Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT

DARURAT PADA PASIEN Ny. S DENGAN CEDERA KEPALA DI


RUANG IGD RSUD KABUPATEN KLUNGKUNG TAHUN 2022

OLEH:

I PUTU YUDIARTANA
P07120019068
3.2

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN D-III KEPERAWATAN
2022
1. KONSEP DASAR CEDERA KEPALA
A. DEFINISI

Cedera kepala atau trauma kapitis adalah suatu gangguan trauma dari otak
disertai/tanpa perdarahan intestinal dalam substansi otak, tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas dari otak.(Nugroho, 2011)
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung
maupun tidak langsung pada kepala (Suriadi dan Yuliani, 2011).

B. ETIOLOGI

Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala meliputi
trauma oleh benda/ serpihan tulang yang menembus jaringan otak, efek dari
kekuatan/energi yang diteruskan ke otak dan efek percepatan dan perlambatan
(akselerasi-deselerasi) pada otak, selain itu dapat disebabkan oleh Kecelakaan,
Jatuh, Trauma akibat persalinan.

C. PATOFISIOLOGI

Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur, misalnya


kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema
dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis tripospat, perubahan
permeabilitas vaskuler.Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses
yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder, cedera kepala primer
merupakan suatu proses biomekanik yang terjadi secara langsung saat kepala
terbentur dan dapat memberi dampak kerusakan jaringan otak. Pada cedera
kepala sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer, misalnya akibat dari
hipoksemia, iskemia dan perdarahan.

Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural


hematoma, berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter,
subdura hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang antara durameter
dengan subaraknoid dan intra cerebral, hematoma adalah berkumpulnya darah
didalam jaringan cerebral. Kematian pada penderita cedera kepala terjadi
karena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi
menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak.
(Tarwoto, 2007).
Patofisiologi cedera kepala dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Cedera Primer

Kerusakan akibat langsung trauma, antara lain fraktur tulang tengkorak, robek
pembuluh darah (hematom), kerusakan jaringan otak (termasuk robeknya
duramater, laserasi, kontusio).

b. Cedera Sekunder

Kerusakan lanjutan oleh karena cedera primer yang ada berlanjut melampaui
batas kompensasi ruang tengkorak.
Hukum Monroe Kellie mengatakan bahwa ruang tengkorak tertutup dan
volumenya tetap. Volume dipengaruhi oleh tiga kompartemen yaitu darah,
liquor, dan parenkim otak. Kemampuan kompensasi yang terlampaui akan
mengakibatkan kenaikan TIK yang progresif dan terjadi penurunan Tekanan
Perfusi Serebral (CPP) yang dapat fatal pada tingkat seluler.
Cedera Sekunder dan Tekanan Perfusi :

CPP = MAP - ICP

CPP : Cerebral Perfusion Pressure MAP : Mean Arterial Pressure ICP : Intra
Cranial Pressure
Penurunan CPP kurang dari 70 mmHg menyebabkan iskemia otak.
Iskemia otak mengakibatkan edema sitotoksik – kerusakan seluler yang makin
parah (irreversibel). Diperberat oleh kelainan ekstrakranial hipotensi/syok,
hiperkarbi, hipoksia, hipertermi, kejang, dll.
c. Edema Sitotoksik

Kerusakan jaringan (otak) menyebabkan pelepasan berlebih sejenis


Neurotransmitter yang menyebabkan Eksitasi (Exitatory Amino Acid a.l.
glutamat, aspartat). EAA melalui reseptor AMPA (N-Methyl D-Aspartat) dan
NMDA (Amino Methyl Propionat Acid) menyebabkan Ca influks berlebihan
yang menimbulkan edema dan mengaktivasi enzym degradatif serta
menyebabkan fast depolarisasi (klinis kejang-kejang).
d. Kerusakan Membran Sel

Dipicu Ca influks yang mengakitvasi enzym degradatif akan menyebabkan


kerusakan DNA, protein, dan membran fosfolipid sel (BBB breakdown)
melalui rendahnya CDP cholin (yang berfungsi sebagai prekusor yang banyak
diperlukan pada sintesa fosfolipid untuk menjaga integritas dan repair membran
tersebut). Melalui rusaknya fosfolipid akan meyebabkan terbentuknya asam
arakhidonat yang menghasilkan radikal bebas yang berlebih.
e. Apoptosis

Sinyal kemaitan sel diteruskan ke Nukleus oleh membran bound apoptotic


bodies terjadi kondensasi kromatin dan plenotik nuclei, fragmentasi DNA dan
akhirnya sel akan mengkerut (shrinkage)
D. PATHWAY

Cedera kepala

Cidera otak Cidera otak


primer sekunder
Kontusio Kerusakan Sel
cerebri otak

Gangguan autoregulasi rangsangan simpatis Terjadi benturan benda asing

tahanan Teradapat luka


Aliran darah keotak
di kepala
vaskulerSistemik

O2 gangguan Rusaknya bagian kulit


 metabolisme tek.
Pemb.darahPulmo
Kerusakan integritas
Asam laktat jaringan kulit
tek. Hidrostatik

Oedem otak
kebocoran cairan
Ketidakefektifan kapiler
perfusi jaringan
cerebral oedema paru cardiac output

Penumpukan
Ketidakefektif pola cairan/secret
Ketidak efektifan
napas
perfusi jaringan
Difusi O2 perifer
Ketidakefektif bersihan
terhambat
jalan napas
E. MANIFESTASI KLINIS
a. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
b. Kebingungan
c. Iritabel
d. Pucat
e. Mual dan muntah
f. Pusing kepala
g. Terdapat hematoma
h. Kecemasan
i. Sukar untuk dibangunkan
j. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
k. Peningkatan TD, penurunan frekuensi nadi, peningkatan pernafasan.

F. KOMPLIKASI

a. Perdarahan intra cranial

b. Kejang

c. Parese saraf cranial

d. Meningitis atau abses otak

e. Infeksi pada luka atau sepsis

f. Edema cerebri

g. Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian TIK

h. Kebocoran cairan serobospinal

i. Nyeri kepala setelah penderita sadar


G. KLASIFIKASI

Jika dilihat dari ringan sampai berat, maka dapat kita lihat sebagai berikut:

a. Cedera kepala ringan ( CKR ) Jika GCS antara 13-15, dapat terjadi kehilangan
kesadaran kurang dari 30 menit, tetapi ada yang menyebut kurang dari 2 jam,
jika ada penyerta seperti fraktur tengkorak, kontusio atau temotom (sekitar 55%
).

b. Cedera kepala kepala sedang ( CKS ) jika GCS antara 9-12, hilang kesadaran
atau amnesia antara 30 menit -24 jam, dapat mengalami fraktur tengkorak,
disorientasi ringan ( bingung ).
c. Cedera kepala berat ( CKB ) jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam,
juga meliputi contusio cerebral, laserasi atau adanya hematoina atau edema.
Selain itu ada istilah-istilah lain untuk jenis cedera kepala sebagai berikut :

1. Cedera kepala terbuka kulit mengalami laserasi sampai pada merusak tulang
tengkorak.
2. Cedera kepala tertutup dapat disamakan gagar otak ringan dengan disertai
edema cerebra.

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia darah, analisa gas


darah.
b. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras: mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
c. MRI : digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
d. Cerebral Angiography: menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti
perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
e. X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan, edema), fragmen tulang. Ronsent Tengkorak maupun thorak.
f. CSF, Lumbal Punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
g. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan (oksigenasi)
jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
h. Kadar Elektrolit:Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial. (Musliha, 2010).
I. PENATALAKSANAAN MEDIS

a. Penatalaksanaan cedera kepala ringan (GCS 13–15)

− Observasi atau dirawat di rumah sakit bila CT Scan tidak ada atau hasil CT Scan
abnormal, semua cedera tembus, riwayat hilang kesadaran, sakit kepala
sedang–berat, pasien dengan intoksikasi alkohol/obat-obatan, fraktur
tengkorak, rinorea-otorea, cedera penyerta yang bermakna, tidak

ada keluarga yang di rumah, tidak mungkin kembali ke rumah sakit dengan
segera, dan adanya amnesia. Bila tidak memenuhi kriteria rawat maka pasien
dipulangkan dengan diberikan pengertian kemungkinan kembali ke rumah sakit
bila dijumpai tanda-tanda perburukan.
− Observasi tanda vital serta pemeriksaan neurologis secara periodik setiap

½- 2 jam.

− Pemeriksaan CT Scan kepala sangat ideal pada penderita CKR kecuali memang
sama sekali asimtomatik dan pemeriksaan neurologis normal.
b. Penatalaksanaan cedera kepala sedang (GCS 9-12)

− Dirawat di rumah sakit untuk observasi, pemeriksaan neurologis secara


periodik.
− Bila kondisi membaik, pasien dipulangkan dan kontrol kembali, bila kondisi
memburuk dilakukan CT Scan ulang dan penatalaksanaan sesuai protokol
cedera kepala berat.
c. Penatalaksanaan cedera kepala berat (GCS <8)

− Pastikan jalan nafas korban clear (pasang ET), berikan oksigenasi 100% dan
jangan banyak memanipulasi gerakan leher sebelum cedera cervical dapat
disingkirkan.
− Berikan cairan secukupnya (ringer laktat/ringer asetat) untuk resusitasi korban
agar tetap normovolemia, atasi hipotensi yang terjadi dan berikan transfusi
darah jika Hb kurang dari 10 gr/dl.
− Periksa tanda vital, adanya cedera sistemik di bagian anggota tubuh lain, GCS
dan pemeriksaan batang otak secara periodik.
− Berikan manitol iv dengan dosis 1 gr/kgBB diberikan secepat mungkin pada
penderita dengan ancaman herniasi dan peningkatan TIK yang mencolok.
− Berikan anti edema cerebri: kortikosteroid deksametason 0,5 mg 3×1,
furosemide diuretik 1 mg/kg BB tiap 6-12 jam bila ada edema cerebri, berikan
anti perdarahan.
− Berikan obat-obatan neurotonik sebagai obat lini kedua, berikan anti kejang jika
penderita kejang, berikan antibiotik dosis tinggi pada cedera kepala terbuka,
rhinorea, otorea.

− Berikan antagonis H2 simetidin, ranitidin iv untuk mencegah perdarahan


gastrointestinal.
− Koreksi asidodis laktat dengan natrium bikarbonat.

− Operasi cito pada perkembangan ke arah indikasi operasi.

− Fisioterapi dan rehabilitasi.

2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Identitas pasien

Pada identitas pasien yang perlu di kaji yaitu nama, umur, jenis kelamin,
pekerjaan, agama, alasan masuk dan diagnose medis.
2. Primary Survey

1) Airway:

− Memastikan kepatenan jalan napas tanpa adanya sumbatan atau obstruksi.


− Atur posisi: posisi kepala flat dan tidak miring ke satu sisi untuk
mencegah penekanan/bendungan pada vena jugularis
− Cek adanya pengeluaran cairan dari hidung, telinga atau mulut

2) Breathing:
Mengkaji fungsi pernapasan berupa:

− Jenis pernapasan

− Frekuensi pernapasan

− Retraksi otot bantu pernapasan

− Kelainan dinding toraks

− Bunyi napas

− Hembusan napas

3) Circulation:

− Kaji tingkat kesadaran pasien.

− Adakah perdarahan (internal/eksternal),

− CRT.

− Cek tekanan darah,

− Cek nadi karotis, dan akral perifer.

4) Disability:

− Kaji tingkat kesadaran sesuai GCS,

− Refleks fisiologis

− Reflek patologis

− Kekuatan otot

3. Secondary Survay

1) Riwayat Kesehatan

− Riwayat Kesehatan Dahulu

Menanyakan apakah pasien pernah mengalamI trauma kepala sebelumnya


atau tidak , dan riwayat pengobatan.
− Riwayat Kesehatan Sekarang
Menanyakan keluhaan pasien saat ini, dan penyebab terjadinya trauma.

− Riwayat Kesehatan Keluarga

Menanyakan apakah pasien punya riwayat penyakit keturunan seperti


DM, Hipertensi, Asma.
2) Pemeriksaan Fisik (Head To Toe)

3) Meliputi pemeriksaan inspeksi, auskultasi palpasi dan perkusi

a. Kulit kepala : Seluruh kepala diperiksa, cukup sering terjadi bahwa


penderita yang tampaknya cidera ringan, tiba-tiba ada darah di lantai yang
berasal dari tetesan luka belakang kepala.

b. Wajah : Apabila ada cedera di sekitar mata jangan lupa untuk memeriksa
mata, karena pembengkakan dimata akan menyebabkan pemeriksaan mata
selanjutnya sulit

- Mata : pemeriksaan kornea ada cidera atau tidak, pupil mengenai isokor
serta refleks cahaya, acies virus dan acies campus

- Hidung : apabila ada pembengkakan, lakukan palpasi akan kemungkinan


krepitasi dari suatu fraktur

- Zygoma : apabila ada pembengkakan jangan lupa mencari krepitasi akan


terjadinya fraktur zygoma

- Telinga : periksa dengan senter mengenai keutuhan membran timpani atau


ketidakmampuan

- Rahang atas : periksa stabilitas rahang atas

- Rahang bawah : periksa akan adanya fraktur, perhatikan adanya tanda


fraktur basis

- Crania : hasil hematom atau raccoon eyes (mata panda), blody


rinorhea(peradangan hidung), bloody otorhe (pendarahan telinga) dan
battle sig(lebam di belakang telinga)

c. Leher Pada pemeriksaan leher, kolar terpaksa dilepas. Jangan seseorang


untuk melakukan fiksi pada kepala. Untuk leher daerah belakang, jika akan
dilakukan inspeksi, penderita harus dimiringkan dengan “log roll”.
Inspeksi-palpasi deformitas (perubahan bentuk), contusio (memar),
abrasi (babras), penetrasi (tusukan), burn (luka bakar), laserasi (robek),
swelling (bengkak), tendernes, instability (tidak stabil) tidak boleh ditekan,
crepitasi, juguler, vena, distensi

d. Thoraks Pemeriksaan dilakukan dengan inspeksi-palpasi untuk menemukan


deforitas, contusio, abrasi, penetrasi, paradoksal, burn, laserasi, swelling

e. Abdomen Inspeksi deformitas, contusio, abrasio, penetrasi, burn, laserasi,


swelling. Palpasi pada 4 kuadran : Apabila perut seperti papan, tanda adanya
pendarahan internat

f. Pelvis Inspeksi-palpasi untuk menemukan deforitas, contusio, abrasi,


penetrasi, paradoksal, burn, laserasi, swelling, tenderness, instability
(tidak stabil) ditekan pada dua sias, dan crepitasi. Jika pada primary
survey sudah ditemukan nyeri pada pelvis maka TIC tidak diperiksa lagi

g. Genetalia Inspeksi pada daerah meatus uretra atau paling luar, adanya
pendarahan, pembengkakan dan memar

h. Ekstermitas Pemeriksaan dilakukan pada ekstremitas bawah, inspeksi-


palpasi untuk menemukan deforitas, contusio, abrasi, penetrasi, paradoksal,
burn, laserasi, swelling, tenderness, instability, crepitasi, pulse, motorik,
sensorik, dan ROM: rangge off motion.

Ekstermitas atas, pemeriksaan dimulai dari garis tengah tubuh (klavikula-


bahu-lengan-tangan). Inspeksi-palpasi untuk menemukan deforitas,
contusio, abrasi, penetrasi, paradoksal, burn, laserasi, swelling, tenderness,
instability, crepitasi, pulse, motorik, sensorik, dan ROM : rangge off
motion.

i. Bagian punggung Pemeriksaan punggung dilakukan dengan log roll


(memeringkan penderita dengan tetap menjaga kesegarisan). Pada saat ini
dapat dilakukan pemeriksaan punggung dengan inspeksi-palpasi.

B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN

1. Kerusakan integritas jaringan kulit


C. RENCANA KEPERAWATAN
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
SDKI SLKI SIKI
1 Kerusakan integritas Setelah dilakukan Tindakan Intervensi utama:
jaringan kulit asuhan keperawatan selama 1 perawatan luka
x 2 jam diharapkan Integritas
observasi
kulit dan jaringan meningkat
1. Monitor karakteristik luka
dengan
(mis. drainase, warna,
Kriteria Hasil :
ukuran, bau)
1. Elastisitas ( meningkat) 2. Monitor tanda- tanda
infeksi.
2. Hidrasi
Terapeutik
3. Perfusi jaringan
1. Lepaskan balutan dan
4. Kerusakan jaringan plester secara perlahan
(menurun) 2. Bersihkan dengan cairan
NaCl atau pembersih
5. Kerusakan lapisn kulit
nontoksik
6. Nyeri
3. Bersihkan jaringan nekrotik
7. Pendarahan 4. Pasang balutan sesuai jenis
luka
8. Hematoma
5. Pertahankan teknik steril
9. Pigmentasi abnormal saat melakukan perawatan

10. Jaringan parut luka


6. Jadwalkan perubahan posisi
11. Nekrosis
setiap 2 jam atau sesuai
12. Abrasi kornea kondisi pasien
7. Jelaskan tanda dan gejala
13. Suhu kulit (membaik)
infeksi
14. Sensasi
8. Anjurkan mengkonsumsi

15. Tekstur makanan tinggi kalori dan


protein
16. Pertumbuhan rambut
9. Kolaborasikan pemberian
antibiotik, jika perlu

Intervensi pendukung :
Penjahitan luka
Observasi
1. Identfikasi riwayat alergi
terhadap anatesi
2. Identifikasi benang
adanya riwayat keloid
3. Identifikasi jenis jahit
yang sesuai
4. Identifikasi jenis jarum
jahit yang sesuai dengan
5. identifikasi metode jahitan
yang sesuai berdasarkan
jenis luka
Terapeutik
1. Cukur rambut yang berada
disekitar luka
2. Bersihkan daerah luka
dengan larutan antiseptik
3. Lakukan teknik steril
4. Berikan anestesi topikal
atau injeksi di daerah luka
5. Jahit luka dengan
memasukkan jarum lurus
ke permukaan kulit
6. Tarik jahitan yang
terpasang kencang sampai
kulit tidak tertekuk
7. Kunci jahitan dengan
simpul jahitan, sesuai
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur tindakan
2. jelaskan tanda-tanda
infeksi
3. Ajarkan cara merawat
jahitan
4. Informasikan tentang
waktu menjahit
Kolaborasi
1. Kolaborasi penjahitan
luka yang dalam, sendi,
atau luka yang mungkin
infeksi
2 Setelah dilakukan intervensi Intervensi utama
Nyeri Kronis
keperawatan selama 1x2 jam
Perawatan Kenyamanan
maka maka Tingkat Nyeri
menurun dengan Kriteria • Observasi

hasil: - Identifikasi gejala yang


- Kemampuan tidak menyenangkan
menuntaskan aktivitas (mis. Mual, nyeri, gatal,
meningkat (5) sesak)
- Keluhan nyeri menurun
- Identifikasi pemahaman
(5)
tentang kondisi, situasi
- Meringis menurun (5)
dan perasaannya
- Sikap protektif
menurun (5) - Identifikasi masalah

- Gelisah menurun (5) emosional dan spiritual

- Kesulitan tidur • Terapeutik


menurun (5)
- Berikan posisi yang
- Menarik diri menurun
nyaman
(5)
- Berfokus pada diri - Berikan kompres
sendiri menurun (5) dingin atau hangat
- Diaforesis menurun (5) - Ciptakan lingkungan
- Perasaan depresi yang aman
(tertekan) menurun (5)
- Berikan pemijatan
- Perasaan takut
mengalami cedera - Berikan terapi
berulang menurun (5) akupresur
- Anoreksia menurun (5) - Berikan terapi hipnosis
- Perineum terasa
- Dukung keluarga dan
tertekan menurun (5)
pengasuh terlibat dalam
- Uterus teraba
terapi/pengobatan
membulat menurun (5)
- Ketegangan otot - Diskusikan mengenai
menurun (5) situasi dan pilihan
- Pupil dilatasi menurun terapi/pengobatan yang
(5) diinginkan
- Muntah menurun (5)
- Mual menurun (5)
- Frekuensi nadi • Edukasi

membaik (5) - Jelaskan mengenai


- Pola napas membaik kondisi dan pilihan
(5) terapi/ pengobatan
- Tekanan darah
- Ajarkan terapi relaksasi
membaik (5)
- Proses berfikir - Ajarkan latihan

membaik (5) pernapasan

- Fokus membaik (5) - Ajarkan teknik distraksi


- Fungsi berkemih dan imajinasi
membaik (5) terbimbing
- Perilaku membaik (5)
- Nafsu makan
membaik (5) • Kolaborasi
- Pola tidur - Kolaborasi pemberian
membaik (5) analgestik, antipruritus,
antihistamin,jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. H. (2012). NANDA internasional. Diagnosis Keperawatan :


Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. alih bahasa Made Sumarwati, Dwi
Widiarti, Estu Tiar, editor bahasa Indonesia Monica Ester. Jakarta :
EGC.
Nanda International. 2015. Diagnosa Keperawatan. Defisi dan klasifikasi 2015-
2017 (10th ed.). Jakarta : ECG.Indonesia
Rokhaeni, H. (2010). Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler edisi pertama.
Jakarta : Bidang Diklat Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah
Nasional Harapan Kita.
Setiadi, 2012. Konsep & Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori
dan Praktik. Yogyakarta : Graha ilmu
Smeltzer. C.S & Bare.B (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC.
Suyono, S et al. (2014). Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi ketiga. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai