Anda di halaman 1dari 23

BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Mansjoer (2000) menyatakan, hernia merupakan suatu penonjolan isi perut dari

rongga yang normal melalui lubang kongenital atau didapat.

Menurut R.Syamsuhidajat, Wim Dejong (1998). Hernia merupakan produksi atau

penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga

bersangkutan. Pada hernia abdomen isi perut menonjol melalui defek atau bagian-

bagian lemah dari lapisan muscular aponeurotik dinding perut. Hernia terdiri dari

cincin, kantong dan isi hernia.

Penulis menyatakan bahwa, ”Hernia adalah penonjolan gelung atau ruas organ

jaringan melalui lubang abnormal” (Dorlands WA Newman, 2002).

Hernioraphy membuang kantong hernia disertai tindakan bedah plastik

untuk memperkuat dinding perut bagian bawah di belakang kanalis inguinalis.

(http://qittun.blogspot.com/2008/08/asuhan-keperawatan-klien-dengan-

hernia.html). Pengertian lain yang diambil oleh penulis tentang Hernioraphy adalah

perbaikan hernia secara bedah dengan penjahitan.

Mengacu dari pengertian-pengertian diatas, penulis menyatakan bahwa

hernia merupakan herniasi omentum (lipatan peritoneum yang memanjang dari

6
lambung ke organ abdomen yang berdekatan), usus atau struktur tubuh lainnya

melalui dinding abdomen dan salah satu penatalaksanaanya dilakukan dengan cara

pembedahan plastik dan membuang kantong hernia atau sering disebut dengan

hernioraphy.

Dilihat dari macam dan jenis hernia, maka dapat diklasifikasikan sebagai

berikut :

1. Berdasarkan terjadinya :

a. Hernia bawaan atau congenital

Hernia yang terdapat pada waktu lahir.

b. Hernia dapatan atau akuisita

Hernia yang disebabkan oleh pengangkatan benda berat atau strain atau cedera

berat.

2. Menurut letaknya

a. Hernia Diafragma

Herniasi struktur abdomen atau retroeritoneum ke dalam rongga dada.

b. Hernia Inguinal

Hernia lengkung usus ke dalam kanalis inguinalis.

c. Hernia Umbilikal

7
Sejenis hernia abdominalis dengan sebagian usus menonjol di umbilikus dan

ditutupi oleh kulit dan jaringan subkutan.

d. Hernia Femoral

Hernia gelung usus ke dalam kanalis femoralis.

e. Hernia Epigastrika

Hernia abdominalis melalui linea alba diatas umbilikus.

f. Hernia Lumbalis

Herniasi omentum atau usus di daerah pinggang melalui ruang lesshaft atau

segitiga lumbal.

3. Menurut sifatnya

a. Hernia Reponibel

Isi hernia dapat keluar masuk usus, keluar jika berdiri atau mengejan dan

masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri atau gejala

abstruksi usus.

b. Hernia Irreponibel

Bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga. Ini

biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritonium kantong

hernia.

8
c. Hernia Inkarserata

Isi kantong tertangkap tidak dapat kembali ke dalam rongga perut disertai

akibatnya yang berupa gangguan pasage. Dapat juga diartikan hernia

irreponible yang sudah disertai dengan gejala ileus yaitu tidak dapat flatus. Jadi

pada keadaan ini terjadi obstruksi jalan makan.

d. Hernia Strangulata

Hernia irreponible dengan gangguan vaskulerisasi mulai dari bendungan

sampai nekrosis.

4. Hernia menurut terlihat atau tidaknya

a. Hernia Externa

Hernia yang menonjol keluar malalui dinding perut, pinggang atau

perineum.

b. Hernia Interna

Tonjolan usus tanpa kantong hernia melalui suatu lubang dalam rongga perut

seperti foramen winslow, ressesus retrosekalis atau defek dapatan pada

mesinterium. Umpamanya setelah anatomi usus. (Syamsuhidayat, 1998:701)

9
B. Anatomi Fisiologi

Kanalis inguinalis dibatasi dikraniolateral oleh anulus inguinalis internus

yang merupakan bagian terbuka dari fasia transpersalis dan aponeurosis tranversus

abdominis. Dimedial bawah, diatas tuberkulum tubkum, kanal ini dibatasi oleh

anulus inguinalis eksternus, bagian terbuka dari aponeurosis moblikus eksternus.

Atapnya adalah aponeurosis moblikus eksternus, dan didasarnya terdapat

10
ligamentum inguinale. Kanal berisi tali sperma pada lelaki, dan ligamentum

rotundum pada perempuan.

Hernia inguinalis indirek, disebut juga hernia inguinalis lateralis, karena

keluar dari peritonium melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari

pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis

dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus. Apabila

hernia ini berlanjut, tonjolan akan sampai ke skrotum, ini disebut hernia skrotalis.

(Sjamsuhidayat, 2004)

Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8

kehamilan terjadi desensus testis melalui kanal tersebut. Penurunan testis tersebut

akan menarik peritoneum kedaerah skrotum sehingga terjadi penonjolan

peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonei. Pada bayi yang

sudah lahir, umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi sehingga isi rongga

perut tidak dapat melalui kanalis tersebut namun dalam beberapa hal, seringkali

kanalis ini tidak menutup. Karena testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis

inguinalis kanan lebih sering terbuka. Bila kanalis kiri terbuka maka biasanya yang

kanan juga terbuka. Dalam keadaan normal, kanalis yang terbuka ini akan

menutup pada usia 2 bulan. (Mansjoer, 2002).

C. Etiologi

1. Kongenital

11
Terjadi sejak lahir adanya defek pada suatu dinding rongga.

2. Didapat (akquisita)

Hernia ini didapat oleh suatu sebab yaitu umur, obesitas, kelemahan umum,

lansia, tekanan intra abdominal yang tinggi dan dalam waktu yang lama

misalnya batuk kronis, gangguan proses kencing, kehamilan, mengejan saat

miksi, mengejan saat defekasi, pekerjaan mengangkat benda berat (Mansjoer,

Arif : 2000 : 314).

D. Pathofisiologi

Terjadinya hernia disebabkan oleh dua faktor yang pertama adalah faktor

kongenital yaitu kegagalan penutupan prosesus vaginalis pada waktu kehamilan

yang dapat menyebabkan masuknya isi rongga pertu melalui kanalis inguinalis,

faktor yang kedua adalah faktor yang dapat seperti hamil, batuk kronis, pekerjaan

mengangkat benda berat dan faktor usia, masuknya isi rongga perut melalui kanal

ingunalis, jika cukup panjang maka akan menonjol keluar dari anulus ingunalis

ekstermus. Apabila hernia ini berlanjut tonjolan akan sampai ke skrotum karena

kanal inguinalis berisi tali sperma pada laki-laki, sehingga menyebakan hernia.

Hernia ada yang dapat kembali secara spontan maupun manual juga ada yang tidak

dapat kembali secara spontan ataupun manual akibat terjadi perlengketan antara isi

12
hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan

kembali.

Keadaan ini akan mengakibatkan kesulitan untuk berjalan atau berpindah

sehingga aktivitas akan terganggu. Jika terjadi penekanan terhadap cincin hernia

maka isi hernia akan mencekik sehingga terjadi hernia strangulate yang akan

menimbulkan gejala illeus yaitu gejala abstruksi usus sehingga menyebabkan

peredaran darah terganggu yang akan menyebabkan kurangnya suplai oksigen

yang bisa menyebabkan Iskemik. Isi hernia ini akan menjadi nekrosis.

Kalau kantong hernia terdiri atas usus dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat

menimbulkan abses lokal atau prioritas jika terjadi hubungan dengan rongga perut.

Obstruksi usus juga menyebabkan penurunan peristaltik usus yang bisa

menyebabkan konstipasi. Pada keadaan strangulate akan timbul gejala illeus yaitu perut

kembung, muntah dan obstipasi pada strangulasi nyeri yang timbul lebih berat dan

kontinyu, daerah benjolan menjadi merah. (Manjoer, Arif, 2000 : 314 -

315, Syamsuhidayat, 1998 : 706).

E. Manifestasi Klinis

Umumnya pasien mengatakan turunnya selangkangan atau kemaluan.

Benjolan tersebut bisa mengecil atau menghilang pada waktu tidur dan bila

menangis, mengejan atau mengangkat benda berat atau bila posisi berdiri bisa

timbul kembali. Bila telah terjadi komplikasi dapat ditemukan nyeri.

13
Keadaan umum pasien biasanya baik. Bila benjolan tidak tampak, pasien

dapat disuruh mengejan dengan menutup mulut dalam posisi berdiri. Bila ada

hernia maka akan tampak benjolan. Bila memang sudah tampak benjolan, harus

diperiksa apakah benjolan tersebut dapat dimasukkan kembali. Pasien diminta

berbaring, bernapas dengan mulut untuk mengurangi tekanan intraabdominal, lalu

skrotum diangkat perlahan-lahan. Diagnosis pasti hernia pada umumnya sudah

dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis yang teliti.

Keadaan cincin hernia juga perlu diperiksa. Melalui skrotum jari telunjuk

dimasukkan ke atas lateral dari tuberkulum pubikum. Ikuti fasikulus spermatikus

sampai ke anulus inguinalis internus. Pada keadaan normal jari tangan tidak dapat

masuk. Pasien diminta mengejan dan merasakan apakah ada massa yang

menyentuh jari tangan: Bila massa tersebut menyentuh ujung jari maka itu adalah

hernia inguinalis lateralis, sedangkan bila menyentuh sisi jari maka diagnosisnya

adatah hernia inguinalis medialis.

F. Komplikasi

1. Terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia sehingga

isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Keadaan ini disebut hernia

inguinalis ireponibilis. pada keadaan ini belum ada gangguan penyaluran isi

usus. Isi hernia yang tersering menyebabkan keadaan ireponibilis adalah

omentum, karena mudah melekat pada dinding hernia dan isinya dapat menjadi

14
lebih besar karena infiltrasi lemak. Usus besar lebih sering menyebabkan

ireponibilis daripada usus halus.

2. Terjadi penekanan terhadap cincin hernia akibat makin banyaknya usus yang

masuk. Keadaan ini menyebabkan gangguan aliran isi usus diikuti dengan

gangguan vaskular (proses strangulasi). Keadaan ini disebut hernia inguinalis

strangulata.

Pada keadaan strangulata akan timbul gejala ileus, yaitu perut kembung,

muntah, dan obstipasi. Pada strangulasi nyeri yang timbul lebih hebat dan

kontinyu, daerah benjolan menjadi merah, dan pasien menjadi gelisah.

G.Penatalaksanaan

Pada hernia inguinalis reponibilis dan ireponibilis dilak-ukan tindakan bedah

elektif karena ditakutkan terjadinya komplikasi, sebaliknya bila telah terjadi proses

strangulasi tindakan bedah harus dilakukan secepat mungkin sebelum terjadinya

nekrosis usus.Prinsip terapi operatif pada hernia inguinalis:

1. Untuk memperoleh keberhasilan maka faktor-faktor yang menimbulkan

terjadinya hernia harus dicari dan diperbaiki (batuk kronik, prostat, tumor,

asites, dan lain-lain). Dan defek yang ada direkonstruksi dan diaproksimasi tanpa

tegangan.

2. Sakus hernia indirek harus di isolasi, dipisahkan dari peritoneum, dan diligasi.

Anak-anak yang mempunyai anatomi inguinal normal, repair hanya terbatas

pada ligasi tinggi, memisahkan sakus, dan mengecilkan cincin ke ukuran yang

15
semestinya. Pada kebanyakan hernia orang dewasa, dasar inguinal juga harus

direkonstruksi. Cincin inguinal juga dikecilkan. Pada wanita, cincin inguinal

dapat ditutup total untuk mencegah rekurenasi dari tempat yang sama.

3. Hernia rekuren yang terjadi dalam beberapa bulan atau setahun biasanya

menunjukkan adanya repair yang tidak adekuat. Sedangkan rekuren yang terjadi

setelah dua tahun atau lebih cenderung disebabkan oleh timbulnya kelemahan

yang progresif pada fasia pasien.. Rekurensi berulang setelah repair berhati-

hati yang dilakukan oleh seorang ahli menunjukkan adanya defek dalam

sintesis kolagen.

Tindakan bedah pada hernia adalah henioplasty dan hernioraphy. Pada

bedah elektif, kanalis dibuka, isi hernia dimasukkan, kantong diikat, dan

dilakukan Bassinplasty atau. tekan yang lain untuk memperkuat dinding

belakang kanalis inguinalis.

Pada bedah darurat, prinsipnya hampir sama dengan bedah elektif. Cincin

hernia langsung dicari dan dipotong. Usus halus dilihat vital atau tidak. Bila

vital dikembalikan ke rongga perut, sedangkan bila tidak, dilakukan reseksi dan

anastomosis end to end. Untuk fasilitas dan keahlian terbatas, setelah cincin

hernia dipotong dan usus dinyatakan vital langsung tutup kulit dan dirujuk ke

rumah sakit dengan fasilitas lebih lengkap. (Mansjoer Arif, 2000 : 315).

16
H. Pemeriksaan Penunjang

1. Foto Abdomen

Dapat menyatakan adanya kengerasan material pada apendiks (fekalit), ileus

terlokalisis.

2. Urinalisis

Munculnya bakteri yang mengidentifikasi infeksi.

3. Elektrolit

Ketidakseimbangan akan menunggu fungsi organ, misalnya penurunan kalium akan

mempengaruhi kontraktilitan otot jantung, mengarah kepada penurunan curah

jantung.

4. AGD (Analisa Gas Darah)

Mengevaluasi status pernafasan terakhir.

5. ECG (Elektrocardiograf)

Penemuan akan sesuatu yang tidak normal membutuhkan prioritas perhatian untuk

memberikan anestesi (Doengoes, 2000 : 902).

I. Fokus Pengkajian

Adapun data-data yang menjadi data fokus dari hernia adalah sebagai berikut :

1. Aktivitas/istirahat

Gejala : Kelemahan, riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat berat,

tidak mampu melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan.

17
Tanda : Gangguan dalam berjalan, kelemahan ambulasi.

2. Eliminasi

Gejala: : Konstipasi, tidak dapat flaktus.

Tanda : Adanya retensi urine atau inkontinensia urine.

3. Makanan / cairan

Gejala : Hilangnya nafsu makan, mual, muntah.

Tanda : BB turun, dehidrasi, lemas otot.

4. Nyeri / kenyamanan

Gejala : Nyeri tekan pada kwadran bawah, semakin memburuk dengan

adanya batuk, bersin, mengangkat benda berat, defekasi, nyeri

tak ada hentinya atau ada episode nyeri yang lebih berat

secara intermiten.

Tanda : Prubahan gara berjalan, nyeri tekan abdomen.

5. Keamanan

Gejala : Peningkatan suhu 39.6 - 400C

Adapun data-data yang harus dikaji pasca operasi hernioraphy adalah sebagai

berikut :

1. System pernafasan

18
Potensi jalan nafas, perubahan pernafasan (rata-rata, pola dan kedalaman), RR

< 10 x/menit, auskultasi paru : keadekuatan ekspansi paru, kesimetrisan.

Inspeksi : pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan

diafragma, retraksi sternal, thorax drain.

2. System cardiovascular

Sirkulasi darah, nadi dan suara jantung dikaji tiap 15 menit (4x), 30 menit (4x),

2 jam (4x) dan setiap 4 jam selama 2 hari jika kondisi stabil. Kaji sirkulasi

perifer (kualitas denyut, warna, temperature, dan ukuran ekstremitas).

3. Keseimbangan cairan dan elektrolit : inspeksi membrane mukosa (warna dan

kelembaban, turgor kulit, balutan), kaji intake / output, monitor cairan intravena dan

tekanan darah

4. System persarafa.

Kaji fungsi serebral dan tingkat kesadaran, kekuatan otot, koordinasi.

5. System perkemihan

Control volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6-8 jam pasca anesthesia,

retensio urine, Dower catheter (kaji warna, jumlah urine, output urine < 30

ml/jam)

6. System gastrointestinal

Mual muntah, kaji fungsi gastrointestinal dengan auskultasi suara usus, kaji

palitik ileus, Insersi NG tube intra operatif dengan drainage lambung (untuk

19
memonitor perdarahan, mencegah obstruksi usus, irigasi atau pemberian obat,

jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6- 8 jam).

7. System integument

Kaji factor infeksi luka, diostensi dari odema/palitik illeus, tekanan pada daerah

luka, dehiscence, eviscerasi.

8. Drain dan balutan

Semua balutan dan drain dikaji setiap 15 menit pada saat diruang post

anesthesia recovery meliputi jumlah, warna, konsistensi, dan bau cairan drain

dan tanggal observasi.

9. Pengkajian nyeri

Nyeri post operatif berhubungan dengan luka bedah, drain dan posisi intra

operatif. Kaji tanda fisik dan emosi (peningkatan nadi dan tekanan darah,

hypertensi, diaphoresis, gelisah, menangis), kaji kualitas nyeri sebelum dan

setelah pemberian analgetik.

20
J. Pathway

Factor konginetal (kegagalan Factor didapat (batuk kronis, mengejan


penutupan prosesus vaginalis saat mkiksi, mengejan saat defekasi,
pada waktu kehamilan) pekerjaan saat mengangkat benda berat

Peningkatan tekanan intra abdomen

Masuknya isi rongga perut melalui kanalis inguinalis

Jika cukup panjang akan menonjol keluar dari annulus inguinalis ekstermus

Tonjolan akan sampai ke spektrum

Hernia

Dapat kembali secara


Tidak dapat
spontan (manual)
kembali
secara normal
Post operasi hernia
Tindakan pembedahan
Adanya luka insisi

System irigasi
Penurunan fungsi usus
Keseimbangan cairan Diskontinuitas Perawatan luka yang
Diit cairan jaringan kurang
Kekurangan volume
cairan Nutrisi inadekuat Invasi kuman
Nyeri

Kekurangan nutrisi Resiko infeksi


kurang darikebutuhan
tubuh 21
Gangguan Ketidaknyamanan /
integritas kulit keterbatasan gerak
K. Diagnosa keperawatan.

Dari teori tentang Post Operasi Hernioraphy, dapat ditarik beberapa diagnose

antara lain :

1. Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan ditandai dengan luka pada

abdomen.

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pada luka bekas post

operasi.

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka insisi ditandai

dengan ketidaknyamanan keterbatasan gerak.

4. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diit cairan

ditandai dengan penuruna fungsi usus.

5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan system irigasi / drainage

ditandai dengan keseimbangan cairan.

6. Resiko infeksi berhubungan dengan proses invasi kuman ditandai dengan

perawatan luka yang kurang.

22
(NANDA, 2005 ; Doengoes, 2000)

L. Fokus Intervensi

1. Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan.

Tujuan : Menunjukkan nyeri berkurang atau hilang.

Kriteria hasil : Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau

hilang, Pasien dapat beristirahat dengan tenang.

Intervensi :

a. Kaji nyeri, catat lokasi intensitas (Skala 0-10)

Rasional : Membantu mengevaluasi derajat ketidaknyamanan dan

keefektifan analgesic atau dapat menyatakan terjadinya

komplikasi.

b. Pantau tanda-tanda vital

23
Rasional : Respons autoromik meliputi perubahan pada TD, nasi dan

pernafasan yang berhubungan dengan keluhan / penghilangan

nyeri.

c. Dorong Ambulasi diri

Rasional : Meningkatkan normalisasi fungsi organ contoh merangsang

peristaltik dan kelancaran flaktus.

d. Ajarkan teknik relaksasi dan Distraksi

Rasional : Meningkatkan istirahat, memusatkan kembali perhatian dapat

meningkatkan koping.

e. Kolaborasi Pemberian Obat Alagetik

Rasional : Memberikan penurunan nyeri hebat

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pada luka bekas post

operasi.

Tujuan : Pasien dapat beraktivitas dengan nyaman

Kriteria hasil : Menunjukkan mobilitas yang aman dan Meningkatkan kekuatan

dan fungsi bagian tubuh yang sakit.

24
a. Berikan aktivitas yang disesuaikan dengan pasien

Rasional : Imbolitas yang dipaksakan dapat memperberat keadaan.

b. Anjurkan pasien untuk beraktivitas sehari-hari dalam keterbatasan pasien

Rasional : Partisipasi pasien akan meningkatkan kemandirian pasien.

c. Anjurkan keluarga dalam melakukan meningkatkan kemandirian pasien

Rasional : Keterbatasan aktivitas bergantung pada kondisi yang khusus tetapi

biasanya berkembang dengan lambat sesuai toleransi.

d. Kolaborasi dalam pemberian obat

Rasional : Obat dapat meningkatkan rasa nyaman dan kerjasama pasien

selama melakukan aktivitas.

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka insisi.

Tujuan : Gangguan integritas kulit tidak terjadi.

Kriteria hasil : Menunjukkan penyembuhan luka cepat dan menunjukkan

perilaku atau teknik untuk meningkatkan penyembuhan,

mencegah komplikasi.

Intervensi :

a. Lihat semua insisi.

25
Rasional : mencegah komplikasi

b. Evaluasi proses penyembuhan.

Rasional : mengetahui peningkatan penyembuhan.

c. Kaji ulang penyembuhan terhadap pasien

Rasional : menunjukkan penyembuhan luka.

d. Catat adanya distensi dan auskultasi peristaltik usus

Rasional : Distensi dan hilangnya peristaltic usus merupakan tanda bahwa

fungsi defekasi hilang.

4. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diit

cairan.

Tujuan : Nutrisi terpenuhi.

Kriteria hasil : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang

diharapkan individu dan menyiapkan pola diet dengan masukan

kalori adekuat, menyatakan pemahaman kebutuhan nutrisi.

Intervensi :

a. Berikan porsi kecil tapi sering.

Rasional : meningkatkan nafsu makan.

b. Evaluasi status nutrisi, ukur berat badan normal.

Rasional : adanya kondisi kronis dapat menimbulkan malnutrisi.

c. Evalusai status dan ukur berat badan setiap harinya.

Rasional : mengetahui adanya perubahan status gizi.

26
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan system irigasi/ drainage.

Tujuan : Kekurangan cairan tidak terjadi.

Kriteria hasil : Menunjukkan perubahan keseimbangan cairan, tanda vital stabil,

membran mukosa lembab, turgor kulit baik.

Intervensi :

a. Awasi tanda vital.

Rasional : cairan yang masuk dapat merubah keseimbangan cairan.

b. Observasi karakter drainase.

Rasional : pemantauan cairan yang masuk

c. Kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral.

Rasional : diberikan agar tidak kekurangan cairan.

6. Resiko infeksi berhubungan dengan proses invasi kuman.

Tujuan : Tidak terjadi infeksi

Kriteria Hasil : Tanda vital dalam batas normal, luka kering tidak ada pus.

Intervensi :

a. Pantau tanda-tanda vital

Rasional : Suhu malam hari memucak yang kembali ke normal pada pagi

hari adalah karakteristik infeksi.

27
b. Observasi penyatuan luka, karakter drainase, adanya inflamasi

Rasional : Perkembangan infeksi dapat memperlambat pemulihan

c. Pertahankan keperawatan luka aseptic

Rasional : Lindungi pasien dari kontaminasi selama pengantian

d. Pertahankan balutan kering

Rasional : Balutan basah bertindak sebagai sumbu penyerapan kontaminasi.

e. Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan sesuai indikasi

Rasional : Diberikan untuk mengatasi nyeri-nyeri.

28

Anda mungkin juga menyukai