FEBRIS
B. Etiologi
Penyebab demam pada anak adalah infeksi, baik karena bakteri maupun virus.
Selain karena infeksi, demam juga dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara
lain inflamasi atau peradangan, penyakit autoimun seperti kawasaki atau
lupus. Sedangkan penyebab lain dari demam yaitu efektivitas fisik yang
berlebihan, aktivitas fisik yang berlebihan (Sofikah et al., 2021).
C. Patofisiologi
Nukleus pre-optik pada hipotalamus anterior berfungsi sebagai pusat
pengatur suhu dan bekerja mempertahankan suhu tubuh pada suatu nilai yang
sudah ditentukan, yang disebut hypothalamus thermal set point. Pada demam
hypothalamic thermal set point meningkat dan mekanisme pengaturan suhu
yang utuh bekerja meningkatkan suhu tubuh ke suhu tertentu yang baru.
Terjadinya demam disebabkan oleh pelepasan zat pirogen dari dalam lekosit
yang sebelumnya telah terangsang baik oleh zat pirogen eksogen yang dapat
berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik
yang tidak berdasarkan suatu infeksi Pirogen eksogen ini juga dapat karena
obat-obatan dan hormonal, misalnya progesterone.
Secara skematis mekanisme terjadinya febris atau demam dapat
digambarkan sebagai berikut : Stimulus eksogen (endotoksin, staphylococcal
erythoxin dan virus), menginduksi sel darah putih untuk produksi pirogen
endogen yang paling banyak keluar IL-1 dan TNF-a, selain itu ada IL-6 dan
IFN bekerja pada sistem saraf pusat di level organosum vasculosum pada
lamina terminalis (OVLT) OVLT dikelilingi oleh porsio medial dam lateral
pada pre-optic nucleus, hipotalamus anterior dan septum pallusolum.
Mekanisme sirkulasi sitokin di sirkulasi sistemik berdampak pada jaringan
neural masih belum jelas. hipotesanya adanya kebocoran di sawar darah otak
di level OVLT menyediakan sistem saraf pusat untuk merasakan adanya
pirogen endogen. Mekanisme pencetus tambahan termasuk transport aktif
sitokin ke dalam OVLT atau aktivasi reseptor sitokin di sel endotel di neural
vasculature, yang mentranduksi sinyal ke otak. OVLT mensintesa
prostaglandin, khususnya prostaglandin E2, yang merespons pirogen endogen.
PG E2 bekerja secara langsung ke sel pre-optic nucleus untuk menurunkan
rata pemanasan pad neuron yang sensitif pada hangat dan ini salah satu cara
menurunkan produksi pada arachidonic acid pathway. Kejadian yang lebih
luas pada cyclooxygenase-2 (COX-2) di neural vasculature yang penting pada
formasi febris.
Induksi pada respons febris oleh lipopolisakarida, TNF-a dan IL-1b yang
menghasilkan kenaikan COX-2 mRNA pada cerebral vasculature pada
beberapa model eksperimental febris. Peningkatan suhu dikenal untuk
menginduksi perubahan pada banyak sel efektor pada respons imun. Demam
menginduksi terjadinya respons syok panas. Pada respons syok panas terjadi
reaksi kompleks pada demam, untuk sitokin atau beberapa stimulus lain. Hasil
akhir dari reaski ini adalah produksi heat shock protein (HSPs), sebuah kelas
protein krusial untuk penyelamatan seluler. Sitokin proinflamotori masuk ke
sirkulasi hipotalamik stimulasi pengeluaran PG lokal, resetting set point
termal hipotalamik sitokin proinflamatori vs kontrainflamatori (misalya
seperti IL-10 dan substansi lain seperti arginin vasopresin, MSH,
glukokortikoid) àmembatasi besar dan lamanya demam.
D. Manifestasi Klinis
Pada saat terjadi demam, gejala klinis yang timbul bervariasi tergantung pada
fase demam meliputi:
1. Fase 1 awal (awitan dingin/ menggigil).
Tanda dan gejala : Peningkatan denyut jantung, Peningkatan laju dan
kedalaman pernapasan, Mengigil akibat tegangan dan kontraksi otot,
Peningkatan suhu tubuh , Pengeluaran keringat berlebih, Rambut pada kulit
berdiri g. Kulit pucat dan dingin akibat vasokontriksi pembuluh darah.
2. Fase 2 ( proses demam)
Tanda dan gejala : Proses mengigil lenyap, Kulit terasa hangat / panas,
Merasa tidak panas / dingin, Peningkatan nadi, Peningkatan rasa haus,
Dehidrasi, Kelemahan, Kehilangan nafsu makan ( jika demam meningkat),
Nyeri pada otot akibat katabolisme protein
3. Fase 3 (pemulihan)
Tanda dan gejala : kulit tampak merah dan hangat, Berkeringat, Mengigil
ringan dan Kemungkinan mengalami dehidrasi
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Uji coba darah, Contoh pada Demam Dengue terdapat leucopenia pada hari ke-2
atau hari ke-3. Pada DBD dijumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi. Masa
pembekuan masih normal, masa perdarahan biasanya memanjang, dapat
ditemukan penurunan factor II,V,VII,IX, dan XII. Pada pemeriksaan kimia darah
tampak hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia. SGOT, serum glutamit
piruvat(SGPT), ureum, dan pH darah mungkin meningkat, reverse alkali menurun.
2. Pembiakan kuman dari cairan tubuh/lesi permukaan atau sinar tembus rutin.
Contoh pada DBD air seni mungkin ditemukan albuminuria ringan.
3. Dalam tahap melalui biopsi pada tempat-tempat yang dicurigai. Juga dapat
dilakukan pemeriksaan seperti anginografi, aortografi atau limfangiografi.
4. Ultrasonografi, endoskopi atau scanning
F. Komplikasi
1. Takikardi
2. Insufisiensi jantung
3. Insufisiensi pulmonal
4. Kejang
G. Penatalaksanaan
Penanganan demam terbagi menjadi dua, yaitu penanganan tanpa obat (terapi
non- farmakologis) dan dengan obat (terapi farma- kologis). Penanganan
tanpa obat dilakukan dengan pemberian perlakuan khusus yang dapat
membantu menurunkan suhu tubuh meliputi pemberian cairan, penggunaan
kompres hangat basah, kompres hangat kering menggunakan buli-buli hangat,
kompres dingin basah dengan larutan obat anti septik. Penanganan dengan
obat dilakukan dengan pemberian obat golongan antipiretik yang dapat
menurunkan suhu tubuh dengan berbagai mekanisme (Sudibyo et al., 2020).
B. DIgnosa Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu
tubuh diatas nilai normal (D.0130)
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (D.0056)
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurangnya control tidur
(D.0055)
4. Defisit nutrisi berhubungan dengan penurunan intake makanan,
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien (D0019)
5. Ansietas (kecemasan) pada orang tua berhubungan dengan kurangnya
terpapar informasi (D.0080)
C. Intervensi
SLKI-SIKI
DIAGNOSA
No KEPERAWATAN
(SDKI) SLKI SIKI
Kolaborasi
9. kolaborasi pemberian cairan
elektrolit
10. Kolaborasikan pemberian
antipiretik
2. D.0056 Setelah dilakukan Observasi
Intoleransi aktivitas b.d intervensi keperawatan 1. monitor kelelahan fisik
tirah baring, kelemahan,. diharapkan toleransi 2. identifikasi kemampuan
Dibuktikan dengan : aktivitas meningkat berpartisipasi dalam aktivitas
Mengeluh lelah dengan kriteria hasil : tertentu
1. Frekuensi jantung 1. kemudahan dalam
meningkat melakukan aktivitas Teraupetik
2. Sianosis sehari-hari meningkat 3. latihan gerak pasif dan aktif
3. Mengeluh lelah 2. kekuatan tubuh bagian 4. libatkan keluarga dalam
4. Merasa tidak nyaman atas dan bawah aktivitas
setelah beraktivitas meningkat
3. keluhan lelah Kolaborasi
membaik 5. anjurkan melakukan aktivitas
4. dispneu saat aktivitas secara bertahap
menurun
Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian obat
7. tidur agar tidak terjaga
4. D.0019 Setelah dilakukan Observasi
Defisit nutrisi b.d intervensi keperawatan 1. Identifikasi status nutrisi
penurunan intake makanan, diharapkan status nutrisi 2. Identifikasi alergi dan
Ketidak mampuan pasien membaik dengan intoleransi makanan
mengabsorbsi nutrient. kriteria hasil : 3. identifikasi makanan yang
Dibuktikan dengan : - Porsi makanan yang disukai
Fakto resiko : dihabiskan meningkat 4. Identifikasi keburuhan kalori
- Berat badan menurun - Diare menurun dan nutrisi
minimal 10% dibawah - Frekuensi makan 5. Monitor asupan makanan
rentang ideal Kriteria membaik 6. Monitor berat badan
- Cepat kenyang setelah - Nafsu makan membaik
makan - Bising usus membaik Terapeutik
- Kram/nyeri abdomen 7. Berikan makanan secara
- Nafsu makan menurun menarik dan suhu yang sesuai
- Bising usus hiperaktif 8. Berikan makanan tinggi kalori
- Otot pengunyah lemah dan protein
- Otot menelan lemah
- Membrane mukosa
pucat Edukasi
9. Anjurkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
10. Kolaborasi dengn ahli gizi
untuk menetukan jumlh
kalori dan jenis nutsisi yang
dibutuhkan jika perlu.
11. Kolaborasi pemberian obat
antimetik jika perlu
5. D.0080 Setelah dilakukan Observasi
Ansietas (kecemasan) pada intervensi keperawatan 1. Identifikasi penyebab ansietas
orang tua berhubungan diharapkan ansietas 2. Monitor tanda-tanda ansietas
menurun dengan kriteria
dengan kurangnya terpapar
hasil :
informasi. Ditandai dengan - perilaku gelisah Teraupetik
: menurun 3. Ciptakan suasana teraupetik
- merasa bingung - verbalisasi kahwatir untuk menimbulkan
- merasa kahwatir dengan akibat kondisi yang kepercayaan
akibat dari kondisi yang dihadapi menurun 4. Temani pasien atau keluarga
dihadapi - perilaku tegang cukup pasien untuk mengurangi
menurun
- sulit berkosentrasi kecemasan
- tampak gelisah 5. Gunakan pendekatan yang
- tampak tegang tenang dan meyakinkan
- suara bergetar
- tekanan darah Edukasi
meningkat 6. Latihan teknik relaksasi
7. Informasikan secara factual
mengenai diagnosis,
pengobatan dan prognosis
8. Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien
D. Implementasi
Implementasi Keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan
yang dilakukan secara mandiri maupun dengan kolaborasi dengan
multidisiplin yang lain. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan
keperawatan yang berfokus pada pasien dan berorientasi pada tujuan dan hasil
yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dimana tindakan dilakukan dan
diselesaikan, sebagaimana di gambarkan dalam rencana yang sudah dibuat
(Patrisia et al., 2020).
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan
cara membandingkan tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap hasil
yang diharapkan. Evaluasi juga dilakukan untuk mengidentifikasi sejauh
mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan
evaluasi, perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam
memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan
menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang ingin dicapai serta
kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan dalam kriteria hasil
(Patrisia et al., 2020).
DAFTAR PUSTAKA
Patrisia, I., Juhdeliena, J., Kartika, L., Pakpahan, M., Siregar, D., Biantoro, B.,
Hutapea, A. D., Khusniyah, Z., & Sihombing, R. M. (2020). Asuhan
Keperawatan Dasar Pada Kebutuhan Manusia (Edisi 1). Yayasan Kita Menulis.
https://www.google.co.id/books/edition/Asuhan_Keperawatan_pada_Kebutuhan
_Dasar/VeMNEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1
Rahmawati, I., & Purwanto, D. (2020). Efektifitas Perbedaan Kompres Hangat Dan
Dingin Terhadap Perubahan Suhu Tubuh Pada Anak Di Rsud Dr. M. Yunus
Bengkulu. Care : Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan, 8(2), 246.
https://doi.org/10.33366/jc.v8i2.1665
Sofikah, N., Mustaghfiroh, L., & ... (2021). Hubungan Pemberian Kompres Hangat
Dan Paracetamol Pada Anak Usia 12-24 Bulan Dengan Penurunan Demam Di
Desa Larikrejo …. Jurnal Ilmu Kebidanan …, 12(1), 35–49.
http://jurnal.stikesbup.ac.id/index.php/jks/article/view/81
Sudibyo, D. G., Anindra, R. P., Gihart, Y. El, Ni’azzah, R. A., Kharisma, N., Pratiwi,
S. C., Chelsea, S. D., Sari, R. F., Arista, I., Damayanti, V. M., Azizah, E. W.,
Poerwantoro, E., Fatmaningrum, H., & Hermansyah, A. (2020). Pengetahuan
Ibu Dan Cara Penanganan Demam Pada Anak. Jurnal Farmasi Komunitas, 7(2),
69. https://doi.org/10.20473/jfk.v7i2.21808
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia.Jakarta Selatan.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.Jakarta
Selatan
Twisti ayani, R., & Wintari, H. R. (2017). Hubungan Kadar Hemoglobin dan
Leukosit dengan Kejadian Febris (Demam) pada Anak Usia 6-12 Tahun. Jurnal
Sains, 7(14), 37–42. http://journal.unigres.ac.id/index.php/Sains/article/view/613
PATHWAY
Agen infeksius
Dehidrasi
Mediator inflamasi
Demam (Febris)
Kurangnya
Hipertermi Kelemahan Anoreksia
paparan
informasi
Gangguan Pola
tidur Defisit Nutrisi