Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FEBRIS DI RUANG IGD RSUD IBU

FATMAWATI SOEKARNO SURAKARTA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Gawat Darurat

Dosen Pembimbing : Cahyo Pramono.,S.Kep.Ns.,M.Kep.

Disusun Oleh Kelompok 24 (3C D3 Keperawatan) :

Verlanova Joviani (1902112)

Vika Fahdyan Melisatari (1902113)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KLATEN

2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Menurut (Tamsuri,2006) febris (panas) dapat didefinisikan keadaan ketika
individual mengalami atau berisiko mengalami kenaikan suhu tubuh terus menerus
lebih dari 37,8°C peroral atau 37,9°C per rectal karena faktor eksternal. Sedangkan
menurut (Ann M Arifin, 2000) suhu tubuh dapat dikatakan normal apabila suhu
36,5°C – 37,5°c, febris 37°C - 40°c dan febris >40°C. Demam terjadi bila berbagai
proses infeksi dan non infeksi dan berinteraksi dengan mekanisme hospes. Pada
perkembangan anak disebabkan oleh agen mikrobiologi yang dapat dikenali dan
demam menghilang sesudah masa yang pendek. Menurut pendapat lain (Sodikin,
2012) demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat
peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus. Sebagian besar demam pada anak
merupakan akibat dari perubahan pada pusat panas (termoregulasi) di hipotalamus
penyakit-penyakit yang ditandai dengan adanya demam dapat menyerang sistem
tubuh.
Sebagian besar kondisi febris yang terjadi pada bayi dan anak disebabkan oleh
virus, dan anak sembuh tanpa terapi spesifik. Namun infeksi bakteri serius seperti
meningitis,sepsis,osteomilitis,stritis spesis,infeksi traktus
urinarius,pneumonia,endokarditis,gastroenteritis dapat mula-mula muncul sebagai
demam tanpa tanda yang menunjuk pada suatu lokasi.

B. Etiologi
Demam merupakan gejala yang muncul karena adanya berbagai macam reaksi
yang timbul pada tubuh, dan menandakan bahwa melakukan perlawanan terhadap
suatu penyakit. Namun berbagai penelitian setuju bahwa penyebab terbesar adalah
infeksi. Penelitian di RSCM menemukan bahwa angka kejadian demam yang
diakibatkan oleh infeksi mencapai angka 80%, sedangkan sisanya adalh karena
kolagen-vaskuler sebanyak 6% dan penyakit keganasan sebanyak 5%. Untuk penyakit
infeksi karena bakteri mencakup tuberkulosis, bakterimia, demam tifoid, dan infeksi
saluran kemih (ISK) sebagai penyebab tertinggi (Bakry B, Tumberlaka A, Chair I,
2008).
Dalam studi yang dilakukan oleh Limper M et al (2011), mereka mendapatkan
temuan yang sama seperti yang dilakukan di RSCM. Ditemukan bahwa infeksi
merupakan penyebab demam terbanyak. Untuk bakteri gram negatif sendiri lebih
cenderung menyebabkan bakterimia, atau dengan kata lain memberikan infeksi
sistematik. Hanya 1 dari 20 pasien yang ditemukan dengan demam selain bakteri
(Limper M et al,2011). Penyebab demam paling non infeksi yang dapat ditemukan
adalah demam karena kanker melalui jalur tumor,alergi,dan tranfusi darah (Dalal S,
Donna S, Zhukousky,2006).

C. Manifestasi Klinis
Terdapat banyak hal yang dapat menyebabkan demam. Pemecahan protein dan
beberapa substansi lainnya seperti toksin liposakarida yang dilepaskan dari sel
membran bakteri. Perubahan yang terjadi adalah peningkatan set – point meningkat.
Segala sesuatu yang menyebkan kenaikan set – point ini kemudian dikenal dengan
sebutan pyrogen. Saat set – point lebih tinngi dari normal tubuh akan mengeluarkan
mekanisme untuk meningkatkan suhu tubuh, termasuk konservasi panas dan produksi
panas. Dalam hitungan jam suhu tubuh akan mendekati set – point.
Awal mulai pyrogen dilepaskan adalah saat terjadi pemecahan bakteri di
jaringan atau di darah melalui mekanisme pagositosis oleh leukosit, makrofag, dan
large granular killer lymphocytes. Ketiga sel tersebut akan melepaskan sitokin setelah
melakukan pencernaan. Sitokin adalah sekelompok peptide signalling molecule.
Sotokin yang paling berperan dalam menyebabkan demam adalah interleukin- 1 (IL-
1) atau disebut juga endogeneous pyrogen. IL-1 dilepaskan oleh magrofak dan sesaat
setelah mencapai hypothalamus, mereka akanmengaktivasi proses yang menyebabkan
dema (Guyton, Arthur C, Hall, Jhon E. 2006)

D. Patofisiologi
Dengan peningkatan suhu tubuh terjadi peningkatan kecepatan metabolisme
basa. Jika hal ini disertai dengan penurunan masukan makanan akibat anoreksia, maka
simpanan karbohidrat, protein serta lemak menurun dan metabolisme tenaga otot dan
lemak dalam tubuh cendrung dipecah dan terdapat oksidasi tidak lengkap dari lemak,
dan ini mengarah pada ketosis (Sacharin. 1996 ).
Dengan terjadinya peningkatan suhu, tenaga konsentrasi normal, dan pikiran
lobus hilang. Jika tetap dipelihara anak akan berada dalam keaadaan bingung,
pembicaraan menjadi inkoheren dan akirnya ditambah dengan timbulnya stupor dan
koma (Sacharin. 1996 ).
Kekurangan cairan dan elektrolit dapat mengakibatkan demam, karna cairan
dan eloktrolit ini mempengaruhi keseimbangan termoregulasi di hipotalamus anterior.
Jadi apabila terjadi dehidrasi atau kekurangan cairan dan elektrolit maka
keseimbangan termoregulasi di hipotalamus anterior mengalami gangguan.
Pada pasien febris atau demam pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan,
yaitu dengan pemeriksaan darah lengkap misalnya : Hb, Ht, Leokosit. Pada
pasienfebris atau demam biasanya pada Hb akan mengalami penurunan, sedangkan Ht
dan Leokosit akan mengalami peningkatan. LED akan meningkat pada pasien
observasi febris yang tidak diketahui penyebabnya, ( pemeriksaan sputum diperlukan
untuk pasien yang menderita demam dan disertai batuk – batuk ) ( Isselbacher. 1999 )

E. Pathway
Agen infeksius dehidrasi
Mediator inflamasi

Tubuh kehilangan cairan elektrolit


Monosit/makrofag

Penurunan cairan intrasel dan ekstrasel


Sitokin pirogen

demam

Mempengaruhi hipotalamus
anterior
Ph berkurang gangguan
Rasa nyaman
aksi antipiretik meningkatnya anoreksia
peningkatan evaporasi metabolik tubuh
rewel
kelemahan input makanan berkurang
risiko defisit volume cairan
cemas

Intoleransi
Risiko nutrisi kurang
aktivitas
dari kebutuhan tubuh Kurang
pengetahuan
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan fisik pada anak demam secara kasar dibagi atas status generalis
danefaluasi secara detil yang menfokuskan pada sumber infeksi. Pemerksaan status
generalis tidak dapat diabaikan karena menentukan apakah pasientertolong tokis atau
tidak toksis. Skala penilaian terdiri dari evaluasi secara menagis, reaksi terhadap
orang tua, variasikeadaan, respon social, warna kulit, dan status hidrasi.
Pemeriksaan awal : Pemeriksaan atas indikasi, kultur darah, urin atau feses,
pengembalian cairan, Serebrospinal, foto toraks, Darah urin dan feses rutin,
morfolografi darah tepi, hitung jenis leokosit.

G. Komplikasi
Dehidrasi : demam ↑penguapan cairan tubuh
Kejang demam : jarang sekali terjadi (1 dari 30 anak demam).
Sering terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Serangan dalam 24 jam pertama
demam dan umumnya sebentar, tidak berulang. Kejang demam ini juga tidak
membahayan otak.
Menurut Corwin (2000),komplikasi febris diantaranya:
a. Takikardi
b. Insufisiensi jantung
c. Insufisiensi pulmonal
d. Kejang demam

H. Penatalaksanaan
1. Medis
Pada keadaan hipepireksia ( demam ≥ 41 °C ) jelas diperlukan penggunaan obat –
obatan antipiretik. Ibuprofen mungkin aman bagi anak – anak dengan kemungkinan
penurunan suhu yang lebih besar dan lama kerja yang serupa dengan kerja
asetaminofin ( Isselbacher. 1999 ).
2. Keperawatan
Pengelolaan pada penderita febris meliputi diagnosa keperawatan dan rencana
tindakan sebagai berikut:
Diagnosa pertama yang muncul yaitu hipertemi yang ditandai dengan peningkatan
suhu tubuh dari 37,8 °C peroral atau 38,8 °C perektal. Diagnosa ini mempunyai
tujuan yaitu : kaji tentang penyebab hipertemi, monitor tanda – tanda vital, berikan
kompres air hangat untuk merangsang penurunan panas atau demam, anjurkan pasien
untuk banyak istirahat, pantau dan pengeluaran, ajarkan pentingnya peningkatan
masukan cairan selama cuaca hangat dan latihan, jelaskan kebutuhan untuk
menghindari alkohol, kafein, dan makan banayak selama cuaca panas, hindari
aktivitas di luar ruangan anatara pukul 11.00 – 14.00, ajarkan tanda – tanda awal
hipertemi atau sengatan panas : kulit merah, sakit kepala, keletihan, kehilangan nafsu
makan, kaloborasi dalam pemeberian antipiretik.
Diagnosa keperawatan yang kedua muncul yaitu resiko defesit volume cairan yang
ditandai dengan dehidrasi peningkatan penguapan / evaporasi ( Doenges. 2000 ).
Tujuan yang hendak dicapai adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan, defisit
volume cairan dapat diatasi. Kriteria hasil yang diharapkan adalah mempertahankan
cairan dan elektrolit dalam tubuh. Intervensinya yaitu kaji masukan dan haluan cairan,
kaji tanda – tanda vital pasien, ajarkan pasien pentingnya mempertahankan masukan
yang adekuat ( sedikitnya 2000 ml / hari, kecuali terdapat kontra indikasi penyakit
jantung, ginjal ), kaji tanda dan gejala dini defeisit volume cairan ( mukosa bibir
kering, penurunan berat badan ), timbang berat badan setiap hari.

I. Pengkajian Keperawatan
1) Pengkajian Primer

Selalu menggunakan pendekatan ABCDE.

 Airway
- yakinkan kepatenan jalan napas
- berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
- jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan
bawa segera mungkin ke ICU
 Breathing
- kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang
signifikan
- kaji saturasi oksigen
- periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan kemungkinan
asidosis
- berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
- auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
- periksa foto thorak
 Circulation
- kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan
- monitoring tekanan darah, tekanan darah <>
- periksa waktu pengisian kapiler
- pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar
- berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel
- pasang kateter
- lakukan pemeriksaan darah lengkap
- siapkan untuk pemeriksaan kultur
- catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature kurang
dari 36°C
- siapkan pemeriksaan urin dan sputum
- berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.
 Disability

Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal
sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan
menggunakan AVPU.

 Exposure

Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat
suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.

2) Pengkajian Sekunder
 Aktivitas dan istirahat
- Subyektif : Menurunnya tenaga/kelelahan dan insomnia
 Sirkulasi
- Subyektif : Riwayat pembedahan jantung/bypass cardiopulmonary,
fenomena embolik (darah, udara, lemak)
- Obyektif : Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya
hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock)
- Heart rate : takikardi biasa terjadi
- Bunyi jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen pulmonic) dapat
terjadi disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan normal
- Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin. Cyanosis biasa
terjadi (stadium lanjut)
 Integritas Ego
- Subyektif : Keprihatinan/ketakutan, perasaan dekat dengan kematian
- Obyektif : Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel, perubahan mental.
 Makanan/Cairan
- Subyektif : Kehilangan selera makan, nausea
- Obyektif : Formasi edema/perubahan berat badan, hilang/melemahnya
bowel sounds
 Neurosensori
- Subyektif atau Obyektif : Gejala truma kepala, kelambatan mental,
disfungsi motorik
 Respirasi
- Subyektif : Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi pulmolal
diffuse, kesulitan bernafas akut atau khronis, “air hunger”
- Obyektif : Respirasi : rapid, swallow, grunting
 Rasa Aman
- Subyektif : Adanya riwayat trauma tulang/fraktur, sepsis, transfusi darah,
episode anaplastik
 Seksualitas
- Subyektif atau obyektif : Riwayat kehamilan dengan komplikasi eklampsia

J. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sistematis menurut Muslihatun (2010) adalah :
1) Kepala : untuk mengkaji ubun-ubun besar, ubun-ubun kecil, adalah mesochepal
atau makrocephal serta adakah kelainan cephal hematoma caput succedenaeum,
hidrosephalus.
2) Muka : adakah tanda-tanda paralisis ( kelumpuhan otot wajah) antara lain : wajah
asimetris, peningkatan air mata, gerakan kelopak mata lambat (Muttaqin, 2012).
3) Mata : adakah kotoran di mata, adakah warna kuning di sklera dan warna putih
pucat di konjungtiva.
4) Telinga : adakah serumen atau cairan simetris atau tidak.
5) Mulut : adakah sianosis dan bibir kering, adakah kelainan seperti labioskizis, atau
labio palatoskizis.
6) Hidung : adakah nafas cuping, kotoran yang menyumbat jalan nafas.
7) Leher : adakah pembesaran kelenjar thyroid.
8) Dada : simetris atau tidak, retraksi, frekuensi bunyi jantung, adakah kelainan.
9) Abdomen : bentuk, dinding perut dan adanya benjolan, penonjolan sekitar tali
pusat, perdarahan tali pusat, adakah pembesaran hati, dan limpa.
10) Genetalia : jika laki-laki apakah testis sudah turun pada skrotum, perempuan
apakah labi mayora sudah menutupi labia minora.
11) Ekstremitas : adakah oedema, tanpa sianosis, akral dingin, apakah sudah melebihi
jari-jari,apakah kuku sudah melebihi jari-jari,apakah ada kelainan polidaktili atau
sindaktili.
12) Anus : apakah anus berlubang atau tidak.

K. Diagnosa Keperawatan
1. hipertermia berhubungan dengan proses pengobatan/infeksi
2. nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis

L. Intervensi Keperawatan
a. Hipertermia berhubungan dengan proses pengobatan/infeksi

No. dx Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


1. Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau suhu dan tanda-tand vital.
keperawatan selama 1x3 jam 2. Monitor asupan dan keluaran,sadari
diharapkan suhu tubuh perubahan kehilangan cairan yang
kembali normal dengan KH : dirasakan.
- Suhu tubuh dalam rentang 3. Pantau komplikasi-komplikasi yang
normal berhubungan dengan demam, serta
- Nadi dan RR dalam tanda gejala kondisi demam
rentang normal (misalnya,kejang,ketidakseimbangan
- Tidak ada perubahan asam-basa,aritmia jantung,dan
warna kulit dan tidak ada perubahan abnormalitas sel).
pusing 4. Dorong konsumsi cairan.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis

No. dx Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


2. Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri
keperawatan selama 1x3 jam komprehensif.
diharapkan rasa nyeri pada pasien 2. Ajarkan penggunaan teknik non
menurun dengan kriteria hasil : farmakologi.
- Pasien tidak mengeluh nyeri 3. Dorong istirahat.tidur yang
- Mampu mengenali nyeri adekuat untuk membantu

- Mampu mengontrol nyeri. penurunan nyeri.


4. Kolaborasikan dengan tim
medis penggunaan farmakologi.

M. Implementasi
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada
nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena
itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor
yang mempengaruhi masalah kesehatan klien. Adapun tahap-tahap dalam tindakan
keperawatan adalah sebagai berikut :
1. Tahap 1 : persiapan
Tahap awal tindakan keperawatan ini perawat mengevaluasi hasil identifikasikan pada
tahap perencanaan.
2. Tahap 2 : pelaksanaan
Fokus tahap pelaksaan tindakan keperawatan adalah kegiatan dari perencaan untuk
mmenuhi kebutuhan fisik dan emosional. Pendekatan tindakan keperawatan meliputi
tindakan : independen, dependen, dan interpenden.
3. Tahap 3 : dokumentasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan
akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.
N. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah
kegiatan yang di sengaja dan terus menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan
anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang
kesehatan, patofisiologi dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai
apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk meakukan
pengkajian (Lismidar, 1990 dalam Padia, 2012).
Daftar Pustaka

Anatomi Fisiologi Saraf 2. Anak Kedokteran. http://ibnufajarew. blogspot. com

/2013/05/anatomi-dan-fisiologi-saraf.html.

Laurralee Sherwood. .2001. Fisiologi Manusia. Edisi 2, Jakarta : EGC.

NANDA , NOC – NIC. Edisi ke 6. Editor bahasa Gloria M. Bulecheck, dkk: elsevier.

Nuratif AH, Kusuma H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagniosa Medis
& NANDA NIC – NOC. Jogjakarta. Media Action.

Setyowati, Lina. Hubungan Tingkat Pengetahuan Orang tua dengan Penaganan Demam Pada
anak Balita di Kmapung Bakalan Kdipiro Banjarsari Surakarta. Skripsi. STIKES PKU
Muhammdadiah Surakrta. 2013.

Sodikin. Prinsip Perawatan Demam Pada Anak. Pustaka Belajar. Yogyakrta 2012.
RESUME ASUHAN KEPERAWATAN

Data pasien :

Nama Pasien : Tn. S

Tanggal lahir/Umur : 10 April 1948 / 74 tahun

Nomor Rekam Medis :0043xxx

Diagnosa Medis : Febris

Tanggal pengkajian : 31-5-2022

A. Analisa Data :

no symptom etiologi problem

1. DS : Proses pengobatan/infeksi Hipertermi


- Pasien mengatakan demam
selama 1 hari terakhir.
- Pasien mengatakan suhu tubuh
pasien panas.
DO :
- pasien tampak pucat
- pasien tampak lemas
- TD = 170/100 mmHg
- N = 87 x/menit
- S = 37,7°C
- RR = 24 X/menit
2. DS : Agen cedera biologis Nyeri akut
Keluarga pasien mengatakan nyeri
pada perut bagian kanan bawah.

DO :
- Pasien tampak gelisah
- P = Penyakit
- Q = seperti ditusuk-tusuk
- R = perut
- S=5
- T = hilang timbul

B. Masalah Keperawatan/Diagnosa Keperawatan :


1. Hipertermi berhubungan dengan penyakit.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis.

C. Intervensi Keperawatan

No. Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


dx
1. Setelah dilakukan tindakan Perawatan demam (3740)
keperawatan selama 1x3 a. Pantau suhu & tanda-tanda vital.
jam diharapkan suhu tubuh b. Monitor asupan dan keluaran, sadari
kembali normal dengan perubahan kehilangan cairan yang
KH : dirasakan.
1) Suhu tubuh dalam c. Pantau komplikasi-komplikasi yang
rentang normal. berhubungan dengan demam,serta
2) Nadi dan RR tanda gejala kondisi demam.
dalam rentang d. Dorong konsumsi cairan.
normal
2. Setelah dilakukan tindakan Manajemen cairan (1400)
keperawatan selama 1x3 1. Lakukan pengkajian nyeri
jam diharapkan rasa nyeri komprehensif.
menurun dengan KH : 2. Ajarkan penggunaan teknik non
- Pasien tidak farmakologi.
mengeluh nyeri. 3. Dorong istirahat/tidur yang adekuat.
- Mampu 4. Kolaborasikan dengan tim medis
mengontrol nyeri. penggunaan farmakologi.

D. Implementasi Keperawatan
Hari/Tgl Jam No. Implementasi Respon TT
Dx
Selasa, 31 10.00 1,2 Mengkaji TTV - Pasien Vika,
Mei 2022 kooperatif Verla
TD = 170/100
mmHg
N = 87 x/menit
RR = 24
x/menit
S = 37,7°C

10.10 1,2 Memberikan cairan infus RL - Pasien


20 tpm kooperatif
terhadap
tindakan yang
dilakukan oleh
perawat.

10.25 1 Menganjurkan mengonsumsi - Pasien


air putih yang banyak mengerti dan
melakukan apa
yang
dianjurkan oleh
perawat.
Melakukan pengkajian nyeri
10.30 2 secara komprehensif - Pasien
mengatakan
nyeri pada
perut, skala 5,
seperti ditusuk-
tusuk,waktunya
11.00 1,2 Memberikan injeksi hilang timbul
paracetamol 1000
mg,ranitidin 1 amp - Pasien
kooperatif
11.15 2 Mengajarkan teknik nyeri
non farmakologi : latihan - Pasien
nafas dalam mengerti dan
melakukan apa
Memantau komplikasi- yang
komplikasi yang diperintahkan
11.20 1
berhubungan dengan demam, oleh perawat.
serta tanda gejala demam.
- Pasien tidak
kejang selama
demam

E. Evaluasi

No. dx Hari/tgl Jam Evaluasi TT


1 Selasa 11.30 S: pasien mengatakan badannya sudah Vika,
31-05- agak tidak panas Verla
2022 O: pasien tampak lebih segar dari
pertama datang
A: hipertermi teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan
- Monitor tanda-tanda vital
2 Selasa 11.40 S: pasien mengatakan nyeri berkurang Vika,
31-05- O: pasien tampak masih gelisah Verla
2022 TD = 100/80 mmHg
N = 85 x/menit
RR = 24 x/menit
S = 37°C
A: nyeri akut teratasi sebagian
P: intervensi dilanjtkan
- Kolaborasikan dengan tim medis
penggunaan farmakologi

Anda mungkin juga menyukai