Anda di halaman 1dari 40

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK R DENGAN FEBRIS

DI UPTD PUSKESMAS KECAMATAN PONTIANAK KOTA

DI SUSUN OLEH:

ANGGA PRATAMA
DESI MARISNA
PUTRI AZURA
PEDRO DIAN PAMUNGKAS
M. RIDWAN CANDIKAPUTRA
DAYANG YUNI
MALISA MAGDALENA

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa dipanjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Pada An.R Dengan Febris di UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak
Kota”
Penulis menyadari bahwa proses penyelesaian tugas ini tidak terlepas dari
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini tidak lupa penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ns. Winarianti, S. Kep selaku koordinator stase Keperawatan Anak.
2. drg. Nuzulisa Zulkifli selaku kepala UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak
Kota.
3. Anna Nurliana, Amd. Kep selaku Clinical Instructor UPTD Puskesmas
Kecamatan Pontianak Kota.
4. Serta seluruh staff yang sudah memfasilitasi kami di UPTD Puskesmas
Kecamatan Pontianak Kota.

Akhir kata, semoga laporan ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca dan
dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Pontianak, Desember 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian..........................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian........................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Tumbuh Kembang Anak ................................................................4
2.1.1 Pertumbuhan.....................................................................................4
2.1.2 Perkembangan..................................................................................4
2.2 Konsep Febris...............................................................................................5
2.2.1 Definisi Febris..................................................................................5
2.2.2 Klasifikasi Febris .............................................................................6
2.2.3 Etiologi Febris..................................................................................6
2.2.4 Patofisiologi Febris...........................................................................7
2.2.5 Pathway Febris.................................................................................9
2.2.6 Pengukuran Suhu Tubuh................................................................10
2.2.7 Tanda Dan Gejala Febris................................................................10
2.2.8 Penatalaksanaan Febris...................................................................10
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN FEBRIS
3.1 Pengkajian .................................................................................................13
3.2 Analisa Data...............................................................................................25
3.3 Intervensi, Implementasi, Evaluasi ...........................................................26
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian..................................................................................................29
4.2 Diagnosa.....................................................................................................30
4.3 Intervensi....................................................................................................30
4.4 Implementasi..............................................................................................31
4.5 Evaluasi......................................................................................................31
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ................................................................................................33
5.2 Saran ..........................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................34

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Selama proses pertumbuhan dan perkembangan, anak sering mengalami
sakit. Berbagai penyakit khususnya penyakit yang disebabkan oleh infeksi
hampir selalu disertai oleh demam (Dewi, 2016). Demam adalah peningkatan
suhu tubuh di atas normal yang sering ditemui pada anak oleh petugas kesehatan.
Setiap tahun terdapat 100 bayi yang berusia kurang dari 12 bulan meninggal
karena infeksi jika dilakukan peningkatan pengetahuan, evaluasi dan penanganan
demam yang tepat maka jumlah tersebut dapat dikurangi (NICE, 2013).
World Health Organization (WHO) memprediksikan pada tahun 2004-
2005 anak yang dibawa ke fasilitas kesehatan dengan kasus demam mencapai
57%, kemudian meningkat pada tahun 2010 sebesar 71% (WHO, 2013).
Kota pontianak merupakan daerah endemis yang menjadi tempat
penyebaran penyakit yang memiliki tanda dan gejala berupa peningkatan suhu
tubuh diantaranya demam berdarah dengue, demam dengue, campak dan
influenza. Ketidakmampuan mekanisme kehilangan panas untuk mengimbangi
produksi panas yang berlebih sehingga menyebabkan peningkatan suhu tubuh.
Penentuan demam juga ditentukan berdasarkan pembacaan suhu pada waktu
yang berbeda dalam satu hari kemudian dibandingkan dengan nilai suhu normal
individu. Jaringan dan sel tubuh akan berfungsi secara optimal jika suhu tubuh
dalam batas normal dimana berkisar dari 36,5–37,5° C (Potter dan Perry, 2009).
Demam menyebabkan anak menjadi lebih suka menangis, mengeluh
nyeri kepala dan rasa tidak nyaman di seluruh tubuh. Suhu tubuh yang meningkat
terlalu tinggi dapat menimbulkan kekurangan cairan, letargi, penurunan nafsu
makan sehingga asupan nutrisi berkurang, dan kejang yang mengancam
kelangsungan hidup anak (Behrman, Kliegman dan Arvin, 2000). Berdasarkan

1
hal tersebut demam pada anak menjadi suatu masalah kesehatan yang
menimbulkan kecemasan pada orangtua. Tindakan yang berlebihan seringkali
dilakukan oleh orangtua saat terjadi demam pada anak. Tindakan dari sebagian
orang tua yang mengetahui anaknya mengalami demam yaitu dengan
memberikan obat penurun panas. Hasil penelitian sejumlah 53,3% responden
sudah memberikan obat penurun panas untuk anaknya meskipun demam yang
terjadi masih bersifat demam ringan (Susilowati, 2016).
Peran perawat sangat dibutuhkan untuk mengatasi demam pada anak
melalui peran mandiri maupun kolaborasi. Demam dapat di atasi dengan
tindakan farmakologi, non farmakologi maupun kombinasi dari keduanya.
Tindakan farmakologi yaitu dengan memberikan obat antipiretik. Demam <39oC
pada anak yang sebelumnya sehat, pada umumnya tidak memerlukan
pengobatan, namun bila suhu > 39oC pemberian antipiretik sering membuat anak
merasa lebih baik. Pemberian antipiretik tidak perlu diberikan bila tidak ada
riwayat kejang dan suhu anak dibawah 38,5oC (Plipat, 2002).
Tindakan non farmakologi yaitu tindakan tambahan dalam menurunkan
panas setelah pemberian obat antipiretik. Tindakan ini dilakukan untuk
mengurangi penggunaan obat secara berlebihan mengingat efek samping yang
terdapat pada obat antipiretik diantaranya gangguan fungsi hati, perdarahan
saluran cerna, dan kerusakan ginjal (Pujiarto, 2008). Tindakan non farmakologi
diantaranya memberikan minum yang banyak, menempatkan anak dalam
ruangan bersuhu normal, menggunakan pakaian yang tidak tebal, dan
memberikan kompres (Kania, 2007).
Berdasarkan uraian diatas kelompok kami tertarik untuk membahas
masalah tentang masalah febris pada anak.

2
1.2 Rumusan Masalah
Dari hasil uraian latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah
dalam makalah ini adalah asuhan keperawatan febris pada anak.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Setelah penulisan ini mahasiswa dapat memahami tentang asuhan
keperawatan anak dengan febris.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan tentang konsep penyakit febris pada anak
2. Menggambarkan asuhan keperawatan febris pada anak

1.4 Manfaat Penelitian


Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
1. Bagi Pembaca
Makalah ini menambah pengetahuan serta memberikan informasi kepada
pembaca mengenai masalah febris pada anak.
2. Bagi Instansi Pendidikan
Hasil dari makalah ini dapat digunakan sebagai sumber pengetahuan bagi
para praktisi maupun mahasiswa dengan febris pada anak guna menambah
pengetahuan dan wawasan.
3. Bagi Puskesmas
Makalah ini memberikan gambaran pada pihak instansi kesehatan setempat
mengenai febris pada anak, dan sebagai bahan evaluasi program-program
kesehatan yang ada.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Tumbuh Kembang Anak


2.1.1 Pertumbuhan
a. Berat Badan
Berat badan anak menggambarkan komposisi tubuh secara
keseluruhan mulai dari kepala, leher, dada, perut, tangan dan kaki. Berat
badan bayi yang rendah sejak lahir menunjukkan kondisi bayi yang kurang
sehat. Dengan memantau perkembangan berat badan, diharapkan orang tua
dapat mendeteksi sedini mungkn gangguan yang mungkn diderita anaknya.
Selama enam bulan pertama, pertumbuhan terus terjadi dengan pesat,
kemudian mulai menurun, dan dalam tahun kedua tingkat pertumbuhan
cepat menurun. Pada bayi usia 6 bulan, berat normalnya adalah 6,0-7,0 kg
(Widyastuti, 2006).
b. Panjang Tubuh
Normalnya panjang tubuh pada bayi usia 6 bulan adalah 59,0-66,0 cm.
Panjang kaki bayi akan bertambah semakin meningkatnya usia
(Widyastuti, 2006).
c. Peningkatan Masa Tulang
Kerangka anak-anak terus menerus mengalami proses peningkatan
massa tulang yaitu pembelahan sel (penyusunan ulang) dan pematangan sel
(penguatan) (Widyastuti, 2006).
2.1.2 Perkembangan
a. Perkembangan Motorik Kasar
Diusia 6 bulan, bayi dapat bergerak dalam posisi duduk tanpa
pegangan.

4
b. Perkembangan Motorik Halus
Perkembangan motorik halus yang tampak pada anak usia 6 bulan
dapat berupa: mengambil manik-manik, memindahkan kubus, mengambil 2
kubus.
c. Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa pada bayi usia 6 bulan akan semakin
meningkat, bayi mulai dapat mengoceh beberapa kata. sebagian besar bayi
bisa mengucapkan “ma-ma, da-da, na-na, ta-ta” secara berulang
d. Perkembangan Sosial
Pada bayi usia 6 bulan, bayi mulai mampu makan sendiri, berusaha
meraih makanan, dan mulai muncul senyum sosial, yaitu senyum yang
ditujukan pada seseorang (termasuk kepada bayi lain), bukan senyum
refleks karena reaksi tubuh terhadap rangsang (Widyastuti, 2006).

2.2 Konsep Febris


2.2.1 Definisi Febris
Menurut Dorland (2006) hipertermia/febris/demam adalah peningkatan
suhu tubuh di atas normal dan setiap penyakit ditandai dengan peningkatan
suhu tubuh yang disebut juga dengan pyrexia, hal ini dapat diakibatkan oleh
stres fisiologik, seperti ovulasi sekresi hormon thyroid berlebihan, olahraga
berat, sampai lesi sistem saraf pusat, atau infeksi oleh mikroorganisme, proses
non infeksi seperti radang atau pelepasan bahan-bahan tertentu seperti
leukemia.
Demam merupakan salah satu bagian dari pertahanan fisiologi alamiah
dalam melawan agen infeksi. Adanya demam menyebabkan mekanisme
imunologis meningkat dan kemampuan virus dan bakteri untuk bereplikasi akan
menurun (Lubis, 2011). Demam menjadi pertanda dari tubuh terhadap suatu

5
infeksi. Seseorang yang mengalami demam akan merasa tidak nyaman, dan
menimbulkan komplikasi serius seperti kejang (Mukhtar dan Elnimeiri, 2014).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa demam adalah
tanda dan gejala dari suatu penyakit. Demam dapat meningkatan suhu tubuh
namun bersifat sementara karena merespon adanya suatu penyakit yang
disebabkan oleh stres fisiologik atau infeksi oleh mikroorganisme, hal ini dapat
mengurangi tingkat kenyamanan seseorang dan dapat menimbulkan komplikasi.

2.2.2 Klasifikasi Febris


Pada umumnya klasifikasi demam berdasarkan lama demam pada anak,
dibagi menjadi :
a. Demam kurang dari 7 hari (demam pendek)
Demam dengan durasi pendek yang disertai tanda dan gejala yang
terlokalisir, diagnosis biasanya dapat ditegakkan melalui riwayat penyakit
dan pemeriksaan fisis (Marcdante, Kliegman, Jenson, dan Behrman, 2011).
Anak demam dengan kurang dari 7 hari (demam pendek) memiliki tanda
lokal yang jelas, seperti diagnosis demam dengan infeksi virus saluran
pernafasan atas ditandai dengan gejala batuk/pilek, tanda peradangan di
saluran napas atas dan nyeri telan (Hospital Care for Children, 2005).
b. Demam lebih dari 7 hari
Demam terjadi tanpa tanda lokal, diagnosis etiologik tidak dapat ditegakkan
dengan anamnesis, pemeriksaan fisis, namun dapat ditelusuri dengan tes
laboratorium, misalnya demam tifoid (Ismodijanto, 2000).
c. Demam tanpa penyebab yang jelas
Nama lain demam ini adalah fever of unknown origin (FUO). Berdasarkan
dokumentasi oleh tenaga kesehatan demam ini diperuntukkan bagi anak-
anak. Penyebab demam ini tidak bisa di identifikasi setelah 3 minggu masa
rawat jalan atau 1 minggu selama dirumah sakit. Penyebab utama FUO

6
adalah infeksi dan rheumatologic/penyakit jaringan ikat dan autoimun
(Marcdante, Kliegman, Jenson, dan Behrman, 2011).

2.2.3 Etiologi
Demam merupakan akibat kenaikan set point oleh infeksi atau
ketidakseimbangan antara produksi panas dan pengeluarannya. Demam pada
infeksi terjadi akibat mikroorganisme merangsang makrofag membentuk faktor
pirogen endogenik seperti IL-1, IL-6, TNF (tumor necrosis factor) dan IFN
(interferon). Zat ini bekerja pada hipotalamus dengan bantuan enzim
cyclooxygenase pembentuk prostaglandin, yang meningkatkan set point
hipotalamus (Ismodijanto, 2000).
Beberapa penyebab demam diantaranya karena penyakit yang
disebabkan oleh bakteri, tumor otak, dan keadaan lingkungan yang dapat
berakhir dengan heatstroke (Guyton dan Hall, 2007). Kebanyakan demam pada
anak disebabkan oleh virus, terjadi relatif singkat dan memiliki konsekuensi
yang terbatas. Demam juga berperan dalam meningkatkan perkembangan
imunitas spesifik dan non spesifik dan dalam membantu pertahanan terhadap
infeksi (Wong, 2008).
Demam dapat disebabkan karena infeksi maupun non infeksi. Demam
pada anak lebih sering disebabkan oleh infeksi terutama karena infeksi virus
seperti ISPA dan demam yang disertai dengan batuk pilek (common colds) serta
enteris yang diakibatkan infeksi rotavirus. Sedangkan penyebab demam non
infeksi seperti alergi, tumbuh gigi, keganasan, autoimun, paparan panas yang
berlebihan (overhating), dan dehidrasi (Riandita, 2012).
Gangguan autoimun atau inflamasi juga dapat menyebabkan demam
seperti rheumatoid arthritis, dan sistemik lupus eritematosus (SLE). Sebagian
anak-anak akan mengalami demam ringan selama 1 atau 2 hari setelah
mendapatkan imunisasi. Proses tumbuh gigi juga dapat menyebabkan sedikit

7
peningkatan suhu anak, namun tidak lebih dari 100o F (Kaneshiro, Zieve, dan
Ogilvie, 2014).

2.2.4 Patofisiologi Febris


Hipotalamus terletak antara hemisfer serebral yang mengontrol suhu
tubuh. Hipotalamus anterior mengontrol pengeluaran panas sedangkan
hipotalamus posterior mengontrol produksi panas (Potter dan Perry, 2005).
Mekanisme ini menerima masukan dari reseptor yang berada di pusat dan
perifer. Jika terjadi perubahan suhu, reseptor akan menghantarkan informasi
tersebut ke thermostat (Wong, 2008).
Berdasarkan teori Potter dan Perry (2009) pirogen, seperti bakteri atau
virus meningkatkan suhu tubuh. Pirogen bertindak sebagai antigen yang
memicu respons sistem imun. Hipotalamus akan meningkatkan titik pengaturan
dan tubuh akan menghasilkan serta menyimpan panas. Untuk mencapai titik
pengaturan baru tersebut dibutuhkan waktu beberapa jam. Selama periode ini,
individu tersebut akan menggigil dan merasa kedinginan walaupun suhu
tubuhnya meningkat. Fase dingin akan menghilang jika titik pengaturan baru
telah tercapai. Selama fase berikutnya, dingin akan hilang dan individu tersebut
merasa hangat dan kering. Jika titik pengaturan telah diperbaiki, atau pirogen
dimusnahkan, maka fase ketiga dari episode febris akan terjadi. Titik
pengaturan hipotalamus akan turun, sehingga respon kehilangan panas dimulai.
Kulit menjadi hangat dan merah karena vasodilatasi. Diaforesis membantu
kehilangan panas melalui evaporasi. Saat demam menghilang maka fase demam
menjadi afebris.

8
2.2.5 Pathway

9
Agen infeksius Mempengaruhi
mediator Monosit/makrofag Sitokin pirogen hipotalamus
inflamasi sebagai pengatur
thermoregulator,
melalui aliran
darah

Metabolisme Gangguan rasa Hipertermi


darah nyaman
meningkat

Rewel
Tubuh
mengkompensasi
cairan yang hilang
Kurang
pengetahuan

Haluaran lebih
besar dari asupan
Ansietas

Balance cairan
terganggu

Resiko defisit
volume cairan

10
2.2.6 Pengukuran Suhu Tubuh
Tabel 2.1 Suhu Normal Menurut Metode Pengukuran
Metode Pengukuran Suhu Normal Demam
Sublingual 35,5-37,5oC 37,6 oC
Telinga 35,7-37,5oC 37,6 oC
Aksila 34,7-37,3oC 37,4 oC
Sumber : El-Radhi. Carroll. Klein, 2009

2.2.7 Manifestasi Klinis Febris


Menurut El-Radhi (2009) gejala febris yaitu menggigil (rigor), mialgia,
sakit kepala, anoreksia, tidur berlebihan, kelelahan, haus, delirium, sedikit urine
(oliguria) dan Tandanya yaitu mengantuk, mudah tersinggung, takikardia,
takipnea, peningkatan BP, wajah memerah, mendengus, penurunan GFR,
proteinuria. aksentuasi (atau penampilan) dari murmur yang tidak berdosa
(fungsional) dan bunyi jantung ketiga.

2.2.8 Penatalaksanaan Febris


a. Terapi Farmakologi
Antipiretik dibagi dalam 4 golongan, yaitu para aminofenol
(parasetamol), devirat asam propionat (ibuprofen dan naproksen), salisilat
(aspirin, salsilamid) dan asam asetik (indometasin). Saat ini parasetamol
merupakan antipiretik yang biasa digunakan sebagai antipiretik dan
analgesik dalam pengobatan demam pada anak. Keuntungannya terdapat
dalam sediaan sirup atau eliksir dan suposuria. Cara terakhir ini digunakan
bila obat tidak dapat diberikan per oral, misalnya anak muntah, menolak
pemberian cairan, mengantuk, atau tidak sadar. Namun sebagian besar
antipiretik dapat menimbulkan efek samping berupa spasme bronkus,
peredaran saluran cerna dan penurunan fungsi ginjal (Soedarmo, dkk,
2012).

11
Asetaminofen merupakan obat pilihan, sedangkan aspirin tidak boleh
diberikan kepada anak-anak dengan virus influenza atau cacar air dan
sindroma Reye. Suhu biasanya diukur 30 menit setelah antipiretik
diberikan untuk mengetahui efeknya (Wong, 2008).
Menurut pedoman NICE, antipiretik tidak bisa digunakan secara rutin
pada penanganan anak dengan demam, walaupun dapat digunakan pada
anak yang menunjukkan gejala ketidaknyamanan, termasuk menangis
berkepanjangan, iritabilitas, aktivitas yang berkurang, selera makan
menurun, dan gangguan tidur. Sebaliknya pedoman WHO menganjurkan
penggunaan parasetamol apabila suhu tubuh >39oC. Dokumen terbaru dari
WHO tidak menganjurkan penggunaan rutin antipiretik pada anak karena
keluarga harus menanggung biaya pengobatan dan peran obat antipiretik
pada anak dengan malaria, sepsis atau malnutrisi kronik masih belum
ditetapkan (Lubis, 2011).
b. Terapi Non Farmakologi
Tindakan pendinginan secara tradisional seperti memakai pakaian
minimal/tidak tebal, memajan kulit dengan udara, menurunkan suhu kamar,
dan pemberian kompres misalnya pada dahi. Efektif jika diberikan 1 jam
setelah antipiretik diberikan sehingga set point dapat menurun (Wong,
2008).
Pada dasarnya tindakan yang dapat menurunkan demam dapat
dilakukan secara fisik yaitu dengan memberikan minuman yang banyak
karena anak yang demam memiliki kebutuhan air yang meningkat, dan
tindakan selanjutnya dengan memberikan kompres (Kania, 2007).
Kompres memiliki banyak jenis diantaranya metode kompres hangat
dengan teknik blok aksila. Kompres hangat dengan teknik blok aksila lebih
efektif dalam menurunkan suhu anak febris dibandingkan dengan kompres
dingin yang dibeikan kepada 30 anak dari usia 5-12 tahun ( Triredjeki,
2002 dalam Hamid, 2011).

12
Adapun tipe kompres lain yaitu kompres dengan cuka. Kompres
dengan cuka dapat diberikan sebagai terapi yang untuk mengatasi demam.
Akan tetapi, pemberian kompres cuka untuk penanganan demam hanya
bisa menurunkan suhu sekitar 1 derajat selama kurun waktu 24 jam
(Mohammed dan Ahmed, 2012). Tepid sponge dengan air hangat menjadi
metode kompres yang direkomendasikan untuk mengurangi demam akibat
infeksi (Behrman, Kliegman, dan Jenson, 2006).

13
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas
a. Identitas Klien
1. Nama/Nama panggilan : An. R
2. Tempat Tgl Lahir/Usia : 08 Juni 2017
3. Jenis kelamin : Laki-Laki
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : Belum Sekolah
6. Alamat : Jalan. Sutoyo, Gang. Karya Baru
7. Tgl pengkajian : 21 Desember 2017
8. Diagnosa Medik : Febris
b. Identitas Orang tua
Ayah
1. Nama : Tn. R
2. Usia : 24 tahun
3. Pendidikan : SMK
4. Pekerjaan : Swasta
5. Agama : Islam
6. Alamat : Jln. Sutoyo
Ibu
1. Nama : Ny. T
2. Usia : 22 tahun
3. Pendidikan : SMA
4. Pekerjaan : IRT
5. Agama : Islam
6. Alamat : Sutoyo

14
3.1.2 Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang:
1. Keluhan Utama:
Ibu An. R mengatakan bahwa anaknya sudah 5 hari demam berulang,
tidak disertai batuk dan pilek. Ketika dirumah suhu badan klien mencapai
38 0C.
2. Riwayat Keluhan Utama:
An. R memiliki riwayat demam dan ISPA pada tiga bulan yang lalu, dan
kunjungan ke poli MTBS di UPTD Puskesmas Kampung Bali merupakan
kunjungan pertama.
3. Keluhan Pada Saat Pengkajian:
Ibu An. R mengatakan bahwa anaknya sudah 5 hari mengalami demam
berulang dengan suhu badan yang naik turun. Suhu anak cenderung tinggi
pada saat malam hari dan anak menjadi rewel dan juga susah tidur.
b. Riwayat Kesehatan Lalu (khusus untuk anak usia 0 – 5 tahun)
1. Prenatal
1) Ibu memeriksakan kehamilannya setiap bulan di puskesmas atau bidan
terdekat.
2) Riwayat berat badan selama hamil : Sebelum hamil ibu klien memiliki
berat badan 50 kg dan mengalami kenaikan selama hamil sebanyak 13
kg menjadi 63 kg.
3) Riwayat Imunisasi TT : Ibu telah melakukan imunisasi TT 1, TT 2,
dan TT 3.
2. Natal
1) Tempat melahirkan : Ibu klien melahirkan di klinik bersalin terdekat
dengan umur kehamilan cukup minggu yaitu
38 minggu.
2) Jenis persalinan : Normal
3) Penolong persalinan : Bidan

15
4) Komplikasi yang dialami oleh ibu pada saat melahirkan dan setelah
melahirkan :
Ibu tidak mengalami komplikasi apapun. Bayi dalam keadaan sehat
dan langsung bernafas ketika dilahirkan. An. R memiliki berat badan
dibatas normal, yaitu dengan bb 2800 gr dan panjang badan 50 cm.
Anak saat lahir tidak mengalami riwayat asfiksia ataupun ikterik.
3. Post natal
1) Kondisi bayi :
Setelah dilahirkan klien tidak mengalami masalah dan tidak
dimasukkan kedalam inkubator sehingga langsung melakukan Inisiasi
Menyusu Dini (IMD) pada ibunya.
2) Klien pernah mengalami penyakit :
Klien memiliki riwayat penyakit ketika berumur 3 bulan yaitu demam
dan Infeksi Saluran Napas Atas (ISPA).
3) Riwayat kecelakaan :
Klien tidak memiliki riwayat kecelakan.
4) Riwayat mengkonsumsi obat-obatan :
Klien pernah mendapatkan dan mengkonsumsi obat pada saat sakit
sebelumnya yaitu Paracetamol dan Ctm.

3.1.3 Riwayat Immunisasi (imunisasi belum lengkap)


Ibu mengatakan bahwa klien belum mendapatkan imunisasi lengkap, klien baru
mendapatkan imunisasi Hb0, BCG, Polio1, DPT1, Hb1, Polio2, DPT2, Hb2,
Polio3, DPT3, Hb3.

3.1.4 Riwayat Tumbuh Kembang


a. Neonatus (0-28 hari)
Pada usia An.R menginjak neonatus, anak memiliki berat badan
2800 gr dan panjang badan 49 cm kemudian memiliki kenaikan berat badan

16
sebanyak ± 1000 gr kg pada 1 bulan pertama menjadi 3600 gr. An. R
memiliki reflek hisap dan menelan yang baik dan dapat menggenggam jari
orang lain yang memegangnya. Bayi menangis jika ingin makan ataupun
ketika buang air kecil/buang air besar.
b. Bayi (0-12 bulan)
a) 0-4 bulan
Pada kisaran 0-4 bulan, An. R dapat mampu melakukan tugas
perkembangan seperti berusaha mencapai mainan, mengamati warna-
warna, tangan mampu bersentuhan, An. R juga mampu meniru buyi
kata-kata, menoleh ke arah suara dan anak mampu membalikkan
badannya ketika berbaring.
b) 5-6 bulan
Pada saat usia 5 bulan anak mampu melakukan tugas perkembangan
seperti:
1) meraih benda yang terdapat dalam jangkauannya,
2) saat tertawa terkadang memperlihatkan kegembiraan dengan tawa
yang ceria
3) Akan tersenyum jika melihat gambar
Pada saat ini An. R berusia 6 bulan, anak sudah mampu melakukan
tugas perkembangan seperti:
1) Dapat mempertahankan posisi kepala tetap tegak dan stabil
2) Mulai memainkan dan memegang tangannya sendiri
3) Matannya sudah bisa tertuju pada benda-benda kecil

3.1.5 Riwayat Nutrisi


a. Pemberian ASI
Ibu An. R mengatakan tidak memberikan ASI ekslusif kepada klien
karena air susu ibu sudah berkurang.

17
b. Pemberian susu formula
Ibu memberikan susu formula karena ASI ibunya sudah berkurang.
c. Jumlah pemberian
Ibu mengatakan pemberian susu formula diberikan ± 5-6x dengan
menggunakan botol ukuran 250 cc yang diisi secara penuh.
d. Cara Pemberian
Ibu mengatakan diberikan dengan botol susu ukuran 250 cc, dengan cara
pembuatan sufor yaitu menggunakan 3 sendok susu dituang terlebih
dahulu kemudian diaduk dengan air hangat sebanyak 250 cc hingga encer.
e. Pemberian MPASI: (-)

3.1.6 Riwayat Psikososial


a. Anak tinggal bersama
Orang tua di rumah sendiri
b. Lingkungan
Lingkungan berada di area perkotaan, dengan rumah yang cukup berdekatan
satu dengan yang lainnya dengan keadaan sanitasi yang cukup baik dan
ventilasi yang ada serta penerangan yang cukup untuk pertumbuhan anak.
c. Pengasuh anak
An. R diasuh oleh orangtuanya sendiri dan tidak diasuh oleh orang lain
selain keluarga seperti ayah, ibu, nenek dan kakek.

3.1.7 Pemeriksaan Fisik


a. Keadaan umum : An. R tampak lemah
b. Kesadaran : Compos Mentis.
c. Tanda – tanda vital :
a) Tekanan darah : - mmHg
b) Denyut nadi : 125x / menit
c) Suhu : 38o C

18
d) Pernapasan : 48 x/ menit
d. Berat Badan : 7,3 kg
e. Tinggi Badan : 68,5cm
f. Kepala
Inspeksi
Keadaan rambut & Hygiene kepala : Rambut tampak sehat tetapi tipis.
Warna rambut : Warna rambut klien hitam
Penyebaran: Rambut klien menyebar keseluruh kepala klien.
Mudah rontok : Rambut klien tidak mudah rontok.
Kebersihan rambut: Rambut klien bersih dan tidak tampak ada kotoran pada
rambut klien.
Palpasi
Benjolan : tidak ada
Nyeri tekan : tidak ada
Tekstur rambut : halus
g. Muka
Inspeksi
Simetris / tidak : Simetris
Gerakan abnormal : tidak tampak gerakan abnormal pada wajah klien.
Palpasi
Nyeri tekan / tidak : tidak ada nyeri tekan
Data lain : tidak teraba ada pembengkakan pada area
muka klien.
h. Mata
Inspeksi
Pelpebra : Edema =tidak
Radang = tidak
Sclera : Icterus =tidak
Conjungtiva : Radang = tidak

19
Anemis =tidak
Pupil : Isokor =anisokor
Myosis = midriasis
Refleks pupil terhadap cahaya : pupil bereaksi terhadap cahaya.
Simetris / tidak : Mata simetris dan sejajar dengan daun telinga.
Gerakan bola mata : Gerakan bola mata normal dan dapat mengikuti
arahan tangan perawat.
Palpasi
Tekanan bola mata : Tidak terdapat tekanan pada bola mata.
i. Hidung & Sinus
Inspeksi
Posisi hidung : Posisi hidung klien normal dan simetris.
Bentuk hidung : Bentuk hidung normal,
Keadaan septum : Septum pasien tampak normal.
Secret / cairan : Tidak terdapat sekret/cairan pada hidung klien.
j. Telinga
Inspeksi
Posisi telinga : Posisi telinga simetris dan sejajar dengan mata
Ukuran / bentuk telinga : Bentuk telinga normal, tampak bersih dan tidak
tampak edema atau benjolan pada area telinga.
Aurikel : Aurikel normal dan tampak bersih.
Lubang telinga : Lubang telinga bersih dan tidak terdapat serumen.
Pemakaian alat bantu: Tidak terdapat pemakaian alat bantu pada klien.
Palpasi
Nyeri tekan : tidak terdapat nyeri tekan pada klien.
Pemeriksaan uji pendengaran
Rinne :-
Weber :-
Swabach :-

20
k. Mulut
Inspeksi
a) Gigi
Keadaan gigi : Keadaan gigi normal, gigi klien masih gigi susu.
Karang gigi / karies : tidak terdapat karang gigi atau karies pada klien.
b) Gusi
Merah / radang / tidak : Gusi tampak berwarna merah muda
(normal), tidak tampak ada tanda-tanda peradangan.
c) Lidah
Kotor / tidak : Lidah tampak bersih dan tidak kotor.
d) Bibir
Bibir tidak pucat maupun sianosis, amun mukosa bibir klien tampak
kering, mulut tidak berbau. Kemampuan berbicara klien masih belum
sempurna dan hanya dapat mengucapkan beberapa patah kata yang tidak
lengkap karena klien masih dalam proses belajar berbicara.
l. Tenggorokan
a) Nyeri tekan : Tidak terdapat nyeri tekan pada klien.
b) Nyeri menelan : Tidak terdapat nyeri menelan pada klien.
m. Leher
Inspeksi
Kelenjar thyroid : Membesar = tidak
Palpasi
a) Kelenjar thyroid : Teraba = tidak
b) Kelenjar limfe : Membesar= tidak
n. Thorax dan pernapasan
Inspeksi
a) Bentuk dada :
Bentuk dada simetris, tidak tampak barrel chest atau furrel chest, tidak
tampak ada retraksi dada pada klien.

21
b) Irama pernafasan :
Irama pernafasan normal dan teratur.
c) Pengembangan di waktu bernapas :
Pengembangan dada klien ketika bernafas normal, tidak tampak adanya
tarikan dinding dada klien ketika bernafas.
d) Tipe pernapasan : Eupnea (normal)
Palpasi
Tidak terdapat massa atau nyeri tekan pada klien saat dipalpasi.
Auskultasi
a) Suara nafas : Bronchovesikuler (+)
b) Suara tambahan : Tidak terdapat bunyi suara tambahan seperti
wheezing, ronchi atau rales.
Perkusi
Terdengar suara Sonor
o. Jantung
Palpasi
Ictus cordis : Teraba ictus cordis pada
klien.
Perkusi
Pembesaran jantung : Tidak terdapat pembesaran
jantung pada klien.
Auskultasi
a) BJ I : Lub
b) BJ II : Dub
c) BJ III :-
d) Bunyi jantung tambahan : Tidak terdapat bunyi suara
jantung tambahan.

22
p. Abdomen
Inspeksi
a) Membuncit : Perut klien tampak sedikit membuncit.
b) Ada luka / tidak : Tidak terdapat lesi atau luka pada perut klien.
Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan pada area abdomen klien.
Auskultasi
Peristaltik : terdengar bising usus klien
dengan 5x/menit.
Perkusi
Terdengar suara tymphani pada abdomen klien ketika diperkusi.
q. Genitalia dan Anus : tidak terkaji.
r. Ekstremitas
Ekstremitas atas
a) Motorik
Pergerakan kanan / kiri : normal
Pergerakan abnormal :-
Kekuatan otot kanan / kiri : normal
Tonus otot kanan / kiri : normal
Koordinasi gerak : normal
b) Refleks
Biceps kanan / kiri : normal
Triceps kanan / kiri : normal
c) Sensori
Nyeri : Klien dapat merasakan nyeri
ketika diberi rangsangan berupa cubitan.
Rasa raba : Klien dapat merasakan
rangsangan pada kulit ketika perawat meraba area tangan klien.
Ekstremitas bawah

23
a) Motorik
Gaya berjalan : Klien belum lancar dan
masih belajar untuk berjalan.
Kekuatan kanan / kiri : normal.
Tonus otot kanan / kiri : normal.
b) Sensori
Nyeri :
Klien merasakan dan mengetahui letak nyeri ketika diberi rangsangan
berupa cubitan.
Rasa raba :
Klien dapat merasakan rangsangan pada kulit ketika perawat meraba area
tangan klien, kulit klien juga tampak merah
s. Status Neurologi.
Saraf – saraf cranial
a) Nervus I (Olfactorius) : penghidu : normal.
b) Nervus II (Opticus) : Penglihatan : normal.
c) Nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlearis, Abducens)
Konstriksi pupil : normal
Gerakan kelopak mata : normal
Pergerakan bola mata : normal
Pergerakan mata ke bawah & dalam : normal
d) Nervus V (Trigeminus)
Sensibilitas / sensori : normal
Refleks dagu : normal
Refleks cornea : normal

e) Nervus VII (Facialis)


Gerakan mimik : normal
Pengecapan 2 / 3 lidah bagian depan : normal

24
f) Nervus VIII (Acusticus)
Fungsi pendengaran : normal
g) Nervus IX dan X (Glosopharingeus dan Vagus)
Refleks menelan : normal
Refleks muntah : normal
Pengecapan 1/3 lidah bagian belakang : normal
Suara : normal
h) Nervus XI (Assesorius)
Memalingkan kepala ke kiri dan ke kanan : klien dapat memalingkan
kepala kearah kiri dan kanan.
Mengangkat bahu : klien dapat mengangkat
bahu.
i) Nervus XII (Hypoglossus)
Deviasi lidah : tidak tampak deviasi lidah.

3.1.8 Pemeriksaan Tingkat Perkembangan (0 – 6 Tahun) Dengan menggunakan


DDST
a) Motorik kasar
Pada sektor motorik kasar didapatkan hasil bahwa An. R normal, dibuktikan
dengan klien mampu melakukan tugas perkembangan yang jelas disebelah
kiri garis umur dan tugas perkembangan yang dipotong oleh garis umur.
b) Motorik halus
Pada sektor motorik halus didapatkan hasil bahwa An. R normal, dibuktikan
dengan klien mampu melakukan tugas perkembangan yang jelas disebelah
kiri garis umur dan tugas perkembangan yang dipotong oleh garis umur.

c) Bahasa

25
Pada sektor bahasa didapatkan hasil bahwa An. R normal, dibuktikan dengan
klien mampu melakukan tugas perkembangan yang jelas disebelah kiri garis
umur dan tugas perkembangan yang dipotong oleh garis umur.
d) Personal sosial
Pada sektor personal sosial didapatkan hasil bahwa An. D normal,
dibuktikan dengan klien mampu melakukan tugas perkembangan yang jelas
disebelah kiri garis umur dan tugas perkembangan yang dipotong oleh garis
umur.

3.1.9 Test Diagnostik


Hb: 10,1 g/dl
Leukosit: 80.000/ul
Trombosit: 303.000/ul
Hemotokkrit: 30,3 %

3.2 Analisa Data


DATA MASALAH ETIOLOGI
Ds:- Hipertemi Proses infeksi
Do: -Tubuh bayi teraba
panas
- Kulit tubuh anak
tampak merah
- Suhu badan 38o C
- Leukosit 80.000/ul

Ds:- Ibu klien mengatakan Resiko kekurangan Balance cairan terganggu


bayi R saat ini kurang mau volume cairan
menyusui
Do: - Klien tampak lemah
- Bibir klien tampak
kering

3.3 Intervensi, Implementasi dan Evaluasi

26
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawata Kriteria Hasil
n
1. Hipertermi Setelah diberika 1. Kaji penyebab 1. Hipertermi
b.d proses asuhan hipertermi merupakan salah
infeksi keperawatan 1X24 2. Observasi suhu satu gejala atau
jam suhu tubuh badan kompensasi tubuh
anak normal 36,5’ 3. Beri kompres terhadap adanya
-37,5’ C degan hangat pada infeksi baik
kriteria hasil : dahi maupun secara local
1. TTV dalam axila maupu secara
batas normal 4. Beri mimun sistemik hal ini
2. Gangguan sering tapi sikit perlu di ketahui
neurologis 5. Kolaborasi sebagai dasar
tidak terjadi pemberian obat dalam rencana
3. Reaksi alergi anti piretik intervensi
berkurang 3x8,8 mg 2. Proses
peningkatan suhu
tubuh
menunjukkan
proses peyakkit
infeksius akut
3. Daerah dahi/axila
merupakan
jaringan tipis dan
terdapat
pembuluh darah
sehingga proses
vasodilatasi
pembuluh darah
lebih cepat
sehingga
pergerakan cepat
4. Untuk mengganti
proses cairan
yang hilang
selama evaporasi
5. Obat anti piretik
bekerja sebagai
pengatur kembali
pusat panas

27
2 Resiko Setelah siberika 1. Idetifikasi 1. Mengetahui
kekurangan asuhan kemungkinan penyebab untuk
volume cairan keperawatan ketidakseimba menentukan
b.d balance selama 1x24 jam ngan elektrolit intervensi
cairan diharapkan cairan 2. Monitor penyelesaian
terganggu dan elitrolit klien adanya 2. Mengetahui
seimbang dengan kehilangan keadaan umum
kriteria hasil : cairan dan klien
1. Turgor kulit elektrolit 3. Mengurangi
elastis 3. Monitor resiko
2. Intake dan adanya mual, kekurangan
output seimbang muntah, dan volume cairan
3. Membrane diare semakin
mukosa lembab 4. Monitor status bertambah
4. TTV dalam hidrasi 4. Mengetahui
batas normal 5. Monitor intake perkembangan
dan output dehidrasi
cairan 5. Evaluasi
6. Monitor TTV intervensi
6. Mengetahui
keadaan umum
klien

No Diagnosa Hari/Waktu Implementasi Evaluasi


Keperawatan
1 Hipertermi b.d Kamis,21/12/2017 1. Mengkaji S:-
proses infeksi 09.10 penyebab O:- Kulit tubuh
hipertermi anak tampak
2.Mengobservasi merah
suhu badan - Suhu
3.Menganjurkan badan
kepada ibu 38o C
untuk - Leukosit
mengkompres 80.000/ul
hangat pada dahi
maupun axila A: Anak
4. menganjurkan mengalami
ibu untuk hipertermi
memberikan P: Lanjutkan
minun sering intervensi 2,3,4

28
tapi sedikit dan 5
5. Berkolaborasi
pemberian
paracetamol
3X8,8 mg

2 Resiko Kamis, 1. S:- Ibu klien


kekurangan 21/12/2017 Mengidentifikasi mengatakan
volume cairan b.d 09.10 kemungkinan bayinya saat ini
balance cairan ketidak kurang mau
terganggu seimbangan menyusui
elektrolit O: - Klien
2. Memonitor tampak lemah
adanya -Bibir klien
kehilangan tampak kering
cairan elektrolit A: Anak bersiko
3. Memonitor kekurangan
adanya volume cairan
mual,muntah P: Lanjutkan
dan diare intervensi 2, 3,
4. Memonitor 4, 5,dan 6
status dehidrasi
5. Memonitor
intake dan
output cairan
6. Memonitor
TTV

29
BAB IV
PEMBAHASAN

Bab ini penulis akan membahas tentang studi kasus asuhan keperawatan pada
An. R dengan febris di UPTD Puskesemas Kecamatan Pontianak Kota. Penulis akan
membahas kesesuain maupun kesenjangan antara kasus dengan ruang lingkup
pembahasan mencakup asuhan keperawatan berdasarkan prioritas diagnosa
keperawatan melalui proses keperawatan yang meliputi tahap pengkajian, diagnosa
keperawatan, rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi, serta berfokus pada
pemenuhan kebutuhan dasar manusia.
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah pemikiran dasar dari proses
keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang
klien, agar dapat mengidentifikasi atau mengenali masalah-masalah yang dialami
klien, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien baik fisik, mental, sosial dan
lingkungan (Hutahean, 2010).
Febris adalah salah satu bagian dari pertahanan fisiologi alamiah dalam
melawan agen infeksi. Adanya demam menyebabkan mekanisme imunologis
meningkat dan kemampuan virus dan bakteri untuk bereplikasi akan menurun
(Lubis, 2011). Demam menjadi pertanda dari tubuh terhadap suatu infeksi.
Seseorang yang mengalami demam akan merasa tidak nyaman, dan menimbulkan
komplikasi serius seperti kejang (Mukhtar dan Elnimeiri, 2014).
Pengumpulan data yang dilakukan penulis saat pengambilan kasus dengan
wawancara dan observasi langsung serta melakukan pemeriksaan fisik pada An R.
Keluhan utama, ibu pasien mengatakan badan An. R panas sejak 5 hari yang lalu.
Riwayat penyakit sekarang. Ibu An. R mengatakan kurang lebih 1 minggu yang
lalu An. R badanya panas. Hasil pemeriksaan pada An. R suhu tubuh 38ºC, anak
tampak lemah, warna kulit tampak kemerahan, dan akral tubuh hangat.An.R
memiliki riwayat demam dan ISPA pada tiga bulan yang lalu, dan kunjungan ke

30
poli MTBS di UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota merupakan
kunjungan pertama.
Hasil dari pemeriksaan laboratorium mendapatkan hasil nilai leukosit sebesar
80.000/ul. Hal ini menandakan terjadinya proses infeksi didalam tubuh klien.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan, penulis mengangkat 2 diagnosa
yang muncul berdasarkan tanda gejala yang ditemui pada klien. Hasil pengkajian
didapatkan bahwa tubuh bayi teraba panas dengan hasil pengukuran suhu 38 oC,
kulit tubuh anak tampak merah serta adanya hasil lab yang menunjukkan bahwa
nilai leukosit yang tinggi yakni 80.000/ul. Berdasarkan pengkajian tersebut, maka
penulis mengangkat diagnosa berdasarkan gejala yang muncul yakni hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi.
Selain masalah diatas, ditemukan juga diagnosa lain pada kasus ini yakni
“Resiko kekurangan Balance cairan berhubungan dengan terganggunya balance
cairan”, hal ini berdasarkan atas gejala-gejala lain yang muncul antara lain: ibu
mengatakan anaknya saat ini kurang mau menyusui, klien tampak lemah dan bibir
bayi yang kering.
3. Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan yang akan penulis rencanakan kepada klien sesuai
dengan diagnosa yang di tegakkan, sehingga masalah keperawatan pada klien
dapat teratasi (Wilkinson, 2006).
Tujuan dan kriteria hasil yang di buat penulis, setelah dilakukan tindakan
selama 1x24 jam diharapkan masalah hipertermi dapat teratasi dengan kriteria
hasil suhu tubuh pasien dalam keadaan normal antara (36 sampai 37ºC), akral
tubuh teraba tidak hangat, warna kulit tidak kemerahan, pasien tidak rewel (Nanda
International, 2015).
Rencana keperawatan yang dilakukan oleh penulis antara lain yaitu, mengkaji
penyebab hipertermi, mengobservasi suhu badan, menganjurkan kompres hangat

31
pada dahi maupun axila, menganjurkan mimun sering tapi sikit, melakukan
kolaborasi pemberian obat anti piretik 3 x8,8 mg.
Pada masalah resiko kekurangan volume cairan diharapkan cairan dan
elektrolit klien seimbang serta membrane mukosa lembab. Rencana keperawatan
yang sesuai diberikan kepada anak ialah: megidetifikasi kemungkinan
ketidakseimbangan elektrolit, memonitor adanya kehilangan cairan dan elektrolit,
memonitor adanya mual, muntah, dan diare, memonitor status hidrasi, memonitor
intake dan output cairan, memonitor TTV.
4. Implementasi
Implementasi yang dilakukan berdasarkan intervensi keperawatan yang
sudah tetapkan, pada diagnosa keperawatan hipertermi b.d proses infeksi dengan
melakukan teknik farmakologi dan non farmakologi untuk menurunkan suhu
badan klien. Pada teknik farmakologi dengan memberikan terapi antipiretik yaitu
paracetamol syrup 3x 8,8 mg, sedangkan pada teknik non farmakologi dilakukan
dengan menganjurkan ibu untuk memberikan kompres hangat pada paha dan axila.
Kedua hal ini dilakukan untuk mencapai suhu tubuh yang normal kembali.
Pada diagnosa resiko kekurangan volume cairan b.d balance cairan yang
terganggu. Untuk mengurangi dehidrasi ibu dianjurkan untuk memantau intake
dan output cairan serta memberikan ASI pada anak.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses keperawatan mengukur respon klien terhadap
tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan. Setelah
penulis melakukan tindakan keperawatan selama tiga hari, maka penulis
melakukan evaluasi. Evaluasi ini penulis menggunakan metode sesuai teori
yaitu SOAP (Subyektif, Obyektif, Assessment, Planning)
Pada tanggal 21 Desember 2017 jam 13.00 pada diagnoasa yang pertama
Subyektif(-) Obyektif:- Kulit tubuh anak tampak merah, suhu badan 38o C, dan
Leukosit 80.000/ul, Assesment: Anak mengalami hipertermi, Planning: Lanjutkan
intervensi 2,3,4 dan 5.

32
Pada diagnosa yang kedua Subyektif:- Ibu klien mengatakan bayinya saat ini
kurang mau menyusui, Obyektif: - Klien tampak lemah, bibir klien tampak kering,
Assesment:Anak bersiko kekurangan volume cairan, Planning: Lanjutkan
intervensi 2, 3, 4, 5,dan 6.

33
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Demam merupakan salah satu bagian dari pertahanan fisiologi alamiah
dalam melawan agen infeksi. Febris/demam adalah peningkatan suhu tubuh di
atas normal (>37,5OC) dan setiap penyakit ditandai dengan peningkatan suhu
tubuh. Demam adalah tanda dan gejala dari suatu penyakit. Demam dapat
meningkatan suhu tubuh namun bersifat sementara karena merespon adanya
suatu penyakit yang disebabkan oleh stres fisiologik atau infeksi oleh
mikroorganisme, hal ini dapat mengurangi tingkat kenyamanan seseorang dan
dapat menimbulkan komplikasi.
Hasil pengkajian pada An. R didapatkan bahwa klien sudah mengalami
demam berulang selama 5 hari. tidak disertai batuk dan pilek. Tubuh bayi
teraba panas, dengan kulit yang tampak merah, suhu badan 38o C, dan hasil lab
diperoleh nilai Leukosit 80.000/ul. ibu mengatakan anaknya saat ini kurang
mau menyusui, klien tampak lemah dan bibir bayi yang kering. Berdasarkan
pengkajian di atas, maka penulis mengangkat 2 diagnosa yakni: hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi, dan Resiko kekurangan Balance cairan
berhubungan dengan terganggunya balance cairan. Intervensi keperawatan
kemudian disusun berdasarkan tujuan yang ingin dicapai terhadap masing-
masing masalah keperawatan dan kemudian dilanjutkan dengan tahap
implementasi. Evaluasi terhadap masalah hipertemi dan Resiko kekurangan
Balance cairan belum teratasi dikarenakan implementasinya belum sampai 1x24
jam.
5.2 Saran
Diharapkan orangtua bisa lebih jeli dan cepat bertindak terhadap masalah
yang dihadapi pada anaknya dan segera membawa anaknya ke pelayanan
kesehatan jika demam terus berulang dan tidak ada perubahan.

34
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, R.E., Robert M.K., dan Arvin. (2000). Nelson Ilmu Kesehatan Anak, edisi:
15 vol 1. Jakarta: EGC.

Behrman, R.E., Robert M.Kliegman dan Hal B.Jenson. (2006). Nelson Textbook of
Pediatrics 17th Edition. New Delhi: Elsevier

Dewi, A.K. (2016). Perbedaan Penurunan Suhu Tubuh Antara Pemberian Kompres
Air Hangat Dengan Tepid Sponge Bath Pada Anak Demam. Jurnal
Keperawatan Muhammadiyah 1(1): 63-71.

Dorland, W. (2006). Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC

El-Radhi, A. S., Carroll, J., & Klein, N. (2009). Clinical manual of fever in children.
Clinical Manual of Fever in Children, 1–318.

Hamid, M.A. (2011). Keefektifan Kompres Tepid Sponge Yang Dilakukan Ibu
Dalam Menurukan Demam Pada Anak: Randomized Control Trial di
Puskesmas Mumbulsari Kabupaten Jember. Tesis. Universitas Sebelas Maret
Surakarta

Hospital Care for Children. (2005). Demam pada Anak. Diakses pada 26 Desember
2017, dari http://www.ichrc.org/61-anak-dengan-demam.

Hutahean. (2010). Teori dan Praktik Keperawatan Alih Bahasa: Waluyo Agung,
Ester Monica. Jakarta: EGC.

Ismoedijanto. (2000). Demam pada Anak. Sari Pediatri. 2(2): 103-108.

Kaneshiro,  N.K., David Zieve., Isla Ogilvie. (2015) When Your Baby or Infant Has a
Fever University of Washington School of Medicine. Diunduh 26 Desember
2017 dari
https://medlineplus.gov/ency/patientinstructions/000319.htm

Kania, N. (2007). Penatalaksanaan Demam Pada Anak. Diunduh 26 Desember 2017,


dari
http://repository.unpad.ac.id/4567/1/penatalaksanaan_demam_pada_anak.pdf.

Lubis, I. N. D., & Lubis, C. P. (2011). Penanganan Demam pada Anak. Sari


Pediatri, 6(12), 409-418.

35
Marcdante, K.J., Robert M.K., Hall B.J., Richard E.Behrman. (2011). Nelson Ilmu
Kesehatan Anak Esensial, Edisi 6. Singapura: Elsevier

Mukhtar, H.M.E., dan Mustafa K.E. (2014). Physical Methods Used by Sudanese
Mothers in Rural Settings to Manage A Child With Fever. Sudanese Journal
of Paediatrics 14(1): 59-64.

National Institute of Health and Clinical Excellence (NICE). (2013). Feverish Illnesh
in Children: assessment and intitial management in children younger than 5
years of age. London: NICE (CG160).

Plipat, N., Hakim, S., & Ahrens, W.R. (2002). The Febrile Child. In: Pediatric
Emergency Medicine. 2nd ed.New York: McGraw-Hill

Potter, P.A, dan Perry, A.G. (2009). Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta:


Salemba Medika

Potter, P.A., dan Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep,
Proses, dan Praktik. Edisi 4, Volume 1. EGC: Jakarta.

Pujiarto, P.S. (2008). Demam Pada Anak. Majalah Kedokteran Indonesia, 58(9),
346-351.

Riandita, A. (2012). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Demam


Dengan Pengelolaan Demam Pada Anak. Laporan Hasil Karya Tulis Ilmiah:
Program Pendidikan Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro

Soedarmo, S.S.P., Herry, G., Sri R.S.H., Hindra I.S. (2012). Buku Ajar Infeksi dan
Pediatri Tropis, Edisi 2, Cetakan 3. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia

Susilowati, E. (2016). Hubungan Antara Pengetahuan Orangtua Tentang


Penanganan Demam Dengan Kejadian Kejang Demam Berulang di Ruang
Anak RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen. Skripsi. STIKES Husada
Surakarta

Widyastuti, Danis., & Widyani, Retno. 2006. Panduan Perkembangan Anak 0-1
tahun. Jakarta: Puspa Swara.

Wilkinson, Judith M. (2006). Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan


Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC

36
Wong, L.D. (2008). Wong Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Vol. 2, Edisi 6. Jakarta:
EGC
World Health Organization. (2013). Performance of The Health Sector Strategic
Plan III 2009–2015.

37

Anda mungkin juga menyukai