Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.Berkat
karunianya, kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini yang berjudul ASUHAN
KEPERAWATAN HERNIA.
Makalah ini kami susun sesuai dengan pembahasan perkuliahan sehingga bisa digunakan
sebagai bahan materi untuk membantu kemudahan dalam menerima proses pembelajaran di
dalam kelas.
Dalam penyusunan makalah ini tentu banyak kesalahan kesalahan yang terkandung di
dalamnya baik dari segi isinya maupun kata-katanya bahkan dalam hal penulisan, maka dari itu
kami mohon kritik dan sarannya dari bapak dosen demi perbaikan makalah-makalah kami
selanjutnya
Terakhir, ucapan terima kaasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan makalah ini, dan kami ucapkan terima kasih kepada bapak dosen
atas bimbingan dan dukungannya selama ini, kami pun mengucapkan terima kasih kepaada para
penulis yang tulisannya kami kutip sebagai bahan makalah kami. Kami harap makalah ini dapat
membantu kita semua dalam proses pembelajaran.

Baubau , 27 September 2014

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hernia adalah suatu kelemahan pada dinding otot perut di segmen usus atau struktur
perut menonjol. Hernia dapat juga penetreate melalui cacat lainnya di dinding perut, melalui
diafragma, atau melalui struktur lainnya dalam rongga perut. (Donna,2000)

Manifestasi klinik yang sering terjadi pada pasien dengan hernia yaitu obstruksi usus,
seperti muntah-muntah, sakit perut crampy, distensi, nyeri abdomen, panas, adanya tonjolan pada
area inguinal atau abdomen femoral, nausea, dan tachi cardi, disuria disertai hematuria dan sesak
nafas. Masalah keperawatan yang sering muncul pada kasus hernia diantaranya potensial injuri,
knowledge defisid, gengguan rasa nyaman, retaensi urine, dan potensial infeksi.

Bila hernia tidak diatasi secara cepat dan tepat maka akan terjadi komplikasi seperti
incareta, strangulate, perforasi, infeksi postop, scrotal edema, dehinse post operasi, dan
evisceration. Berdasarkan masalah tersebut diatas dan komplikasi yang mungkin terjadi pada
pasien hernia bila tidak dilakukan secara adekuat, maka perlu asuhan keperawatan secara
komprehensif yang mencakup kebutuhan biopsikososial spiritual yang terkait dengan masalah
tersebut.Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menyusun makalah ilmiah dengan judul Askep
Hernia.
1. TUJUAN
Tujuan umum penulisan makalah ilmiah ini adalah memberikan gambaran mengenai
penerapan asuhan keperawatan pada pasien hernia.

2. MANFAAT
Makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dalam pembelajaran maupun dalam
penerapan asuhan keperawatan di masyarakat
BAB II
B. KONSEP MEDIS
1. Review Anatomi

2. Defenisi

Istilah hernia berasal dari bahasa Latin, yaitu herniae, yang berarti penonjolan isi suatu
rongga melalui jaringan ikat tipis yang lemah pada dinding rongga. Dinding rongga yang lemah
itu membentuk suatu kantong dengan pintu berupa cincin. Gangguan ini sering terjadi di daerah
perut dengan isi yang keluar berupa bagian dari usus (Giri Made Kusala, 2009).
Menurut Syamsuhidayat (2004), hernia adalah prostrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui
defek atau bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut
menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo aponeurotik dinding perut.
Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia.

Sedangkan menurut Tambayong (2000), Hernia adalah defek dalam dinding abdomen yang
memungkinkan isi abdomen (seperti peritoneum, lemak, usus atau kandung kemih) memasuki
defek tersebut, sehingga timbul kantong berisikan materi abnormal.
Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa hernia inguinalis adalah suatu keadaan keluarnya jaringan atau organ tubuh dari suatu
ruangan melalui suatu lubang atau celah keluar di bawah kulit atau menuju rongga lainnya
(kanalis inguinalis).
3. Klasifikasi

Menurut Sachdeva ( 1996, hal 232-234) menklasifikasikan hernia sebagai berikut ;


1. Hernia Reponiblis
Hernia yang dapat masuk kembali ketika penderita tidur terlentang atau dapat
dimasukkan oleh penderita atau ahli bedah.
2. Hernia Ireponiblis
Apabila isinya tidak dapat dikembalikan ke dalam abdomen dan tidak tampak adanya
komplikasi.
3. Hernia Obstruksi
Merupakan hernia ireponiblis yang berisi usus dimana lumennya mengalami onstruksi
dari luar atau adanya gangguan suplai darah dari usus.
4. Hernia Strangulasi
Hernia akan mengalami strangulasi bila suplai darah terhadap isinya sangat terganggu
yang dapat mengakibatkan gangren.
Adapun tindakan yang digunakan untuk mengatasi hernia ada 2 macam yaitu;
1. Tindakan konservatif
Yaitu tindakan dengan melakukan reposisi dan pemakaian penyangga atau penunjang
untuk mempertahankan isi hernia.
2. Tindakan definitive
Tindakan definitive untuk mengatasi hernia berupa operasi yang dilakukan dibawah
anestesi umum atau spinal. Dengan melakukan insisi pada garis linear di atas kanalis inguinalis
yaitu 1 inci diatas dan sejajar terhadap 2/3 medial ligamentum inguinalis. Adapun prinsip dasar
operasi hernia terdiri dari Herniotomi dan Herniorapi.
a. Herniotomi
Merupakan operasi pemotongan untuk memperbaiki hernia.
b. Herniorap
Herniorapi yaitu dengan melakukan perbaikan pada dinding posterior tanpa
menggunakan bahan asesoris. Apabila dalam melakukan perbaikan dinding posterior
menggunakan bahan asesoris maka disebut dengan Hernioplasti
4. Tanda dan Gejala

Umumnya penderita mengeluhkan turun berok, burut atau kelingsir atau menyatakan
adanya benjolan di selakanganya/kemaluan, benjolan itu bisa mengecil atau menghilang, dan bila
menangis mengejan waktu defekasi/miksi, mengangkat benda berat akan timbul kembali. Dapat
pula ditemukan rasa nyeri pada benjolan atau gejala muntah dan mual bila telah ada komplikasi.
Tanda dan gejala hernia yaitu:
a. Adanya benjolan (biasanya asimptomatik)
Keluhan yang timbul berupa adanya benjolan di daerah inguinal dan atau skrotal yang hilang
timbul. Timbul bila terjadi peningkatan tekanan intra peritoneal misalnya mengedan, batuk-
batuk, tertawa, atau menangis. Bila pasien tenang, benjolan akan hilang secara spontan.
b. Nyeri
Keluhan nyeri pada hernia ini jarang dijumpai, kalaupun ada dirasakan di daerah epigastrium
atau para umbilikal berupa nyeri viseral akibat regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen
usus halus masuk ke dalam kantung hernia (Jennifer, 2007). Bila usus tidak dapat kembali karena
jepitan oleh anulus inguinalis, terjadi gangguan pembuluh darah dan gangguan pasase segmen
usus yang terjepit. Keadaan ini disebut hernia strangulata. Secara klinis keluhan pasien adalah
rasa sakit yang terus menerus.
c. Gangguan pasase usus seperti abdomen kembung dan muntah
Tanda klinik pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia. Pada Inspeksi : saat pasien
mengedan dapat dilihat hernia inguinalis lateralis muncul sebagai penonjolan diregio ingunalis
yang berjalan dari lateral atas ke medial bawah. Palpasi: kantong hernia yang kosong dapat
diraba pada funikulus spermatikus sebagai gesekan dari dua lapis kantong yang memberikan
sensasi gesekan dua permukaan sutera.
Tanda ini disebut tanda sarung tangan sutera, tetapi umumnya tanda ini sukar ditentukan.
Kalau kantong hernia berisi organ maka tergantung isinya, pada palpasi mungkin teraba usus,
omentum ( seperti karet ), atau ovarium.Dengan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak
kecil, dapat dicoba mendorong isi hernia dengan menonjolkan kulit skrotum melalui annulus
eksternus sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau tidak. Apabila hernia
dapat direposisi, pada waktu jari masih berada dalam annulus eksternus, pasien diminta
mengedan. Kalau hernia menyentuh ujung jari, berarti hernia inguinalis lateralis, dan kalau
samping jari menyentuh menandakan hernia inguinalis medialis. Isi hernia pada bayi wanita
yang teraba seperti sebuah massa yang padat biasanya terdiri dari ovarium.
5. Etiologi

Hernia dapat terjadi karena ada sebagian dinding rongga lemah. Lemahnya dinding ini
mungkin merupakan cacat bawaan atau keadaan yang didapat sesudah lahir, contoh hernia
bawaan adalah hermia omphalokel yang terjadi karena sewaktu bayi lahir tali pusatnya tidak
segera berobliterasi (menutup) dan masih terbuka. Demikian pula hernia diafragmatika. Hernia
dapat diawasi pada anggota keluarga misalnya bila ayah menderita hernia bawaan, sering terjadi
pula pada anaknya.

Pada manusia umur lanjut jaringan penyangga makin melemah, manusia umur lanjut
lebih cenderung menderita hernia inguinal direkta. Pekerjaan angkat berat yang dilakukan dalam
jangka lama juga dapat melemahkan dinding perut (Oswari. 2000 : 217).

a. Umur
Penyakit ini dapat diderita oleh semua kalangan tua, muda, pria maupun wanita. Pada Anak
anak penyakit ini disebabkan karena kurang sempurnanya procesus vaginalis untuk menutup
seiring dengan turunnya testis. Pada orang dewasa khususnya yang telah berusia lanjut
disebabkan oleh melemahnya jaringan penyangga usus atau karena adanya penyakit yang
menyebabkan peningkatan tekanan dalam rongga perut (Giri Made Kusala, 2009).
b. Jenis Kelamin
Hernia yang sering diderita oleh laki laki biasanya adalah jenis hernia Inguinal. Hernia
Inguinal adalah penonjolan yang terjadi pada daerah selangkangan, hal ini disebabkan oleh
proses perkembangan alat reproduksi. Penyebab lain kaum adam lebih banyak terkena
penyakit ini disebabkan karena faktor profesi, yaitu pada buruh angkat atau buruh pabrik.
Profesi buruh yang sebagian besar pekerjaannya mengandalkan kekuatan otot
mengakibatkan adanya peningkatan tekanan dalam rongga perut sehingga menekan isi hernia
keluar dari otot yang lemah tersebut (Giri Made Kusala, 2009).
c. Penyakit penyerta
Penyakit penyerta yang sering terjadi pada hernia adalah seperti pada kondisi tersumbatnya
saluran kencing, baik akibat batu kandung kencing atau pembesaran prostat, penyakit kolon,
batuk kronis, sembelit atau konstipasi kronis dan lain-lain. Kondisi ini dapat memicu
terjadinya tekanan berlebih pada abdomen yang dapat menyebabkan keluarnya usus melalui
rongga yang lemah ke dalam kanalis inguinalis.
d. Keturunan
Resiko lebih besar jika ada keluarga terdekat yang pernah terkena hernia.
e. Obesitas
Berat badan yang berlebih menyebabkan tekanan berlebih pada tubuh, termasuk di bagian
perut. Ini bisa menjadi salah satu pencetus hernia. Peningkatan tekanan tersebut dapat
menjadi pencetus terjadinya prostrusi atau penonjolan organ melalui dinding organ yang
lemah.
f. Kehamilan
Kehamilan dapat melemahkan otot di sekitar perut sekaligus memberi tekanan lebih di
bagian perut. Kondisi ini juga dapat menjadi pencetus terjadinya hernia.

g. Pekerjaan
Beberapa jenis pekerjaan yang membutuhkan daya fisik dapat menyebabkan terjadinya
hernia. Contohnya, pekerjaan buruh angkat barang. Aktivitas yang berat dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan yang terus-menerus pada otot-otot abdomen.
Peningkatan tekanan tersebut dapat menjadi pencetus terjadinya prostrusi atau penonjolan
organ melalui dinding organ yang lemah.
h. Kelahiran prematur
Bayi yang lahir prematur lebih berisiko menderita hernia inguinal daripada bayi yang lahir
normal karena penutupan kanalis inguinalis belum sempurna, sehingga memungkinkan
menjadi jalan bagi keluarnya organ atau usus melalui kanalis inguinalis tersebut. Apabila
seseorang pernah terkena hernia, besar kemungkinan ia akan mengalaminya lagi.(Giri Made
Kusala, 2009)
6. Patofisiologi

Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus pada bulan ke-8 kehamilan,
terjadi desensus testis melalui kanal tersebut, akan menarik perineum ke daerah scrotum
sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonei, pada
bayi yang baru lahir umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut
tidak dapat melalui kanalis tersebut, namun dalam beberapa hal seringkali kanalis ini tidak
menutup karena testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering
terbuka, bila kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan juga terbuka dalam keadaan normal,
kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan.
Bila prosesus terbuka terus (karena tidak mengalami obliterasi) akan timbul hernia
inguinalis lateralis congenital. Pada orang tua kanalis tersebut telah menutup namun karena
merupakan lokus minoris persistence, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intra
abdominal meningkat, kanalis tersebut dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateral
akuisita. Keadaan yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra abdominal adalah
kehamilan, batuk kronis, pekerjaan mengangkat beban berat, mengejan pada saat defekasi, miksi
misalnya pada hipertropi prostate.
Apabila isi hernia keluar melalui rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus
yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior kemudian hernia masuk ke dalam hernia
kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus, dan
bila berlanjut tonjolan akan sampai ke scrotum yang disebut juga hernia scrotalis.
Tindakan bedah pada hernia dilakukan dengan anestesi general atau spinal sehingga akan
mempengaruhi sistem saraf pusat (SSP) yang berpengaruh pada tingkat kesadran, depresi pada
SSP juga mengakibatkan reflek batuk menghilang. Selain itu pengaruh anestesi juga
mengakibatkan produksi sekret trakeobronkial meningkat sehingga jalan nafas terganggu, serta
mengakibatkan peristaltik usus menurun yang berakibat pada mual dan muntah, sehingga
beresiko terjadi aspirasi yang akan menyumbat jalan nafas.
Prosedur bedah akan mengakibatkan hilang cairan, hal ini karena kehilangan darah dan
kehilangan cairan yang tidak terasa melalui paru-paru dan kulit. Insisi bedah mengakibatkan
pertahanan primer tubuh tidak adekuat (kulit rusak, trauma jaringan, penurunan kerja silia, stasis
cairan tubuh), luka bedah sendiri juga merupakan jalan masuk bagi organisme patogen sehingga
sewaktu-waktu dapat terjadi infeksi.
Rasa nyeri timbul hampir pada semua jenis operasi, karena terjadi torehan, tarikan,
manipulasi jaringan dan organ. Dapat juga terjadi karena kompresi / stimulasi ujung syaraf oleh
bahan kimia yang dilepas pada saat operasiatau karena ischemi jaringan akibat gangguan suplai
darah ke salah satu bagian, seperti karena tekanan, spasmus otot atau hematoma.
(Mansjoer, 2000, hal 314 ; Sjamsuhidajat,1997, hal 704 ; Long,1996, hal 55 82).

7. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:


1. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi daerah inguinal dan femoral
Meskipun hernia dapat didefinisikan sebagai setiap penonjolan viskus, atau sebagian
daripadanya, melalui lubang normal atau abnormal, 90% dari semua hernia ditemukan di daerah
inguinal. Biasanya, impuls hernia lebih jelas dilihat dari pada diraba. Suruhlah pasien memutar
kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan. Lakukanlah inspeksi daerah inguinal dan
femoral untuk melihat timbulnya benjolan mendadak selama batuk, yang dapat menunjukkan
hernia. Jika terlihat benjolan mendadak, mintalah pasien untuk batuk lagi dan bandingkan impuls
ini dengan impuls pada sisi lainnya. Jika pasien mengeluh nyeri selama batuk, tentukanlah lokasi
nyeri dan periksalah kembali daerah itu.
b. Palpasi hernia inguinal
Palpasi hernia inguinal dilakukan dengan meletakkan jari telunjuk kanan pemeriksa
didalam skrotum diatas testis kiri dan menekan kulit skrotum kedalam. Harus ada kulit
skrotum yang cukup banyak untuk mencapai cincin inguinal eksterna. Jari harus
diletakkan dengan kuku menghadap keluar dan bantalan jari kedalam.
Tangan kiri pemeriksa dapat diletakkan pada pinggul kanan pasien untuk sokongan
yang lebih baik. Telunjuk kanan pemeriksa harus mengikuti korda spermatika dilateral masuk
kedalam kanal inguinal sejajar dengan ligamentum inguinal dan digerakkan ke atas ke arah
cincin inguinal eksterna, yang terletak superior dan lateral dari tuberkulum pubikum. Cincin
eksterna dapat diperlebar dan dimasuki oleh jari tangan.
Dengan jari telunjuk ditempatkan pada cincin eksterna atau di dalam kanal inguinal,
mintalah pasien untuk memutar kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan. Seandainya ada
hernia, akan terasa impuls tiba-tiba yang menyentuh ujung atau bantalan jari pemeriksa. Jika ada
hernia, suruh pasien berbaring terlentang dan perhatikanlah apakah hernia itu dapat direduksi
dengan tekanan yang lembut dan terus menerus pada masa itu. Jika pemeriksaan hernia
dilakukan dengan kulit skrotum yang cukup banyak dan dilakukan dengan perlahan-lahan,
tindakan ini tidak menimbulkan nyeri. Uraian tentang ciri-ciri hernia akan dibahas berikutnya.
Setelah memeriksa sisi kiri, prosedur ini diulangi dengan memakai jari telunjuk kanan
untuk memeriksa sisi kanan. Sebagian pemeriksa lebih suka memakai jari telunjuk kanan untuk
memeriksa sisi kanan pasien, dan jari telunjuk kiri untuk memeriksa sisi kiri pasien. Cobalah
kedua teknik ini dan lihatlah cara mana yang anda rasa lebih nyaman.
Jika ada massa skrotum berukuran besar yang tidak tembus cahaya, suatu hernia inguinal indirek
mungkin ada didalam skrotum. Auskultasi massa itu dapat dipakai untuk menentukan apakah ada
bunyi usus didalam skrotum, suatu tanda yang berguna untuk menegakkan dignosis hernia
inguinal indirek.
- Foto ronsen spinal
- Elektromiografi
- Venogram epidural
- Fungsi lumbal
- Tanda leseque (tes dengan mengangkat kaki lurus ke atas)
- Scan CT
- MRI
- Mielogram
2. Pemeriksaan darah
a. Lekosit ; peningkatan jumlah lekosit mengindikasikan adanya infeksi.
b. Hemoglobin ; Hemoglobin yang rendah dapat mengarah pada anemia/kehilangan darah.
c. Hematokrit ; peningkatan hematokrit mengindikasikan dehidrasi
d. Waktu koagulasi ; Mungkin diperpanjang, mempengaruhi hemostasis
intraoperasi/pascaoperasi.
3. Urinalisis
BUN, Creatinin, munculnya SDM atau bakteri mengindikasikan infeksi.
4. GDA
Mengevaluasi status pernafasan terakhir.
5. EKG

Untuk mengetahui kondisi jantung

8. Penatalaksanaan medis dan keperawatan

1. Terapi konservatif/non bedah meliputi :


- Pengguanaan alat penyangga bersifat sementara seperti pemakaian sabuk/korset pada
hernia ventralis.
- Dilakukan reposisi postural pada pasien dengan Hernia inkaseata yang tidak
menunjukkan gejala sistemik.
2. Terapi umum adalah terapi operatif.
3. Jika usaha reposisi berhasil dapat dilakukan operasi herniografi efektif.
4. Jika suatu operasi daya putih isi Hernia diragukan, diberikan kompres hangat dan setelah 5
mennit di evaluasi kembali.
5. Jika ternyata pada operasi dinding perut kurang kuat sebaiknya digunakan marleks untuk
menguatkan dinding perut setempat.
6. Teknik hernia plastik, endoskopik merupakan pendekatan dengan pasien berbaring dalam
posisi trendelernberg 40 OC.
7. Pengobatan dengan pemberian obat penawar nyeri, misalnya Asetaminofen, antibiotic
untuk membasmi infeksi, dan obat pelunak tinja untuk mencegah sembelit.
8. Diet cairan sampai saluran gastrointestinal berfungsi lagi, kemudian makan dengan gizi
seimbang dan tinggi protein untuk mempercepat sembelit dan mengadan selama BAB,
hindari kopi kopi, teh, coklat, cola, minuman beralkohol yang dapat memperburuk gejala-
gejala.
9. Hindari aktivitas-aktivitas yang berat.
10. Istirahat baring
11. Pengobatan dengan pemberian obat penawar nyeri, misalnya Asetaminofen, antibiotic
untuk membasmi infeksi, dan obat pelunak tinja untuk mencegah sembelit.

12. Diet cairan sampai saluran gastrointestinal berfungsi lagi, kemudian makan dengan gizi
seimbang dan tinggi protein untuk mempercepat sembelit dan mengedan selama BAB,
hindari kopi kopi, teh, coklat, cola, minuman beralkohol yang dapat memperburuk gejala-
gejala.
BAB III
C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN

Saat penulis melakukan pengkajian dengan melakukan wawancara langsung pada klien,
keluarga, perawat, dokter dan tim kesehatan lain yang terlibat dalam proses pengobatan klien,
serta membaca catatan medis maupun catatan keperawatan tentang klien untuk mengetahui hasil
pemeriksaan fisik serta hasil pemeriksaan penunjang.

Pengkajian mencakup informasi tentang gejala-gejala terakhir dan manifestasi penyakit


sebelumnya. Berikut ini beberapa pedoman pertanyaan untuk mendapatkan data riwayat
kesehatan dari proses penyakit:

1. Identitas klien

2. Identitas penanggung jawab


3. Riwayat penyakit

Keluhan utama
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit keluarga

4. Pemeriksaan fisik
5. Pemeriksaan penunjang
6. Analisa data
7. Pengkajian keperawatan
a. Status Respiratori
Kebebasan saluran nafas, kedalaman bernafas, kecepatan, sifatnya. Bunyi nafas : ada
dan sifatnya.
b. Status Sirkulatori
Nadi, tekanan darah, suhu, warna kulit, pengisian kapiler.
c. Status Neurologis
Tingkat kesadaran, penurunan tingkat kesadaran merupakan gejala shock dan harus
segera dilaporkan kepada ahli bedah dan disertai gejala lain yang jelas.
d. Balutan
Keadaan balutan, terdapat drain, terdapat selang yang harus disambung dengan
system drainase.
e. Kenyamanan
Terdapat nyeri, mual, muntah, sikap tidur yang nyaman dan memperlancar ventilasi.
f. Keamanan
Terdapat pengaman pada tempat tidur, alergi atau sensitive terhadap obat,
makanan, plester, larutan. Munculnya proses infeksi ; demam.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul dan intervensi

1. Nyeri (khususnya dengan mengedan) yang berhubungan dengan kondisi hernia atau intervensi
pembedahan.

2. Retensi urine (atau risiko terhadap hal yang sama) yang berhubungan dengan nyeri, trauma,
dan penggunaan analgetik selama pembedahan abdomen bawah.

3. Kurang pengetahuan : Potensial komplikasi GI yang berkenaan dengan adanya hernia, dan
tindakan yang dapat mencegah kekambuhan.

3. PERENCANAAN KEPERAWATAN
1. Nyeri (khususnya dengan mengedan) yang berhubungan dengan kondisi hernia atau
intervensi pembedahan.

Intervensi :

1. Kaji dan catat nyeri : beratnya, karakter, lokasi, durasi, faktor pencetus, dan metode
penghilangan. Tentukan skala nyeri dengan pasien, rentangkan ketidaknyamanan dari 0
(tidak ada nyeri) sampai 10 (nyeri hebat). Laporkan nyeri berat, menetap, yang
menandakan komplikasi.
2. Beritahu pasien untuk menghindari mengejan, meregang, batuk, dan mengangkat benda
yang berat. Ajarkan pasien untuk menekan insisi dengan tangan atau bantal selama
episode batuk ; ini khususnya penting selama periode pascaoperasi awal dan selama 6
minggu setelah pembedahan.
3. Ajarkan pasien bagaimana menggunakan dekker (truss), bial diprogramkan, dan anjurkan
penggunaannya sebanyak mungkin, khususnya jika turun dari tempat tidur. Catatan :
pasang truss sebelum pasien turun dari tempat tidur.
4. Ajarkan pasien pemasangan penyokong skrotum atau kompres es, yang sering
diprogramkan untuk membatasi edema dan mengendalikan nyeri setelah perbaikan hernia
inguinalis.
5. Berikan analgetik sesuai program jika diindikasikan, secara khusus sebelum aktivitas
pascaoperasi. Gunakan tindakan kenyamanan ; distraksi, interaksi verbal untuk
meningkatkan ekspresi perasaan dan menurunkan ansietas, gosokan punggung, dan
teknik reduksi stres, seperti latihan relaksasi. Catat derajat penghilangan yang didapat,
dengan menggunakan skala nyeri.

2. Retensi urine (atau risiko terhadap hal yang sama) yang berhubungan dengan nyeri,
trauma, dan penggunaan analgetik selama pembedahan abdomen bawah.

Intervensi :

1. Kaji dan catat distensi suprapubik atau keluhan pasien tidak dapat berkemih.
2. Pantau haluaran urine. Catat dan laporkan berkemih yang sering <> 20 mmHg, klem
kateter sampai tekanan darah pasien kembali ke batas normal.
3. Kurang pengetahuan : Potensial komplikasi GI yang berkenaan dengan adanya hernia,
dan tindakan yang dapat mencegah kekambuhan.

Intervensi :

1. Ajarkan pasien untuk waspada dan melaporkan nyeri berat, menetap ; mual dan muntah ;
demam ; dan distensi abdomen, yang dapat memperberat awitan inkarserasi atau
strangulasi usus.
2. Dorong pasien untuk mengikuti regimen pengobatan : penggunaan dekker atau
penyokong lainnya dan menghindari mengejan, meregang, konstipasi, mengangkat benda
yang berat.
3. Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi diet tinggi residu atau menggunakan suplemen
diet serat untuk mencegah konstipasi. Anjurkan masukan cairan sedikitnya 2 3 L/hari
untuk meningkatkan konsistensi feses lunak.
4. Beritahu pasien mekanika tubuh yang tepat untuk bergerak dan mengangkat.

4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
1. Nyeri (khususnya dengan mengedan) yang berhubungan dengan kondisi hernia atau
intervensi pembedahan.

Intervensi :

1. mengakaji dan mencatat nyeri : beratnya, karakter, lokasi, durasi, faktor pencetus, dan
metode penghilangan. menentukan skala nyeri dengan pasien, rentangkan
ketidaknyamanan dari 0 (tidak ada nyeri) sampai 10 (nyeri hebat). melaporkan nyeri
berat, menetap, yang menandakan komplikasi.
2. memberitahu pasien untuk menghindari mengejan, meregang, batuk, dan mengangkat
benda yang berat. Menganjurkan pasien untuk menekan insisi dengan tangan atau bantal
selama episode batuk ; ini khususnya penting selama periode pascaoperasi awal dan
selama 6 minggu setelah pembedahan.
3. Mengajarkan pasien bagaimana menggunakan dekker (truss), bial diprogramkan, dan
menganjurkan penggunaannya sebanyak mungkin, khususnya jika turun dari tempat
tidur. Catatan : pasang truss sebelum pasien turun dari tempat tidur.
4. Mengajarkan pasien pemasangan penyokong skrotum atau kompres es, yang sering
diprogramkan untuk membatasi edema dan mengendalikan nyeri setelah perbaikan hernia
inguinalis.
5. Memberikan analgetik sesuai program jika diindikasikan, secara khusus sebelum aktivitas
pascaoperasi. Menggunakan tindakan kenyamanan ; distraksi, interaksi verbal untuk
meningkatkan ekspresi perasaan dan menurunkan ansietas, gosokan punggung, dan
teknik reduksi stres, seperti latihan relaksasi. Catat derajat penghilangan yang didapat,
dengan menggunakan skala nyeri.

2. Retensi urine (atau risiko terhadap hal yang sama) yang berhubungan dengan nyeri,
trauma, dan penggunaan analgetik selama pembedahan abdomen bawah.

Intervensi :

1. mengakaji dan mencatat distensi suprapubik atau keluhan pasien tidak dapat berkemih.
2. memantau keluaran urine. mencatat dan laporkan berkemih yang sering <> 20 mmHg,
klem kateter sampai tekanan darah pasien kembali ke batas normal.

3. Kurang pengetahuan : Potensial komplikasi GI yang berkenaan dengan adanya hernia,


dan tindakan yang dapat mencegah kekambuhan.

Intervensi :

1. mengajarkan pasien untuk waspada dan melaporkan nyeri berat, menetap ; mual dan
muntah ; demam ; dan distensi abdomen, yang dapat memperberat awitan inkarserasi atau
strangulasi usus.
2. Mendorong pasien untuk mengikuti regimen pengobatan : penggunaan dekker atau
penyokong lainnya dan menghindari mengejan, meregang, konstipasi, mengangkat benda
yang berat.
3. Menganjurkan pasien untuk mengkonsumsi diet tinggi residu atau menggunakan
suplemen diet serat untuk mencegah konstipasi. Anjurkan masukan cairan sedikitnya 2
3 L/hari untuk meningkatkan konsistensi feses lunak.
4. Memberitahu pasien mekanika tubuh yang tepat untuk bergerak dan mengangkat.

5. EVALUASI

1. Nyeri (khususnya dengan mengedan) yang berhubungan dengan kondisi hernia atau
intervensi pembedahan.
S: - klien mengatakan masih merasa sakit
- klien mengatakan sakitnya sering-sering muncul

O:- skala nyeri 5

- K.U klien cukup

- Kes : Compos mentis


-Tensi 120/80 mmhg, Nadi 80 x/menit, Respirasi 22 x/menit, Suhu 36oC
A: - masaalah teratasi sebagian
P: - lanjutkan intervensi

2. Retensi urine (atau risiko terhadap hal yang sama) yang berhubungan dengan nyeri,
trauma, dan penggunaan analgetik selama pembedahan abdomen bawah.
S: - klien mengatakan klien sudah dapat BAK
- klien mengatakan selalu BAK tapi sedikit
O: - klien sudah dapat BAK
- BAK klien 200cc
A: - masaalah klien teratasi sebagian
P: - lanjutkan intervensi keperawatan

3. Kurang pengetahuan : Potensial komplikasi GI yang berkenaan dengan adanya hernia,


dan tindakan yang dapat mencegah kekambuhan.
S: - klien mengatakan keadaannya sudah milai membaik
- klien mengatakan sudah tidak merasa mual, demam ataupun muntah
O: - KU klien cukup baik
- TTV klien normal
A: - masaalah klien teratasi
P: - hentikan intervensi keperawatan pertahankan keadaan klien
BAB IV
PENUTUP
1. KESIMPULAN

1. Hernia adalah penonjolan sebuah organ atau struktur melalui mendeteksi di dinding otot
perut. Hernia umumnya terdiri dari kulit dan subkutan meliputi jaringan, sebuah peritoneal
kantung, dan yang mendasarinya visera, seperti loop usus atau organ-organ internal
lainnya.
2. Hernia kongenital disebabkan oleh penutupan struktural cacat atau yang berhubungan
dengan melemahnya otot-otot normal. Hernia diklasifikasikan menurut lokasi di mana
mereka muncul. Sekitar 75% dari hernia terjadi di pangkal paha. Ini juga dikenal sebagai
hernia inguinalis atau femoralis. Sekitar 10% adalah hernia ventral atau insisional dinding
abdomen, 3% adalah hernia umbilikalis. Jenis lain dapat mencakup hiatus hernia dan
diafragmatik hernia.

2. SARAN
4. Adapun saran yang penulis sampaikan adalah diharapkan agar pembaca melatih penguatan
otot yang mungkin dapat membantu. Menjaga berat badan normal, sehat secara fisik, dan
menggunakan teknik mengangkat yang tepat dapat mencegah herniasi. Awal pengakuan
dan diagnosis herniasi sangat membantu dalam pencegahan tercekik. Setelah herniasi
terjadi, individu harus mencari perhatian medis dan menghindari mengangkat dan tegang,
yang berkontribusi pada cekikan.
DAFTAR PUSTAKA

http://mardiyanaa.blogspot.com/2012/11/askep-hernia-yarsi-mataram.html

http://hanyfa.blogspot.com/2011/11/askep-hernia.html

http://www.askep-hernia(hilal-stikes mega buana palopo).com

http://forbetterhealth.wordpress.com/2009/01/12/hernia/
http://www.tanyadokter.com/disease.asp?id=1000546
Mansjoer, Arif dkk., 2001, Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid I, Medica Aesculapius FKUI,

Jakarta.

Barbara C. Lag, 1996, Keperawatan Medikal Bedah Bagian I dan 3, Yayasan TAPK
Mansjoer, 2000, hal 314 ;

Anda mungkin juga menyukai