Anda di halaman 1dari 13

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERBILIRIUM

I. Konsep Penyakit
1.1 Pengertian
Hiperbilirubin adalah warna kuning pada bayi yang ditandai pada kulit, mukosa akibat
akumulasi bilirubin dan diberi istilah jaundice atau ikterus (Bobak, 2004).
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya
lebih dari normal (Suriadi, 2001).
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu
nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern icterus kalau tidak ditanggani dengan
baik atau mempunyai hubungan dangan keadaan yang patologis. Brown menetapkan
hiperbilirubin bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan dan 15 mg% pada bayi
kurang bulan (Harison, et all, 2000).
Hiperbilirubin adalah istilah yang dipakai untuk icterus neonatorum setelah ada hasil
laboratorium yang menunjukan peningkatan kadar serum bilirubin (Iyan, 2009).
Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin mencapai suatu nilai
yang mempunyai potensi menimbulkan kern ikterik bila tidak ditanggulangi dengan baik
(Prawirohardjo, 2005).

1.2 Etiologi
Menurut Haws Paulette (2007) penyebab hiperbilirubin yaitu :
1. Hemolysis pada inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan
darah ibu dan anak pada golongan rhesus dan ABO.
2. Gangguan konjugasi bilirubin.
3. Rusaknya sel-sel hepar, obstruksi hepar.
4. Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
5. Keracunan obat (hemolysis kimia : salsilat, kortiko steroid, kloramfenikol).
6. Bayi dari ibu diabetes, jaundice ASI.
7. Penyakit hemolitik yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah merah. Disebut
juga icterus hemolitik.
8. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan, misalnya
hiperbilirubin atau karena pengaruh obat-obatan.
9. Bayi imatur, hipoksia, BBLR dan kelainan system syaraf pusat akibat trauma atau
infeksi.
10. Gangguan fungsi hati (infeksi) yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah seperti : infeksi
toxoplasma, shypilis.

1.3 Klasifikasi
1.3.1 Hiperbilirubinemia Fisiologis (direks)
a. Timbul pada hari ke-2 atau ke 3
b. kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 10 mg/dl dan 12
mg/dl pada bayi kurang bulan
c. Peningkatan kecepatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg/dl per hari
d. Ikterus hilang 10-14 hari
e. Tidak ada mempunyai hubungan dengan patologis

1.3.2 Hiperbilirubinemia Patologis


a. Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan
b. Peningkatan kadar bilirubin 5 mg/dl atau lebih dalam 24 jam
c. Apabila kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 10 mg/dl
dan 10 mg/dl pada bayi kurang bulan
d. Ikterus menetap setelah 2 minggu
e. Mempunyai hubungan dengan hemolitik

1.4 Patofisologi
Terjadinya hiperbilirubin diantaranya yaitu, hemolysis, rusaknya sel-sel hepar,
gangguan konjugasi bilirubin. Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin tak terkonjugasi
akan mengalami gangguan dalam hati dan tidak bisa mengikat bilirubin dan
mengakibatkan peningkatan bilirubin yang terkonjugasi dalam darah yang
mengakibatkan warna kuning pucat pada kulit (Haws Paulette S, 2007).
Bilirubin yang tak terkonjugasi dalam hati tidak mampu diubah oleh enzim
glukoronil transferase yang berfungsi untuk merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi
bilirubin konjugasi sehingga bilirubin yang tak dapat diubah akan larut dalam lemak dan
mengakibatkan ikterik pada kulit. Bilirubin yang tak terkonjugasi tidak larut dalam air ini
tidak bisa diekskresikan dalam urine dan tidak terjadi bilirubinuria. Namun demikian
terjadi peningkatan pembentukan urobilinogen (akibat peningkatan bilirubin terhadap hati
dan peningkatan konjugasi serta ekskresi) yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan
ekskresi dalam feses dan urine dan feses berwarna gelap (Price, Sylvia Anderson, 2006).
Oleh sebab itu dengan semakin banyaknya bilirubin yang larut dalam lemak akan
memberikan dampak yang buruk terhadap kerja hepar karna secara terus menerus
melakukan transferase tanpa adanya pembuangan melalui eliminasi, dan jika berlanjut
akan menyebabkan hepatomegaly yang mengakibatkan terjadinya rasa mual muntah, jadi
dengan adanya peningkatan bilirubin didalam darah maka akan menyebabkan terjadinya
hiperbilirubin. apabila bilirubin tak terkonjugasi melampaui 20 mg/dl maka akan terjadi
suatu keadaan yang disebut kernicterus jika tidak dengan segera maka akan dapat
mengakibatkan kejang , tonus otot kaku, spasme otot, reflek hisap lemah (Price, Sylvia
Anderson, 2006).
Pathway
1.5 Tanda dan Gejala
a. Kulit jaundice (kuning)
b. Sklera ikterik
c. Peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10 mg/dl pada neonatus yang cukup bulan dan
15 mg% pada neonatus yang kurang bulan.
d. Kehilangan berat badan sampai 5% selama 24 jam yang disebabkan oleh rendahnya
intake kalori.
e. Asfiksia
f. Hipoksia
g. Sindrom gangguan nafas
h. Pemeriksaan abdomen terjadi bentuk perut yang membuncit
i. Feses berwarna seperti dempul dan pemeriksaan neurologis dapat ditemukan adanya
kejang
j. Epistotonus (posisi tubuh bayi melengkung)
k. Terjadi pembesaran hati
l. Tidak mau minum ASI
m. Letargi
(AH Markum, 2002)

1.6 Komplikasi
a. Bilirubin encephalopathy (komplikasi serius).
b. Kernikterus, kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi mental, hyperaktif, bicara
lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan melengking.
(Suriadi & Rita Yuliani, 2006)

1.7 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan pada bayi hiperbilirubin menurut Marilyn E. Dongoes, 2001 yaitu :
a. Tes comb pada tali pusat bayi baru lahir : hasil positif tes comb indirek menandakan
adanya antibody Rh-positif, anti-A, atau anti-B dalam darah ibu. Hasil positif dari tes
comb direk menandakan adanya sentisisasi (Rh-positif, anti-A, anti-B) sel darah
merah dari neonatus.
b. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.
c. Bilirubin total : kadar direk (terkonjugasi bermakna jika melebihi 1,1-1,5 mg/dl, yang
mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tak terkonjugasi) tidak boleh
melebihi peningkatan 5 mg/dl dalam 24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada
bayi yang cukup bulan atau 15 mg/dl pada bayi praterm (tergantung BB bayi).
d. Protein serum total : kadar kurang dari 3,0 mg/dl menandakan penurunan kapasitas
ikatan, terutama pada bayi paterm.
e. Hitung darah lengkap : hemoglobin mungkin rendah (< 14 mg/dl) karena hemolisis.
Hematokrit mungkin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (< 45%) dengan
hemolisis dan anemia berlebihan.
f. Daya ikat karbondioksida : penurunan kadar menunjukan hemolisis.
g. Meter ikterik transkutan : mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin
serum.
h. Jumlah retikulosit : peningkatan retikulosit menandakan peningkatan produksi sel
darah merah dalam respons terhadap hemolisis yang berkenaan dengan penyakit Rh.
i. Smear darah perifer : dapat menunjukan sel darah merah abnormal atau imatur,
eritroblastosis pada penyakit Rh atau sferositis pada inkompabilitas ABO.
j. Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus
neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut.
k. Ultrasonografi, digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan
ekstrahepatic.
l. Biobsy hati, digunakan untuk memastikan terutama untuk pada kasus yang sukar
seperti diagnosa membedakan obstruksi ekstrahepatic dengan intra hepatic selain itu
juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hepatis dan hepatoma.
m. Radioisotop scan, digunakan untuk membantu membedakan hepatitis dan atresia
billiari.
n. Scanning enzim G6PD untuk menunjukan adanya penurunan bilirubin.

1.8 Penatalaksanaan
Penanganan hiperbilirubin pada bayi baru lahir menurut Varney (2007), antara lain :
1. Memenuhi kebutuhan atau nutrisi
a. Beri minum sesuai kebutuhan, karena bayi malas minum, berikan berulang-
ulang, jika tidak mau menghisap dot berikan pakai sendok. Jika tidak dapat
habis berikan melalui sonde.
b. Perhatikan frekuensi buang air besar, mungkin susu tidak cocok (jika bukan
ASI) mungkin perlu ganti susu.
2. Mengenal gejala dini mencegah meningkatnya ikterus
a. Jika bayi terlihat mulai kuning, jemur pada matahari pagi (sekitar pukul 1- 8
selama 30 menit)
b. Periksa darah untuk bilirubin, jika hasilnya masih dibawah7 mg% ulang esok
harinya.
c. Berikan banyak minum
d. Perhatikan hasil darah bilirubin, jika hasilnya 7 mg% lebih segara hubungi
dokter, bayi perlu terapi
3. Gangguan rasa aman dan nyaman akibat pengobatan
a. Mengusahakan agar bayi tidak kepanasan atau kedinginan
b. Memelihara kebersihan tempat tidur bayi dan lngkungannya
c. Mencegah terjadinya infeksi ( memperhatikan cara bekerja aseptik).

II. ASUHAN KEPERAWATAN


2.1 Pengkajian
a. Identitas
meliputi : nama, tempat/tanggal lahir, umur,jenis kelamin,anak-ke, BB/TB, alamat.
b. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya keadaan umum lemah , TTV tidak stabil terutama suhu tubuh. Reflek
hisap menurun, BB turun, pemeriksan tonus otot (kejang/tremor). Hidrasi bayi
mengalami penurunan, kulit tampak kunin, sclera mata kuning, perubahan warna
pada feses dan urine (Cecely Lynn Betz, 2009).
2. Riwayat kesehatan keluarga
Kemungkinan ibu dengan rhesus (-) atau golongan darah O dan anak yang
mengalami neonatal icterus yang dini, kemungkinan adanya erytrolastosisfetalis
(Rh, ABO, incompatibilitas lain golongan darah suspect sph). Ada saudara yang
menderita penyakit hemolitik bawaan atau icterus (Haws Paulettet, 2007).
3. Riwayat kehamilan
a. Ketuban pecah dini, kesukaran dengan manipulasi berlebihan merupakan
predisposisi terjadinya infeksi.
b. Pemberian obat anastesi, analgesic yang berlebihan akan mengakibatkan
gangguan nafas (hypoksia), asidosis akan menghambat konjugasi bilirubin.
c. Bayi dengan APGAR score rendah memungkinkan terjadinya (hypoksia),
asodosis yang akan menghambat konjugasi bilirubin
d. Kelahiran premature berhubungan dengan prematuritas organ tubuh hepar.
(Haws Paulette , 2007)
c. Pemeriksaan Fisik
1. KU : biasanya lesu, biasanya letargi coma
2. TTV
TD : -
N : biasanya 120-160x/i
R : biasanya 40x/i
S : biasanya 36,5 37 C
3. Kesadaran : biasanya apatis sampai koma.
4. Kepala, mata dan leher
Kulit kepala tidak terdapat bekas tindakan persalinan seperti : vakum atau terdapat
caput. Biasanya dijumpai ikterus mata (sclera) dan selaput mukosa pada mulut.
Dapat juga diidentifikasi icterus dengan melakukan tekanan langsung pada daerah
menonjol untuk bayi dengan kulit bersih (kuning) (Haws, Paulette S.Hasws,
2007).
5. Hidung : biasanya tampak bersih
6. Mulut : ada lendir atau tidak, ada labiopalatoskisis atau tidak (Hidayat, 2009).
Pada kasus mulut berwarna kuning (Saifuddin, 2002).
7. Telinga : biasanya tidak terdapat serumen.
8. Thorak : Biasanya selain ditemukan tanpak icterus juga dapat ditemukan
peningkatan frekuensi nafas. Biasanya status kardiologi menunjukan adanya
tachycardia, khususnya icterus disebabkan oleh adanya infeksi.
9. Abdomen : Biasanya perut buncit, muntah, mencret merupakan akibat gannguan
metabolism bilirubin enterohepatik.
10. Urogenital : Biasanya feses yang pucat seperti dempul atau kapur akibat gangguan
hepar atau atresia saluran empedu.
11. Ekstremitas : Biasanya tonus otot lemah.
12. Integument : Biasanya tampak ikterik, dehidrasi ditunjukan pada turgor tangan
jelek, elastisitas menurun.

2.2 Diagnosa Keperawatan


a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan jaundice atau radiasi.
b. Gangguan temperature tubuh (hipertermia) berhubungan dengan terpapar lingkungan
panas.
c. Resiko terjadi cidera berhubungan dengan fototerapi atau peningkatan kadar bilirubin.
d. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

3. Intervensi Keperawatan
NO. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Kerusakan integritas kulit NOC: NIC:
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Pressure Management
jaundice atau radiasi keperawatan selama proses Anjurkan pasien untuk
keperawatan diharapkan menggunakan pakaian
integritas kulit kembali baik/ yang longgar
normal. Hindari kerutan pada
Tissue Integrity: Skin tempat tidur
and Mucous Membranes Jaga kebersihan kulit agar
Kriteria hasil: tetap bersih dan kering
Integritas kulit yang baik Monitor kulit akan adanya
bisa dipertahankan kelemahan
Tidak ada luka/ lesi pada Oleskan lotion/ minyak/
kulit baby oil pada daerah yang
Perfusi jaringan baik tertekan
Menunjukkan Mandikan pasien dengan
pemahaman dalam sabun dan air hangat
proses perbaikan kulit
dan mencegah terjadinya
cedera berulang
Mampu melindungi kulit
dan mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami

2. Gangguan temperature tubuh Setelah dilakukan tindakan


- Fever Treatment
(hipertermia) berhubungan keperawatan selama proses Monitor suhu sesering
dengan terpapar lingkungan keperawatan diharapkan mungkin
panas suhu dalam rentang normal. Monitor warna dan suhu
Termoregulation kulit
Kriteria hasil: Monitor tekanan darah,
Suhu tubuh dalam nadi, dan respirasi
rentang normal
Nadi dan respirasi dalam
batas normal
Tidak ada perubahan
warna kulit
Pusing berkurang/ hilang

3. Resiko terjadi cidera Setelah dilakukan tindakan


- Pencegahan Jatuh
berhubungan dengan keperawatan selama proses letakkan bayi dekat cahaya.
fototerapi atau peningkatan keperawatan diharapkan Tutup mata dengan kain
kadar bilirubin. tidak ada resiko cidera. yang dapat menyerap
Risk Control cahaya
Kriteria hasil: Matikan lampu dan buka
Klien terbebas dari penutup mata bayi setiap 8
cidera jam, lakukan inspeksi
Tidak ada iritasi mata warna sclera.
Tidak ada tanda-tanda Buka penutup mata waktu
dehidrasi memberi makanan.
Suhu stabil Ajak bayi bicara selama
Tidak terjadi kerusakan perawatan.
kulit

4. Resiko terjadi cedera b/d Risk control - Letakkan bayi dekat


fototerapi atau peningkatan
- Tidak ada iritas mata cahaya.
kadar bilirubin. - Tidak ada tanda-tanda
- Tutup mata dengan kain
dehidrasi yang dapat menyerap cahaya
- Suhu stabil - Matikan lampu dan buka
- Tidak terjadi kerusakan penutup mata bayi setiap 8
kulit. jam, lakukan inspeksi warna
sclera.
- Buk penutup matawaktu
memberi makanan.
- Ajak bayi bicara selama
perawatan.

4.Implementasi dan Evaluasi


No. Dx. Keperawatan Implementasi Evaluasi Ttd

1. Hipertermia b/d - Memonitor suhu S :


paparan lingkungan minimal tiap 2 jam. -Keluarga mengatakan kulit klien
panas(fototerapi). - Memonitor warna dan tampak kering dan memerah.
suhu kulit O:
- Memonitor tanda-tanda -Kulit bayi tampak kering dan
hipertermia & hipotermi. memerah.
- Memonitor pola A :
pernafasan abnormal. -Masalah belum teratasi
- Memberikan anti piretik P:
- Mentingkatkan sirkulasi -Intervensi dilanjutkan.
udara
- Memonitor sianosis
perifer
2. Resiko deficit volume 1.Mempertahankan cacatan S : -Ibu mengatakan anaknya di
cairan b/d kehilangan intke dan output yang fototerapi.
aktif volume cairan akurat. - ibu mengatakan anaknya mulai
(evaporasi). 2. memonitor status hidrasi mau menyusu.
(kelembapan membrane O :
mukosa). -Turgor kult bayi tampak jelek.
3. Memonitor masukan - tampak membrane mukosa bayi
cairan. kering.
4. Memantau turgor kulit - Bayi mendapatkan ASI
5. Memonitor BB bayi A:
-Masalah belum teratasi
P:
-Intervensi dilanjutkan
3. Resiko kerusakan 1.Memakaikan pakaian S :
integritas kulit b/d yang longgar -Keluarga pasien mangatakan
pigmentasi (jaundice), 2. Hindari kerutan pada tubuh pasien masih menguning.
hipertermi, perubahan tempat tidur. O:
turgor kulit. 3. Menjaga kebersihan -turgor kulit bayi tampak jelek
kulit agar tetap bersih. - Bayi tampak menguning
4. Memonitor kulit adanya A :
kemerahan. -Masalah belum teratasi
5. Mengoleskan baby oil P :
pada daerah yang tertekan. -Intervensi dilanjutkan
6. Memandikan bayi
dengan air hangat.
4. Resiko terjadinya 1.Mengkaji hiperbilirubin S :
cidera b/d fototerapi 1x 4 jam. -keluarga mengtakan bagian tubuh
(peningkatan kadar 2. Memberikan fototerapi. pasien bertambah kuning.
bilirubin). 3. Meletakkan bayi dekat O :
sumber cahaya -Sclera tampak ikterik
4. Menutup mata dengan -Total bilirubin 23,81 mg/dl.
kain yang menyerap A :
cahaya. -Masalah belum teratasi
5. Mematikan lampu dan P :
buka penutup mata bayi -Intervensi dilanjutkan.
setiap 8 jam

Anda mungkin juga menyukai