Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

DIAGNOSA MEDIS FEBRIS

OLEH:

I Nym Bagus Yudisthira K.P

229013041

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

WIRA MEDIKA BALI

2023
A. Definisi

Menurut ( Tamsuri. 2006 ) Febris (panas) dapat didefenisikan keadaan ketika

individual mengalami atau berisiko mengalami kenaikan suhu tubuh terus menurus lebih

dari 37,8 °C peroral atau 37,9°C perrectal karena faktor eksternal. Sedangkan menurut

( Ann M Arivin. 2000 ) Suhu tubuh dapat dikatakan normal apabila suhu 36,5 °C – 37,5

°C, febris 37 °C – 40 °C dan febris > 40 °C. Demam terjadi bila berbagai proses infeksi

dan non infeksi dan berinteraksi dengan mekanisme hospes. Pada perkembangan anak

demam disebbkan oleh agen mikrobiologi yang dapat dikenali dan demam menghilang

sesudah masa yang pendek.

Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke dalam

tubuh ketika suhu meningkat melebihi suhu tubuh normal (>37,5°C). Demam adalah

proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke dalam tubuh. Demam terajadi

pada suhu > 37, 2°C, biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, jamu atau parasit),

penyakit autoimun, keganasan , ataupun obat –obatan (Surinah dalam Hartini, 2015).

Demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat

peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus. Sebagian besar demam pada anak

merupakan akibat dari perubahan pada pusat panas (termoregulasi) di

hipotalamus.Penyakit –penyakit yang ditandai dengan adanya demam dapat menyerang

sistem tubuh.Selain itu demam mungkin berperan dalam meningkatkan perkembangan

imunitas spesifik dan non spesifik dalam membantu pemulihan atau pertahanan terhadap

infeksi (Sodikin dalam Wardiyah, 2016).

Jadi dapat disimpulkan febris keaadaan dimana seseorang yang mengalami atau

beresiko kenaikan suhu tubuh terus menerus lebih dari batas normal suhu tubuh yaitu <

37,5 °C, dan demam juga dapat berperan penting terhadap peningkatan perkembangan
imunitas dalam membantu pemulihan atau pertahanan terhadap infeksi, demam dapat

terjadi karena berbagai proses infeksi dan non infeksi yang berinteraksi dengan hospes.

B. Etiologi

Demam merupakan gejala yang muncul karena adanya berbagai macam reaksi yang

timbul pada tubuh, dan menandakan bahwa melakukan perlawanan terhadap suatu

penyakit. Namun berbagai penelitian setuju bahwa penyebab terbesar adalah infeksi.

Penelitian di RSCM menemukan bahwa angka kejadian demam yang diakibatkan oleh

infeksi mencapai angka 80%, sedangkan sisanya adalah karena kolagen-vaskuler sebanyak

6%, dan penyakit keganasan sebanyak 5%. Untuk penyakit infeksi karena bakteri

mencakup tubercolosis, bakterimia,demam tifoid, dan infeksi saluran kemih (ISK) sebagai

penyebab tertinggi ( Bakry b, Tumberlaka A, Chair I. 2008 )

Dalam studi yang dilakukan oleh Limper M et. al (2011), mereka mendapatkan

temuan yang sama seperti yang dilakuakn di RSCM. Ditemukan bahwa infeksi merupakan

penyebab demam terbanyak. Hal ini sudah dipastikan melalui kultur darah. Ditemukan

bahwa bakteri yang di temukan paling banyak adalah bakteri gram positif dengan infeksi

saluran pernafasan atas dan bawah sebagai diagnosis terbanyak. Untuk bakteri

gram negatif sendiri lebih cendrung menyebabkan bakterimia,atau dengan kata lain

memberikan infeksi sistematik. Hanya 1 dari 20 pasien yang ditemukan dengan demam

selain dari bakteri ( Limper M et, al. 2011 ). Penyebab demam paling non infeksi yang

dapat ditemukan adalah demam karena kanker melalui jalur tumor, alergi, dan tranfusi

darah ( Dalal S, Donna S, Zhukovsky. 2006)

C. Klasifikasi

Klasifikasi febris/demam menurut Jefferson (2010), adalah :

1. Fever
Keabnormalan elevasi dari suhu tubuh, biasanya karena proses patologis.

2. Hyperthermia

Keabnormalan suhu tubuh yang tinggi secara intensional pada makhluk hidup

sebagian atau secara keseluruhan tubuh, seringnya karena induksi dari radiasi

(gelombang panas, infrared), ultrasound atau obat – obatan.

3. Malignant Hyperthermia

Peningkatan suhu tubuh yang cepat dan berlebihan yang menyertai kekakuan otot

karena anestesi total.

Tipe - tipe demam diantaranya:

1. Demam Septik

Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun

kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil

dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ketingkat yang normal

dinamakan juga demam hektik.

2. Demam remiten

Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan

normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan

tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat demam septik.

3. Demam intermiten

Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari.

Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi

dua hari terbebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.

4. Demam intermiten

Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat

demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia


5. Demam siklik

Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh beberapa

periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan

suhu seperti semula.

Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu penyakit tertentu

misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien dengan keluhan

demam mungkin dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jela seperti :

abses, pneumonia, infeksi saluran kencing, malaria, tetapi kadang sama sekali tidak

dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas.

D. Patofisiologi

Exogenous dan virogens (seperti; bakteri, virus kompleks antigen-antibodi) akan

menstimulasi sel host inflamasi (seperti; makrofag sel PMN) yang memproduksi

indogeneus pyrogen (Eps). Interleuikin 1 sebagai prototypical eR Eps menyebabkan

endothelium

hipotalamus meningkatkan prostaglandin dan neurotransmitter, kemudian beraksi dengan

neuron preoptik di hipotalamus anterior dengan memproduksi peningkatan “set-point”.

Mekanisme tubuh secara fisiologis mengalami(Vasokinstriksi perifer, menggigil),dan

perilaku ingn berpakaian yang tebal-tebal atau ingin diselimuti dan minum air hangat.

Demam seringkali dikaitkan dengan adanya penggunaan pada “set-point” hipotalamus

oleh karena infeksi, alergi, endotoxin atau tumor (Suriadi, 2006).

Patofisiologi demam thypoid sendiri disebabkan karena kuman masuk ke dalam mulut

melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh salmonella. Sebagian kuman dapat

dimusnahkan oleh asam hcl lambung dansebagian lagi masuk ke usus halus. Jika

responimunitas humoral mukosa (igA) usus kurang baik, maka basil salmonella akan

menembussel epitel (sel m) dan selanjutnya menuju lamina propia dan berkembang biak di
jaringan limfoid plak nyeri di ileum distal dan kelenjar getah bening. Basil tersebut masuk

ke aliran darah (Lestari, 2016)


E. Pathway

Agen infeksius Dehidrasi

Monofit/makrofag Tubuh kehilangan


cairan

Sitokin pirogen
Penurunan
cairan intrasel
Mempengaruhi
hipotalamus anterior

Demam

Meningkatkan Gangguan Dehidrasi, Peningkatan


metabolic tubuh rasa nyaman proses penyakit evaporasi

Kelemahan Peningkatan Membran


Hambatan Kurang terpapar
suhu tubuh mukosa kering
lingkungan informasi
Intoleransi
aktivitas Hipertermia Hipovolemi
Sulit tidur Gelisah

Gangguan Ansietas
pola tidur

Ph berkurang Mual muntah

Intake makanan Nausea


berkurang

Defisit nutrisi
F. Tanda dan Gejala

Menurut Nurarif (2015) tanda dan gejala terjadinya febris adalah:

a. Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,5⁰C - 39⁰C)

b. Kulit kemerahan

c. Hangat pada sentuhan

d. Peningkatan frekuensi pernapasan

e. Menggigil

f. Dehidrasi

g. Kehilangan nafsu makan

Menurut Lestari (2016) tanda dan gejala demam thypoid yaitu :

a. Demam

b. Gangguan saluran pencernaan

c. Gangguan kesadaran

d. Relaps (kambuh)

G. Komplikasi

Menurut Nurarif (2015) komplikasidari demam adalah:

a. Dehidrasi : demam meningkatkan penguapan cairan tubuh

b. Kejang demam : jarang sekali terjadi (1 dari 30 anak demam).

Sering terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Serangan dalam 24 jam pertama

demam dan umumnya sebentar, tidak berulang. Kejang demam ini juga tidak

membahayakan otak.

Menurut Lestari (2016) komplikasi yang dapat terjadi pada anak demam thypoid yaitu :

a. Perdarahan usus, perporasi usus dan illius paralitik

b. Miokarditis, thrombosis, kegagalan sirkulasi


c. Anemia hemolitik

d. Pneumoni, empyema dan pleuritis

e. Hepatitis, koleolitis

H. Pemeriksaan Laboratorium

1. Tes darah lengkap

Tes darah lengkap bertujuan untuk mengetahui jumlah setiap komponen penyusun

darah. Nilai di luar rentang normal pada komponen-komponen ini dapat menandakan

adanya masalah pada kondisi tubuh.

Berikut adalah beragam komponen yang dipantau pada pemeriksaan laboratorium ini:

a) jumlah sel darah merah (WBC)

b) jumlah sel darah putih (RBC). Jika sel darah putih Anda tinggi, kemungkinan

penyebab demam yang Anda alami adalah karena infeksi bakteri.

c) kadar hemoglobin (Hb), yaitu sejenis protein pada sel darah merah yang

mengikat oksigen

d) hematokrit (Hct), yaitu banyaknya sel darah merah dalam darah

e) trombosit, yaitu sel darah yang berperan dalam pembekuan darah

2. Tes panel metabolisme lengkap

Tes panel metabolisme lengkap bertujuan untuk mengetahui kondisi berbagai

komponen yang terlibat dalam metabolisme tubuh, termasuk kesehatan ginjal dan hati.

Pemeriksaan laboratorium ini mencakup aspek-aspek berikut:

a) kadar gula darah

b) kalsium

c) protein, yang terdiri dari pemeriksaan albumin dan protein total

d) elektrolit, yang terdiri dari natrium, kalium, karbon dioksida, dan klorida

e) ginjal, yang terdiri dari kadar nitrogen urea darah dan uji kreatinin
f) hati, yang terdiri dari enzim alkali fosfatase (ALP), alanine aminotransferase

(ALT/SGPT), aspartate aminotransferase (AST/SGOT), dan bilirubin

SGPT dan SGOT adalah dua komponen yang sering diperiksa saat seseorang

mengalami demam. Keduanya merupakan enzim yang banyak terdapat di hati. Jumlah

SGPT dan SGOT rendah pada orang yang sehat. Sebaliknya, nilai SGPT dan SGOT

yang tinggi menunjukkan adanya gangguan pada hati.

3. Tes urine (urinalisis)

Pemeriksaan laboratorium pada urine dilakukan dengan mengamati penampilan,

konsentrasi, dan kandungan urine. Hasil abnormal dapat menandakan sejumlah

penyakit seperti infeksi saluran kemih, penyakit ginjal, dan diabetes. Selain itu,

pemeriksaan urine juga bermanfaat untuk memantau kondisi kesehatan pasien.

Urinalisis dilakukan dalam dua tahap, yaitu:

a) menggunakan strip khusus (dipstick test) untuk mengetahui tingkat keasaman

(pH), konsentrasi, penanda infeksi, adanya darah, serta kadar gula, protein,

bilirubin, dan keton

b) uji mikroskopis untuk mengamati keberadaan sel darah merah, sel darah putih,

bakteri, jamur, kristal batu ginjal, atau protein khusus yang menandakan

gangguan ginjal

I. Penatalaksanaan

Menurut Kania dalam Wardiyah, (2016) penanganan terhadap demam dapat dilakukan

dengan tindakan farmakologis, tindakan non 15 farmakologis maupun kombinasi

keduanya. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk menangani demam pada anak :

a. Tindakan farmakologis Tindakan farmakologis yang dapat dilakukan yaitu

memberikan

antipiretik berupa:
1) Paracetamol

Paracetamol atau acetaminophen merupakan obat pilihan pertama untuk

menurunkan suhu tubuh. Dosis yang diberikan antara 10-15 mg/Kg BB akan

menurunkan demam dalam waktu 30 menit dengan puncak pada 2 jam setelah

pemberian. Demam dapat muncul kembali dalam waktu 3-4 jam.

Paracetamol dapat diberikan kembali dengan jarak 4-6 jam dari dosis

sebelumnya. Penurunan suhu yang diharapkan 1,2 – 1,4 oC, sehingga jelas bahwa

pemberian obat paracetamol bukan untuk menormalkan suhu namun untuk

menurunkan suhu tubuh.

Paracetamol tidak dianjurkan diberikan pada bayi < 2 bualn karena alasan

kenyamanan. Bayi baru lahir umumnya belum memiliki fungsi hati yang

sempurna, sementara efek samping paracetamol adalah hepatotoksik atau

gangguan hati.

Selain itu, peningkatan suhu pada bayibaru lahir yang bugar 16 (sehat) tanpa resiko

infeksi umumnya diakibatkan oleh factor lingkungan atau kurang cairan.

Efek samping parasetamol antara lain : muntah, nyeri perut, reaksi, alergi

berupa urtikaria (biduran), purpura (bintik kemerahan di kulit karena perdarahan

bawah kulit), bronkospasme (penyempitan saluran napas), hepatotoksik dan dapat

meningkatkan waktu perkembangan virus seperti pada cacar air (memperpanjang

masa sakit).

2) Ibuprofen

Ibuprofen merupakan obat penurun demam yang juga memiliki efek

antiperadangan. Ibuprofen merupakan pilihan kedua pada demam, bila alergi

terhadap parasetamol. Ibuprofen dapat diberikan ulang dengan jarak antara 6-8 jam
dari dosis sebelumnya. Untuk penurun panas dapat dicapai dengan dosis 5mg/Kg

BB.

Ibuprofen bekerja maksimal dalam waktu 1jam dan berlangsung 3-4 jam. Efek

penurun demam lebih cepat dari parasetamol. Ibuprofen memiliki efek samping

yaitu mual, muntah, nyeri perut, diare, perdarahan saluran cerna, rewel, sakit

kepala, gaduh, dan gelisah. Pada dosis berlebih dapat menyebabkan kejang bahkan

koma serta gagal ginjal.

b. Tindakan non farmakologis

Tindakan non farmakologis terhadap penurunan panas yang dapat dilakukan seperti

(Nurarif, 2015):

1) Memberikan minuman yang banyak

2) Tempatkan dalam ruangan bersuhu normal

3) Menggunakan pakaian yang tidak tebal

4) Memberikan kompres

Kompres adalah metode pemeliharaan suhu tubuh dengan menggunakan

cairan atau alat yang dapat menimbulkan hangat atau dingin pada bagian tubuh

yang memerlukan. Kompres meupakan metode untuk menurunkan suhu tubuh

(Ayu, 2015). Ada 2 jenis kompres yaitu kompres hangat dan kompres dingin. Pada

penelitian ini Peneliti menerapkan penggunaan kompres hangat.

Kompres hangat adalah tindakan dengan menggunakan kain atau handuk yang

telah dicelupkan pada air hangat, yang ditempelkan pada bagian tubuh tertentu

sehingga dapat memberikan rasa nyaman dan menurunkan suhu tubuh

(Maharani dalam Wardiyah 2016).

Kompres hangat yang diletakkan pada lipatan tubuh dapat membantu proses

evaporasi atau penguapan panas tubuh (Dewi, 2016). Penggunaan Kompres hangat
di lipatan ketiak dan lipatan selangkangan selama 10 – 15 menit dengan

temperature air 30-32oC, akan membantu menurunkan panas dengan cara panas

keluar lewat pori-pori kulit melalui proses penguapan.

Pemberian kompres hangat pada daerah aksila lebih efektif karena pada daerah

tersebut lebih banyak terdapat pembuluh darah yang besar dan banyak terdapat

kelenjar keringat apokrin yang mempunyai banyak vaskuler sehingga akan

memperluas daerah yang mengalami vasodilatasi yang akan memungkinkan

percepatan perpindahan panas dari tubuh ke kulit hingga delapan kali lipat lebih

banyak (Ayu, 2015).

J. Pencegahan

1. Cuci tangan dengan sering dan ajarkan anak untuk melakukan hal yang sama,

terutama sebelum dan sesudah makan, serta sebelum dan sesudah buang air kecil

atau buang air besar

2. Tunjukkan cara mencuci tangan yang benar pada anak

3. Selalu bawa hand sanitizer untuk membersihkan tangan jika tidak ada sabun

4. Hindari menyentuh hidup, mulut, dan mata karena dari sanalah virus dan bakteri

bisa masuk ke tubuh dan membuat terkena infeksi

5. Tutup mulut ketika batuk atau bersin. Ajarkan anak untuk melakukan hal yang

sama, Jika memungkinkan, palingkan wajah dari orang yang batuk atau bersin

6. Hindari berbagi cangkir, botol, atau alat makan lainnya dengan anak

K. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan fisik pada anak demam secara kasar dibagi atas status generalis

danefaluasi secara detil yang menfokuskan pada sumber infeksi. Pemerksaan status

generalis tidak dapat diabaikan karena menentukan apakah pasientertolong tokis atau
tidak toksis. Skala penilaian terdiri dari evaluasi secara menagis, reaksi terhadap orang

tua, variasikeadaan, respon social, warna kulit, dan status hidrasi.

Pemeriksaan awal : Pemeriksaan atas indikasi, kultur darah, urin atau feses,

pengembalian cairan, Serebrospinal, foto toraks, Darah urin dan feses rutin, morfolografi

darah tepi, hitung jenis leokosit.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Identitas klien

Meliputi : nama, tempat/ tanggal lahir, umur, jenis kelamin, nama orang tua,

perkerjaan orang tua, alamat, suku, bangsa, agama.

b. Keluhan utama

Klien yang biasanya menderita febris mengeluh suhu tubuh panas > 37,5 °C,

berkeringat, mual/muntah.

c. Riwayat kesehatan sekarang

Pada umumnya didapatkan peningktan suhu tubuh diatas 37,5 °C, gejala febris yang

biasanya yang kan timbul menggigil, mual/muntah, berkeringat, nafsu makan

berkurang, gelisah, nyeri otot dan sendi.

d. Riwayat kesehatan dulu

Pengakjian yang ditanyakan apabila klien pernah mengalmi penyakit sebelumnya.

e. Riwayat kesehatan keluarga

Penyakit yang pernah di derita oleh keluarga baik itu penyakit keturunan ataupun

penyakit menular, ataupun penyakit yang sama.

f. Genogram

Petunjuk anggota keluarga klien.

g. Riwayat kehamilan dan kelahiran


Meliputi : prenatal, natal, postnatal, serta data pemebrian

imunisasi pada anak.

h. Riwayat sosial

Pengkajian terhadap perkembangan dan keadaan sosial klien

i. Kebutuhan dasar

1) Makanan dan minuman

Biasa klien dengan febris mengalami nafsu makan, dan susuh untuk makan

sehingga kekurang asupan nutrisi.

2) Pola tidur

Biasa klien dengan febris mengalami susah untuk tidur karena klien merasa

gelisah dan berkeringat.

3) Mandi

4) Eliminasi

Eliminasi klien febris biasanya susah untuk buang air besar dan juga bisa

mengakibatkan terjadi konsitensi bab menjadi cair.

j. Pemeriksaan fisik

1) Kesadaran

Biasanya kesadran klien dengan febris 15 – 13, berat badan serta tinggi badan

2) Tanda – tanda vital

Biasa klien dengan febris suhunya > 37,5 °C, nadi > 80 x i

3) Head to toe

a) Kepala dan leher

Bentuk, kebersihan, ada bekas trauma atau tidak

b) Kulit, rambut, kuku

Turgor kulit (baik-buruk), tidak ada gangguan / kelainan.


c) Mata

Umumnya mulai terlihat cekung atau tidak.

d) Telingga, hidung, tenggorokan dan mulut

Bentuk, kebersihan, fungsi indranya adanya gangguan atau tidak,

biasanya pada klien dengan febris mukosa bibir klien akan kering dan

pucat.

e) Thorak dan abdomen

Biasa pernafasan cepat dan dalam, abdomen biasanya nyeri dan ada

peningkatan bising usus bising usus normal pada bayi 3 – 5 x i.

f) Sistem respirasi

Umumnya fungsi pernafasan lebih cepat dan dalam.

g) Sistem kardiovaskuler

Pada kasus ini biasanya denyut pada nadinya meningkat

h) Sistem muskuloskeletal

Terjadi gangguan apa tidak.

i) Sistem pernafasan

Pada kasus ini tidak terdapat nafas yang tertinggal / gerakan nafas dan

biasanya kesadarannya gelisah, apatis atau koma

k. Pemeriksaan tingkat perkembangan

1) Kemandirian dan bergaul

Aktivitas sosial klien

2) Motorik halus

Gerakan yang menggunakan otot halus atau sebagian anggota tubuh

tertentu, yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih.


Misalnya : memindahkan benda dari tangn satu ke yang lain, mencoret –

coret, menggunting

3) Motorik kasar

Gerakan tubuh yang menggunakan otot – otot besar atau sebagian besar

atau seluruh anggota tubuh yang di pengaruhi oleh kematangan fisik anak

contohnya kemampuan duduk, menendang, berlari, naik turun

tangga ( Lerner & Hultsch. 1983)

4) Kognitif dan bahasa

Kemampuan klien untuk berbicara dan berhitung.

l. Data penunjang

Biasanaya dilakukan pemeriksaan labor urine, feses, darah, dan biasanya leokosit nya

> 10.000 ( meningkat ) , sedangkan Hb, Ht menurun.

m. Data pengobatan

Biasanya diberikan obat antipiretik untuk mengurangi shu tubuh klien, seperti

ibuprofen, paracetamol.

2. Kemungkinan diagnosa yang akan muncul

a. Hipertemia berhubungan dengan proses pengobtan / infeksi

b. Hypovolemia berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif

c. Ansietas berhubungan dengan kekhawatiran mengalami kegagalan

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan anggota tubuh.

e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan

f. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis

g. Nausea berhubungan dengan faktor psikologis

3. Rencana Asuhan Keperawatan

N NO TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL


O KRITERIA HASIL
DIAGNOSA
1. 1 Setelah dilakukan 1. Monitor TTV 1. Untuk mengetahui
tindakan keperawatan 2. Berikan kompres air keadaan umum
hangat (daerah aksila pasien
selama 3 x 24 jam
dan lipatan paha) 2. Agar demam
diharapkan, suhu pasien cepat turun
3. Berikan penjelasan
tubuh kembali normal, tentang penyebab 3. Agar pasien
dengan kriteria hasil : demam atau mengetahui
peningkatan suhu penyebab demam
1. Suhu tubuh dalam dan bisa
rentang normal 4. Anjurkan pasien
(36,5-37,5℃) untuk banyak minum mengatasinya
2. Nadi 5. Kolaborasikan dengan 4. Agar asupan cairan
(80-100x/menit) dokter terkait dengan pasien tercukupi
dan RR 5. Agar suhu tubuh
pemberian cairan
(16-20x/menit) pasien kembali ke
dalam rentang intravena paracetamol
rentang normal
normal
3. Tidak ada (36,5-37,5℃)
perubahan warna
kulit dan
tidak ada pusing

2. 2 Setelah dilakukan 1. Observasi tanda-tanda 1. Mengetahui


vitan dan gejala keadaan umum
tindakan
hypovolemia pasien dan
keperawatan selama 2. Monitor intake dan membantu adanya
3 x 24 jam output cairan perubahan tanda-
3. Hitung kebutuhan tanda vital serta
diharapkan status
cairan gejala-gejala yang
cairan pasien 4. Berikan asupan cairan memperparah
membaik dengan oral hipovolemik
5. Anjurkan 2. Menentukan status
kriteria hasil: memperbanyak asupan keseimbangan
1. Tugor kulit cairan oral cairan di dalam
kembali 6. Kolaborasi pemberian tubuh pasien
meningkat cairan IV Isotonis 3. Agar kebutuhan
2. Membrane (RL, NaCl) cairan pasien
mukosa lembab terpenuhi
3. Tidak 4. Untuk
merasakan mempercepat
lemas pemenuhan
kebutuhan cairan
IV
5. Agar mempercepat
pemenuhan cairan
yang kurang
6. Cairan IV isotonis
membantu
memenuhi
sejumlah cairan
yang telah hilang
3. 3 Setelah dilakukan 1. Monitor TTV 1. Untuk
2. Ciptakan suasana mengetahui
tindakan terapiutik untuk keadaan umum
keperawatan selama menumbuhkan pasein
kepercayaan 2. Untuk
3 x 24 jam 3. Dengarkan dengan menumbuhkan
diharapkan penuh perhatian rasa kepercayaan
4. Anjurkan keluarga
pada pasien
kecemasan pasien agar tetap bersama
terhadap apapun
pasien
dapat menurun 5. Latih tehnik relaksasi 3. Agar pasien bisa
6. Kolaborasi pemberian lebih merasa lega
dengan kriteria hasil:
obat ansietas 4. Agar pasien tidak
1. TTV dalam batas merasa sendirian
normal: TD (110- pasca cemas
120 mmHg), S 5. Untuk
(36,5-37,5℃), N mengurangi rasa
(80-100x/menit) kecemasan
dan RR (16- pasien
20x/menit) 6. Untuk
2. Postur tubuh, mengurangi rasa
ekspresi wajah, cemas yang
bahasa tubuh diderita pasien
dan tingkat
aktivitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan
3. Mampu
mengidentifikasi
dan
mengungkapkan
gejala cemas

4. 4 Setelah dilakukan 1. Monitor TTV 1. Untuk mengetahui


2. Identifikasi fungsi tubuh keadaan umum
tindakan yang mengakibatkan pasien
keperawatan selama kelelahan 2. Agar mengetahui
3. Laukan latihan rentang bagian mana yang
3 x 24 jam gerak pasif/aktif merasa kelelahan
4. Anjurkan melakukan
diharapkan toleransi 3. Untuk melatih
aktivitas pasien aktivitas secara kekuatan otot
bertahap 4. Agar bisa
membaik dengan 5. Kolaborasi dengan ahli melalukan
kriteria hasil: gizi tentang cara aktivitas secara
peningkatan asupan
1. TTV dalam batas bertahap
makanan
normal: TD (110- 5. Agar asupan
120 mmHg), S nutrisi pasien
(36,5-37,5℃), N terpenuhi
(80-100x/menit)
dan RR (16-
20x/menit)
2. Mampu
melakukan
aktivitas sehari-
hari secara
mandiri
5. 5 Setelah dilakukan 1. Identifikasi pola tidur 1. Untuk
tindakan keperawatan
dan aktivitas mengetahui jam
2. Identifikasi faktor tidur pasien
selama 3 x 24 jam pengganggu tidur 2. Untuk
diharapkan kwalitas 3. Modifikasi mengetahui
lingkungan penyebab yang
tidur pasien tercukupi 4. Tetapkan jadwal tidur mengganggu
dengan kriteria hasil: rutin
tidurnya
5. Anjurkan
1. Kwalitas tidur 3. Agar pasien
menghindari
dalam batas makanan/mnuman dapat tidur
normal (6-8 yang mengganggu dengan tenang
jam/hari) tidur 4. Agar pasien
2. Perasaan segar 6. Ajarkan tehnik terbiasa dengan
ketika bangun relaksasi otot jadwalnya
tidur autogeik 5. Agar tidak
3. Mampu mengganggu
mengidentifikas kwalitas tidur
i hal-hal yang 6. Agar pasien
dapat mudah untuk
meningkatkan
melakukan
tidur
relaksasi
6 6 Setelah dilakukan 1. Monitor TTV 1. Untuk mengetahui
tindakan keperawatan
2. Monitor berat badan keadaan umum
3. Sajikan makanan pasien
selama 3 x 24 jam secara menarik dan 2. Agar tidak ada
diharapkan nutrisi suhu yang sesuai penurunan berat
4. Anjurkan posisi badan yang drastic
pasien tercukupi duduk 3. Untuk menambah
dengan kriteria hasil: 5. Kolaborasi dengan
nafsu makan
ahli gizi untuk
1. TTV dalam pasien
menentukan selang
batas normal: jumlah kalori dan 4. Agar pasien
TD (110-120 jenis nutrient yang mudah untuk
mmHg), S dibutuhkan makan dan tidak
(36,5-37,5℃), tersedak
N 5. Untuk memenuhi
(80-100x/menit kebutuhan nutrisi
) dan RR (16- pasien
20x/menit)
2. Berat badan
ideal sesuai
dengan tinggi
badan
3. Tidak terjadi
penurunan
berat badan
yang berarti
7 7 Setelah dilakukan 1. Monitor TTV 1. Untuk
tindakan keperawatan
2. Identifikasi penyebab mengetahui
mual keadaan umum
selama 3x 24 jam 3. Berikan makanan pasien
diharapkan nausea dalam jumlah kecil dan 2. Untuk
menarik mengetahui
pasien dapat 4. Anjurkan istirahat dan penyebab mual
berkurang dengan tidur yang cukup
3. Agar menambah
5. Ajarkan tehnik relakasi
kriteria hasil: nafsu makan
6. Kolaborasi dengan
dokter pemberian pasien
1. TTV dalam batas 4. Agar kondisi
normal: TD (110- antiemetik
pasien segera
120 mmHg), S
pulih
(36,5-37,5℃), N
5. Untuk
(80-100x/menit)
mengurangi rasa
dan RR (16-
mual
20x/menit)
6. Untuk
2. Tidak ada tanda-
mengurangi rasa
tanda mual
mual
muntah

4. Implementasi

Setelah rencana tindakan keperawatan di susun maka untuk selanjutnya adalah

pengolahan data dan kemudian pelaksanaan asuhan keperawatan sesuai dengan

rencana yang telah di susun tersebut. Dalam pelakasaan implementasi maka perawat

dapat melakukan obesrvasi atau dapat mendiskusikan dengan klien atau keluarga

tentang tindakan yang akan di lakukan.


5. Evaluasi

Evaluasi adalah langkah terakir dalam asuhan keperawatan, evaluasi

dilakuakan dengan pendekatan SOAP ( data subjektif, data objektif, analisa,

planning ). Dalam evaluasi ini dapat ditentukan sejauh mana keberhasilan rencana

tindakan keperawatan yang harus dimodifikasi.


DAFTAR PUSTAKA

Gloria M Bulechek, dkk. 2013.  Nursing Interventions classification (NIC).

Jakarta: Moco Media

Nurarif & Kusuma. 2013.  Aplikasi Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC.

Jakarta : Mediaction Publishing

Sue Moorhead, dkk. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). Jakarta :

Moco Media

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.

Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.

Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.

Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai