Dosen Pembimbing : Ns. Destiawan Eko Utomo., S.Kep., M. Kep., Sp. Kep. MB
Disusun Oleh :
DIAH KHOIRUNISAH
NIM : 21317028
TAHUN 2021
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Hernia merupakan produksi atau penonjolan isi suatu rongga
melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada
hernia abdomen isi perut menonjol melalui defek atau bagian-bagian
lemah dari lapisan muscular aponeurotik dinding perut. Hernia terdiri dari
cincin, kantong dan isi hernia (Wim Dejong, 2008).
Hernia merupakan penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau
bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi
perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan dinding perut
(Nurarif, 2013).
Hernia merupakan protusi yang abnormal dari organ, jaringan, atau
bagian dari organ melalui suatu struktur yang normalnya berisi organ
tersebut. Hernia seringnya terjadi pada rongga abdomen ketika suatu
bagian dari usus mengalami protrusi akibat kelemahan otot-otot abdomen
kongenital atau dapatan. Hernia dapat terjadi pada usia apapun dan pada
kedua jenis kelamin (M. Black, 2014).
B. Klasifikasi
Klasifikasi hernia Hernia dapat diklasifikasikan berdasarkan letaknya,
terjadinya, dan sifatnya. Berikut klasifikasi yang dimaksudkan:
1. Klasifikasi hernia berdasarkan letaknya
a. Hernia Femoralis
Pintu masuk hernia femoralis adalah anulus femoralis.
Selanjutnya, isi hernia masuk ke dalam kanalis femoralis yang
berbentuk corong sejajar dengan vena femoralis sepanjang kurang
lebih 2 cm dan keluar pada fosa ovalis
b. Hernia Umbilikalis merupakan hernia kongenital pada umbilikus
yang hanya tertutup peritoneum dan kulit akibat penutupan yang
inkomplet dan tidak adanya fasia umbilikalis
c. Hernia Paraumbilikus merupakan hernia melalui suatu celah di
garis tengah di tepi kranial umbilikus, jarang terjadi di tepi
kaudalnya. Penutupan secara spontan jarang terjadi sehingga
umumnya diperlukan tindakan operasi untuk dikoreksi
d. Hernia Epigastrika atau hernia linea alba adalah hernia yang
keluar melalui defek di linea alba antara umbilikus dan prosessus
xifoideus
e. Hernia Ventralis adalah nama umum untuk semua hernia di
dinding perut bagian anterolateral; nama lainnya adalah hernia
insisional dan hernia sikatriks
f. Hernia Lumbalis di daerah lumbal antara iga XII dan krista
iliaka, ada dua trigonum masing-masing trigonum kostolumbalis
superior (ruang Grijinfelt/lesshaft) berbentuk segitiga terbalik dan
trigonum kostolumbalis inferior atau trigonum iliolumbalis
berbentuk segitiga
g. Hernia Littre yang sangat jarang dijumpai ini merupakan hernia
berisi divertikulum Meckle. Sampai dikenalnya divertikulum
Meckle, hernia littre dianggap sebagai hernia sebagian dinding
usus
h. Hernia Spiegheli adalah hernia vebtralis dapatan yang menonjol
di linea semilunaris dengan atau tanpa isinya melalui fasia
spieghel
i. Hernia Obturatoria adalah hernia melalui foramen obturatorium
j. Hernia Perinealis merupakan tonjolan hernia pada perineum
melalui otot dan fasia, lewat defek dasar panggul yang dapat
terjadi secara primer pada perempuan multipara atau sekunder
pascaoperasi pada perineum, seperti prostatektomi, reseksi rektum
secara abdominoperineal, dan eksenterasi pelvis. Hernia keluar
melalui dasar panggul yang terdiri atas otot levator anus dan otot
sakrokoksigeus beserta fasianya dan dapat terjadi pada semua
daerah dasar panggul
k. Hernia Pantalon merupakan kombinasi hernia inguinalis lateralis
dan medialis pada satu sisi
l. Hernia Inguinalis sebagian usus keluar dari rongga perut melalui
dinding bawah perut ke arah sekitar kelamin. Hal ini membuat 11
munculnya benjolan pada kantung buah zakar (skrotum) yang
dapat terasa sakit atau panas.
2. Klasifikasi hernia berdasarkan terjadinya
a. Hernia bawaan atau kongenital.
b. Hernia dapatan atau akuisita (acquisitus = didapat) adalah hernia
yang timbul karena berbagai faktor pemicu.
3. Klasifikasi hernia berdasarkan sifatnya
a. Hernia reponibel apabila isi hernia dapat keluar-masuk. Usus
keluar ketika berdiri atau mengejan, dan masuk lagi ketika
berbaring atau bila didorong masuk ke dalam perut. Selama
hernia masih reponibel, tidak ada keluhan nyeri atau obstruksi
usus.
b. Hernia irreponibel apabila isi hernia tidak dapat direposisi
kembali ke dalam rongga perut. Biasanya disebabkan oleh
pelekatan isi kantong kepada peritoneum kantong hernia.
c. Hernia Inkaserata atau Hernia Strangulate apabila isi hernia
terjepit oleh cincin hernia sehingga isi kantong terperangkap dan
tidak dapat kembali ke dalam rongga perut. Akibatnya terjadi
gangguan pasase atau vaskularisasi. Hernia inkaserata lebih
dimaksudkan untuk hernia ireponibel yang di sertai gangguan
pasase, sedangkan hernia strangulata digunakan untuk menyebut
hernia ireponibel yang disertai gangguan vaskularisasi.
d. Hernia Richter apabila strangulasi hanya menjepit sebagian
dinding usus. Komplikasi dari hernia richter adalah strangulasi
sampai terjadi perforasi usus.
e. Hernia Interparietalis yang kantongnya menjorok ke dalam
celah antara lapisan dinding perut.
f. Hernia Eksterna apabila hernia menonjol keluar melalui dinding
perut, pinggang atau perineum.
g. Hernia Interna apabila tonjolan usus tanpa kantong hernia
melalui suatu lubang dalam rongga perut, seperti foramen
winslow, resesus retrosekalis atau defek dapatan pada
mesenterium setelah operasi anastomosis usus.
h. Hernia Insipiens yang membalut merupakan hernia indirect pada
kanalis inguinalis yang ujungnya tidak keluar dari anulus
eksternus.
i. Hernia Sliding yang isi kantongnya berasal dari organ yang
letaknya ekstraperitoneal.
j. Hernia Bilateral Defek terjadi pada dua sisi.
C. Etiologi
Hal yang mengakibatkan hernia menurut Haryono (2012) adalah:
1. Kelainan kongenital atau kelainan bawaan.
2. Kelainan didapat, meliputi:
a) Jaringan kelemahan
b) Luasnya daerah di dalam ligamen inguinal
c) Trauma
d) Kegemukan
e) Melakukan pekerjaan berat
f) Terlalu mengejan saat buang air kecil atau besar
g) Tekanan intra abdomen.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis Menurut Jong (2008), tanda dan gejala dari hernia,
antara lain:
1. Berupa benjolan keluar masuk atau keras dan yang tersering tampak
benjolan di lipat paha
2. Adanya rasa nyeri pada daerah benjolan bila isinya terjepit disertai
perasaan mual
3. Terdapat gejala mual dan muntah atau distensi bila telah ada
komplikasi
4. Bila terjadi hernia inguinalis strangulata perasaan sakit akan
bertambah hebat serta kulit diatasnya menjadi merah dan panas
5. Hernia femoralis kecil mungkin berisi dinding kandung kencing
sehingga menimbulkan gejala sakit kencing (disuria) disertai
hematuria (kencing darah) disamping benjolan dibawah sela paha
6. Hernia diafragmatika menimbulkan perasaan sakit di daerah perut
disertai sesak nafas
7. Bila pasien mengejan atas batuk maka benjolan hernia akan
bertambah besar.
E. Patofisiologi
Gangguan pada otot-otot dinding tersebut dapat bersifat kongenital
yaitu karena jaringan yang melemah atau jarak yang lebar pada ligamen
inguinal, atau dapat disebabkan oleh trauma. Tekanan intra-abdomen
meningkat pada kehamilan, obesitas, angkat berat batuk, dan cedera
traumatik dari tekanan tumpul. Jika dua faktor tersebut terjadi bersamaan
dengan adanya kelemahan jaringan., hernia dapat terjadi. Peningkatan
tekanan tanpa ada kelemahan otot jarang menyebabkan hernia. Kelemahan
otot, selain didapatkan sejak lahir, juga dapat terjadi karena proses
penuaan. Seiring pertambahan usia, jaringan otot terinfiltrasi dan
tergantikan oleh adiposa dan jaringan ikat.
Jika kantong hernia dapat dikembalikan ke rongga abdomen
dengan manipulasi, maka hernia itu disebut dapat direduksi/ reponsibel.
Istilah tidak dapat direduksi/ non-reponibel dan inkarsenta adalah hernia di
mana kantong hernia tidak dapat direduksi atau dimasukkan kembali
dengan manipulasi tangan (M. Black, 2014).
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Suratan dan Lusianah (2010:321) pemeriksaan diagnostik pada
klien hernia yaitu :
1. Pemeriksaan darah lengkap Menunjukan peningkatan sel darah putih,
serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan
hemotokrit), dan ketidakseimbangan elektrolit
2. Pemeriksaan koagulasi darah: mungkin memanjang, mempengaruhi
homeostastis intraoperasi atau post operasi
3. Pemeriksaan urine Munculnya sel darah merah atau bakteri yang
mengidentifikasikan infeksi
4. Elektrokardiografi (EKG) Penemuan akan sesuatu yang tidak normal
memberikan prioritas perhatian untuk memberikan anestesi.
5. Sinar X abdomen Menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus/
obstruksi usus.
G. Penatalaksanaan
Menurut Amin & Kusuma (2015) penanganan hernia ada dua macam:
1. Konservatif
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan
pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi
hernia yang telah direposisi. Bukan merupakan tindakan definitif
sehingga dapat kambuh kembali. Adapun tindakannya terdiri atas:
a) Reposisi adalah suatu usaha untuk mengembalikan isi hernia ke
dalam kavum peritoneum atau abdomen. Reposisi dilakukan
secara manual. Reposisi dilakukan pada pasien dengan hernia
reponibilis dengan cara memakai dua tangan. Reposisi tidak
dilakukan pada hernia inguinalis strangulata kecuali pada anak-
anak
b) Suntikan
Dilakukan penyuntikan cairan sklerotik berupa alkohol atau kinin
di daerah sekitar hernia, yang menyebabkan pintu hernia
mengalami sklerosis atau penyempitan sehingga isi hernia keluar
dari kavum peritoneum
c) Sabuk hernia
Diberikan pada pasien yang hernia masih kecil dan menolak
dilakukan operasi.
2. Operasi merupakan tindakan paling baik dan dapat dilakukan pada
hernia reponibilis, hernia irreponibilis, hernia strangulasi, hernia
inkarserata. Operasi hernia ada 3 macam:
a) Herniotomy
Membuka dan memotong kantong hernia serta mengembalikan isi
hernia ke kavum abominalis
b) Hernioraphy
Mulai dari mengangkat leher hernia dan menggantungkannya
pada conjoint tendon (penebalan antara tepi bebas musculus
obliquus intra abominalis dan musculus tranversus abdominalis
yang berinsersio di tuberculum pubicum)
c) Hernioplasty
Menjahitkan conjoint tendon pada ligementum inguinale agar
LMR hilang/ tertutup dan dinding perut jadi lebih kuat karena
tertutup otot. Hernioplasty pada hernia inguinalis lateralis ada
bermacam-macam menurut kebutuhannya (Ferguson, Bassini,
halst, hernioplasty, pada hernia inguinalis media dan hernia
femoralis dikerjakan dengan cara Mc.Vay).
3. Penatalaksanaan Pasca Operasi
Penatalaksanaan setelah operasi diantaranya adalah hindari hal-hal
yang memicu tekanan di rongga perut, tindakan operasi dan
pemberian analgesik pada hernia yang menyebabkan nyeri, berikan
obat sesuai resep 16 dokter, hindari mengejan, mendorong atau
mengangkat benda berat. Jaga balutan luka operasi tetap kering dan
bersih, mengganti balutan seteril setiap hari pada hari ketiga setelah
operasi kalau perlu. Hindari faktor pendukung seperti konstipasi
dengan mengkonsumsi diet tinggi serat dan masukan cairan yang
adekuat (Amin & Kusuma, 2015).
4. Dampak Masalah
a. Terhadap Klien
1) Dampak Biologis
Pada klien hernia ini terjadi perubahan pada aktivitas gerak
tubuhnya karena rasa nyeri yang diakibatkan pasca operasi
2) Dampak Psikologis
Klien akan merasakan cemas yang diakibatkan oleh rasa
nyeri dari post-opherniotomi, perubahan gaya hidup,
kehilangan peran baik dalam keluarga maupun dalam
masyarakat, dampak dari hospitalisasi rawat inap dan harus
beradaptasi dengan lingkungannya yang baru
3) Dampak Sosiologis
Klien akan kehilangan perannya dalam keluarga dan dalam
masyarakat karena harus menjalani perawatan yang waktunya
tidak sebentar dan klien juga harus membatasi pekerjaaan
yang akan membuat sakitnya kambuh kembali seperti
mengangkat benda-benda yang berat
4) Dampak Spiritual
Klien akan mengalami sedikit gangguan kebutuhan spiritual
sesuai dengan keyakinannya dalam beribadah yang
diakibatkan karena rasa nyeri yang dialami sesudah operasi
b. Terhadap Keluarga
Masalah yang timbul pada keluarga dengan salah satu anggota
keluarganya yang terkena hernia adalah timbulnya kecemasan
akan keadaan klien. Untuk itu peran perawat disini adalah dalam
memberikan penjelasan terhadap keluarga. Selain itu keluarga
harus bisa menanggung semua biaya perawatan selama klien di
rawat klien di rumah sakit dan biaya untuk operasi klien. Hal ini
tentunya menambah beban dalam keluarga. Masalah-masalah
diatas timbul saat klien masuk rumah sakit, sedangkan masalah
juga bisa timbul saat klien pulang dari rumah sakit dan tentunya
keluarga harus bisa merawat klien. Hal ini tentunya akan
menambah beban bagi keluarga dan bisa menimbulkan konflik
dalam keluarga (Haryono, 2012).
H. Prioritas Masalah
Prioritas Masalah Diagnosa Keperawatan
Kategori : Psikologis
Subkategori : Nyeri dan
I
Kenyamanan
D.0077 Nyeri Akut
Kategori : Psikologis
II Subkategori : Integritas Ego
D. 0080 Ansietas
Kategori : Fisiologis
III Subkategori : Aktivitas/ Istirahat
D. 0054 Gangguan Mobilitas Fisik
I. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
1. Kategori : Psikologis Setelah Dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238)
Subkategori : Nyeri dan Intervensi Keperawatan Observasi
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Klien bernama Tn D, berjenis kelamin laki-laki, berumur 58
Tahun, beragama Islam, menikah, pendidikan SD, bekerja sebagai buruh,
bertempat tinggal di Kp. Rawa Bamban, Kota Tangerang. Tanggal masuk
ke Rumah Sakit pada tanggal 29 Oktober 2021 jam 10.00 WIB, dengan
diagnosa medis Hernia Skrotalis Dekstra. Klien datang ke rumah sakit
dengan keluhan skrotum membesar dan terasa nyeri. Penanggung jawab
klien adalah Ny. K umur 54 tahun bekerja sebagai ibu rumah tangga,
pendidikan terakhir SD, Ny. K adalah istri dari Tn. D.
Pada tanggal 29 Oktober 2021 Tn. D datang ke RSU Kabupaten
Tangerang pada pukul 10.00 WIB tempatnya di poli penyakit dalam
dengan keluhan utama nyeri pada daerah skrotum dan dianjurkan untuk
operasi. Lalu pada tanggal 31 Oktober 2021 klien menjalani operasi
hernia. Pada tanggal 4 November 2021 Tn. D pulang dari Rumah Sakit.
Pada saat pengkajian dirumah pada tanggal 6 November 2021 jam 14.15
WIB didapatkan data, klien mengatakan nyeri setelah operasi, nyeri seperti
di tusuk-tusuk, sakit yang dirasakan ada pada perut bagian kanan bawah,
nyeri terus-menerus dirasakan, klien tampak meringis kesakitan, lemas,
terdapat luka pasca operasi pada perut kanan bawah. Semua aktivitas
dibantu keluarga dan klien mengatakan sulit bergerak bahkan tidak ingin
bergerak. Klien tampak lemah dan gerakannya terbatas hanya dapat
mengerakan tangan. Klien juga mengeluh bingung, pusing dan takut
jahitan bekas oprasinya terbuka, klien tampak gelisah. Klien mengatakan
sulit tidur saat malam hari karena menahan nyeri. TD 140/80 mmHg, suhu
37ºC, nadi 82x/ menit, Rr 22x/ menit, BB 78 kg, TB : 170 cm.
BIODATA PASIEN
1. Nama : Tn. D
2. Umur : 58 th
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. No. Register :-
5. Alamat : Kp. Rawa Bamban
6. Status : Menikah
7. Keluarga terdekat : Istri
8. Diagnosa Medis : Hernia
9. Tanggal Pengkajian : 6-11-2021
A. ANAMNESE
1. Keluhan Utama : Keluhan yang dirasakan klien yaitu nyeri pada daerah
skrotum dan dianjurkan untuk operasi. Lalu pada tanggal 31 Oktober
2021 klien menjalani operasi hernia. Pada tanggal 4 November 2021 Tn.
D pulang dari Rumah Sakit. Pada saat pengkajian dirumah pada tanggal 6
November 2021 jam 14.15 WIB didapatkan data, klien mengatakan nyeri
setelah operasi, nyeri seperti di tusuk-tusuk, sakit yang dirasakan ada
pada perut bagian kanan bawah, nyeri terus-menerus dirasakan, klien
tampak meringis kesakitan, lemas, terdapat luka pasca operasi pada perut
kanan bawah. Semua aktivitas dibantu keluarga dan klien mengatakan
sulit bergerak bahkan tidak ingin bergerak. Klien tampak lemah dan
gerakannya terbatas hanya dapat mengerakan tangan. Klien juga
mengeluh bingung, pusing dan takut jahitan bekas oprasinya terbuka,
klien tampak gelisah. Klien mengatakan sulit tidur saat malam hari
karena menahan nyeri. TD 140/80 mmHg, suhu 37ºC, nadi 82x/ menit,
Rr 22x/ menit.
2. Riwayat Penyakit Sekarang : Hernia
3. Riwayat Penyakit Yang Lalu : Tidak Terkaji
4. Riwayat Kesehatan Keluarga : Tidak Terkaji
D. PEMERIKSAAN FISIK
1. PEMERIKSAAN TANDA-TANDA VITAL
a. Tensi : 140/ 80 mmHg e. BB : 78 Kg
b. Nadi : 80x/ menit f. TB : 170 cm
c. RR : 22x/ menit g. Setelah dihitung berdasar rumus Borbowith
d. Suhu : 37°C Pasien termasuk : ( Kurus / Ideal / Gemuk )
2. KEADAAN UMUM
Tidak Terkaji
3. PEMERIKSAAN INTEGUMENT, RAMBUT DAN KUKU
a. Integument
Inspeksi : Adakah lesi ( + / - ), Jaringan parut ( + / - )
Warna Kulit : sawo matang
Bila ada luka bakar lokasi :-, dengan luas : - %
Palpasi : Tekstur (halus/ kasar), Turgor / Kelenturan (baik / jelek),
Struktur (keriput/tegang), Lemak subcutan (tebal / tipis), Nyeri tekan
( + / - ) pada daerah -
Identifikasi luka / lesi pada kulit
1) Tipe Primer
Makula ( + / - ), Papula ( + / - ) Nodule ( + / - ) Vesikula ( + / - )
2) Tipe Sekunder
Pustula ( + / - ), Ulkus ( + / - ), Crusta ( + / - ), Exsoriasi
( + / - ), Sear (+/-), Lichenifikasi ( + / - )
Kelainan- kelainan pada kulit :
Naevus Pigmentosus ( + / - ), Hiperpigmentasi ( + / - ), Vitiligo /
Hipopigmentasi ( + / - ), Tatto ( + / - ), Haemangioma ( + / ),
Angioma/toh ( + / - ), Spider Naevi ( + / - ), Strie ( + / - )
b. Pemeriksaan Rambut
Inspeksi dan Palpasi :
Penyebaran (merata / tidak), Bau tidak, rontok ( + / - ), warna hitam,
Alopesia ( + / - ), Hirsutisme ( + / - ), alopesia ( + / - )
c. Pemeriksaan Kuku
Inspeksi dan palpasi, warnaputih , bentuk simetris, kebersihan baik
d. Keluhan yang dirasakan oleh klien yang berhubungan dengan
Px. Kulit : Tidak Terkaji
Masalah Keperawatan : Tidak Terkaji
4. PEMERIKSAAN KEPALA, WAJAH DAN LEHER
a. Pemeriksaan Kepala
Inspeksi : bentuk kepala ( dolicephalus/ lonjong, Brakhiocephalus/
bulat ), kesimetrisan ( + / - ). Hidrochepalu( + / - ), Luka ( + / - ),
darah ( +/ -), Trepanasi ( + / - ).
Palpasi : Nyeri tekan ( + / - ), fontanella / pada bayi (cekung / tidak)
b. Pemeriksaan Mata
Inspeksi :
a. Kelengkapan dan kesimetrisan mata ( + / - )
b. Ekssoftalmus ( + / - ), Endofthalmus ( + / - )
c. Kelopak mata / palpebra : oedem ( + / - ), ptosis ( + / - ),
peradangan ( + / - ) luka ( + / - ), benjolan ( + / - )
d. Bulu mata : rontok atau tidak
e. Konjunctiva dan sclera : perubahan warna
f. Warna iris Tidak Terkaji, reaksi pupil terhadap cahaya
g. (Miosis / midriasis) isokor ( + / - )
Kornea : warna Tidak Terkaji
Nigtasmus ( + / - )
Strabismus ( + / - )
h. Pemeriksaan Visus
Dengan Snelen Card : OD Tidak Terkaji OS Tidak Terkaji
Tanpa Snelen Card : Ketajaman Penglihatan ( Baik / Kurang )
i. Pemeriksaan lapang pandang
Normal / Haemi anoxia / Haemoxia
j. Pemeriksaan tekanan bola mata
Dengan tonometri . Tidak Terkaji, dengan palpasi taraba Tidak
Terkaji
c. Pemeriksaan Telinga
Inspeksi dan palpasi
Amati bagian telinga luar: bentuk simetris
Ukuran Tidak Terkaji Warna Tidak Terkaji lesi ( + / - ), nyeri
tekan ( + / - ), peradangan ( + / - ), penumpukan serumen ( + / - ).
Dengan otoskop periksa membran tympany amati, warna (Tidak
Terkaji), transparansi . Tidak Terkaji., perdarahan ( + / - ), perforasi
( + / - ).
Uji kemampuan kepekaan telinga :
- Tes bisik . Tidak Terkaji
- Dengan arloji . Tidak Terkaji.
- Uji weber : seimbang / lateralisasi kanan / lateralisasi kiri
(Tidak Terkaji)
- Uji rinne : hantaran tulang lebih keras / lemah / sama
dibanding dengan hantaran udara (Tidak Terkaji)
- Uji swabach : memanjang / memendek / sama (Tidak Terkaji)
d. Pemeriksaan Hidung
Inspeksi dan palpasi
Amati bentuk tulang hidung dan posis septum nasi (adakah
pembengkokan atau tidak)
Amati meatus : perdarahan ( + / - ), Kotoran ( + / - ), Pembengkakan
( + / - ), pembesaran / polip ( + / - )
e. Pemeriksaan Mulut dan Faring
Inspeksi dan Palpasi
Amati bibir : Kelainan konginetal ( labioseisis, palatoseisis, atau
labiopalatoseisis ), warna bibir Tidak Terkaji lesi ( + / - ), Bibir
pecah (+ / - ), Amati gigi, gusi, dan lidah : Caries ( + / - ), Kotoran
( + / - ), Gigi palsu ( + / - ), Gingivitis ( + / - ),
Warna lidah : Tidak Terkaji.Perdarahan ( + / - ) dan abses ( + / - ).
Amati orofaring atau rongga mulut : Bau mulut : Tidak Terkaji
uvula ( simetris / tidak ),
Benda asing : ( ada / tidak )
Adakah pembesaran tonsil, T 0 / T 1 / T 2 / T 3 / T 4
Perhatikan suara klien : ( Berubah atau tidak )
f. Pemeriksaan Wajah
Inspeksi : Perhatikan ekspresi wajah klien : tegang / rileks, Warna
dan kondisi wajah klien : simetris, Struktur wajah klien : halus
Kelumpuhan otot-otot fasialis ( + / - )
g. Pemeriksaan Leher
Inspeksi dan palpasi :
1) Bentuk leher (simetris atau asimetris), peradangan ( + / - ),
jaringan parut ( + / - ), perubahan warna ( + / - ), massa ( + / - )
2) Kelenjar tiroid, pembesaran ( + / - )
3) Vena jugularis, pembesaran ( + / - )
Palpasi :
Pembesaran kelenjar limfe ( + / - ), kelenjar tiroid ( + / - ), posisi
trakea (simetris/tidak simetris)
Keluhan yang dirasakan klien terkait dengan Px. Kepala, wajah,
leher Tidak Terkaji
Masalah Keperawatan Tidak Terkaji
b. Palpasi
Pulsasi pada dinding torak teraba : ( Lemah / Kuat / Tidak teraba )
c. Perkusi
Batas-batas jantung normal adalah :
Batas atas : Tidak Terkaji ( N = ICS II )
Batas bawah : Tidak Terkaji ( N = ICS V)
Batas Kiri : Tidak Terkaji ( N = ICS V Mid Clavikula Sinistra)
Batas Kanan : Tidak Terkaji ( N = ICS IV Mid Sternalis Dextra)
d. Auskultasi
BJ I terdengar (tunggal / ganda, ( keras / lemah ), ( reguler /
irreguler )
BJ II terdengar (tunggal / ganda ), (keras / lemah), ( reguler /
irreguler )
Bunyi jantung tambahan : BJ III ( + / - ), Gallop Rhythm (+ / -),
Murmur (+ / - )
e. Keluhan lain terkait dengan jantung :
Tidak ada
8. PEMERIKSAAN ABDOMEN
a. Inspeksi
Bentuk abdomen : ( cembung / cekung / datar )
Massa/Benjolan ( + / - ), Kesimetrisan ( + / - ),
Bayangan pembuluh darah vena (+ /-)
b. Auskultasi
Frekuensi peristaltic usus 24 x/menit ( N = 5 – 35 x/menit,
Borborygmi ( + / - )
c. Palpasi
Palpasi Hepar :
Didiskripsikan :
Nyeri tekan ( + / - ), pembesaran ( + / - ), perabaan (keras / lunak),
permukaan (halus / berbenjol-benjol), tepi hepar (tumpul / tajam) . (
N = hepar tidak teraba).
Palpasi Lien :
Gambarkan garis bayangan Schuffner dan pembesarannya Tidak
Terkaji
Dengan Bimanual lakukan palpasi dan diskrisikan nyeri tekan
terletak pada garis, Scuffner ke berapa ? Tidak Terkaji
Palpasi Appendik :
Buatlah garis bayangan untuk menentukan titik Mc. Burney
Nyeri tekan ( + / - ), nyeri lepas ( + / - ), nyeri menjalar
kontralateral ( + / - ).
Palpasi dan Perkusi Untuk Mengetahui ada Acites atau tidak :
Shiffing Dullnes ( + / - ) Undulasi ( + / - )
Normalnya hasil perkusi pada abdomen adalah tympani.
Palpasi Ginjal :
Bimanual diskripsikan : nyeri tekan ( + / - ), pembesaran ( + / - ).
(N = ginjal tidak teraba).
Keluhan lain yang dirasakan terkait dengan Px. Abdomen : Tidak
Terkaji
Masalah Keperawatan : Tidak Terkaji
9. PEMERIKSAAN GENETALIA
a. Genetalia Pria
Inspeksi :
Rambut pubis (Tidak Terkaji), lesi ( + / - ), benjolan ( + / - )
Lubang uretra : penyumbatan ( + / - ), Hipospadia ( + / - ), Epispadia (
+/-)
Palpasi :
Penis : nyeri tekan ( + / - ), benjolan ( + / - ), cairan Tidak Terkaji
Scrotum dan testis : beniolan ( + / - ), nyeri tekan ( + / - ),
Kelainan-kelainan yang tampak pada scrotum :
Hidrochele ( + / - ), Scrotal Hernia ( + / - ), Spermatochele ( + / - )
Epididimal Mass/Nodularyti ( + / - ) Epididimitis ( + / - ), Torsi pada
saluran sperma ( + / - ), Tumor testiscular ( + / - )
Inspeksi dan palpasi Hernia :
Inguinal hernia ( + / - ), femoral hernia ( + / - ), pembengkakan ( + / -)
b. Genetalia Wanita
Inspeksi
Kebersihan rambut pubis (Tidak Terkaji), lesi (Tidak Terkaji),eritema
(Tidak Terkaji), keputihan (Tidak Terkaji), peradangan (Tidak
Terkaji). Lubang uretra : stenosis / sumbatan (Tidak Terkaji)
Masalah Keperawatan : Hernia Scrotal
b. Palpasi
Oedem :
G. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. DARAH LENGKAP
Leukosit : Tidak Terkaji ( N : 3.500 – 10.000 / µL )
Eritrosit : Tidak Terkaji ( N : 1.2 juta – 1.5 juta µL )
Trombosit : Tidak Terkaji ( N : 150.000 – 350.000 / µL )
Haemoglobin : Tidak Terkaji ( N : 11.0 – 16.3 gr/dl )
Haematokrit : Tidak Terkaji ( N : 35.0 – 50 gr / dl )
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
2. KIMIA DARAH
Ureum : Tidak Terkaji ( N : 10 – 50 mg / dl )
Creatinin : Tidak Terkaji ( N : 0,7 – 1.5 mg / dl )
SGOT : Tidak Terkaji ( N : 2 – 17 )
SGPT : Tidak Terkaji ( N : 3 – 19 )
BUN : Tidak Terkaji ( N : 20 – 40 / 10 – 20 mg / dl )
Bilirubin : Tidak Terkaji ( N : 1,0 mg / dl )
Total Protein : Tidak Terkaji ( N : 6.7 – 8.7 mg /dl )
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
3. ANALISA ELEKTROLIT
Natrium : Tidak Terkaji ( N : 136 – 145 mmol / l )
Kalium : Tidak Terkaji ( N ; 3,5 – 5,0 mmol / l )
Clorida : Tidak Terkaji ( N : 98 – 106 mmol / l )
Calsium : Tidak Terkaji ( N : 7.6 – 11.0 mg / dl )
Phospor : Tidak Terkaji ( N : 2.5 – 7.07 mg / dl )
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
B. Analisa Data
No Data Fokus Etiologi Masalah Keperawatan
.
1. DS : HERNIA Kategori : Psikologis
- Klien mengatakan Subkategori : Nyeri dan
sakit dibagian Post Operasi Kenyamanan
perut kanan bawah D.0077 Nyeri Akut
akibat operasi Prosedur pembedahan atau
hernia insisi
- P : Nyeri Post-OP
Hernia Diskontinuitas jaringan
- Q : Sakit seperti di
Pelepasan mediator nyeri
tusuk-tusuk
(prostagladin, histamin,
- R : Pada bagian
bradikinin)
perut kanan bawah
- S : Skala nyeri 6
Stimulasi saraf
- T : Sakit terus
menyebabkab nyeri
menerus dirasakan
DO :
Nyeri Akut
- Klien tampak
meringis menahan
sakit
- Klien tampak
lemas
- Terdapat luka
insisi post-op
hernia
2. DS : HERNIA Kategori : Psikologis
- Klien mengatakan Subkategori : Integritas
pusing Post Operasi Ego
- Klien mengatakan D. 0080 Ansietas
takut jahitan bekas Proses Pembedahan
oprasinya terbuka
DO : Nyeri pada daerah
gelisah
Kurangnya pengetahuan
- Klien tampak
bingung
Ketakutan akan keadaan
- Klien tampak
saat ini
meringis
Gelisah
Ansietas
3. DS : HERNIA Kategori : Fisiologis
- Klien mengatakan Subkategori : Aktivitas/
sulit bergerak Post Operasi Istirahat
- Klien mengatakan D. 0054 Gangguan
sakit pada bagian Prosedur anastesi Mobilitas Fisik
perut kanan bawah
akibat post-op Penurunan motorik
- Klien mengatakan
Kelemahan anggota gerak,
seluruh aktivitas
penurunan kekuatan otot
dibantu keluarga
DO : ADL tidak terpenuhi
- Klien tampak
lemah Gangguan Mobilitas
- Klien tampak Fisik
kesulitan
melakukan
pergerakan
- Klien tampak
menggerakan salah
satu anggota
geraknya yaitu
tangan
C. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
1. Kategori : Psikologis Setelah Dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238)
Subkategori : Nyeri dan Intervensi Keperawatan Observasi
- Mengajarkan mobilisasi
sederhana yang harus dilakukan
(duduk di tempat tidur, atau
berpindah dari tempat tidur ke
kursi).
2. Hari Ke-2
Hari / Tanggal Dx. Keperawatan Implementasi Evaluasi Paraf
Rabu Dx. 1 Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, S : Diah
10/11/2021 durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri - Klien mengatakan sakit dibagian
Mengidentifikasi skala nyeri perut kanan bawah akibat
Mengidentifikasi faktor yang operasi hernia sudah mereda
memperberat dan memperingan nyeri - P : Nyeri Post-OP Hernia
Memonitor efek samping pemberian - Q : Sakit seperti di tusuk-tusuk
analgesic - R : Pada bagian perut kanan
Memberikan terapi nonfarmakologis bawah
untuk mengurangi rasa nyeri (teknik - S : Skala nyeri 3
imajinasi terbimbing)
- T : Sakit sudah jarang dirasakan
Memfasilitasi istirahat dan tidur
- Mengajarkan mobilisasi
sederhana yang harus dilakukan
(duduk di tempat tidur, atau
berpindah dari tempat tidur ke
kursi).
3. Hari ke-3
Oleh : AatAgustini
ABSTRAK
Tujuan untuk mengetahui pengaruh terapi musik klasik terhadap penurunan intensitas
nyeri pada pasien post operasi hernia.
Hasil penelitian menunjukan dari 20 responden sebelum diberikan terapi musik klasik
sebagian besar mengalami nyeri sedang dan mengalami nyeri ringan setelah diberikan
terapi musik klasik. Terjadi penurunan intensitas nyeri setelah pemberian terapi musik
klasik dengan rata – rata sebesar 1,650 pada penelitian sesi 1 dan penurunan sebesar
1,950 pada penelitian sesi 2. Hasil analisis uji paired t-test diperoleh nilai ρ value = 0,000
(ρ< 0,05). Terdapat pengaruh terapi musik klasik terhadap penurunan intensitas nyeri
pada pasien post operasi hernia di ruang Dadali RSUD Cideres tahun 2018.
Simpulan menjadikan terapi musik klasik sebagai salah satu terapi nonfarmakologi
dalam memberikan intervensi keperawatan untuk menurunkan intensitas nyeri pada
pasien post operasi hernia.
ABSTRACK
Research aims to determine the effect of classical music therapy to decrease the
intensity of pain in hernia post operative patients at dadali ward RSUD Cideres
2018.
This research is Pre Eksperiment Design with One Group Pretest-Posttest Design.
The Sampling technique used is Accidental Sampling. The sample obtained 20
respondents hernia post operation patients in may 2018. The analysis used
univariat and bivariat by using paired t-test test with value α =
0.05. the data collection used NRS questionnaire for measuring the intensity of
pain.
The results showed from 20 respondents most of them had moderate pain
intensity before classical music therapy and mild pain intensity after was given
classical music therapy. There was a decrease of pain intensity after was given
classical music therapy with an average of 1,650 on experiment of session 1 and
1,950 on experiment of session 2. Paired test t-test result obtained ρ value =
0,000 (ρ < 0,05). Classical music therapy to reduce pain intensity in hernia post
operation patient at dadali ward RSUD Cideres 2018.
Conclusion are suggested to use music therapy as one of nonpharmacological
therapiest in giving intervention treatment to lower pain intensity in hernia post
operation patients.
2
kematian disebabkan oleh Penyakit
Tidak Menular (PTM), Kejadian PTM
di Dunia akan terus meningkat terutama di negara- negara
berkembang (WHO, 2017).
Pembangunan serta
pengembangan suatu negara telah
memberikan dampak yang signifikan
pada masyarakatnya, tidak terkecuali
di Indonesia. Semuaitu menuntut
manusia untuk berusaha memenuhi
kebutuhannya dengan usaha yang
ekstra, sehingga mempengaruhi pola
hidup dan kesehatannya yang dapat
menyebabkan kerja tubuh yang
berat,sehingga menimbulkan kelelahan
dan kelemahan dari berbagai organ
tubuh.
JURNAL KAMPUS STIKes YPIB Majalengka # Volume VII No. 14Oktober 2018
3
Hernia merupakan suatu farmakologis dan non-farmakologis.
penonjolan isi perut dari rongga yang Terapi non-farmakologis memiliki
normal melalui suatu defek pada fasia efek samping yang lebih rendah bila
dan muskulo-aponeuretik dinding dibandingkan dengan terapi
perut, secara kongenital yang memberi farmakologis. Adapun terapi non-
jalan keluar pada setiap alat tubuh farmakologis merupakan tindakan
selain yang biasa melalui dinding independen dari seorang perawat
tersebut. Hernia dapat terjadi pada dalam mengatasi respon nyeri klien
semua umur, biasanya banyak seperti stimulasi saraf elektrik
dijumpai pada usia produkif, sehingga transkutan (TENS), relaksasi, imajinasi
mempunyai dampak sosial ekonomi terbimbing, hipnosis, akupuntur,
yang cukup signifikan,oleh karena itu massase, dan distraksi (Andarmoyo,
penanganan penyakitherniayang 2013).
efektif dan efisien sangat diperlukan. Distraksi adalah tindakan
Penatalaksaan yang dapat pengalihan perhatian pasien ke hal –
diberikan pada penderita hernia yaitu hal diluar nyeri, ada tiga jenis tehnik
penanganan konservatif dan terapi distraksi diantaranya distraksi
operatif. Tiga jenis operasi yang dapat penglihatan (Visual), distraksi
dilakukan yaitu, Herniotomy, intelektual, distraksi pendengaran
Hernioraphy, dan Hernioplasty (Amin (Audio) (Andarmoyo, 2013). Distraksi
& Kusuma 2015). Tindakan operatif pendengaran yaitu pengalihan
dilakukan dengan melakukan insisi perhatian selain nyeri yang diarahkan
pada tubuh sehingga tubuh ke dalam tindakan – tindakan melalui
memerlukan waktu untuk organ pendengaran. Misalnya
penyembuhan luka. Terdapat empat mendengarkan musik yang disukai,
fase penyembuhan luka, dan pada fase atau mendengarkan suara kicauan
awal penyembuhan luka ini biasanya burung atau gemercik air (Andarmoyo,
timbul masalah nyeri (Nuari, 2015). 2013).
Nyeri sebagai pengalaman Penelitian ini ingin mengetahui
yang tidak menyenangkan, baik pengaruh terapi musik klasik terhadap
sensori maupun emosional yang penurunan intensitas nyeri pada pasien
berhubungan dengan risiko atau post operasi hernia. Penelitian ini
aktualnya kerusakan jaringan tubuh diharapkan dapat menjadi bahan
(Judha dkk., 2012). Tindakan yang pertimbangan dalam menerapkan
dapat dilakukan untuk mengurangi terapi musik klasik dalam menurunkan
nyeri pada pasien post operasi adalah skala nyeri pada pasien post operasi
terapi hernia.
4
ini menggunakan one grup pretest-
posttest design, yaitu mengungkap (Sitiava, 2012).Penelitian ini telah
hubungan sebab akibat dengan cara dilaksanakan di ruang Dadali RSUD
melibatkan satu kelompok responden. Cideres pada bulan Mei tahun 2018.
Terlebih dahulu dilakukan penilaian Variabel independen dalam penelitian
atau pengukuran pada kelompok ini yaitu terapi musik
responden sebelum dilakukan klasiksedangkanvariabel dependennya
tindakan, selanjutnya di lakukan adalah penurunan intesitas nyeri pada
penilaian atau pengukuran setelah pasien post operasi hernia.Populasi
dilakukan tindakan pada penelitian ini adalah seluruh
pasien post operasi hernia di ruang
Dadali RSUD Cideres selama periode
bulan januari sampai bulan maret
tahun 2018 sebanyak 44 pasien.
JURNAL KAMPUS STIKes YPIB Majalengka # Volume VII No. 14Oktober 2018
5
metode yang digunakan
Sampel pada penelitian ini (Notoatmodjo, 2010).
sebanyak 20 responden, teknik Instrumen dalam penelitian ini
sampling merupakan teknik berupa lembar instrumen dengan
pengambilan sampel (Sugiono, 2012). menggunakan skala penilaian
Teknik sampling yang digunakan numerik atau Numerik Rating Scale
dalam penelitian ini adalah Non (NRS), yang digunakan sebagai
ProbabilitySampling dimana tidak pengukur intensitas nyeri atau tingkat
semua individu dalam populasi nyeri dengan skala 0 dideskripsikan
mempunyai kesempatan yang sama sebagai tidak nyeri, skala 1-3
untuk dipilih menjadi sampel dideskripsikan sebagai nyeri ringan
penelitian, dengan jenis accidental (mulai terasa, tetapi masih dapat
Sampling, yaitu teknik penetapan ditahan), skala 4-6 dideskripsikan
sampel berdasarkan kebetulan, siapa sebagai nyeri sedang (ada
saja yang secara kebetulan bertemu
dengan peneliti dapat digunakan
sebagai sampel, dengan ketentuan
orang yang ditemui tersebut sesuai
untuk menjadi sumber data. Menurut
Sugiono (2012) untuk penelitian
eksperimen sederhana, maka jumlah
sampel bisa antara 10 sampai 20. Serta
sesuai dengan kriteria inklusi yaitu
dirawat di ruang Dadali RSUD
Cideres, pasien hari kedua post operasi
hernia, pasien yang bersedia diberi
terapi musik klasik, tidak mengalami
gangguan pendengarandan kriteria
eksklusi yaitu pasien yang mengalami
gangguan pendengaran, pasien yang
menolak menjadi responden.
Instrumen penelitian
merupakan alat yang dipakai untuk
mengumpulkan data yaitu pedoman
tertulis tentang wawancara,
pengamatan atau daftar pertanyaan
yang disiapkan untuk mendapatkan
informasi dari responden. Instrumen
itu disebut pedoman pengamatan,
pedoman wawancara, kuisioner atau
pedoman dokumenter, sesuai dengan
JURNAL KAMPUS STIKes YPIB Majalengka # Volume VII No. 14Oktober 2018
6
mean, median, standar deviasi dan
rasa nyeri, terasa mengganggu, dan nilai minimum dan maksimumnya
dengan usaha yang cukup kuat untuk untuk data numerik sedangkan analisis
menahannya), skala 7-9 dideskripsikan bivariatyaitu uji T- berpasangan
sebagai nyeri hebat (ada nyeri, terasa (Paired t-test). Uji dilakukan dengan
sangat mengganggu/tidak tertahan), menggunakan SPSS.
skala 10 dideskripsikan sebagai nyeri
sangat hebat (ada nyeri, terasa sangat
mengganggu/tidak tertahan, sehingga
harus meringis, menjerit, bahkan
berteriak).
JURNAL KAMPUS STIKes YPIB Majalengka # Volume VII No. 14Oktober 2018
7
HASIL
PENELITIAN sebanyak 20 responden yang akan
Penelitian yang dilakukan di disajikan dalam bentuk tabel dan
RSUD Cideres Kabupaten Majalengka narasi sebagai berikut :
pada bulan Mei tahun 2018 didapatkan
sampel
Berdasarkan tabel 1. pada pre 6). Sedangkan pada pre test sesi 2
test sesi 1 responden yang mengalami responden yang mengalami nyeri ringan
nyeri ringan (skala 1-3) sebanyak 4 (skala 1-3) sebanyak 6 responden (30%),
responden (20%), yang mengalami yang mengalami nyeri sedang (skala 4-6)
nyeri sedang (skala 4-6) sebanyak 14 sebanyak 14 responden (70%), hal tersebut
responden (70%), dan yang menunjukan lebih dari setengah (70%)
mengalami nyeri hebat sebanyak 2 responden post operasi hernia di ruang
responden (10%). Hal inimenunjukan dadali RSUD Cideres mengalami intensitas
nyeri sedang (skala 4-6).
lebih dari setengah (70%) responden
post operasi hernia di ruang Dadali
RSUD Cideres mengalami intensitas
nyeri sedang (skala 4-
JURNAL KAMPUS STIKes YPIB Majalengka # Volume VII No. 14 Oktober 2018
5
Median 5,00 4,00
Standar Deviasi 1,293 0,999
Minimum 3 2
Maximum 7 6
JURNAL KAMPUS STIKes YPIB Majalengka # Volume VII No. 14 Oktober 2018
6
Berdasarkan tabel 2 diketahui paling rendah adalah 3 dan paling
bahwa intensitas nyeri pada pasien tinggi adalah 7. Sedangkan pada pre
post operasi hernia sebelum dilakukan test sesi 2 diperoleh rata – rata 4,05,
pemberian terapi musik klasik pada nilai median sebesar 4,00 dengan
pre test sesi 1 diperoleh rata – rata standar deviasinya sebesar 0,999,
sebesar 4,75, nilai median sebesar 5,00 intensitas nyeri paling rendah adalah 2
dengan standar deviasinya sebesar dan paling tinggi adalah 6.
1,293, intensitas nyeri
JURNAL KAMPUS STIKes YPIB Majalengka # Volume VII No. 14 Oktober 2018
7
Standar Deviasi 1,210 1,119
Minimum 1 0
Maximum 5 4
JURNAL KAMPUS STIKes YPIB Majalengka # Volume VII No. 14 Oktober 2018
8
diperoleh rata – rata sebesar 3,10, nilai deviasinya sebesar 1,119, intensitas
median sebesar 3,00 dengan standar nyeri paling rendah adalah 0 dan
deviasinya sebesar 1,210, intensitas paling tinggi adalah 4.
nyeri paling rendah adalah 1 dan Sebelum dilakukan analisis
paling tinggi adalah 5. Sedangkan bivariat perlu dilakukan uji normalitas
pada post test sesi 2 intensitas nyeri data untuk mengetahui penyebaran
pada pasien post operasi hernia setelah data normal atau tidak normal. Pada
dilakukan pemberian terapi musik penelitian ini menggunakan uji
klasik diperoleh rata – rata 2,10, nilai normalitas Kolmogorov- Smirnova.
median sebesar 2,00 dengan standar
Paired Differences
95% Confidence
Std. ρ
Mean Interval of the T
Mean Deviat value
Deviasi Difference
ion
Lower Upper
4,75
Pretest Sesi 1 -
1,650 ,745 1,103 1,999 9,90 ,000
Posttest Sesi 1
3,10
4,05
Pretest Sesi 2 - 17,8
1,950 ,510 1,711 2,189 ,000
Posttest Sesi 2 05
2,10
JURNAL KAMPUS STIKes YPIB Majalengka # Volume VII No. 14Oktober 2018
7
nyeri pasien post operasi hernia pada dilihat dari nilai mean deviasi yaitu
pre test sebesar 4,75, sementara pada mengalami penurunan sebesar 1,650.
post test rata – rata intensitas nyeri Pada sesi 2 didapatkan rata – rata
sebesar 3,10. Adapun penurunan intensitas nyeri pada pre test sebesar
intensitas nyeri pada sesi 1 dapat 4,05, sementara pada post test rata –
rata intensitas nyeri sebesar 2,10.
Adapun penurunan intensitas nyeri
JURNAL KAMPUS STIKes YPIB Majalengka # Volume VII No. 14Oktober 2018
8
pada sesi 2 dapat dilihat dari nilai berarti ρ value < α sehingga Ho
mean deviasi yaitu mengalami ditolak. Pada sesi 2 diperoleh t-value =
penurunan sebesar 1,950. Dari kedua 17,805 dan ρ value = 0,000 yang
hasil tersebut menunjukan bahwa ada berarti ρ value < α sehingga Ho
perbedaan yang bermakna intensitas ditolak. Dengan demikian dapat
nyeri sebelum dan sesudah pemberian dikatakan bahwa terdapat pengaruh
terapi musik klasik. pemberian terapi musik klasik
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap penurunan intensitas nyeri
statistik dengan uji paired sample t- pada pasien post operasi hernia di
test dengan α = 0,05 pada sesi 1 ruang dadali RSUD Cideres tahun
diperoleh t- value = 9,90 dan ρ value = 2018.
0,000 yang
9
subjektif karena perasaan nyeri
berbeda pada setiap individu dalam hal
skala atau tingkatannya, dan hanya
individu itulah yang dapat menjelaskan
atau mengevaluasi rasa nyeri yang
dialaminya. Tingkatan nyeri yang
dirasakan oleh individu berbeda –
beda, sesuai dengan persespsi individu
dalam merasakan nyeri akibat faktor –
faktor yang mempengaruhi nyeri itu
sendiri. Menurut Potter dan Perry
(2012) faktor – faktor yang
mempengaruhi nyeri antara lain usia,
perhatian, ansietas, makna nyeri,
pengalaman, masa lalu dan pekerjaan,
pengetahuan, dukungan keluarga dan
sosial.
Nyeri setelah pembedahan
adalah hal yang normal. Nyeri
disebabkan adanya luka insisi dan nyeri
yang dirasakan pasien meningkat
seiring dengan berkurangnya pengaruh
anastesi. Pasien lebih menyadari
lingkungannya dan lebih sensitif
terhadap rasa nyaman. Untuk menjaga
homeostatis, tubuh melakukan
mekanisme untuk segera melakukan
pemulihan pada jaringan tubuh yang
mengalami perlukaan. Pada proses
pemulihan inilah terjadi reaksi kimia
dalam tubuh sehingga nyeri dirasakan
pasien. Secara signifikan nyeri dapat
memperlambat pemulihan (Potter &
Perry, 2012).
Metode penatalaksanaan nyeri
mencakup pendekatan farmakologis
dan non farmakologis. Metoda pereda
nyeri nonfarmakologis biasanya
mempunyai resiko yang sangat rendah.
Salah satu
JURNAL KAMPUS STIKes YPIB Majalengka # Volume VII No. 14Oktober 2018
10
dialami setelah pemberian terapi
tindakan nonfarmakologis adalah musik klasik yaitu skala nyeri 3
distraksi. Distraksi mengalihkan sampai 1 (nyeri ringan), dan
perhatian pasien ke hal yang lain dan ditemukan beberapa responden yang
dengan demikian menurunkan mengalami nyeri dengan skala nyeri 4
kewaspadaan terhadap nyeri bahkan dan 5 (nyeri sedang), dan reponden
meningkatkan toleransi terhadap nyeri. yang tidak merasa nyeri dengan skala
Salah satu distraksi yang efektif adalah 0. Hal ini berbeda ketika sebelum
distraksi audio dengan musik, yang diberikan terapi musik klasik
dapat menurunkan nyeri fisiologis, intensitas nyeri responden rata
stres dan kecemasan dengan – rata mengalami nyeri sedang (skala 4-6)
mengalihkan perhatian seseorang dari
nyeri (Harefa, Manurung, Nainggolan,
2010).
Untuk mengurangi intensitas
nyeri pada pasien post operasi hernia
maka intervensi penatalaksanaan
terhadap nyeri pasien sangat
diperlukan seperti memotivasi pasien
dan memberikan distraksi. Sedangkan
bagi pasien post operasi hernia agar
mengikuti petunjuk dan saran dari
petugas kesehatan.
Berdasarkan hasil penelitian
menunjukan bahwa intensitas nyeri
pada pasien post operasi hernia setelah
dilakukan pemberian terapi musik
klasik diperoleh rata
– rata sebesar 3,10 pada post test
sesi 1 dan 2,10 pada post test sesi 2. Hasil
tersebut menunjukan bahwa intensitas
nyeri berada pada skala nyeri ringan.
Intensitas nyeri setelah diberikan terapi
musik klasik mengalami penurunan.
Kondisi ini dapat terjadi karena terapi
musik yang diberikan dapat membantu
dalam mengalihkan perhatian pasien dari
rasa nyeri yang di alami serta membantu
pasien dapat merasa nyaman dan tenang
sehingga rasa nyeri berkurang atau hilang.
Berdasarkan temuan dilokasi
penelitian skala nyeri yang banyak
JURNAL KAMPUS STIKes YPIB Majalengka # Volume VII No. 14Oktober 2018
11
agar dapat memberikan efek
sampai nyeri hebat (skala 7). Hasil terapeutik. Dikeadaan perawatan akut,
penelitian ini didukung penelitian dari mendengarkan musik dapat
Vindora, Ayu, Pribadi (2013) memberikan hasil yang sangat efektif
denganhasil bahwa setelah diberikan dalam upaya mengurangi nyeri pasca
tehnik distraksi dengan musik klasik operasi pasien (Potter & Perry, 2012).
rata – rata skala nyeri yang dialami Musik dan nyeri mempunyai
responden mengalami penurunan persamaan penting yaitu bahwa
menjadi 3,11 yaitu nyeri ringan. keduanya dapat digolongkan sebagai
Didukung juga oleh penelitian Harefa, input sensor dan output. Sensori
Manurung, Nainggolan (2010) bahwa input berarti
terjadi perbedaan yang signifikan, bahwa ketika musik terdengar,
tingkat nyeri yang diderita pasien sinyal
kelompok intervensi menjadi lebih
rendah setelah dilakukaan pemberian
terapi musik dengan rata – rata sebesar
3,93.
Intensitas nyeri setelah
dilakukan pemberian terapi musik
klasik mengalami penurunan karena
terapi musik klasik fungsinya sebagai
pengalih perhatian diluar hal – hal nyeri
yang dirasakan pasien yang dapat
memberikan rasa nyaman sehingga
mampu mengontrol ataupun
menghilangkan rasa nyeri. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Mahami
(2013) bahwa efek terapi musik klasik
pada nyeri adalah distraksi terhadap
pikiran tentang nyeri, menurunkan
kecemasan, menstimulasi ritme nafas
lebih teratur, menurunkan ketegangan
tubuh, memberikan gambaran positif,
pada visual imageri, relaksasi, dan
meningkatkan mood yang positif.
Terapi musik dapat mendorong
perilaku kesehatann yang positif,
mendorong kemajuan pasien selama
masa pengobatan dan pemulihan.
Musik menghasilkan perubahan
status kesadaran melalui bunyi,
kesunyian, ruang dan waktu. Musik
harus didengarkan minimal 15 menit
JURNAL KAMPUS STIKes YPIB Majalengka # Volume VII No. 14Oktober 2018
12
pengeluaran hormon endorfin untuk
dikirim keotak ketika rasa sakit membantu meningkatkan rasa rileks
dirasakan. Jika getaran musik dapat dalam tubuh seseorang (Setyoadi
dibawa kedalam resonansi dekat &Kushariyadi 2011 dalam
dengan getaran rasa sakit, maka Mutiarasari 2016).
persepsi psikologis rasa sakit akan Penurunan intensitas nyeri
diubah dan dihilangkan (Harefa, setelah diberikan terapi musik klasik
Manurung, Nainggolan, 2010). pada pasien post operasi hernia terjadi
Berdasarkan penelitian di State karena pelepasan hormon endorfin
University of New York di Buffalo, yang telah di stimulasi memberikan
sejak mereka menggunakan terapi efek untuk mengurangi rasa nyeri.
musik kebutuhan akan obat penenang Hal ini didukung oleh Novita (2013)
pun turun dratis hingga 50%. Dan bahwa musik yang bersifat sedatif
Penelitian yang dilakukan McCaffrey terbukti
menemukan bahwa intensitas nyeri
menurun sebanyak 33% setelah terapi
musik dengan menggunakan musik
klasik Mozart terhadap pasien
osteoarthritis selama 20 menit dengan
musik Mozart (Harefa, Manurung,
Nainggolan, 2010). Musik juga
merangsang pelepasan hormon
endorfin, hormon tubuh yang
memberikan perasaan senang yang
berperan dalam penurunan nyeri
sehingga musik dapat digunakan untuk
mengalihkan rasa nyeri sehingga
pasien merasa nyeri nya berkurang
(Vindora, Ayu, Pribadi, 2013).
Terapi musik klasik yang
berupa suara diterima oleh saraf
pendengaran, diubah menjadi vibrasi
yang kemudian disalurkan menuju
otak melalui sistem limbik. Sistem
limbik (Amigala dan hipotalamus)
memberikan stimulus agar sistem saraf
atonom yang berkaitan erat dengan
sistem endrokrin dapat menurunkan
hormon - hormon yang berhubungan
dengan stress dan kecemasan,
kemudian stimulus merangsang
JURNAL KAMPUS STIKes YPIB Majalengka # Volume VII No. 14Oktober 2018
13
perubahan intensitas nyeri pada pasien
efektif untuk menurunkan nyeri. post operasi.
Mekanisme musik sebagaimana Hasil penelitian ini di dukung
dijelaskan dalam teori Gate Control, juga penelitian Imami (2012) dengan
dimana impuls musik berkompensasi melakukan penelitian tentang terapi
mencapai korteks serebri bersama musik mozart untuk menurunkan
dengan impuls nyeri akan memberikan intensitas nyeri pasien post opersi di
efek distraksi kognitif dalam inhibasi Rumah Sakit Mekar Arum Subang,
persepsi nyeri (Novita 2013). rancangan penelitian menggunakan
Nyeri pasien post operasi dapat Pre Eksperimental After Only
berkurang atau bertambah hal ini
tergantung dari beberapa hal seperti
persepsi pasien terhadap nyeri itu
sendiri. Namun, nyeri pasien dapat
berkurang dengan adanya perlakuan
atau intervensi salah satunya intervensi
non farmakologis dengan teknik
distraksi audio dengan menggunakan
musik klasik.
Berdasarkan hasil penelitian
menyatakan bahwa terdapat pengaruh
terapi musik klasik terhadap penurunan
intensitas nyeri pada pasien post
operasi hernia di ruang dadali RSUD
Cideres tahun 2018 dengan ρ value
0,000. Besarnya penurunan intensitas
nyeri setelah pemberian terapi musik
klasik sebesar 1,650 pada penelitian
sesi 1 dan penurunan sebesar 1,950
pada penelitian sesi 2.
Hasil penelitian ini didukung
penelitian dari Indrawati (2012),
dimana Indrawati melakukan penelitian
efektivitas terapi musik terhadap
penurunan intensitas nyeri pada pasien
post operasi di RSUD kota Banjar,
penelitian dilakukan terhadap
kelompok intervensi dengan
memberikan terapi musik selama 15
menit, hasil penelitian dianalisa dengan
uji paired t-test didapatkan nilai ρ value
0,000 (ρ < 0,05) yang berarti terapi
musik musik efektif terhadap
JURNAL KAMPUS STIKes YPIB Majalengka # Volume VII No. 14Oktober 2018
14
Rumah Sakit Santo Yusup Bandung.
Designdengan metode Static Group Menurut Potter & Perry
Comparism. Sampel diambil dari (2012) salah satu upaya mengatasi
pasien yang post operasi dengan rasa nyeri adalah dengan
metode non probability sampling memberikan terapi non farmakologi.
teknik purposive sampling, berjumlah Terapi non farmakologi untuk
18 orang yang terdiri dari 9 orang mengurangi nyeri salah satunya yaitu
kelompok kontrol dan 9 orang teknik distrasksi. Distraksi adalah
kelompok perlakuan. Hasil yang memfokuskan perhatian pasien pada
diperoleh menyatakan bahwa terapi sesuatu hal atau melakukan
musik mozart dapat menurunkan pengalihan perhatian ke hal –
intensitas nyeri yang dialami pasien hal diluar nyeri. Distraksi dapat
pada kelompok perlakuan, hasilnya dilakukan
adalah terdapat perubahan nyeri yang
signifikan terhadap penurunan nyeri
setelah diberikan terapi musik mozart
dengan nilai ρ value = 0.01 (ρ < 0,05).
Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Gilar, Armiyati, Arif
(2013) tentang perbedaan efektivitas
terapi musik klasik dan terapi
imajinasi terbimbing terhadap
penurunan intensitas nyeri pasca bedah
mayor abdomen di Rumah Sakit Santo
Yusup Bandung, rancangan penelitian
menggunakan two group pre-post test
design dengan jumlah sampel
sebanyak 32 responden dengan tehnik
pusposive sampling. Hasil penelitian
menunjukkan penurunan intensitas
nyeri responden pada kelompok terapi
musik klasik sebanyak 41,73 %,
sedangkan penurunan intensitas nyeri
pada kelompok terapi imajinasi
terbimbing sebanyak 25,17%. Hasil uji
independen t-test menunjukkan p
value 0,015 (<0,05) artinya ada
perbedaan efektifitas terapi musik
klasik dan terapi imajinasi terbimbing
terhadap penurunan intensitas nyeri
pasca bedah mayor abdomen di
JURNAL KAMPUS STIKes YPIB Majalengka # Volume VII No. 14Oktober 2018
15
dan meningkatkan kadar endorfin
dengan cara distraksi penglihatan sehingga dapat mengurangi nyeri.
(visual), distraksi intelektual Musik dipercaya dapat meningkatkan
(pengalihan nyeri dengan kegiatan – pengeluran hormon endorfin (Sari,
kegiatan), dan distraksi pendengaran 2014).
(audio) (Andarmoyo, 2013). Endorfin merupakan bahan
Saat seseorang mendengarkan neuroregulator jenis neuromodulator
musik, gelombangnya ditransmisikan yang terlibat dalam sistem analgesia,
melaui ossicles di telinga dan melalui banyak ditemukan di hipotalamus dan
cairan cochlear berjalan menuju telinga area sistem analgesia (sistem
dalam. Membran basilaris cochlea limbik dan medula
merupakan araea resonansi dan spinalis). Sifat analgesia ini
berespon terhadap frekuensi getaran menjadikan
yang bervariasi. Rambut silia sebagai
sensori reseptor yang mengubah
frekuensi getaran menjadi getaran
elektrik dan langsung terhubung
dengan ujung nervus pendengaran.
Nervus auditori primer menerima input
dan mempersepsikan pitch dan melodi
yang rumit, dan dipengaruhi oleh
pengalaman seseorang. Korteks
auditori sekunder lebih lanjut
memproses interpretasi musik sebagai
gelombang harmoni, melodi dan rhytm
(Novita, 2012).
Musik klasik memberikan
ketenangan, memperbaiki persepsi
spasial dan memungkinkan pasien
untuk berkomunikasi baik dengan hati
maupun pikiran. Musik klasik juga
memiliki irama, melodi, dan frekuensi
tinggi yang dapat merangsang dan
menguatkan wilayah kreatif dan
motivasi di otak. Musik klasik memiliki
efek yang tidak dimiliki komposer lain.
Musik klasik memiliki kekuatan yang
membebaskan, mengobati dan
menyembuhkan (Mahanami, 2013).
Musik klasik dapat
menstimulasi hormon – hormon yang
berhubungan dengan stres anatra lain
ACTH, prolaktin, hormon pertumbuhan
JURNAL KAMPUS STIKes YPIB Majalengka # Volume VII No. 14Oktober 2018
16
endorfin sebagai opioid endogen. tubuh, hasilnya rasa sakit menjadi
Endorfin dianggap dapat menimbulkan semakin parah. Mendengarkan musik
hambatan presinaptik dan hambatan secara teratur membantu tubuh rileks
postsinaptik pada serabut nyeri secara fisik dan mental, sehingga
(nosiseptor) yang bersinaps di komu membantu
dorsalis. Serabut ini diduga mencapai menyembuhkan dan mencegah rasa
inhibisi melalui sakit.
penghambatan Sebagian besar pasien yang
neurotransmiter nyeri seperti kalsium, diberikan terapi musik mengakui
prostaglandin, dan lain – lain, terutama bahwa mereka merasa tenang dan
substansi (Sari, 2014). mengantuk. Sehingga mereka lupa
Menurut Potter & Perry (2012) dengan nyeri yang dirasakannya. Hal
terapi musik merupakan teknik yang ini sesuai dengan pernyataan Harefa,
digunakan untuk penyembuhan suatu Manurung, Nainggolan (2010) yang
penyakit dengan menggunakan bunyi mengatakan bahwa Musik klasik
atau irama tertentu. Jenis musik yang mempunyai fungsi menenangkan
digunakan dalam terapi musik dapat pikiran dan emosi serta dapat
disesuaikan dengan keinginan, seperti mengoptimalkan tempo, ritme, melodi,
musik klasik, instrumentalis, dan slow dan harmoni yang teratur dan dapat
musik. Hal ini diungkapkan juga Sari menghasilkan gelombang alfa serta
(2014) bahwa terapi musik untuk beta dalam gelombang telinga
relaksasi, mempercepat penyembuhan, sehingga memberikan ketenangan
meningkatkan fungsi mental dan yang membuat otak siap menerima
menciptakan rasa sejahtera. Musik masukan baru, efek rileks dan
dapat mempengaruhi fungsi – fungsi menidurkan.
fisiologis seperti respirasi, denyut Berdasarkan hal tersebut terapi
jantung, dan tekanan darah. dengan musik klasik yang berjudul
Musik bekerja pada sistem river flows in you selama 20 menit
saraf otonom yaitu bagian sistem saraf yang dilakukan dalam dua sesi dapat
yang bertanggung jawab mengontrol mengurangi rasa nyeri dan membuat
tekanan darah, denyut jantung dan tubuh menjadi rileks dan nyaman.
fungsi otak yang mengontrol perasaan Musik klasik membantu untuk
dan emosi. Menurut penelitian, kedua melepaskan diri dari rasa sakit dan
sistem tersebut bereaksi sensitif belajar untuk menerimanya dengan
terhadap musik. Saat merasa sakit, kita cara yang lebih positif. Musik klasik
menjadi takut, frustasi dan marah yang juga mengubah persepsi waktu, yang
membuat kita menegangkan otot - otot menolong mengurangi rasa sakit yang
diderita pasien.
JURNAL KAMPUS STIKes YPIB Majalengka # Volume VII No. 14Oktober 2018
17
Simpulan pada post test sesi 1 dan sebesar
Berdasarkanhasilpembahasan 2,10 pada pre test sesi 2.
dapat disimpulkan bahwa : 3. Terdapat pengaruh terapi musik klasik
1. Intensitas nyeri pada pasien post terhadap penurunan intensitas nyeri
operasi hernia sebelum dilakukan pada pasien post operasi hernia di
pemberian terapi musik klasik ruang dadali RSUD Cideres Tahun 2018
diperoleh rata – rata sebesar 4,75 pada (ρ value 0,000).
pre test sesi 1 dan sebesar 4,05 pada
Saran
pre test sesi 2. 1. Bagi RSUD Cideres
2. Intensitas nyeri pada pasien post Bagi pihak rumah sakit, terapi
operasi hernia setelah pemberian musik dapat dijadikan sebagai
terapi musik salah satu penatalaksanaan nyeri
klasik diperoleh rata – rata sebesar yang dapat
3,10
JURNAL KAMPUS STIKes YPIB Majalengka # Volume VII No. 14Oktober 2018
18
diberikan pada setiap pasien post sejenis untuk memperluas ilmu dan
operasi hernia untuk mengatasi pengetahuan dasar bagi penelitian
nyeri yang dialami oleh pasien. yang akan datang.
2. Bagi Profesi Keperawatan 4. Bagi Peneliti Lain
Salah satu bentuk terapi yang Perlunya mengkaji faktor lain
sederhana namun memberikan seperti usia yang dapat
manfaat adalah terapi musik. Oleh mempengaruhi intensitas nyeri
karena itu perawat dapat pada pasien post operasi hernia.
memanfaatkan terapi musik Dan diharapkan agar meneliti
sebagai intervensi keperawatan tentang pegaruh terapi musik
nonfarmakologi dalam mengurangi terhadap pasien pasca operasi
nyeri yang dialami pasien post besar, untuk melihat apakah terapi
operasi. musik dapat memberikan
3. Bagi Institusi Pendidikan manfaat untuk
Hasil penelitian ini dapat dijadikan mengurangi intensitas nyeri sangat
sebagai salah satu bahan kajian hebat (skala 10).
perbandingan hasil penelitian yang
DAFTAR PUSTAKA
Amin, N., Hardhi, K. 2015. Aplikasi Asuhan Arisetijono E., Husna M, Munir B,
Keperawatan Berdasarkan Rahmawati D. 2015. Continuing
Diagnosa Medis & NANDA, NIC- Neurological Education 4 Vertigo
NOC jilid 3. Jakarta : Media Action dan Nyeri. Malang : Universitas
Brawijaya Press.
Amalia, Susanti. 2014. Pengaruh Terapi
Musik Terhadap Penurunan Bennet M, Forbes K, Faull C. 2004. The
Tingkat Nyeri Pada Pasien Post principles of pain management. In:
Operasi Appendiktomi. Jurnal Faull C, Carter Y, Woof R, eds.
Ilmiah. Diakses pada tanggal 28 Hanbook of palliative care.2nd ed.
Maret 2018, Pukul : 18.48 WIB. Oxford : Blackwell Science.
JURNAL KAMPUS STIKes YPIB Majalengka # Volume VII No. 14Oktober 2018
19
Caksono D. 2014. Pemberian Terapi Es
Terhadap Penurunan Intensitas
Nyeri Pada Asuhan Keperawatan Tn.
T Dengan Post Herniotomy Ingunalis
Lateralis Di Ruang Kenanga RSUD
dr. Soedirman Mangun Sumarso
Wonogiri. Karya Tulis Ilmiah. Diakses
pada tanggal
Campanelli, G. 2018.
https://link.springer.com/
content/pd
f/10.1007%2Fs10029-017-
1678-
8.pdf. Diakses pada tanggal 8
Februari 2018, Pukul :
19.40WIB.
JURNAL KAMPUS STIKes YPIB Majalengka # Volume VII No. 14Oktober 2018
20
Judha, M, dkk. 2012. Teori Pengukuran
Imajinasi Terbimbing Terhadap Nyeri dan Nyeri Persalinan.
Penurunan Intensitas Nyeri Pasca Yogyakarta : Nuha Medika.
Bedah Mayor Abdomen Di Rumah
Sakit Santo Yusup Bandung. Jurnal
Ilmiah. Diakses pada tanggal 15 Karendehi D, dkk. 2015. Pengaruh
Februari 2018, Pukul : 19.28 WIB. Pemberian Musik Terhadap Skala
Nyeri Akibat Perawatan Luka
Bedah Pada Pasien Pasca Operasi
Good, M. Stanton-Hick Herdman, T. H. di Ruang Perawatan Bedah
2013. Diagnosa Keperawaan : Flamboyan Rumah Sakit Tingkat III
Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. 07.06.01R.WMongosidi Manado
Jakarta : EGC Tahun 2015. Jurnal Ilmiah.
Diakses
Harefa, dkk. 2010. Pengaruh Terapi
Musik Terhadap Intensitas
Nyeri Pada Pasien Pasca
Operasi Di RSUD
Swadanatarutung. Jurnal
Ilmiah. Diakses pada tanggal
16 Februari 2018, Pukul :
10.46 WIB.
JURNAL KAMPUS STIKes YPIB Majalengka # Volume VII No. 14Oktober 2018
21
pada tanggal 06 Februari 2018,
pada tanggal 05 Februari 2018, Pukul : 19.02 WIB.
Pukul : 18.02 WIB.
19.02 WIB.
JURNAL KAMPUS STIKes YPIB Majalengka # Volume VII No. 14Oktober 2018
22
. 2017. Jumlah Kasus
Potter & Perry. 2012. Buku Ajar Hernia di RSUD Majalengka
Fundamental Keperaawatan: Tahun 2017. Majalengka :
Konsep, Proses dan Praktik. Volume RSUD Majalengka.
2. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Rumiati. 2013. Studi Kasus Asuhan
Purwanto, E. 2012. Efek Musik Terhadap Keperawatan Nyeri Akut Pada Tn.S
Perubahan Intensitas Nyeri Pada Dengan Post Operasi Hernia
Pasien Post Operasi Di Ruang Inguinal Lateralis Di Ruang
Bedah Dr. Sardjito Yogyakarta. Anggrek RSUD Sukoharjo. Karya
Skripsi. Diakses pada tanggal 06 Tulis Ilmiah. Diakses pada tanggal
Februari 2018, Pukul : 19.30 WIB. 16 Februari 2018, Pukul :
10.38 WIB.
Riyanto, A. 2011. Pengelolaan dan Analisa
Data Kesehatan Dilengkapi Uji
Validitas dan Reliabilitas serta
Aplikasi Program SPSS. Yogyakarta :
Nuha Medika.
JURNAL KAMPUS STIKes YPIB Majalengka # Volume VII No. 14Oktober 2018
23
Operasi Bedah Hernioraphy
Sari A Puspita Rina. (2014). Pengaruh Terapi Terhadap Tekanan Darah Di Ruang
Musik Klasik Terhadap Penurunan Rawat Inap RSUD Kota Semarang.
Nyeri pada Pasien Post Sectio Jurnal Ilmiah. Diakses pada tanggal
Caesaria di Bangsal Kenanga RSUD 16 Februari 2018, Pukul : 10.58
Karanganyar. Skripsi. Diakses pada WIB.
tanggal 06 Februari 2018, Pukul :
18.03 WIB.
Vindora, M., dkk. 2013. Perbandingan
Efektivitas Tehnik Distraksi Dan
Sesa M, Efendi A. 2012.Karakteristik
penderita Hernia Inguinalis yang
dirawat Inap di Rumah Sakit
Anutapura. Jurnal Ilmiah. Diakses
pada tanggal 14 Februari 2018,
Pukul : 20.38 WIB.
JURNAL KAMPUS STIKes YPIB Majalengka # Volume VII No. 14Oktober 2018
24
Relaksasi Terhadap Perubahan Wulandari S. 2015. Pemberian Dzikir Khafi
Intensitas Nyeri Pasien Post Operasi Untuk Menurunkan Tingkat
Hernia. Jurnal Ilmiah. Diakses pada Kecemasan Pada Asuhan
tanggal 14 Februari 2018, Pukul : Keperawatan Tn. S Dengan Pra
19.38 WIB. Operasi Hernia Di Ruang Anggrek
RSUD Dr. Soedirman Mangun
Wonogiri. Karya Tulis Ilmiah.
WHO. 2017. Health Topic.
Diakses pada tanggal 14 Februari
http://www.who.int/topics/en/.
2018, Pukul : 20.39 WIB.
Diakses pada tanggal 5
Februari 2018, Pukul : 11.17 Yanuar, Alan. 2015. Pengaruh Terapi Musik
WIB. Klasik Terhadap Intensitas Nyeri
Pada Pasien Post Operasi Fraktur di
Wulan A, Iman A. 2017. Refleks Bersin Pacu
RSU PKU Muhammadiyah
Terjadinya Hernia Inguinalis. Jurnal
Yogyakarta.
Ilmiah. Diakses pada tanggal
Diakses pada tanggal 05 Februari
14 Februari 2018, Pukul : 2018, Pukul : 18.03 WIB
20.18 WIB.
JURNAL KAMPUS STIKes YPIB Majalengka # Volume VII No. 14Oktober 2018
25