Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

FEBRIS

DERLINNA BANTOYOT
NIM: PO7120422087

Preceptor Institusi Preceptor Klinik

POLTEKKES KEMENKES PALU


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROFESI NERS
2023
KONSEP TEORI
1. Pengertian

Demam merupakan proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk
ke dalam tubuh. Demam terajadi pada suhu > 37, 2°C, biasanya disebabkan oleh
infeksi (bakteri, virus, jamu atau parasit), penyakit autoimun, keganasan ,
ataupun obat – obatan (Surinah dalam Hartini, 2015).

Demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat
peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus. Sebagian besar demam pada
anak merupakan akibat dari perubahan pada pusat panas (termoregulasi) di
hipotalamus. Penyakit – penyakit yang ditandai dengan adanya demam dapat
menyerang sistem tubuh. Selain itu demam mungkin berperan dalam
meningkatkan perkembangan imunitas spesifik dan non spesifik dalam
membantu pemulihan atau pertahanan terhadap infeksi (Sodikin dalam
Wardiyah, 2016).

Demam thypoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan pencernaan
dan gangguan kesadaran. Demam thypoid merupakan penyakit infeksi usus halus
dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan saluran
pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. Demam typoid biasanya
suhu meningkat pada sore atau malam hari kemudian turun pada pagi harinya
(Lestari, 2016).

2. Klasifikasi

Menurut Nurarif (2015) klasifikasi demam adalah sebagai berikut:

a. Demam septik

Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari
dan turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai
keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun
ketingkat yang normal dinamakan juga demam septik.

b. Demam remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu
badan normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua
derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat demam septik.

c. Demam intermiten

Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu
hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut tersiana dan
bila terjadi dua hari terbebas demam diantara dua serangan demam disebut
kuartana.

d. Demam kontinyu

Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada
tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.

e. Demam siklik

Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh
beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti
oleh kenaikan suhu seperti semula. Suatu tipe demam kadang-kadang
dikaitkan dengan suatu penyakit tertentu misalnya tipe demam intermiten
untuk malaria. Seorang pasien dengan keluhan demam mungkin dapat
dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas seperti : abses, pneumonia,
infeksi saluran kencing, malaria, tetapi kadang sama sekali tidak dapat
dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas. Dalam praktek 90% dari
para pasien dengan demam yang baru saja dialami, pada dasarnya merupakan
suatu penyakit yang self-limiting seperti influensa atau penyakit virus sejenis
lainnya. Namun hal ini tidak berarti kita tidak harus tetap waspada terhadap
infeksi bakterial. (Nurarif, 2015)

3. Etiologi

Demam sering disebabkan karena infeksi. Penyebab demam selain infeksi


juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia, keganasan atau reaksi terhadap
pemakaian obat, juga pada gangguan pusat regulasi suhu sentral (misalnya
perdarahan otak, koma). Pada dasarnya untuk mencapai ketepatan diagnosis
penyebab demam diperlukan antara lain: ketelitian pengambilan riwayat penyakit
pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisik, observasi perjalanan penyakit dan
evaluasi pemeriksaan laboratorium, serta penunjang lain secara tepat dan holistic
(Nurarif, 2015)

Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran. Demam dapat


berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan, penyakit metabolik
maupun penyakit lain. Demam dapat disebabkan karena kelainan dalam otak
sendiri atau zat toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-
penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi (Guyton dalam Thabarani, 2015).

Demam sering disebabkan karena; infeksi saluran pernafasan atas, otitis


media, sinusitis, bronchiolitis,pneumonia, pharyngitis, abses gigi, gingi
vostomatitis, gastroenteritis, infeksi saluran kemih, pyelonephritis, meningitis,
bakterimia, reaksi imun, neoplasma, osteomyelitis (Suriadi, 2006).

Pada dasarnya untuk mencapai ketepatan diagnosis penyebab demam


diperlukan antara lain: ketelitian penggambilan riwayat penyakit pasien,
pelaksanaan pemeriksaan fisik, observasi perjalanan penyakit dan evaluasi
pemeriksaan laboratorium serta penunjang lain secara tepat dan holistik.
Beberapa hal khusus perlu diperhatikan pada demam adalah cara timbul demam,
lama demam, tinggi demam serta keluhan dan gejala yang menyertai demam.

Sedangkan menurut Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal dalam


Thobaroni (2015) bahwa etiologi febris,diantaranya :

a. Suhu lingkungan.

b. Adanya infeksi.

c. Pneumonia.

d. Malaria.

e. Otitis media.

f. Imunisasi

Penyebab utama demam thypoid ini adalah bakteri salmonella thypi. Bakteri
salmonella thypi adalah berupa basil gram negative, bergerak dengan rambut
getar, tidak berspora, mempunyai tiga macam antigen yaitu antigen O, antigen H
dan antigen VI (Lestari, 2016).
4. Patofisiologi

Dengan peningkatan suhu tubuh terjadi peningkatan kecepatan metabolisme


basa. Jika hal ini disertai dengan penurunan masukan makanan akibat anoreksia,
maka simpanan karbohidrat, protein serta lemak menurun dan metabolisme
tenaga otot dan lemak dalam tubuh cendrung dipecah dan terdapat oksidasi tidak
lengkap dari lemak, dan ini mengarah pada ketosis (Sacharin. 1996 ).

Dengan terjadinya peningkatan suhu, tenaga konsentrasi normal, dan pikiran


lobus hilang. Jika tetap dipelihara anak akan berada dalam keaadaan bingung,
pembicaraan menjadi inkoheren dan akirnya ditambah dengan timbulnya stupor
dan koma (Sacharin. 1996 ).

Kekurang cairan dan elektrolit dapat mengakibatkan demam, karna cairan


dan eloktrolit ini mempengaruhi keseimbangan termoregulasi di hipotalamus
anterior. Jadi apabila terjadi dehidrasi atau kekurangan cairan dan elektrolit maka
keseimbangan termoregulasi di hipotalamus anterior mengalami gangguan. Pada
pasien febris atau demam pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan, yaitu
dengan pemeriksaan darah lengkap misalnya : Hb, Ht, Leokosit. Pada
pasienfebris atau demam biasanya pada Hb akan mengalami penurunan,
sedangkan Ht dan Leokosit akan mengalami peningkatan. LED akan meningkat
pada pasien observasi febris yang tidak diketahui penyebabnya,( pemeriksaan
sputum diperlukan untuk pasien yang menderita demam dan disertai batuk –
batuk ) ( Isselbacher. 1999 ).
Patway

Agen Infeksius Dehidrasi

Mediator inflamasi
Tubuh kehilangan cairan
elektrolit

Monosit / makrofag

Penurunan cairan
intrasel dan ekstra sel
Sitokin pirogen

Mempengaruhi Demam

Hipotalamus anterior

Gg. rasa nyaman

Aksi antipiretik (5)Efek


Peningkatan evaporasi keluarga
Meningkatnya
kurang
Anoreksia
Metabolik tubuh pengetahuan

Rewel
Input makanan -
Monosit / makrofag tugor kulit menurun
Berkurang
Resiko defisit Volume
cairan(2)
(4)Intoleransi
Risiko nutrisi kurang
aktivitas
dari kebutuhan
Ditandai dengan :
tubuh(3)
-Tugor kulit menuru
-Mukosa bibir kerin
-Konjungtiva anemis
5. Manifestasi Klinis

Menurut Nurarif (2015) tanda dan gejala terjadinya febris adalah:

a. Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,5⁰C - 39⁰C)

b. Kulit kemerahan

c. Hangat pada sentuhan

d. Peningkatan frekuensi pernapasan

e. Menggigil

f. Dehidrasi

g. Kehilangan nafsu makan

Menurut Lestari (2016) tanda dan gejala demam thypoid yaitu :

a. Demam

b. Gangguan saluran pencernaan

c. Gangguan kesadaran

d. Relaps (kambuh)

e. Komplikasi

Menurut Nurarif (2015) komplikasidari demam adalah:

a. Dehidrasi : demam meningkatkan penguapan cairan tubuh

b. Kejang demam : jarang sekali terjadi (1 dari 30 anak demam). Sering terjadi
pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Serangan dalam 24 jam pertama
demam dan umumnya sebentar, tidak berulang. Kejang demam ini juga tidak
membahayakan otak.

Menurut Lestari (2016) komplikasi yang dapat terjadi pada anak demam
thypoid yaitu :

a. Perdarahan usus, perporasi usus dan illius paralitik

b. Miokarditis, thrombosis, kegagalan sirkulasi

c. Anemia hemolitik

d. Pneumoni, empyema dan pleuritis

e. Hepatitis, koleolitis

6. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan fisik pada anak demam secara kasar dibagi atas status generalis
danefaluasi secara detil yang menfokuskan pada sumber infeksi. Pemerksaan
status generalis tidak dapat diabaikan karena menentukan apakah pasientertolong
tokis atau tidak toksis. Skala penilaian terdiri dari evaluasi secara menagis, reaksi
terhadap orang tua, variasikeadaan, respon social, warna kulit, dan status hidrasi.
Pemeriksaan awal : Pemeriksaan atas indikasi, kultur darah, urin atau feses,
pengembalian cairan, Serebrospinal, foto toraks, Darah urin dan feses rutin,
morfolografi darah tepi, hitung jenis leokosit

7. Penatalaksanaan

Menurut Kania dalam Wardiyah, (2016) penanganan terhadap demam dapat


dilakukan dengan tindakan farmakologis, tindakan non farmakologis maupun
kombinasi keduanya. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk menangani
demam pada anak :

a. Tindakan farmakologis

Tindakan farmakologis yang dapat dilakukan yaitu memberikan antipiretik


berupa:

1) Paracetamol

Paracetamol atau acetaminophen merupakan obat pilihan pertama


untuk menurunkan suhu tubuh. Dosis yang diberikan antara 10-15 mg/Kg
BB akan menurunkan demam dalam waktu 30 menit dengan puncak pada
2 jam setelah pemberian. Demam dapat muncul kembali dalam waktu 3-4
jam. Paracetamol dapat diberikan kembali dengan jarak 6-8 jam dari dosis
sebelumnya. Penurunan suhu yang diharapkan 1,2 – 1,4 oC, sehingga
jelas bahwa pemberian obat paracetamol bukan untuk menormalkan suhu
namun untuk menurunkan suhu tubuh. Paracetamol tidak dianjurkan
diberikan pada bayi < 2 bulan karena alasan kenyamanan. Bayi baru lahir
umumnya belum memiliki fungsi hati yang sempurna, sementara efek
samping paracetamol adalah hepatotoksik atau gangguan hati. Selain itu,
peningkatan suhu pada bayibaru lahir yang bugar (sehat) tanpa resiko
infeksi umumnya diakibatkan oleh factor lingkungan atau kurang cairan.

Efek samping parasetamol antara lain : muntah, nyeri perut, reaksi,


alergi berupa urtikaria (biduran), purpura (bintik kemerahan di kulit
karena perdarahan bawah kulit), bronkospasme (penyempitan saluran
napas), hepatotoksik dan dapat meningkatkan waktu perkembangan virus
seperti pada cacar air (memperpanjang masa sakit).

2) Ibuprofen

Ibuprofen merupakan obat penurun demam yang juga memiliki efek


anti peradangan. Ibuprofen merupakan pilihan kedua pada demam, bila
alergi terhadap parasetamol. Ibuprofen dapat diberikan ulang dengan
jarak antara 6-8 jam dari dosis sebelumnya. Untuk penurun panas dapat
dicapai dengan dosis 5mg/Kg BB. Ibu profen bekerja maksimal dalam
waktu 1jam dan berlangsung 3-4 jam. Efek penurun demam lebih cepat
dari parasetamol. Ibuprofen memiliki efek samping yaitu mual, muntah,
nyeri perut, diare, perdarahan saluran cerna, rewel, sakit kepala, gaduh,
dan gelisah. Pada dosis berlebih dapat menyebabkan kejang bahkan koma
serta gagal ginjal.

b. Tindakan non farmakologis

Tindakan non farmakologis terhadap penurunan panas yang dapat


dilakukan seperti (Nurarif, 2015):

1) Memberikan minuman yang banyak

2) Tempatkan dalam ruangan bersuhu normal

3) Menggunakan pakaian yang tidak tebal

4) Memberikan kompres.
Kompres adalah metode pemeliharaan suhu tubuh dengan
menggunakan cairan atau alat yang dapat menimbulkan hangat atau
dingin pada bagian tubuh yang memerlukan. Kompres meupakan metode
untuk menurunkan suhu tubuh (Ayu, 2015).

Ada 2 jenis kompres yaitu kompres hangat dan kompres dingin. Pada
penelitian ini Peneliti menerapkan penggunaan kompres hangat. Kompres
hangat adalah tindakan dengan menggunakan kain atau handuk yang telah
dicelupkan pada air hangat, yang ditempelkan pada bagian tubuh tertentu
sehingga dapat memberikan rasa nyaman dan menurunkan suhu tubuh
(Maharani dalam Wardiyah 2016).

Kompres hangat yang diletakkan pada lipatan tubuh dapat membantu


proses evaporasi atau penguapan panas tubuh (Dewi, 2016). Penggunaan
Kompres hangat di lipatan ketiak dan lipatan selangkangan selama 10 –
15 menit dengan temperature air 30-32oC, akan membantu menurunkan
panas dengan cara panas keluar lewat pori-pori kulit melalui proses
penguapan. Pemberian kompres hangat pada daerah aksila lebih efektif
karena pada daerah tersebut lebih banyak terdapat pembuluh darah yang
besar dan banyak terdapat kelenjar keringat apokrin yang mempunyai
banyak vaskuler sehingga akan memperluas daerah yang mengalami
vasodilatasi yang akan memungkinkan percepatan perpindahan panas dari
tubuh ke kulit hingga delapan kali lipat lebih banyak (Ayu, 2015)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Menurut Nurarif (2015) proses keperawatan pada anak demam/febris adalah


sebagai berikut :

1. Pengkajian

a. Identitas: Meliputi : nama, tempat/ tanggal lahir, umur, jenis kelamin, nama
orang tua, perkerjaan orang tua, alamat, suku, bangsa, agama

b. Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) : Klien yang
biasanya menderita febris mengeluh suhu tubuh panas > 37,5 °C,
berkeringat, mual/muntah.

c. Riwayat kesehatan sekarang Pada umumnya didapatkan peningktan suhu


tubuh diatas 37,5 °C, gejala febris yang biasanya yang kan timbul menggigil,
mual/muntah, berkeringat, nafsu makan berkurang, gelisah, nyeri otot dan
sendi.

d. Riwayat kesehatan dulu Pengakjian yang ditanyakan apabila klien pernah


mengalmi penyakit sebelumnya.

e. Riwayat kesehatan keluarga Penyakit yang pernah di derita oleh keluarga


baik itu penyakit keturunan ataupun penyakit menular, ataupun penyakit
yang sama.

f. Genogram Petunjuk anggota keluarga klien.

g. Riwayat kehamilan dan kelahiran meliputi : prenatal, natal, postnatal, serta


data pemebrian imunisasi pada anak.

h. Riwayat sosial pengkajian terhadap perkembangan dan keadaan sosial klien

i. Kebutuhan dasar

1) Makanan dan minuman

Biasa klien dengan febris mengalami nafsu makan, dan susuh untuk
makan sehingga kekurang asupan nutrisi.
2) Pola tidur

Biasa klien dengan febris mengalami susah untuk tidur karena klien
merasa gelisah dan berkeringat.

3) Mandi

4) Eliminasi

Eliminasi klien febris biasanya susah untuk buang air besar dan juga
bisa mengakibatkan terjadi konsitensi bab menjadi cair.

j. Pemeriksaan fisik

1) Kesadaran

Biasanya kesadran klien dengan febris 15 – 13, berat badan serta tinggi
badan

2) Tanda – tanda vital

Biasa klien dengan febris suhunya > 37,5 °C, nadi > 80 x i

3) Head to toe

a) Kepala dan leher

Bentuk, kebersihan, ada bekas trauma atau tidak

b) Kulit, rambut

Kuku Turgor kulit (baik-buruk), tidak ada gangguan / kelainan.

c) Mata

Umumnya mulai terlihat cekung atau tidak.

d) Telingga, hidung, tenggorokan dan mulut

Bentuk, kebersihan, fungsi indranya adanya gangguan atau tidak,


biasanya pada klien dengan febris mukosa bibir klien akan kering dan
pucat.
e) Thorak dan abdomen

Biasa pernafasan cepat dan dalam, abdomen biasanya nyeri dan ada
peningkatan bising usus bising usus normal pada bayi 3 – 5 x i.

f) Sistem respirasi

Umumnya fungsi pernafasan lebih cepat dan dalam.

g) Sistem kardiovaskuler

Pada kasus ini biasanya denyut pada nadinya meningkat

h) Sistem musculoskeletal

Terjadi gangguan apa tidak.

i) Sistem pernafasan

Pada kasus ini tidak terdapat nafas yang tertinggal / gerakan nafas
dan biasanya kesadarannya gelisah, apatis atau koma

k. Pemeriksaan tingkat perkembangan

1) Kemandirian dan bergaul

Aktivitas ,sosial klien

2) Motorik halus

Gerakan yang menggunakan otot halus atau sebagian anggota tubuh


tertentu, yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih.
Misalnya : memindahkan benda dari tangan satu ke yang lain, mencoret –
coret, menggunting

3) Motorik kasar

Gerakan tubuh yang menggunakan otot – otot besar atau sebagian besar
atau seluruh anggota tubuh yang di pengaruhi oleh kematangan fisik anak
contohnya kemampuan duduk, menendang, berlari, naik turun tangga
( Lerner & Hultsch. 1983)

4) Kognitif dan bahasa


Kemampuan klien untuk berbicara dan berhitung.

l. Data penunjang

Biasanaya dilakukan pemeriksaan laboratorium urine, feses, darah, dan


biasanya leokosit nya > 10.000 ( meningkat ) , sedangkan Hb, Ht menurun.

m. Data pengobatan

Biasanya diberikan obat antipiretik untuk mengurangi suhu tubuh klien,


seperti ibuprofen, paracetamol.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Hipertemia berhubungan dengan proses pengobatan / infeksi

b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang


dan kehilngan volume cairan aktif

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


faktor biologis, ketidak mampuan makan dan kurang asupan.

d. Gangguan intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan anggota


tubuh.

e. Kurangnya penegetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.

3. Rencana Asuhan Keperawatan

a. Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit (infeksi bakteri


salmonella typhosa) (D 0130)

Rencana Keperawatan pada Hipertermi (Sue Moorhead dkk, 2016)

1) Batasan karakteristik

Kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal, serangan atau konvulsi


(kejang), kulit memerah, pertambahan respirasi, takikardia, saat di sentuh
tangan terasa hangat.

2) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu dalam rentang


normal.
3) Termoregulation (SLKI : L 14134)

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan


termoregulasi membaik, dengan kriteria hasil :

Kriteria hasil:

a) Suhu tubuh dalam rentang normal

b) Nadi dan respirasi dalam rentang normal

c) Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak pusing

4) Intervensi

 Manajemen hipertermi (SIKI : I.15506)

Observasi

a) Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi, terpapar


lingkungan panas, penggunaan incubator)

b) Monitor suhu tubuh

c) Monitor kadar elektrolit

d) Monitor haluaran urine

e) Monitor komplikasi akibat hipertermia

Terapeutik

a) Sediakan lingkungan yang dingin

b) Longgarkan atau lepaskan pakaian

c) Basahi dan kipasi permukaan tubuh

d) Pemberian diit atau dehidrasi peroral

e) Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami


hiperhidrosis (Keringat berlebihan).
f) Lakukan pendinginan eksternal (mis. Selimut hipotermia atau
kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila)

g) Hindari pemberian antipiretik atau aspirin

h) Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

a) Anjurkan tirah baring

Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu

 Manajemen Kejang

Observasi

a) Monitor terjadinya kejang berulang

b) Monitor karakteristik kejang (mis. Aktivitas motorik, dan progresi


kejang)

c) Monitor status neurologis

d) Monitor tanda tanda vital

Terapeutik

a) Baringkan pasien agar tidak terjatuh

b) Pertahankan kepatenan jalan nafas

c) Longgarkan pakaian, terutama di bagian leher

d) Dampingi selama periode kejang

e) Jauhkan benda benda berbahaya terutama benda tajam

f) Catat durasi kejang

g) Reorientasikan setelah periode kejang

h) Dokumentasikan periode terjadinya kejang


i) Pasang akses IV, jika perlu

j) Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

a) Anjurkan keluarga menghindari memasukkan apapun ke dalam


mulut pasien saat periode kejang

b) Anjurkan keluarga tidak menggunakan kekerasan untuk menahan


gerakan pasien

Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian antikonvulsan, jika perlu

b. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (D.0023)

Rencana Keperawatan pada Hipovolemia (Sue Moorhead dkk, 2016)

1) Status cairan membaik (SLKI : L03028) kriteria hasil


a) Kekuatan nadi meningkat
b) Output urine meringkat
c) Membran mukosa lembab meningkat
d) Ortopnea menurun
e) Dispnea menurun
f) Paroxysmal nocturnal dyspnea menurun
g) Odema anasarka menurun
h) Odema perifer menurun
i) Frekuensi nadi membaik
j) Tekanan darah membaik
k) Tugor kulit membaik
l) Jugular venous pressure membaik
m) Hemoglobin membaik
n) Hemotokrit membaik
2) Intervensi
 Manajemen hipovolemia (SIKI : I.03116)

Observasi

1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis: frekuensi nadi


meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi
menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa kering, volume
urin menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah)
2. Monitor intake dan output cairan

Terapeutik

1. Hitung kebutuhan cairan


2. Berikan posisi modified Trendelenburg
3. Berikan asupan cairan oral

Edukasi

1. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral


2. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis: NaCL, RL)


2. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis: glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%)
3. Kolaborasi pemberian cairan koloid (albumin, plasmanate)
4. Kolaborasi pemberian produk darah

 Manajemen syok hipovolemik (SIKI : I.03116)

Observasi

1. Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi,


frekuensi napas, TD, MAP)
2. Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi, AGD)
3. Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit, CRT)
4. Periksa tingkat kesadaran dan respon pupil
5. Periksa seluruh permukaan tubuh terhadap adanya DOTS
(deformity/deformitas, open wound/luka terbuka, tenderness/nyeri
tekan, swelling/bengkak)
Terapeutik

1. Pertahankan jalan napas paten


2. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen > 94%
3. Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika perlu
4. Lakukan penekanan langsung (direct pressure) pada perdarahan
eksternal
5. Berikan posisi syok (modified trendelenberg)
6. Pasang jalur IV berukuran besar (mis: nomor 14 atau 16)
7. Pasang kateter urin untuk menilai produksi urin
8. Pasang selang nasogastrik untuk dekompresi lambung
9. Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan
elektrolit

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid 1 – 2 L pada dewasa


 Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid 20 mL/kgBB pada
anak
 Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu

c. Defisit nitrisi (SDKI : D.0019)

1) Penyebab

Penyebab (etiologi) untuk masalah defisit nutrisi adalah:

1. Ketidakmampuan menelan makanan


2. Ketidakmampuan mencerna makanan
3. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
4. Peningkatan kebutuhan metabolisme
5. Faktor ekonomi (mis: finansial tidak mencukupi)
6. Faktor psikologis (mis:  stres, keengganan untuk makan).

2) Tujuan status nutrisi membaik (SLKI : L.03030)


Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa status nutrisi membaik adalah:

1. Porsi makan yang dihabiskan meningkat


2. Berat badan membaik
3. Indeks massa tubuh (IMT) membaik
3) Intervensi

 Manajemen Nutrisi (I.03119)

Observasi

1. Identifikasi status nutrisi


2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3. Identifikasi makanan yang disukai
4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
6. Monitor asupan makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik

1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu


2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis: piramida makanan)
3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
4. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastik jika asupan
oral dapat ditoleransi

Edukasi

1. Ajarkan posisi duduk, jika mampu


2. Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis: Pereda


nyeri, antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
 Promosi Berat Badan (I.03136)

Observasi

1. Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang


2. Monitor adanya mual dan muntah
3. Monitor jumlah kalori yang di konsumsi sehari-hari
4. Monitor berat badan
5. Monitor albumin, limfosit, dan elektrolit serum

Terapeutik

1. Berikan perawatan mulut sebelum pemberian makan, jika perlu


2. Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien (mis: makanan
dengan tekstur halus, makanan yang diblender, makanan cair yang
diberikan melalui NGT atau gastrostomy, total parenteral nutrition
sesuai indikasi)
3. Hidangkan makanan secara menarik
4. Berikan suplemen, jika perlu
5. Berikan pujian pada pasien/keluarga untuk peningkatan yang
dicapai

Edukasi

1. Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namun tetap


terjangkau
2. Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan

d. Intoleransi aktivitas (SDKI . D.0059)

1) Penyebab

Penyebab (etiologi) untuk masalah intoleransi aktivitas adalah:

a) Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen


b) Tirah baring
c) Kelemahan
d) Imobilitas
e) Gaya hidup monoton

2) Tujuan toleransi aktivitas meningkat (SLKI : L.05047) kritria hasil :


a) Keluhan Lelah menurun
b) Dispnea saat aktivitas menurun
c) Dispnea setelah aktivitas menurun
d) Frekuensi nadi membaik
3) Intervensi
 Manajemen Energi (SIKI : I.05178)

Observasi

1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan


2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
3. Monitor pola dan jam tidur
4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas

Terapeutik

1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis: cahaya,


suara, kunjungan)
2. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
3. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
4. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan

Edukasi

1. Anjurkan tirah baring


2. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan

Kolaborasi

1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan


makanan

 Terapi Aktivitas (SIKI : I.01026)

Observasi

1. Identifikasi defisit tingkat aktivitas


2. Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu
3. Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang diinginkan
4. Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam aktivitas
5. Identifikasi makna aktivitas rutin (mis: bekerja) dan waktu luang
6. Monitor respons emosional, fisik, sosial, dan spiritual terhadap
aktivitas

Terapeutik

1. Fasilitasi fokus pada kemampuan, bukan defisit yang dialami


2. Sepakati komitmen untuk meningkatkan frekuensi dan rentang
aktivitas
3. Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai kemampuan fisik, psikologis, dan sosial
4. Koordinasikan pemilhan aktivitas sesuai usia
5. Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
6. Fasilitasi transportasi untuk menghadiri aktivitas, jika sesuai
7. Fasilitasi pasien dan keluarga dalam menyesuaikan lingkungan
untuk mengakomodasi aktivitas yang dipilih
8. Fasilitasi aktivitas rutin (mis: ambulasi, mobilisasi, dan perawatan
diri), sesuai kebutuhan
9. Fasilitasi aktivitas pengganti saat mengalami keterbatasan waktu,
energi, atau gerak
10. Fasilitasi aktivitas motorik kasar untuk pasien hiperaktif
11. Tingkatkan aktivitas fisik untuk memelihara berat badan, jika
sesuai
12. Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi otot
13. Fasilitasi aktivitas aktivitas dengan komponen memori implisit
dan emosional (mis: kegiatan keagamaan khusus) untuk pasien
demensia, jika sesuai
14. Libatkan dalam permainan kelompok yang tidak kompetitif,
terstruktur, dan aktif
15. Tingkatkan keterlibatan dalam aktivitas rekreasi dan diversifikasi
untuk menurunkan kecemasan (mis: vocal group, bola voli, tenis
meja, jogging, berenang, tugas sederhana, permainan sederhana,
tugas rutin, tugas rumah tangga, perawatan diri, dan teka-teki dan
kartu)
16. Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika perlu
17. Fasilitasi mengembangkan motivasi dan penguatan diri
18. Fasilitasi pasien dan keluarga memantau kemajuannya sendiri
untuk mencapai tujuan
19. Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari
20. Berikan penguatan positif atas partisipasi dalam aktivitas
Edukasi

1. Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika perlu


2. Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
3. Anjurkan melakukan aktivitas fisik, sosial, spiritual, dan kognitif
dalam menjaga fungsi dan Kesehatan
4. Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi, jika sesuai
5. Anjurkan keluarga untuk memberi penguatan positif atas partisipasi
dalam aktivitas

Kolaborasi

1. Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam merencanakan dan


memonitor program aktivitas, jika sesuai
2. Rujuk pada pusat atau program aktivitas komunitas, jika perlu

e. Defisit pengetahuan (SDKI : D.0111)

1) Penyebab
Penyebab (etiologi) untuk masalah defisit pengetahuanadalah:

a) Keterbatasan kognitif
b) Gangguan fungsi kognitif
c) Kekeliruan mengikuti anjuran
d) Kurang terpapar informasi
e) Kurang minat dalam belajar
f) Kurang mampu mengingat
g) Ketidaktahuan menemukan sumber informasi

2) Tujuan tingkat penegtahuan meningkat (SLKI : L.12111) kriteria hasil :


a) Perilaku sesuai anjuran meningkat
b) Verbalisasi minat dalam belajar meningkat
c) Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik meningkat
d) Kemampuan menggambarkan pengalaman sebelumnya yang sesuai
dengan topik meningkat
e) Perilaku sesuai dengan pengetahuan meningkat
f) Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi menurun
g) Persepsi yang keliru terhadap masalah menurun
3) Intervensi
 Edukasi Kesehatan (SIKI : I.12383)

Observasi

 Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi


 Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan
motivasi perilaku hidup bersih dan sehat

Terapeutik

 Sediakan materi dan media Pendidikan Kesehatan


 Jadwalkan Pendidikan Kesehatan sesuai kesepakatan
 Berikan kesempatan untuk bertanya

Edukasi

 Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi Kesehatan


 Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
 Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat
Daftar Pustaka

http://repo.stikesperintis.ac.id/132/1/10%20M%20AZMI%20YAHYA.pdf

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1413/4/4.%20BAB%202.pdf

Buku ajar diagnosa keperawatan (SDKI,SLKI,SIKI ) 2017

http://repository.poltekkes denpasar.ac.id/2359/3/BAB%20II%20TINJAUAN
%20PUSTAKA.pdf

http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/4882/3/BAB%20II%20Tinjauan
%20Pustaka.pdf

Anda mungkin juga menyukai