Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP DASAR ASUHAN

KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA FEBRIS DAN


EPIGASTRIC PAIN DI RUANG PERAWATAN MERPATI
RS BHAYANGKARA MAKASSAR

NUR HAFITA, S.KEP


7121491903

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN (STIK)
FAMIKA MAKASSAR
T.A 2023
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP DASAR MEDIS

A. Definisi

1. Definisi Febris

Demam (Febris) merupakan salah satu tanda tidak normal yang

terjadi pada tubuh, dimana otak memberikan sinyal peningkatan suhu

37,5°C (Rahmawati & Purwanto, 2020).

Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang

masuk ke dalam tubuh ketika suhu meningkat melebihi suhu tubuh

normal (>37,5°C). Demam terajadi pada suhu > 37, 2°C, biasanya

disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, jamu atau parasit), penyakit

autoimun, keganasan , ataupun obat ‚ obatan (Mazmi, 2018).

Demam merupakan suatu keaadan suhu tubuh diatas normal

sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus.

Sebagian besar demam pada anak merupakan akibat dari perubahan

pada pusat panas (termogulasi) di hipotalamus penyakit – penyakit yang

ditandai dengan adanya demam dapat menyerang system tubuh. Selain

itu demam mungkin berperan dalam meningkatkan perkembangan

imunitas spesifik dan non spesifik dalam membantu pemulihan atau

pertahanan terhadap infeksi.

Sebagian besar kondisi febris yang terjadi pada bayi serta anak

disebabkan oleh virus, dan anak sembuh tampa terapi spesisfik. Namun

infeksi bakteri serius seperti meningitis, sepsis, osteomilitis, srtritis


spesis, infeksi traktus urinarius, pneumonia, endokarditis, gastroenteritis

dapat mula – mula muncul sebagai demam tampa tanda yang menunjuk

pada suatu lokasi. Tantangan bagi klinis adalah melakukan pengobatan

berlebihan terhadap mayoritas luas anak yang menderita infeksi virus.

penatalaksanaan adekuat semua anak dengan infeksi bakteri serius,

tanpa melakukan pengobatan berlebihan terhadap mayoritas luas anak

yang menderita infeksi virus (Mazmi Y, 2018).

2. Epigastric pain

Epigastric pain merupakan kumpulan keluhan atau gejala klinis

yang terdiri dari rsa tidak enak atau sakit daerah perut bagian atas yang

menetap atau mengalami kekambuhan.

Epigstrik pain adalah suatu penyakit saluran cerna yang disertai

dengan nyeri ulu hati (epigastrium), mual, muntah, kembung, rasa

penuh atau rasa cepat kenyang ( Kristianus. dkk , 2022).

B. Etiologi

1. Etiologi Febris

Demam merupakan gejala yang muncul karena adanya berbagai

macam reaksi yang timbul pada tubuh, dan menandakan bahwa

melakukan perlawanan terhadap suatu penyakit. Namun berbagai

penelitian setuju bahwa penyebab terbesar adalah infeksi. Penelitian di

RSCM menemukan bahwa angka kejadian demam yang diakibatkan

oleh infeksi mencapai angka 80%, sedangkan sisanya adalah karena

kolagen-vaskuler sebanyak 6%, dan penyakit keganasan sebanyak 5%.

Untuk penyakit infeksi karena bakteri mencakup tubercolosis,


bakterimia,demam tifoid, dan infeksi sakuran kemih (ISK) sebagai

penyebab tertinggi (Mazma Y, 2018).

Ditemukan bahwa infeksi merupakan penyebab demam terbanyak.

Hal ini sudah dipastikan melalui kultur darah. Ditemukan bahwa

bakteri yang di temukan paling banyak adalah bakteri gram positif

dengan infeksi saluran pernafasan atas dan bawah sebagai diagnosis

terbanyak.

Peningkatan suhu tubuh ini disebabkan oleh beredarnya suatu

molekul kecil di dalam tubuh kita yang disebut dengan Pirogen, yaitu

zat pencetus panas. Biasanya penyebab demam sudah bisa diketahui

dalam waktu satu atau dua hari dengan pemeriksaan medis yang

terarah.

Demam sering disebabkan karena infeksi. Penyebab demam selain

infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia, keganasan atau

reaksi terhadap pemakaian obat, juga pada gangguan pusat regulasi

suhu sentral ( Guyton dan Tobroni, 2015).

2. Epigastric pain

Faktor-faktor yang menyebabkan nyeri epigastrik adalah :

a. Gangguan pergerakan (motilitas) piloroduodenal dari saluran

pencernaan bagian atas (esofagus, lambung dan usu halus)

b. Menelan terlalu banyak udara atau mempunyai kebiasaan makan

salah ( mengunya dengan mulut terbuka atau berbicara)

c. Menelan makanan tanpa dikunyah terlebih dahulu dapat membuat

lambung terasa penuh dan bersendawa terus


d. Mengkonsumsi makanan dan minuman yang dapat memicu

timbulnya dispepsia, seperti minuman beralkohol, bersoda, kopi.

Minuman jenis ini dapat mengiritasi dan mengikis permukaan

lambung.

e. Obat penghilang nyeri, seperti nonsteroid anti inflamatory drugs

(NSAID) misalnya aspirin, ibuprofen dan naproven.

f. Pola makan di pagi hari kebutuhan kalori seseorang cukup banyak

sehingga bila tidak sarapan, lambung akan lebih banyak

memproduksi asam.

g. Faktor stress erat kaitannya dengan reaksi tubuh yang merugikan

kesehatan. Pada waktu stres akan menyebabkan ota mengaktifkan

sistem hormon untuk memicu sekresinya. Proses ini memicu

terjadinya penyakit psychosomatik dengan gejala dispepsia seperti

mual, muntah, diare, pusing dan nyeri otot

C. Patofisiologi

1. Febris

Dengan peningkatan suhu tubuh terjadi peningkatan kecepatan

metabolisme basa. Jika hal ini disertai dengan penurunan masukan

makanan akibat anoreksia, maka simpanan karbohidrat, protein serta

lemak menurun dan metabolisme tenaga otot dan lemak dalam tubuh

cendrung dipecah dan terdapat oksidasi tidak lengkap dari lemak, dan

ini mengarah pada ketosis. Dengan terjadinya peningkatan suhu, tenaga

konsentrasi normal, dan pikiran lobus hilang. Jika tetap dipelihara anak

akan berada dalam keaadaan bingung, pembicaraan menjadi inkoheren


dan akirnya ditambah dengan timbulnya stupor dan koma. Kekurang

cairan dan elektrolit dapat mengakibatkan demam, karna cairan dan

eloktrolit ini mempengaruhi keseimbangan termoregulasi di

hipotalamus anterior. Jadi apabila terjadi dehidrasi atau kekurangan

cairan dan elektrolit maka keseimbangan termoregulasi di hipotalamus

anterior mengalami gangguan ( Mazma, Y. 2018).

2. Nyeri Epigastrik

Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak

jelas serta adanya konisi kejiwaan yang stres, pemasukan makanan

menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung

akan mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-

dinding lambung. Kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan

produksi HCL yang akan merangsang kondisi terjadinya asam pada

lambung, sehingga rangsangan medulla oblongata membawa implus

muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan.

D. Manifestasi Klinis

1. Febris

Terdapat banyak hal yang dapat menyebabkan dema. Pemecahan

protein dan beberapa substansi lainnya seperti toksin liposakarida yang

dilepaskan dari sel membran bakteri. Perubahan yang terjadi adalah

peningkatan set – point meningkat. Segala sesuatu yang menyebkan

kenaikan set – point ini kemudian dikenal dengan sebutan pyrogen.

Saat set – point lebih tinngi dari normal tubuh akan mengeluarkan

mekanisme untuk meningkatkan suhu tubuh, termasuk konservasi


panas dan produksi panas. Dalam hitungan jam suhu tubuh akan

mendekati set – point.

Menurut Nurarif (2015) tanda dan gejala terjadinya febris adalah

a. Kulit kemerahan

b. Hangat pada sentuhan

c. Peningkatan frekuensi pernapasan

d. Menggigil

e. Dehidrasi

f. Kehilangan nafsu makan

2. Nyeri Epigastrik

Klasifikasi klinis praktis didasarkan atas 3 keluhan atau gejala yang

dominan :

a. Nyeri epigastrium terokalisasi

b. Nyeri hilang setelah makan dan pemberian antaasida

c. Nyeri saat lapar

d. Nyeri episodik

e. Mudah kenyang

f. Perut cepat terasa penuh

g. Mual

h. Muntah

i. Rasa tidak nyaman bertambah saat makan

E. Komplikasi

1. Febris

a. Dehidrasi : demam ↑penguapan cairan tubuh


b. Takikardi

c. Insufisiensi jantung

d. Insufisiensi pulmonal

e. Kejang demam

2. Nyeri Epigastrik

Komplikasi yang dapat terjadi pada nyeri epigastrik adalah :

a. Perdarahan

b. Kanker lambung

c. Muntah darah

d. Ulkus peptiku

e. Infeksi lambung

F. Penatalaksanaan Medis

1. Febris

Penanganan demam terbagi menjadi dua, yaitu penanganan

tanpa obat (terapi non- farmakologis) dan dengan obat (terapi farma-

kologis). Penanganan tanpa obat dilakukan dengan pemberian

perlakuan khusus yang dapat membantu menurunkan suhu tubuh

meliputi pemberian cairan, penggunaan kompres hangat basah,

kompres hangat kering menggunakan buli-buli hangat,kompres dingin

basah dengan larutan obat anti septik. Penanganan dengan obat

dilakukan dengan pemberian obat golongan antipiretik yang dapat

menurunkan suhu tubuh dengan berbagai mekanisme

(Sudibyo et al., 2020).


Pada keadaan hipepireksia ( demam ≥ 41 °C ) jelas diperlukan

penggunaan obat – obatan antipiretik. Ibuprofen mungkin aman bagi

anak – anak dengan kemungkinan penurunan suhu yang lebih besar

dan lama kerja yang serupa dengan kerja asetaminofin.

2. Nyeri Epigastrik

Pada nyeri penatalaksaan yang biasa dilakukan adalah dengna teknik

farmakologis dan non farmakologis agar nyeri yang dirasakan

berkurang atau hilang.

G. Prognosa

1. Febris

Febris atau demam merupakan kondisi ini ditandai dengan suhu

tubuh lebih dari 38 hingga 40 ° C atau lebih tinggi. Jika tidak

ditangani dengan tepat dapat mengakibatkan komplikasi yang berat.

2. Nyeri epigastrik

Pasien yang mengalami nyeri epigastrium atas akut atau

persisten membaik dalam enam minggu pertama. Setelah waktu itu

perbaikan melambat. Tingkat nyeri dan kecacatan rendah hingga

sedang masih terjadi dalam satu tahun, terutama pada kelompok

dengan nyeri persisten.

Nyeri perut bagian atas biasanya disebabkan oleh gangguan

pada organ-organ perut di bagian atas yang meliputi hati, lambung,

ginjal empedu, dan usus halus.


BAB II

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Riwayat Keperawatan

1. Aktivitas/istirahat

Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaiase, gangguan tidur

(insomnia/gelisah/somnolen), kelemahan otot, kehilangan tonus,

penurunan rentan gerak.

2. Sirkulasi

Riwayat hipertensi lama/berat, hipertensi, DVJ, nadi kuat, edema

jaringan umum, dan pitting pada kaki, telapak tangan, disritmia

jantung, Nadi lemah, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia,

yang jarang pada penyakit tahap akhir. Friction rub pericardial (respon

terhadap akumulasi sisa). Pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.

Kecenderungan perdarahan.

3. Integritas ego

Faktor stres, contoh finansial, hubungan dan sebagainya.Perasaan tidak

berdaya, tak ada harapan, tidak ada kekuatan, menolak, ansietas, takut,

marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.

4. Eliminasi

Penurunan frekuensi urine, oliguria, urinaria (gagal tahap

lanjut).Abdomen kembung, diare/konstipasi, perubahan warna urine,

contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan.Oliguria, dapat menjadi

anuria.

5. Makanan/cairan
Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan

(malnutrisi).Anoreksia, nyeri ulu hati, mual / muntah, rasa metalik tak

sedap pada mulut (pernapasan ammonia), Penggunaan diuretik,

distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir). Perubahan

turgor kulit/kelembapan. Edema (umum, tergantung).Ulserasi gusi,

perdarahan gusi/lidah. Penurunan otot, penurunan lemak subkutan,

penampilan tak bertenaga.

6. Neurosensori

Sakit kepala, penglihatan kabur. Kram otot/kejang, sindrom “kaki

gelisah”, kebas terasa terbakar pada telapak kaki. Kebas/kesemutan

dan kelemahan, khususnya ekstremitas bawah (neuropati perifer),

gangguan status mental, contoh: penurunan lapang pandang perhatian,

ketidak mampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,

penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma. Penurunan DTR. Tanda

chvostek dan Trousseau positif. Kejang, fasikulsi otot, aktifitas kejang.

Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.

7. Nyeri/kenyamanan

Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki (memburuk saat

malam hari), perilaku hati-hati/distraksi, gelisah.

8. Pernafasan

Nafas pendek, dispnea, nokturnal, paroksismal, batuk dengan/tanpa

sputum kental dan banyak.Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi

atau kedalaman (pernapasan kausmal). Batuk produktif dengan sputum

merah muda encer (edema paru).


9. Keamanan

Kulit gatal. Ada/berulangnya infeksi. Pruritus. Demam (sepsis,

dehidrasi), normotermia dapat secara actual terjadi peningkatan pada

pasien yang mengalami suhu lebih rendah dari normal (efek

PGK/depresi respon imun).Patekie, area ekimosis pada kulit. Fraktur

tulang, defosit fosfat kalsium (klasifikasi metastatik).Pada kulit,

jaringan lunak, sendi, keterbatasan gerak sendi.

10. Seksualitas

Penurunan libido, amenore, infertilitas.

11. Interaksi Sosial

Kesulitan menentukan kondisi, contoh: tak mampu bekerja,

mempertahankan fungsi peran, biasanya dalam keluarga

12. Penyuluhan/Pembelajaran

Riwayat DM, keluarga (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit

polikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria, malignansi. Riwayat

terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan. Penggunaan

antibiotik nefrotoksik atau berulang.

B. Pemeriksaan Fisik Keperawatan

a. Kesadaran : kesadaran baik/menurun

b. TTV : Peningkatan frekuensi pernapasan , suhu tinggi

c. Head to teo

1) Kulit / integumen : warna kulit, turgor kulit baik/ sianosis,

terapat udem atau tidak, terdapat lesi atau tidak


2) Kepala dan Rambut : Bentuk kepala normal, posisi kepala

simetris, warna rambut hitam dan terdapat uban, karena fakktor

penuaan/ usia

3) Kuku : warna kuku pucat/ atau tidak, kuku simetris

4) Mata : konjungtiva anemis, konjungtiva sianosis (karena

hipoksemia), konjungtiva terdapat petechie (karena emboli atau

endokarditis), sclera ikterik, memakai alat bantu penglihatan

atau tidak

5) Hidung : Bentuk hidung simetris, pernafsan dengan cuping

hidung, tidak terdapat alat bantu pernafasan

6) Telinga/ pendengaran : Mendengar dengan baik, fungsi kedua

telinga baik

7) Mulut dan bibir : membran mukosa sioanosis, bernafas dengan

mengerutkan mulut

8) Leher : Tidak terdapat pembengkakan pada daerah leher dan

tidak kaku

9) Dada : retraksi otot bantu nafas, pergerakan tidak simetris

antara dada kanan dan kiri, suara nafas tidak normal

10) Pola pernapasan : pernapasan normal (apneu), pernafasan

cepat (tacypnea), pernafasan lambat (bradypnea)

11) Ekstermitas : terdapat edema dan tungkai bengkak

C. Pemeriksaan penunjang/ Diagnostik Test

Pemeriksaan laboratorium seperti:


a. Pemeriksaan urin (volumenya biasanya< 400 ml/jam atau oliguria

atau urin tidak ada/anuria, perubahan warna urin bisa disebabkan

karena ada pus/darah/bakteri/lemak/partikel koloid/miglobin, berat

jenis <1.015 menunjukkan gagal ginjal, osmolalitas <350

menunjukkan kerusakan tubular),

b. Pemeriksaan kliren kreatinin mungkin agak turun, pemeriksaan

natrium, pemeriksaan protein

c. Pemeriksaan darah (kreatinin, sel darah merah, Hitung darah

lengkap, glukosa darah acak)

Pemeriksaan radiologi terdiri dari pemeriksaan

a. Ultrasonografi abdomen
D. Patoflodiagram

Agen infeksius Dehidrasi


Mediator inflamasi
Tubuh kehilangan cairan
Makrofag/ bakteri elektrolit

Demam

Gangguan rasa nyaman Peningkatan suhu tubuh

Infeksi / iritasi lambung Hipertermia

Peradangan mukosa Mual dan Muntah


lambung
Nafsu makan berubah
Nyeri

Resiko Defisit nutrisi


Nyeri akut
E. Diagnosa keperawatan

1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis

2. Hipertermia b.d proses penyakit

3. Resiko Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan d.d

mual dan muntah


F. Intervensi Keperawatan

SDKI SLKI SIKI Rasional


Nyeri akut (D.0077) Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen nyeri (I.08238) 1. Observasi:
Penyebab : Setelah dilakukan intervensi Tindakan: a. Untuk menentukan
1. Agen pencedera fisiologis keperawatan selama 3x 24 jam 1. Observasi: tindakan selanjutnya
Gejala dan tanda Mayor : maka diharapkan tingkat nyeri a. Identifikasi lokasi, b. Jika terjadi perubahan
Subjektif : menurunt dengan kriteria hasil: karakteristik, durasi, dapat diketahui apakah
1. Mengeluh nyeri 1. Keluhan nyeri menurun frekuensi, kualitass, membaik atau tidak
Objektif : 2. Meringis menurun intesitas nyeri c. Dapat membantu
1. Tampak meringis 3. Gelisah meurun b. Identifikasi skala nyeri menyiapkan lingkungan
2. Gelisah 4. Nafsu makan membaik c. Identifikasi faktor yang yang nyaman
3. Sulit tidur memperberat nyeri 2. Terapeutik
Gejala dan tanda Minor : 2. Terapeutik: a. Membantu meredakan
Objektif : a. Berikan tekhnik nyeri
1. Nafsu makan berubah nonfarmakologis b. Dapat memberikan rasa
Kondsi klinis terakit : b. Kontrol ligkungan yang nyaman padda klien
1. infeksi memperberat nyeri 3. Edukasi
3. Edukasi: a. Menambah
a. Jelaskan penyebab nyeri pengetahuan klien dan
b. Ajarkan tehnik keluarga tentang
nonfarmakologis penyebab nyeri
4. Kolaborasi: 4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian a. Analgesik dapat
analgesik mengurangi nyeri
Hipertermia (D.0130) Termoregulasi (L.14134) Regulasi Temperatur (I.14578) 1. Observasi
Penyebab : Setelah dilakukan intervensi Tindakan : a. Memastikan kondisi
1. Dehidrassi keperawatan selama 3x 24 maka 1. Observasi pasien tiap 2 jam
2. Terpapar lingkungan panas diharapkan regualasi dengan a. Monitor suhu tubuh tiap b. Dapat mengetahui
3. Proses penyakit kriteria hasil: 2 jam perkembangan kondisi
Gejala dan tanda Mayor : 1. Mengigil menurun b. Monitor tekanan darah pasien
objektif : 2. Pucat menurun c. Monitor warna dan suhu c. Mengetahui perubahan
1. Suhu tubuh diatas nilai 3. Suhu tubuh membaik kulit pada suhu kulit
normal d. Catat tanda dan gejala d. Memastikan penyebab
Gejala dan tanda Minor : hipertermia terjadinya hipertermia
Objektif : 2. Teraputik 2. Teraupetik
1. Kulit merah a. Tingkatkan asupan a. Dapat membantu
2. Kulit terasa hangat cairan dan nutrisi yang mengembalikan cairan
Kondsi klinis terakit : adekuat tubuh
1. Proses infeksi b. Sesuaikan suhu b. Dapat meminimalisir
2. Dehidrasi lingkungan terjadinya hipertermia
3. Edukasi 3. Edukasi
a. Jelaskan cara pencegahan a. Klien dan keluarga
hipertermia paham terhadap tanda
4. Kolaborasi: dan gejala hipertermia
a. Kolaborasi pemberian dan mampu melakukan
antipirerik penecgahannya
4. Kolaborasi:
a. Antipiretik mampu
menurunkan panas
DAFTAR PUSTAKA

Kristianus, D., Setijoso, R. E., Mayasari, M., & Koncoro, H. (2022). Nyeri

Epigastrik sebagai Presentasi Awal Kolelitiasis. Cermin Dunia

Kedokteran, 49(11), 620-623.

M .Thobroni, imam. (2015). Belajar dan Pembelajaran : Teori dan Praktek.

M AZMI YAHYA, M. A. Y. (2018). Asuhan keperawatan pada klien a/nq

dengan febris di ruang rawat ianap RSAM Bukittinggi tahun

2018 (Doctoral dissertation, STIKes PERINTIS PADANG).

Persatuan Perawatan Nasional Indonesia.2017. Standar diagnosis

keperawatan Indonesia (SDKI) definisi dan indikator diagnostik.

Jakarta selatan : DPP PPNI.

Persatuan Perawatan Nasional Indonesia.2017. Standar intervensi

keperawatan Indonesia (SIKI). Jakarta selatan : DPP PPNI

Persatuan Perawatan Nasional Indonesia.2017. Standar luaran

keperawatan Indonesia (SLKI). Jakarta selatan : DPP PPNI.

Sudibyo, D. G., Anindra, R. P., Gihart, Y. El, Ni'azzah, R. A., Kharisma,

N., Pratiwi, S. C., Chelsea, S. D., Sari, R. F., Arista, I.,

Damayanti, V. M., Azizah, E. W., Poerwantoro, E.,

Fatmaningrum, H., & Hermansyah, A. (2020). Pengetahuan Ibu

Dan Cara Penanganan Demam Pada Anak. Jurnal Farmasi

Komunitas, 7(2), 69. https://doi.org/10.20473/jfk.v7i2.21808

Yogyakarta : Arr-Ruzz Media

Anda mungkin juga menyukai