Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN CEDERA KEPALA RINGAN

OLEH:
I Nyoman Bagus Yudisthira K.P

22.901.2976

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2023
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara
langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di
kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan
jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis (Sjahrir,
2012).
Cedera kepala merupakan sebuah proses dimana terjadi cedera langsung
atau deselerasi terhadap kepala yang dapat mengakibatkan kerusakan
tengkorak dan otak (Pierce dan Neil, 2014).
Cedera kepala adalah cidera yang dapat mengakibatkan kerusakan otak
akibat pembengkakan dan pendarahan otak sebagai respon terhadap cedera
dan penyebab peningkatan tekanan intra kranial (TIK) (Brunner dan Suddarth,
2016). Cedera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS: 15 (sadar
penuh) , mengeluh pusing dan nyeri kepala .
Beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan, bahwa cedera kepala
adalah trauma pada kulit kepala, tengkorak, dan otak yang terjadi baik secara
langsung ataupun tidak langsung pada kepala yang dapat mengakibatkan
terjadinya penurunan kesadaran bahkan dapat menyebabkan kematiaan.

2. Macam-Macam Cedera Kepala


Menurut Brunner dan Suddarth, (2016) cedera kepala ada 2 macam yaitu:
1. Cedera kepala terbuka
Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pecahnya tengkorak atau
luka penetrasi, besarnya cedera kepala pada tipe ini ditentukan oleh massa
dan bentuk dari benturan, kerusakan otak juga dapat terjadi jika tulang
tengkorak menusuk dan masuk kedalam jaringan otak dan melukai
durameter saraf otak, jaringan sel otak akibat benda tajam/tembakan,
cedera kepala terbuka memungkinkan kuman pathogen memiliki abses
langsung ke otak.
2. Cedera kepala tertutup
Benturan kranial pada jaringan otak didalam tengkorak ialah goncangan
yang mendadak.
Dampaknya mirip dengan sesuatu yang bergerak cepat, kemudian serentak
berhenti dan bila ada cairan akan tumpah. Cedera kepala tertutup meliputi:
kombusio gagar otak, kontusio memar, dan laserasi.

3. Etiologi/ Predisposisi
Menurut Tarwoto (2010), penyebab dari Cedera Kepala adalah:
1) Kecelakaan lalu lintas.
2) Terjatuh
3) Pukulan atau trauma tumpul pada kepala.
4) Olah raga
5) Benturan langsung pada kepala.
6) Kecelakaan industri.

4. Tanda dan Gejala/ Manifestasi Klinis


Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi cedera otak.

a. Cedera Kepala Ringan


1. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah cedera.

2. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.


3. Mual dan muntah
4. GCS:14-15

5. Nyeri kepala dapat timbul segera atau bertahap

b. Cedera Kepala Sedang


1. Kesadaran menurun
2. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebinggungan
atau bahkan koma.

3. Gelisah, perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran,


disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala

4. Bicara tidak jelas


5. Pusing hebat
6. Muntahmenyembur
7. GCS : 9-13
c. Cedera Kepala Berat
1. Kehilangan kesadaran
2. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah
terjadinya penurunan kesehatan
3. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motoric tidak aktual, adanya Cedera
terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
4. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.

5. Nadi lemah Tangan dan kaki dingin


6. GCS: 3-8

5. Klasifikasi
Beratnya cedera kepala saat ini didefinisikan oleh The Traumatik Coma Data
Bank berdasarkan Skore Scala Coma Glascow (GCS). Penggunaan istilah
cedera kepala ringan, sedang dan berat berhubungan dari pengkajian
parameter dalam menentukan terapi dan perawatan. Adapun klasifikasinya
adalah sebagai berikut :
1. Cedera Kepala Ringan
Nilai GCS 13-15 yang dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia
akan tetapi kurang dari 30 menit. Tidak terdapat fraktur tengkorak serta
tidak ada kontusio serebral dan hematoma.
2. Cedera Kepala Sedang
Nilai GCS 9-12 yang dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia
lebih dari 0 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur
tengkorak.
3. Cedera Kepala Berat
Nilai GCS 3-8 yang diikuti dengan kehilangan kesadaran atau amnesia
lebih dari 24 jam meliputi kontusio serebral, laserasi atau hematoma
intrakranial.

6. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa
dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen,
jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi.

Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar


metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai
70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan
oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan
terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan
menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml /
menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas
atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan
otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan
disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler,
dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol
akan berkontraksi. Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada
pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar. Cedera kepala
menurut patofisiologi dibagi menjadi dua:

1. Cedera kepala primer


Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acclerasi-decelerasi otak)
yang menyebabkan gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi:
 Gegar kepala ringan

 Memar otak
 Laserasi
2. Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti:
 Hipotensi sistemik
 Hipoksia
 Hiperkapnea
 Udema otak
 Komplikai pernapasan
 Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain (Kowalak, 2011).

7. Mekanisme Cedera Kepala


Menurut Tarwoto (2010) mekanisme cedera memegang peranan yang
sangat sadar dalam berat ringannya dari trauma kepala. Mekanisme cedera
kepala dapat dibagi menjadi:
1) Cedera Percepatan (akselerasi) yaitu jika benda yang bergerak membentur
kepala yang diam, misalnya pada orang-orang diam kemudian terpukul
atau terlempar batu.
2) Cedera Perlambatan (Deselerasi) yaitu jika kepala bergerak membentur
benda yang diam, misalnya pada saat kepala terbentur.
3) Deformitas adalah perubahan atau kerusakan pada bagian tubuh yang
terjadi akibat trauma, misalnya ada fraktur kepala, kompresi, ketegangan
atau pemotongan pada jaringan otak.
8. Pathway

Etiologi
(Kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, kecelakaan olahraga, pukulan)

Trauma Kepala

Ekstra kranial Intra kranial


Tulang kranial
Terputusnya jaringan tulang
kontinuitas jaringan Jaringan otak rusak
kulit, otot dan vskuler (kontusio, laserasi
Terputusnya kontinuitas
jaringan tulang

- Perdarahan Gangguan suplai darah


Resiko -Perubahan outoregulasi
- Hematoma
infeksi Nyeri Aakut -Odem cerebral
Iskemia
Perubahan Kejang
Resiko perfusi
sirkulasi CSS Hipoksia serebral tidak efektif
1. Bersihan
Gangguan fungsi otak Nafsu Makan jalan nafas
Peningkatan TIK
Menurun 2. Obstruksi
Mual-muntah jalan nafas
Papilodema
Girus medialis lobus Pandangan kabur 3. Dispnea
temporalis tergeser Penurunan fungsi
4. Henti nafas
pendengaran Ketidakseimbangan
Nyeri kepala nutrisi dari 5. Perubahan
kebutuhan tubuh pola nafas

Herniasi unkus
Bersihan jalan
Tonsil cerebelum tergeser Kompresi medula nafas tidak efektif
oblongata
Mesesenfalon tertekan
Intoleransi
immobilisasi aktivitas
Gangguan kesadaran

Kurang Ansietas
mendapatkan
informasi

(Sumber: Kowalak, 2011).


9. Komplikasi cedera kepala
Komplikasi yang terjadi pada pasien cedera kepala antara lain:
1). Cedera Otak Sekunder akibat hipoksia dan hipotensi
Hipoksia dapat terjadi akibat adanya trauma di daerah dada yang
terjadinya bersamaan dengan cedera kepala. Adanya obstruksi saluran
nafas, atelektasis, aspirasi, pneumotoraks, atau gangguan gerak
pernafasan dapat berdampak pasien mengalami kesulitan bernafas dan
pada akhirnya mengalami hipoksia.
2) Edema Serebral
Edema adalah tertimbunnya cairan yang berlebihan di dalam jaringan.
Edema serebral akan menyebabkan bertambah besarnya massa jaringan
otak di dalam rongga tulang tengkorak yang merupakan ruang tertutup.
Kondisi ini akan menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intra
kranial yang selanjutnya juga berakibat penurunan perfusi jaringan
otak.
3) Peningkatan Tekanan Intra Kranial
Tekanan intrakranial dapat meningkat karena beberapa sebab, yaitu
pada perdarahan selaput otak (misalnya hematoma epidural dan
subdural). Pada perdarahan dalam jaringan otak (misalnya laserasi dan
hematoma serebri), dan dapat pula akibat terjadinya kelainan parenkim
otak yaitu berupa edema serebri.
4) Herniasi Jaringan Otak
Adanya penambahan volume dalam ruang tengkorak (misalnya karena
adanya hematoma) akan menyebabkan semakin meningkatnya tekanan
intrakranial. Sampai batas tertentu kenaikan ini akan dapat ditoleransi.
Namun bila tekanan semakin tinggi akhirnya tidak dapat diltoleransi
lagi dan terjadilah komplikasi berupa pergeseran dari struktur otak
tertentu kearah celah-celah yang ada.
5) Infeksi
Cedera kepala yang disertai dengan robeknya lapisan kulit akan
memiliki resiko terjadinya infeksi, sebagaimana pelukaan di daerah
tubuh lainnya. Infeksi yang terjadi dapat menyebabkan terjadinya
Meningitis, Ensefalitis, Empyema subdural, Osteomilietis tulang
tengkorak, bahkan abses otak.
6). Hidrisefalus

Hidrosefalus merupakan salah satu komplikasi cedera kepala yang


cukup sering terjadi, khususnya bila cedera kepala cukup berat.

10. Pemeriksaan Penunjang/ Diagnostik


a. Pemeriksaan Diagnostik
1) CT-Scan: mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran
ventikuler, pergeseran jaringan otak.
2) Angigrafi serebral: menunjukan kelainan sirkulasi serbral seperti pergeseran
jaringan otak akibat edema,perdarahan dan trauma.
3) X-Ray: mendeteksi adanya perubahan struktur tulang.
4) Elektroensephalogram, untuk memperlihatkan keberadaan atau
berkembangnya patologis.
5) BAER (Basic Auditori Evoker Respon): menentukan fungsi korteks dan
batang otak.
6) PET (Position Emission Tomniograpi): menunjukkan aktifitas metabolisme
pada otak.
7) Punksi lumbal Cairan Serebro Spinal dapat menduga adanya perubahan sub
araknoid.
8) Kimia/elektrolit darah: mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam
peningkatan Tekanan Intra Kranial atau perubahan status mental.
9) Analisa gas darah: menunjukkan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha
pernafasan.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Analisa Gas Darah (PO2, pH, HCO3) untuk mengkaji keadekuatan
ventilasi (mempertahankan AGD dalam rentang normal untuk
menjamin aliran darah serebral adekuat) atau untuk melihat masalah
oksigenasi yang dapat meningkatkan Tekanan Intra Kranial.
2) Elektrolit serum
Cedera kepala dapat dihubungkan dengan gangguan regulasi natrium,
retensi Na berakhir dapat beberapa hari, diikuti dengan diuresis Na,
peningkatan letargi, konfusi, dan kejang akibat ketidakseimbangan
elektrolit.
3) Hematologi untuk memeriksa leukosit, Hb, albumin, Globulin, protein
serum.
4) Cairan Serebro Spinal untuk menentukan kemungkinan adanya
perdarahan subarakhnoid (warna, komposisi, tekanan)
5) Pemeriksaan toksikologi untuk mendeteksi obat yang mengakibatkan
penurunan kesadaran
6) Kadar antikonvulsan darah untuk mengetahui tingkat terapi yang
cukup efektif mengatasi kejang

11. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan cedera kepala meliputi sebagai berikut:
a. Non pembedahan
a) Glukokortikoid (dexamethazone) untuk mengurangi edema.
b) Diuretic osmotic (manitol) diberikan melalui jarum dengan filter untuk
mengeluarkan kristal-kristal mikroskopis.
c) Diuretic loop (misalnya furosemide) untuk mengatasi peningkatan
tekanan intracranial.
d) Obat paralitik (pancuronium) digunakan jika klien dengan ventilasi
mekanik untuk megontrol kegelisahan atau agitasi yang dapat
meningkatkan resiko peningkatan tekanan intracranial.
b. Pembedahan
Kraniotomi di indikasikan untuk:
a) Mengatasi subdural atau epidural hematoma.
b) Mengatasi peningkatan tekanan cranial yang tidak terkontrol.
c) Mengobati hidrosefalus
A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
1) Identitas klien
Nama, jenis kelamin, alamat, pekerjaan. Terdapat identitas lengkap
penderita CKR
2) Keluhan utama
Sering terjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
tergantung seberapa jauh dampak dari trauma kepala disertai penurunan
tingkat kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang
Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala yang akibat dari kecelakaan
lalu lintas, jatuh dari ketinggian, trauma langsung ke kepala. Pengkajian
yang didapat, meliputi tingkat kesadaran menurun, konfulse, muntah, sakit
kepala, lemah, liquor dari hidung dan telinga serta kejang.
4) Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu dipertanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi,
riwayat cidera sebelumnya, DM, dan penggunaan obat-obatan.
5) Riwayat penyakit keluarga
Adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan DM
a. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum penurunan kesadaran pada CKR umumnya
Glasgow Coma Scale 14-15.
b. Pola aktivitas sehari-hari
1) Pola makan atau cairan
Kaji pola nutrisi sebelum MRS dan saat MRS biasanya pada klien
CKR timbul mual dan muntah serta mengalami selera makan
2) Pola istirahat tidur
Kaji perubahan pola tidur sebelum dan saat sakit. Biasanya klien
mengalami perubahan pada pola istirahat tidur karena nyeri dan
ansietas
3) Pola eliminasi
Kaji bagaimana pola defekasi sebelum dan saat sakit
4) Pola katifitas dan latihan
Klien dengan CKR biasanya mengalami kelemahan, letih, dan
terkadang terjadi perubahan kesadaran.
5) Pola presepsi dan konsep diri
Kaji bagaimana klien mamandang dirinya serta penyakit yang
dideritanya
6) Pola peran hubungan
kaji bagaimana peran dan fungsi serta hubungan dengan
masyarakat
7) Pola nilai dan kepercayaan
Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap penyakit yang dialami
klien
8) Pola kebersihan diri
Kaji bagaimana tidankan klien dalam menjaga kebersihan dirinya.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan immobilitas
3. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan terkini
4. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi
jalan nafas
5. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan cedera
kepala
6. Risiko infeksi berhubungan dengan luka insisi
7. Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual-muntah
3. INTERVENSI DAN RASIONAL

Rencana Keperawatan
No. Dx
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Setelah diberikan asuhan Manajemen Nyeri(I.08238):


1.
keperawatan selama 1. Monitor kepuasan pasien 1. Untuk mengetahui
....x…. jam diharapkan terhadap terhadap manajemen kepuasan pasien
pasien dapat mengontrol nyeri dalam interval yang terhadap manajemen
rasa nyerinya dengan spesifik. nyeri.
kriteria hasil(L.08063): 2. Monitor tanda - tanda vital 2. Untuk mengetahui
- Keluhan nyeri dengan tepat perubahan nyeri pada
berkurang pasien.
- Menggunakan 3. Observasi adanya petunjuk 3. Untuk mengetahui
analgetik yang nonverbal mengenai penyebab
direkomendasikan ketidaknyamanan ketidaknyamanan px
. 4. Lakukan pengkajian nyeri 4. Untuk mengetahui
- Melaporkan nyeri secara komprehensif yang kondisi px serta
yang terkontrol. meliputi, lokasi, durasi, memantau nyeri px
- Mengenali apa kualitas atau beratnya nyeri
yang terkait atau factor pencetus.
dengan gejala 5. Gunakan strategi komunikasi 5. Komunikasi terapiutik
nyeri. terapiutik untuk mengetahui merupakan komunikasi
- Pasien rileks dan pengalaman nyeri dan yang baik dan paling
skala nyeri 2 sampaikan penerimaan px sering digunakan untuk
terhadap nyeri berkomunikasi dengan
px
6. Lakukan tindakan pengontrol 6. Untuk mencegah nyeri
nyeri sebelum nyeri pada pada px
bertambah berat bertambah
7. Berikan informasi mengenai 7. Agar px mengetahui
nyeri seperti pnyebab nyeri, dan mengenali nyeri
berapa lama nyeri dirasakan yang dialami dan agar
dan antisipasi perawat mengetahui
ketidaknyamanan akibat perkembangan nyeri
prosedur yang dirasakan px
8. Ajarkan prinsip-prinsip 8. Untuk meringankan
manajemen nyeri seperti rasa nyeri
tehnik distraksi nafas dalam
9. Ajarkan penggunaan teknik 9. Agar px mengetahui
non farmakologi ( relaksasi, bagaimana cara
terapi musik, terapi aktivitas ) mengalihkan rasa nyeri
10. Kolaborasi dengan dokter 10. Untuk menindaklanjuti
terkait pemberian obat keluhan nyeri pada
analgesik. pasien
11. Kolaborasi dengan keluarga 11. Agar keluarga pasien
pasien untuk mampu melaksanakan
mengimplementasikan tindakan penurun nyeri
tindakan penurun nyeri terhadap px
Setelah diberikan asuhan Manajemen energy(I.05178)
2.
keperawatan selama 1. Monitor respon oksigen 1. Untuk mengetahui
....x…. jam diharapkan pasien (misalnya nadi,tekanan keadaan umum pasien.
daya tahan pasien darah, respirasi) saat
meningkat dengan kriteria perawatan maupun saat
hasil(L.05047): melakukan perawatan diri
- Dapat melakukan secara mandiri.
aktivitas fisik secara 2. Monitor waktu dan lama 2. Untuk mengetahui
mandiri istirahat/ tidur pasien kualitas dan kuantitas
- Pasien mampu istirahat/ tidur pasien
untuk berbicara saat 3. Bantu pasien untuk duduk 3. Untuk melatih aktivitas
melakukan aktivitas disamping tempat tidur jika fisik pasien.
fisik pasien tidak memungkinkan
untuk berpindah atau berjalan.
4. Bantu pasien untuk 4. Agar mempermudah

membatasi tidur siang dengan pasien tidur dimalam

menyediakan kegiatan yang hari

mendorong pasien untuk


terjaga, dengan cara yang
tepat.
5. Ajarkan pasien mengenai 5. Untuk mencegah

pengelolaan kegiatan dan kelelahan pasien.

teknik manajemen waktu.


6. Ajarkan pasien untuk 6. Agar perawat dapat
menghubungi tenaga melakukan tindakan

kesehatan jika tanda dan selanjutnya

gejala kelelahan tidak


berkurang
7. Kolaborasi dengan ahli gizi 7. Agar asupan gizi

mengenai cara meningkatkan pasien terpenuhi.

asupan energi dari makanan


3. Setelah dilakukan asuhan Pengurangan Kecemasan(I.09134):
keperawatan selama 1. Observasi tanda verbal dan 1. Mengetahui keadaan
….x… jam diharapkan non verbal kecemasan umum pasien
tingkat kecemasan pasien 2. Identifikasi pada saat terjadi 2. Untuk mengetahui
teratasi dengan kriteria perubahan tingkat kecemasan tingkat kecemasan
hasil(L.09093): pasien, biasanya pasien
- Pasien dapat dengan perubahan
beristirahat tingkat kecemasan
- Wajah pasien tidak akan mudah marah,
terlihat tegang sulit tidur, ketakutan
- Pasien tidak dan panik
berkeringat dingin 3. Lakukan teknik relaksasi 3. Membantu mengurangi
- Pasien dapat tidur (usapan pada punggung atau kecemasan pada klien.
sesuai dengan leher dengan cara yang
kebutuhan tepat).
4. Berikan objek yang 4. Untuk mengalihkan
menunjukan perasaan aman rasa cemas pasien
5. Informasikan semua 5. Agar pasien tidak
prosedur termasuk sensasi mengalami syok dan
yang akan dirasakan yang tidak meningkatkan
mungkin akan dialami klien kecemasan pasien.
selama prosedur dilakukan.
klien 6. Agar pasien mampu
6. Ajarkan
menghindari hal-hal
mengidentifikasi situasi yang
yang dapat
memicu kecemasan
menimbulkan
kecemasan

7. Kolaborasikan dengan 7. Memberikan


keluarga untuk mendampingi kenyamanan pada

klien dengan cara yang tepat. pasien.

Setelah dilakukan asuhan Manajemen jalan nafas(I.01011)


4.
keperawatan selama 1. Monitor status pernafasan dan 1. Untuk mengetahui
…x…. jam diharapkan oksigenasi sebagaimana status pernapasan
status pernafasan pasien mestinya. pasien.
kembali normal dengan 2. Identifikasi kebutuhan aktual/ 2. Untuk membantu
kriteria hasil (L.01001): potensial pasien untuk pasien membuka jalan
- Frekuensi memasukan alat membuka nafasnya agar bisa
pernapasan pasien jalan nafas kembali
kembali normal 3. Berikan pasien posisi semi 3. Untuk mengurangi
dengan frekuensi 16- fowler. sesak nafas pasien.
20 x/menit 4. Lakukan fisioterapi dada 4. Untuk melancarkan
- Irama pernapasan sebagaimana mestinya jalan nafas pasien
pasien kembali 5. Ajarkan pasien bagaimana 5. Agar pasien
normal. menggunakan inhaler sesuai mengetahui cara
- Pola nafas adekuat. resep sebagaimana mestinya. menggunakan inhaler
dengan baik.
6. Ajarkan pasien untuk bernafas 6. Agar pasien mudah
pelan, dalam dan batuk efektif untuk bernafas dan
mengurangi sesak
nafas
7. Kolaborasikan dengan dokter 7. Agar kondisi pasien
terkait medikasi kepada pasien. stabil dengan bantuan
medikasi.
Setelah dilakukan asuhan Managemen edema serebral
5 (I.06198)
keperawatan selama 1. Agar mengetahui
1. Monitor adanya kebingungan,
…x… jam diharapkan kondisi pasien
perubahan pikiran, keluhan
pasien mampu perfusi
pusing
jaringan otak berfungsi 2. Untuk mengetahui
2. Monitor tanda-tanda vital
dengan kriteria keadaan umum pasien
hasil(L.02014) : 3. Untuk melatih otot-
3. Lakukan latihan ROM pasif
- Tidak ada tanda – otom yang mengalami
tanda peningkatan kelemahan atau
tekanan intracranial. kekakuan
- Berkomunikasi dengan 4. Lakukan tindakan pencegahan 4. Untuk mencegah
jelas dan sesuai terjadinya kejang terjadinya kejang pada
dengan kemampuan 5. Instruksikan kepada pasien pasien
untuk menghindari fleksi leher 5. Untuk menghindari
atau fleksi ekstrim pada lutut terjadinya cedera
atau panggul
6. Kolaborasi dengan dokter 6. Untuk mencegah
dalam pemberian obat anti terjadinya kejang pada
kejang pasien

6
1. Untuk mengetahui
Setelah dilakukan asuhan Perlindungan infeksi(I.14539):
keperawatan …..x…... 1. Memonitor adanya tanda dan
gejala infeksi sistemik dan
diharapkan keparahan lokal keparahan infeksi
infeksi berkurang dengan 2. Monitor kerentanan terhadap
kriteria hasil(L.14137) : infeksi 2. Untuk mengetahui
- Nyeri berkurang 3. Monitor hitung mutlak WBC tingkat infeksi pasien
- suhu tubuh stabil 3. Agar mengetahui
- Nafsu makan kadar sel darah putih
meningkat dalam tubuh yang
dapat menimbulkan
4. Berikan perawatan kulit infeksi
yang tepat untuk area yang 4. Agar luka pasien
terluka terhindar dari infeksi
5. Berikan waktu untuk diskusi
dan mengajukan pertanyaan 5. Agar pasien
terkait test diagnostic yang memahami terkait test
dilakukan diagnostic yang
6. Ajarkan pasien dan keluarga dilakukan
mengenai tanda dan gejala 6. Untuk mencegah
infeksi dan kapan harus komplikasi dari luka
melaporkan kepada petugas pasien
kesehatan
7. Kolaborasikan dengan dokter
dalam pemberian antibiotic 7. Untuk memberikan

Lafixime 2 x 1 gram. terapi lanjutan kepada


pasien
Setelah dilakukan asuhan Manajemen nutrisi(I.03119) :
7.
kaperawatan selama 1. Monitor kalori dan asupan 1. Untuk mengetahui
….x…. diharapkan status makanan status nutrisi pasien
nutrisi : asupan makanan 2. Monitor tanda tanda vital 2. Untuk mengetahui
dan cairan kembali pasien keadaan umum
normal dengan kreteria pasien
hasil (L.03030): 3. Monitor kecendrungan 3. Agar nutrisi pasien
- Asupan karbohidrat penurunan berat badan seimbang
pasien terpenuhi 4. Berikan pilihan makanan 4. Agar nafsu makan
- Asupan protein pasien yang lebih sehat pasien meningkat
terpenuhi 5. Berikan arahan mengenai 5. Agar pasien
- Asupan kalori dan makanan sehat mengetahui menu
mineral pasien makanan sehat
terpenuhi 6. Instruksikan pasien 6. Agar pasien dapat
mengenai kebutuhan nutrisi memenuhi
kebutuhan
nutrisinya sendiri
7. Anjurkan pasien untuk 7. Agar asupan kalori
memantau kalori dan intake dan intake makanan
makanan pasien tetap
seimbang
8. Lakukan tindakan delegatif 8. Untuk memberikan
pemberian obat sebelum terapi lanjutan
makan(penghilang rasa nyeri kepada pasien
: keterolac 3 x 1(30 mg))

4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Setelah rencana tindakan keperawatan di susun maka untuk selanjutnya adalah
pengolahan data dan kemudian pelaksanaan asuhan keperawatan sesuai
dengan rencana yang telah di susun tersebut. Dalam pelakasaan implementasi
maka perawat dapat melakukan obesrvasi atau dapat mendiskusikan dengan
klien atau keluarga tentang tindakan yang akan di lakukan. Dalam buku
konsep dasar keperawatan menurut Asmadi (2018), Implementasi adalah
tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan ke dalam
bentuk intervensi keperawatan guna membantu pasien untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.

5. EVALUASI
Evaluasi adalah sebagian yang direncanakan dan diperbandingkan yang
sistematis pada status kesehatan klien. Dengan mengukur perkembangan klien
dalam mencapai suatu tujuan. Evaluasi ini dilakukan dengan menggunakan
format evaluasi SOAP meliputi data subyektif, data obyektif, data analisa dan
data perencanaan. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah
tujuan dalam rencana keparawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk
melakukan pengkajian ulang (Nursalam, 2009).
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2016. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 12. Jakarta: EGC.
Bulechek, G.M., et all. 2016. Nursing Intervention Classification (NIC), Edisi
Keenam. Singapore: Elsivier.
Heather, Herdman T. 2018. NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi
dan Klasifikasi 2018-2020, Edisi 11. Jakarta: EGC.
Johnson, M., et all. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC), Edisi Kelima.
Singapore: Elsivier.
Kowalak, J. P. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Pearce, Evelyn C. 2010. Anatomi dan Fisiologi Untuk Para Medis. Jakarta: PT
Gramedia.
Smeltzer, Suzanne C. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 3 ed-8.
Jakarta: EGC.
Tarwoto. 2010. Cedera Kepla Ringan. Jakarta: Salemba Medik

Anda mungkin juga menyukai