merupakan hal atau faktor yang pencetus terjadinya
penyakit, hal yang memperberat atau memperingan,
nyeri yang dirasakan biasanya bertambah bila klien
berjalan, bersin, batuk atau napas dalam.
 Q : Quality / Quantity
Qualitas dari suatu keluhan atau penyakit yang
dirasakan.
 R : Region / Radition.
Region adalah daerah atau tempat dimana keluhan
dirasakan.
 S : Save Quality / Quantity Region / Radition Scale.
Severity scale adalah keganasan atau intensitas dari
keluhan tersebut.
 T : Time.
Time adalah waktu dimana keluhan dirasakan.
d) Riwayat kesehatan yang lalu
Pada tahap ini dikaji mengenai latar belakang kehidupan
klien sebelum masuk rumah sakit yang menjadi faktor
predisposisi seperti riwayat bekerja mengangkat benda-benda
berat, tanyakan juga tentang riwayat penyakit menular dan
atau penyakit keturunan.
e) Riwayat keluarga.
Pada tahap ini dikaji tentang riwayat kesehatan keluarga,
adakah dalam keluarga yang mengalami penyakit sama
dengan klien saat ini dan atau riwayat penyakit keturunan.
3) Data Biologis
f) Pola nutrisi. Pada aspek ini dikaji mengenai kebiasaan makan
klien sebelum dan sesudah masuk rumah sakit. Dikaji
mengenai riwayat diet klien. Bagaimana kebiasaan makan
dalam sehari, jenis makan. Apakah dijumpai perubahan pada
makan akibat penyakit, setelah itu dikaji tentang kebiasaan
minum ( jenis, jumlah dalam sehari ) dan kebiasaan minum-
minuman beralkohol.
g) Pola eleminasi. Dikaji mengenai frekuensi, konsistensi,
warna dan kelainan eleminasi, kesulitan-kesulitan eliminasi
dan keluhan-keluhan yang dirasakan klien pada saat bab dan
bak.
h) Istirahat dan tidur. Dikaji mengenai kebutuhan istirahat dan
tidur, apakah ada gangguan sebelum dan pada saat tidur, lama
tidur dan kebutuhan istirahat tidur.
i) Personal hygiene. Dikaji mengenai kebiasaan mandi, gosok
gigi, mencuci rambut dan dikaji apakah memerlukan bantuan
orang lain atau secara mandiri.
j) Aktivitas dan latihan. Dikaji apakah aktivitas yang dilakukan
klien dirumah dan dirumah sakit dibantu atau secara mandiri.
4) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi. Pemeriksaan fisik dilakukan head to toe
tetapi hasilnya dituliskan persistem tubuh.
 Keadaan umum. Keadaan klien dengan hernia biasanya
mengalami kelemahan, dan periksa status gizinya serta
tingkat kesadaran compos mentis.
 Tanda-tanda vital. Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan
tanda-tanda vital biasanya pada pasien post herniotomi terjadi
penurunan tekanan darah, peningkatan suhu dan demam,
pernapasan cepat dan dangkal.
 Tinjauan system
 Sistem respirasi. Dikaji dengan cara inspeksi, palpasi,
auskultasi, perkusi.Dalam sistem ini perlu dikaji
mengenai bentuk hidung, kebersihannya, adanya sekret,
adanya pernafasan cuping hidung, bentuk dada,
pergerakan dada apakah simetris atau tidak, bunyi nafas,
adanya ronchi atau tidak, frekuensi dan irama nafas
teratur.
 Sistem cardiovaskuler. Dikaji mulai dari warna
konjungtiva, warna bibir, tidak ada peningkatan JVP,
peningkatan frekuensi dan irama denyut nadi, bunyi
jantung tidak disertai suara tambahan, penurunan tekanan
darah.
 Sistem pencernaan. Sistem pencernaan dikaji mulai dari
mulut sampai anus, dalam sistem ini perlu dikaji adanya
stomatitis, jumlah gigi, caries, bau mulut, mukosa mulut,
ada tidaknya pembesaran tonsil, bentuk abdomen datar,
turgor kulit kembali lagi, fokus pada pemeriksaan
dengan kasus hernia apakah ada distensi abdomen, nyeri
tekan dan nyeri lepas. Adakah lesi pada daerah abdomen
adanya massa, pada auskultasi dapat diperiksa peristaltik
usus.
 Sistem perkemihan. Dikaji ada tidaknya pembengkakan
dan nyeri pada daerah pinggang, observasi dan palpasi
pada daerah abdomen untuk mengkaji adanya retensio
urine, ada tidaknya nyeri tekan dan benjolan serta
pengeluaran urine apakah ada nyeri pada waktu miksi
atau tidak.
 Sistem neurologis. Secara umum pada kasus hernia
inguinalis lateral tidak mengalami gangguan, namun
gangguan terjadi dengan adanya nyeri sehigga perlu
dikaji tingkat skala ( 0-5) serta perlu dikaji nilai GCS dan
pemeriksaan fungsi syaraf kranial untuk mengidentifikasi
kelainan atau komplikasi.
 Sistem integument. Dalam sistem ini perlu dikaji
keadaan kulit (turgor, kebersihan, pigmentasi, tekstur dan
lesi), serta perlu dikaji kuku dan keadaan rambut, sekitar
kulit atau ekstremitas adakah oedema atau tidak. Pada
klien dengan post herniotomi akan didapatkan kelainan
integumen karena adanya luka insisi pada daerah
abdomen, sehingga perlu dikaji ada atau tidaknya tanda
radang didaerah terkena adalah ada tidaknya tanda lesi
dan kemerahan, pengukuran suhu untuk mengetahui
adanya infeksi.
 Sistem penglihatan. Pada post herniotomi sistem ini tidak
mengalami gangguan. Untuk mengetahui keadaan
kesehatan maka harus diperiksa tentang fungsi
penglihatan, kesimetrisan mata kiri dan kanan, oedema
atau tidak.
 Sistem Endokrin. Dalam sistem ini perlu dikaji adanya
pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening
 Sistem Muskuloskeletal. Pada hernia inguinalis lateral
biasanya post operasi secara umum tidak mengalami
gangguan,tapi perlu dikaji kekuatan otot ekstremitas atas
dan bawah, dengan nilai kekuatan otot (0-5). Diperiksa
juga adanya kekuatan pergerakan, atau keterbatasan
gerak.
5) Data psikologis
Data psikologis yang perlu dikaji adalah status emosional, konsep
diri, mekanisme koping klien dan harapan serta pemahaman klien
tentang kondisi kesehatan sekarang.
a) Status emosional
Kemungkinan ditemukan emosi klien jadi gelisah dan labil,
karena proses penyakit yang tidak di ketahui/ tidak pernah
diderita sebelumnya.
b) Konsep diri
Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan
dan kepercayaan yang membuat orang mengetahui tentang
dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain.
c) Stressor 
Stressor adalah faktor-faktor yang menambah beban klien
baik dari pelayanan kesehatan ataupun pribadi dan keluarga.
Seseorang yang mempunyai stressor akan mempersulit dalam
proses suatu penyembuhan penyakit. 
d) Koping Mekanisme 
Koping mekanisme ini merupakan suatu cara bagaimana
seseorang untuk mengurangi atau menghilangkan stress yang
dihadapi
e) \Harapan dan pemahaman klien tentang kondisi kesehatan
yang dihadapi. Hal ini perlu dikaji agar tim kesehatan dapat
memberikan bantuan dengan efisien. 
6) Pengkajian psikososial post herniotomi meliputi bagaimana status
emosi klien, harapan klien tentang penyakit yang dideritanya,
gaya komunikasi, sosialisasi klien dengan keluarga atau
masyarakat, interaksi klien dirumah sakit, gaya hidup klien
sehari-hari, serta kepuasan pelayanan keperawatan yang klien
rasakan dirumah sakit.
7) Aspek Sosial dan Budaya. Pengkajian ini menyakit pada pola
komunikasi dan interaksi interpersonal, gaya hidup, faktor sosial
serta support sistem yang ada pada klien.
8) Data Spiritual. Data spiritual menyangkut keyakinan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, harapan terhadap kesembuhan serta
kegiatan spiritual yang dilakukan saat ini.
9) Pemeriksaan Penunjang
a) Sinar X abdomen, menunjukkan abnormalnya kadar gas
dalam usus/obstruksi usus.
b) Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit), peningkatan sel
darah putih dan ketidakseimbangan elektrolit.

b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon
actual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan yang perawat
mempunyai izin dan berkompeten untuk mengatasinya. Respon actual
dan potensial klien didapatkan dari data dasar pengkajian, tinjauan
literature yang berkaitan, catatan medis klien masa lalu, dan
konsultasi dengan professional lain.
Adapun diagnosa keperawatan yang timbul pada klien dengan post
herniotomy menurut Doengoes E Marilynn 2008, adalah :
1) Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi bedah
2) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan
hemorargi.
3) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan
ketidakadekuatan pertahanan primer.
4) Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan.
5) Ansietas/ketakutan berhubungan dengan perubahan status
kesehatan.
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.

c. Perencanaan keperawatan
Perencanaan keperawatan pada klien dengan post herniotomy yang
sesuai dengan diagnosa keperawatan secara teoritis menurut Doenges, E
Marilynn, 2008 adalah sebagai berikut :
1) Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi bedah
Tujuan : Nyeri berkurang, hilang atau teratasi
Kriteria hasil : Klien melaporkan nyeri hilang atau dapat diatasi, klien
dapat mengidentifikasi aktivitas yang dapat meningkatkan atau
mengurangi nyeri dan tidak gelisah, skala nyeri 0-1.
Rencana tindakan :
a) Kaji skala nyeri
Rasional : Nyeri merupakan respon subjektif yang dapat dikaji
dengan menggunakan skala nyeri.
b) Observasi tanda-tanda vital
Rasional : Respon autonemik meliputi perubahan pada tekanan
darah, nadi, dan pernapasan yang berhubungan dengan
keluhan /penghilang nyeri. Abnormalitas tanda vital terus
menerus memerlukan evaluasi lanjut
c) Bantu klien dalam mengidentifikasi factor pencetu
Rasional : Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan, ketegangan, suhu
distensi kandung kemih dan berbaring lama.
d) Ajarkan teknik relaksasi yang dapat mengurangi intensitas nyeri.
Rasional : Relaksasi dapat melancarkan peredaran darah
sehingga kebutuhan O2 pada jaringan terpenuhi dan mengurangi
nyeri.
e) Berikan posisi yang nyaman
Rasional : Istirahat merelaksasi semua jaringan sehingga akan
meningkatkan kenyamanan.
f) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesic
Rasional : Analgesik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan
berkurang.
2) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan
dengan hemorargic
Tujuan : Resiko kekurangan cairan teratasi.
Kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, turgor kulit
elastic, mukosa bibir kering,BB ideal, tanda-tanda vital dalam
batas normal
Rencana Tindakan
a) Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : Tanda-tanda awal hemorargie usus dan pembentukan
hematoma dapat menyebabkan syok hipovolemik.
b) Palpasi nadi perifer.
Rasional : Memberikan informasi tentang volume sirkulasi umum
dan tingkat dehidrasi.
c) Perhatikan adanya edema.
Rasional : Edema dapat terjadi karena pemindahan cairan
berkenaan dengan penurunan kadar albumin serum/protein.
d) Pantau intake output.
Rasional : Indicator langsung dari hidrasi/perfusi organ dan
fungsi. Memberikan pedoman untuk penggantian cairan.
e) Berikan terapi cairan, darah, albumin, elektrolit sesuai indikasi.
Rasional : Mempertahankan volume sirkulasi dan keseimbangan
elektrolit.
3) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan
pertahanan primer.
Tujuan : Resiko infeksi teratasi
Kriteria Hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vital dalam
batas normal, hasil laboraturium dalam batas normal.
Rencana Tindakan
a) Observasi tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan suhu.
Rasional : Suhu malam hari memuncak yang kembali normal
pada pagi hari adalah karakteristik infeksi. 
b) Observasi penyatuan luka, karakter drainase, adanya inflamasi
Rasional : Perkembangan infeksi dapat memperlambat
penyembuhan.
c) Observasi terhadap tanda dan gejala peritonitis.
Rasional : Peritonitis dapat terjadi jika usus terganggu.
d) Pertahankan perawatan luka aseptic, pertahankan balutan kering.
Rasional : Melindungi klien dari kontaminasi silang selama
penggantian balutan. Balutan basah sebagai sumbu retrogard,
menyerap kontaminasi eksternal.
e) Berikan obat-obatan sesuai indikasi
Rasional : Diberikan secara profilaktik dan untuk mengatasi
infeksi.
4) Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mencerna
makanan.
Tujuan : Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
teratasi.
Kriteria Hasil : Tidak ada penurunan berat badan secara significant,
makan sesuai diit yang diberikan, tidak ada mual, nafsu makan baik.
Rencana Tindakan
a) Tinjau factor-faktor individual yang mempengaruhi kemampuan
untuk mencerna makanan.
Rasional : Mempengaruhi pilihan intervensi.
b) Auskultasi bising usus, palpasi abdomen.
Rasional : Menentukan kembalinya peristaltic.
c) Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan diit dari pasien. 
Rasional : Meningkatkan kerjasama dengan pasien dengan aturan
diit.
d) Berikan cairan IU, misalnya albumin, lipid, elektrolit.
Rasional : Memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit.
5) Ansietas/ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan : Ansietas teratasi.
Kriteria Hasil : Klien tidak menampakan kecemasan, ekspresi
wajah rileks.
Rencana Tindakan
a) Awasi respon fisiologis.
Rasional : Dapat menjadi indikasi derajat takut yang dialami
pasien.
b) Dorong pernyataan takut dan kecemasan.
Rasional : Membuat hubungan terapeutik, membantu pasien
menerima kenyataan.
c) Berikan informasi yang akurat tentang tindakan apa yang akan
dilakukan.
Rasional : Melibatkan pasien dalam rencana asuhan keperawatan
dan menurunkan ansietas.
d) Dorong orang terdekat dengan klien untuk menemani klien.
Rasional : Membantu menurunkan takut melalui pengalaman
menakutkan menjadi seorang diri.
e) Tunjukkan teknik relaksasi.
Rasional : Belajar cara untuk rileks dapat menurunkan ketakutan
dan ansietas.
f) Berikan terapi sesuai indikasi.
Rasional : Obat sedative dapat digunakan untuk menurunkan
ansietas.
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
Tujuan : Intoleransi teratasi
Kriteria Hasil : Klien dapat beraktivitas secara mandiri,
menunjukkan peningkatan otot.
Rencana Tindakan
a) Tingkatkan tirah baring/duduk.
Rasional : Meningkatkan istirahat dan ketegangan.
b) Ubah posisi dengan sering.
Rasional : Meningkatkan tinggi pernapasan dan meminimalkan
tekanan pada area tertentu.
c) Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi.
Rasional : Tirah baring lama dapat menyebabkan menurunnya
kemampuan.
d) Dorong penggunaan teknik manajemen stress.
Rasional : Meningkatkan relaksasi dan penghematan energy
e) Berikan obat sesuai indikasi.
Rasional : Membantu dalam manajemen kebutuhan tidur.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L, J. 2013. Diagnosa Keperawatan: Aplikasi pada Praktek Klinik


(Terjemahan). Edisi 6. Jakarta : EGC
Doengoes. E. Marilyn .(2008). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi tiga. EGC.
Jakarta
Muttaqin, Arif, dan Sari Kumala. 2011. Gangguan Gastrointestinal. Aplikasi
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika
Muttaqin, Arif, dan Sari Kumala. 2011. Asuhan Keperawatan Perioperatif :
Konsep. Proses dan Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika
Nurarif, Amin, huda. 2015. Asuhan Keperawatan Nanda Nic Noc. Jilid 3.
Mediaction.
Suratun. (2010). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Gastrointestinal. Jakarta.
CV Trans Info Medika

Anda mungkin juga menyukai