Anda di halaman 1dari 11

A.

Definisi Penyakit

 Hernia inguinalis adalah hernia berisi abdomen yang menonjol di daerah sela
paha (regio inguinalis) (Haryono, 2012).
 Hernia inguinalis lateralis adalah tonjolan dari abdomen di lateral pembuluh
epigastrika inferior melalui dua pintu yaitu anulus dan kanalis inguinalis
(Sjamsuhidajat & Jong, 2010).

Berdasarkan pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa hernia inguinalis


lateralis adalah penonjolan isi abdomen yang abnormal melalui celah dinding
abdomen atau anulus inguinalis yang dikarenakan tekanan atau otot abdomen yang
lemah.

B. Klasifikasi
Menurut Syamsyuhidayat dan Jong (2004) klasifkas hernia sebagai berikut :
a. Macam-macam hernia menurut terlihat dan tidaknya :
1) Hernia internal.
Tonjolan usus tanpa kantong hernia melalui lubang dalam rongga perut (tidak
terlihat dari luar).
2) Hernia eksternal.
Tonjolan menonjol keluar dan rongga abdomen melalui dinding abdomen
(teralihat dari luar).
b. Macam-macam hernia menurut penyebabnya :
1. Hernia kongenital.
Hernia yang disebabkan karena kelemahan dinding otot abdomen yang
bersumber dari lahir atau bawaan.
2. Hernia traumatik atau didapat.
Hernia yang disebabkan karena adanya trauma seperti peningkatan tekanan
intra abdominal (batuk kronis, sering mengajan dan mengangkat beban berat).
3. Hernia insisonalis.
Hernia yang disebabkan karena dinding abdomen lemah akibat sayatan atau
pembedahan sebelumnya, seperti post laparatomi dan posttatektomi.

c. Macam-macam hernia menurut lokasnya :


1. Hernia opigastrika.
Hernia yang keluar defek di linea alba umbilikus dan procesus xipoideus.
2. Hernia umbilikalis.
Hernia keluar melalui umbilikus akibat penngkatan tekanan intraabdomen.
3. Hernia inguinalias.
Penonjolan organ intraabdomen melalui lubang amulus inguinalis, karena
bagian lemah dari dindng rongga abdomen yang terjadi karena didapat atau
juga kongenital.
4. Hernia skrotalis.
Hernia inguinalis lateralis yang mencapa sakrotum.
5. Hernia femoralis.
Batang usus masuk melalui cincin femoral ke dalam kanalis femoralis.
(Pembudi, Ade Wegi dalam Asuhan Keperawatan Pada Tn. T Dengan Nyeri
Akut et causa Post Oprasi Hernioraphi Inguinalis Lateralis Dextra Di Ruang
Dahlia Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas,2013)
d. Macam-macam hernia menurut sifatnya
1) Hernia responsible adalah hernia yang isinya masih dapat keluar masuk tetapi
kantongnya tetap. Isinya tidak serta merta muncul secara spontan, namun
terjadi apabila disokong gaya gravitasi atau tekanan intraabdominal yang
meningkat. Usus keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika
berbaring atau di dorong masuk perut, tidak ada keluhan nyeri atau gejala
obstrikus usus.
2) Hernia ireponibel adalah hernia yang isi kantongnya tidak dapat direposisi
kembali kedalam rongga perut. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi
kantong pada peritoneum kantong hernia. Hernia ini disebut hernia akreta.
Dapat juga terjadi karena leher yang sempit dengan tepi yang kaku (missal
pada : femoral, umbilical). Tidak ada keluhan rasa nyeri atau pun sumbatan
usus. Hernia ireponibel mempunyai resiko yang lebih besar untuk menjadi
obstrikusi dan stangulasi daripada hernia reponibel.
3) Hernia obstrikus adalah hernia dimana bagian dari usus terjebak di dalam
canalis inguinalis dan lumennya tertutup. Biasanya obstrikusi terjadi pada
leher kantong hernia. Jika obstrikusi terjadi pada kedua tepi usus, cairan
berakumulasi di dalamnya dan terjadi distensi (closed loop obstruction).
Biasanya suplai darah masih baik, tetapi lama kelamaan dapat terjadi
stangulasi. Istilah ‘inkarserata’ terkadang dipakai untuk menggambarkan
hernia iroponibel tetapi tidak terjadi stangulasi. Oleh sebab itu, hernia
ireponibel yang mengalami obstrikusi dapat juga disebut dengan inkarserata.
Operasi darurat untuk hernia inkarserata merupakan operasi terbanyak nomor
dua opersi darurat untuk apendisitis. Selain itu, hernia inkarserata merupakan
penyebab obstrikusi usus nomor satu di indonesia. ()
4) Hernia Strangulata adalah hernia dengan suplai darah untuk isi hernia
terputus sehingga menyebabkan kematian jaringan disekitarnya. Kejadian
patologis selanjutnya adlah okulasi vena dan limfe: akmulasi cairan jaringan
(edema) menyebabkan pembengkakan lebih lanjut : dan sebagai
kunsekuensinya peningkatan tekanan vena. Terjadi perdarahan vena, dan
berkembang mejadi lingkaran setan, dengan pembengkakan akhirnya
mengganggu aliran arteri. Jaringannya mengalami iskemia dan nekrosis. Jika
isi hernia abdominal bukan usus misalnya ometum, nekrosisi yang terjadi
bersifat steril, tetapi stangulasi usus yang paling sering terjadi dan
menyebabkan nekrosis yang terinfeksi (gangren).
Mukosa usus terlibat dan dinding usus menjadi permeable terhadap bakteri,
yang bertranslokasi dan masuk ke dalam kantong dan dari sana menuju ke
pebuluh darah. Usus yang infrak dan rentan mengalami perforasi (biasanya
pada leher pada kantong hernia) dan cairan lumen yang mengandung bakteri
keluar menuju rongga peritoneal menyebabkan peritonitis. Terjadi syok
sepsis dengan gagal sirkulasi dan kematian. Bila strangulasi hanya menjepit
sebagian dinding usus, hernianya disebut hernia Richter. Ileus obstruksi
mugkin parsial atau total, sedngkan benjolan hernia tidak di temukan dan
baru terdiagnosis pada waktu laparotomy. Komplikasi hernia richter adalah
srangulasi sehingga terjadi perforasi usus, dan pada hernia femoralis tampak
seperti akses di daerah inguinal. (Amanullah, Riasfal Laksana dalam
Hubungan Usia, Obesitas dan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Hernia
Inguinalis di RSUD Tugurejo Semarang, 2016 ).

C. Etiologi
Hal yang mengakibatkan hernia menurut Haryono (2012) adalah :
a. Kelainan kongenital atau kelainan bawaan
b. Kelainan didapat, meliputi :
1) Jaringan kelemahan
2) Luasnya daerah di dalam ligamen inguinal
3) Trauma
4) Kegemukan
5) Melakukan pekerjaan berat
6) Terlalu mengejan saat buang air kecil atau besar

D. Tanda dan gejala


• Nyeri mendadak pada tempat hernia
• Nyeri abdomen genetalisata
• Terjadi pada bagian proksimal dan sering terletak di umbilicus
• Mual muntah
• Hernia bertambah besar
• Hernia tegang, nyeri tekan.
(Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III)

E. Patofisiologi

Hernia inguinalis lateralis menurut Betz, (2009), disebabkan oleh factor yang
pertama kelemahan dinding otot abdomen yang meliputi kelemahan jaringan, adanya
daerah yang luas di ligament inguinal dan trauma. Yang kedua disebabkan
peningkatan tekanan intra abdomen yang meliputi obesitas, mengangkat beban berat,
mengejan, konstipasi, kehamilan, batu kronik, hipertropi prostat dan yang ketiga
factor congenital. Bila kanalis inguinalis terbuka terus, karena prosesus tidak
beroblitasi maka akan timbul hernia inguinalis lateralis kangenital (Hockenberry,
2008)

Herniasi mengakibatkan cincin hernia menyempit dan menekan isi hernia


sehingga menonjol keluar maka terjadi edema, indikasi pembedahan dilakukan jika
penonjolan besar yang mengidentifikasikan peningkatan resiko hernia inkaserata dan
nyeri hebat yang merupakan respon masuknya penonjolan melalui kanal inguinal
(Black, 2005).

F. Penatalaksanaan : Penatalaksanaan non-medis dan Penatalaksanaan medis

Menurut Mansjoer, (2007) penatalaksanaan Hernia Inguinalis Lateralis adalah:

a. Secara konservatif
1. Reposisi, dilakukan secara bimanual dengan tangan kiri memegang isi
hernia membentuk corong sedangkan tangan kanan mendorongnya ke arah
cincin hernia dengan tekanan lambat tapi menetap sampai terjadi reposisi.
2. Pemakaian bantalan-bantalan penyangga atau penunjang untuk
mempertahankan isi hernia yang telah direposisi dan tidak pernah
menyembuhkan sehingga harus dipakai seumur hidup.

b. Secara operatif

1. Herniotomi : pembebasan kantong hernia sampai kelehernya, kantong dibuka


dan diisi hernia dibebaskan kalau ada perlengketan kemudian direposisi
kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong.
2. Hernio plastic : dilakukan tindakan-tindakan memperkecil annulus inguinalis
iterus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.
3. Hernioraphy : memotong seluruh kantong hernia atau dengan menjepit defek
(bagian lemak di dinding rongga yang bersangkutan) didalam fasia.

G. Komplikasi
Menurut Majoer, A (2000) komplikasi pada hernia adalah
1. Terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia sehingga
isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Keadaan ini disebut hernia
inguinalis irreponiblis. Pada keadaan ini belum ada gangguan penyaluran isi
usus. Isi hernia yang tersering menyebabkan keadaan irreponibilis adalah
omentum, karena mudah melekat pada dinding hernia dan isinya dapat menjadi
lebih besar karena infiltrasi lemak. Usus besar lebih sering menyebabkan
irenponiblis daripada usus halus
2. Terjadi penekanan terrhadap cincin hernia akibat makin banyaknya usus yang
masuk. Keadaan ini menyebabkan gangguan aliran isi usus diikuti dengan
gangguan vaskuler (proses strangulasi) keadaan ini disebut hernia inguinalis
strangulata. Pada keadaan strangulata akan timbul gejala ileus yaitu perut
kembung, muntah dan obstipasi. Pada strangulasi nyeri yang timbul lebih hebat
dan kontinyu, daerah benjolan menjadi merah dan pasien menjadi gelisah.
(Ade wengi Pambudi dalam Jurnal Asuhan keperawatan pada Tn. T Dengan Nyeri
Akut post operasi Hernioraphi Inguinalis Lateralis Dextra Diruang Dahlia Rumah
Sakit Umum Daerah Banyumas, 2013)

H. Data Penunjang
1. Radiograpi abdomen : sejumlah gas terdapat dalam usus, enema barium
menunjukkan tingkat obstruksi
2. CT-Scan : dapat menunjukkan kamal spinal yang mengecil, adanya protrusi
duktus interverbalis (swearingen, 2001)

(Dewi, Novia Candra dalam Jurnal Asuhan Keperawatan Pada Tn. N pada Hernia
Repair pada Hernia Inguinal Lateral Di Instalasi Bedah Sentral RSUD Moewardi
Surakarta, 2012)

I. Konsep Asuhan Keperawatan

 Pengkajian

Menurut Dermawan & Rahayuningsih (2010), hal yang perlu dikaji pada penderita
hernia inguinalis adalah memiliki riwayat pekerjaan mengangkat beban berat,
duduk yang terlalu lama, terdapat benjolan pada bagian yang sakit, kelemahan otot,
nyeri tekan, klien merasa tidak nyaman karena nyeri pada perut.

1. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan pada kasus Tn. S ada yang sesuai dengan teori dan ada
yang tidak sesuai dengan teori Nanda (2013).

a) Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus dan teori :


 Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik.
 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidaknyamanan.
 Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.

b) Diagnosa keperawatan yang terdapat pada teori tetapi tidak muncul pada
kasus :
 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake tidak adekuat.
2. Perencanaan

Pembuatan perencanaan atau intervensi harus sesuai dengan masalah atau


diagnosa yang akan diatasi yang dilakukan 3x24 jam. Penulis akan
membahasnya tiap diagnosa.

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik.


Intervensi keperawatan yang dibuat pada kasus kurang lebih sama dengan
teori. Intervensi yang berdasarkan pada teori terdapat manajemen nyeri,
analgetic administration, dan kontroling nyeri. Tetapi penulis hanya
melakukan manajemen nyeri saja karena hal itu yang dapat dilakukan
mandiri sesuai peraturan dari rumah sakit.

b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kenyamanan.


Rencana keperawatan yang penulis buat sama pada teori. Rencana pada
teori ada ambulasi dan Joint movement. Tidak semua rencana
keperawatan dapat dilakukan karena terdapat beberapa peralatan yang
tidak memadai seperti tongkat.

c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.


Penulis membuat rencana tindakan keperawatan pada kasus tidak jauh
berbeda dengan teori. Intervensi yang terdapat pada teori yaitu kontrol
infeksi dan proteksi infeksi. Dalam pelaksanaannya dapat melakukan
intervensi yang terdapat pada kedua kategori tersebut karena keluarga dan
klien sangat.

3. Pelaksanaan

Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis untuk diagnose yang


pertama yaitu mengkaji tanda-tanda vital. Kemudian tindakan selanjutnya
yaitu mengkaji karakteristik nyeri klien. Implementasi berikutnya yaitu
memberikan informasi mengenai nyeri agar klien dan keluarga mengerti
mengenai penyebab, pencetus, pencegahan, dan penanggulangannya.
Tindakan yang selanjutnya yaitu kolaborasi pemberian obat seperti injeksi
omeprazole 40 miligram / 12 jam.
Implementasi berikutnya yaitu mengajarkan tehnik relaksasi nafas
dalam. Untuk diagnosa yang kedua yaitu hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan ketidaknyamanan penulis melakukan tindakan
keperawatan yang pertama yaitu mengobservasi tingkat mobilitas pasien.
Tindakan selanjutnya yaitu mengajarkan klien latihan miring kanan dan kiri
sesuai terapi. Kemudian sesuai dengan terapi yang sudah ditetapkan, tindakan
selanjutnya yaitu menganjurkan miring kanan kiri dan duduk secara bertahap.
Pada diagnosa yang ketiga penulis melakukan tindakan sesuai yang pertama
yaitu mengkaji luka post operasi. Selanjutnya penulis menganjurkan untuk
banyak makan dan cukup istirahat. Kemudian tindakan selanjutnya yaitu
pemberian antibiotik ceftriaxon 1 gram / 12. Kemudian tindakan selanjutnya
melakukan pearawatan luka.

4. Evaluasi

Berikut ini adalah gambaran umum keadaan pasien diakhir penerapan proses
keperawatan:

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik. Setelah di lakukan


asuhan keperawatan selama 3x24 jam evaluasi untuk diagnosis pertama
yaitu maslah teratasi. Karena didapatkan data yang sesuai kriteria hasil
yaitu data pasien mengatakan skala nyeri 1 sebelumnya 5, klien nampak
rileks dan mampu mengulang teknik relaksasi, sehingga diputuskan untuk
menghentikan intervensi.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidaknyamanan.
Evaluasi untuk diagnosa kedua, klien mengatakan sudah bias melakukan
tirah baring dan bergerak bebas, klien nampak mempraktekkan bisa duduk
dan miring kanan kiri. Sehingga dapat disimpulkan masalah teratasi dan
hentikan intervensi.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif. Evaluasi untuk
diagnosa ketiga yaitu diperoleh data subyektif : pasien mengatakan tidak
sakit, obyektif : luka bersih, tidak ada pus, tidak ada pendarahan. Tetapi
karena masih terdapat luka dan memungkinkan masih bisa terjadi infeksi,
maka masalah teratasi sebagian dan lanjutkan intervensinya.
(TRI CAHYO, BAGUS WISNU. Dalam Jurnal ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN POST OPERASI HERNIA
INGUINALIS LATERALIS DI RSUD SUKOHARJO. 2015)
Daftar Pustaka

Fatimah, fetty. 2012. Asuhan Keperawatan Pada An.R Dengan Gangguan Sistem
Pencernaan : Pre Dan Post Operasi Hernia Inguinalis Lateralis Di Ruang Edelwis
Rsu Pandan Arang Boyolali

http://eprints.ums.ac.id/20196/14/NASKAH_PUBLIKASI.pdf. Diakses pada tanggal

02 februari 2018 pada pukul 22:18 wib.

Amanullah, Riasfal Laksana. 2016. Hubungan Usia, Obesitas dan Aktivitas Fisik

Dengan Kejadian Hernia Inguinalis Di RSUD Tugurejo Semarang

http://repository.unimus.ac.id/235/1/risfal%20L.pdf. Diakses pada tanggal 02 februari


2018 pada pukul 22:30 wib.

Pembudi, Ade Wegi. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Tn. T Dengan Nyeri Akut et

causa Post Oprasi Hernioraphi Inguinalis Lateralis Dextra Di Ruang Dahlia

Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas

http://repository.ump.ac.id/2264/3/ADE%20WEGI%20PAMBUDI%20BAB
%20II.pdf. Di akses pada tanggal 02 februari 23:00 wib.

TRI CAHYO, BAGUS WISNU. Dalam Jurnal ASUHAN KEPERAWATAN PADA

KLIEN DENGAN POST OPERASI HERNIA INGUINALIS LATERALIS DI

RSUD SUKOHARJO. 2015.

http://eprints.ums.ac.id/34080/3/Naskah%20Publikasi.pdf. Di akses pada tanggal 02

Februari 2018 21:00 WIB.

Dewi, Novia Candra dalam Jurnal Asuhan Keperawatan Pada Tn. N pada Hernia
Repair pada Hernia Inguinal Lateral Di Instalasi Bedah Sentral RSUD Moewardi
Surakarta, 2012

Haryono, R. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Kelainan Bawaan Sistem


Pencernaan. Yogyakarta: Gosyen Publishing. Sjamsuhidajat & Jong. 2010. Buku
Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran.EGC.
Mansjoer, A. (2007). Kapita Selekta Kedokteran. (Jilid I). FKUI . Jakarta

Mansjoer, A (2000). Kapita Selekta Kedoktreran. Edisi 3. Jilid II. Media Aesculapius
FKUI : Jakarta.

Betz, CL & Sowden, LA. 2009. Buku Saku keperawatan Pediatric Edisi 5. Primary
care, 3rd Edition

Black, Joice M. 2005. Medical Surgical Nursing. Philadelphia: W.B sauders company

Wilson D & Hockenberry M. 2008. Wong’s Clinical Manual of Pediatric Nursing 7th

Edition. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai