Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN DASAR PROFESI


CKR (CIDERA KEPALA RINGAN)
DI RUANG CEMPAKA RSUD RA KARTINI JEPARA

Di Susun Oleh :
Laily Dwi Nur Safitri
NIM : 72020040017

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN 2020/2021
A. PENGERTIAN
1. Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara
langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan
fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif , psikososial, bersifat temporer atau
permanen (Riskesdas,2013).
2. Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala , bukan bersifat congenital ataupun degenerative, tetapi
disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi
atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan
kognitif dan fungsi fisik (Snell,2010).
3. Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak (Hudak&Gallo,2010)
B. ETIOLOGI
1. Trauma tajam adalah trauma yang disebabkan oleh benda tajam yang dapat
mengakibatkan cedera setempat dan menimbulkan cedera lokal. Kerusakan local
meliputi Contosio serebral,hematom serebral,kerusakan otak sekunder yang
disebabkan perluasan masa lesi , pergeseran otak atau hernia.
2. Trauma tumpul trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh
menyebabkan kerusakan secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk yaitu cedera
akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, multiple pada
otak koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer,cerebral,batang otak
atau keduanya (Wijaya,2013).
C. TANDA & GEJALA
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi
cedera otak.
1. Cedera kepala ringan
a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu atau
lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.
2. Cedera kepala sedang
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebinggungan atau
hahkan koma.
b. Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit neurologik,
perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensorik,
kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan.
3. Cedera kepala berat
a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah
terjadinya penurunan kesehatan.
b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera terbuka,
fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.
d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area tersebut.
D. PATHOFISIOLOGI
Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer dan
proses sekunder. Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang berkaitan
dengan suatu trauma yang relative baru terjadi dan bersifat irreversible untuk sebagian
besar daerah otak. Walaupun kontusio dan laserasi yang terjadi pada permukaan otak,
terutama pada kutub temporal dan permukaan orbital dari lobus frontalis, memberikan
tanda-tanda jelas tetapi selama lebih dari 30 tahun telah dianggap jejas akson difus
pada substasi alba subkortex adalah penyebab utama kehilangan kesadaran
berkepanjangan, gangguan respon motorik dan pemulihan yang tidak komplit yang
merupakan penanda pasien yang menderita cedera kepala traumatik berat.
1. Proses Primer
Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera primer
biasanya fokal (perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson difus).Proses ini adalah
kerusakan otak tahap awal yang diakibatkan oleh benturan mekanik pada kepala,
derajat kerusakan tergantung pada kuat dan arah benturan, kondisi kepala yang
bergerak diam, percepatan dan perlambatan gerak kepala. Proses primer
menyebabkan fraktur tengkorak, perdarahan segera intrakranial, robekan
regangan serabut saraf dan kematian langsung pada daerah yang terkena.
2. Proses Sekunder
Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul
kerusakan primer. Dapat dibagi menjadi penyebab sistemik dari intrakranial. Dari
berbagai gangguan sistemik, hipoksia dan hipotensi merupakan gangguan yang
paling berarti. Hipotensi menurunnya tekanan perfusi otak sehingga
mengakibatkan terjadinya iskemi dan infark otak. Perluasan kerusakan jaringan
otak sekunder disebabkan berbagai faktor seperti kerusakan sawar darah otak,
gangguan aliran darah otak metabolisme otak, gangguan hormonal, pengeluaran
bahan-bahan neurotrasmiter dan radikal bebas. Trauma saraf proses primer atau
sekunder akan menimbulkan gejala-gejala neurologis yang tergantung lokasi
kerusakan.
Kerusakan sistem saraf motorik yang berpusat dibagian belakang lobus
frontalis akan mengakibatkan kelumpuhan pada sisi lain. Gejala-gejala kerusakan
lobus-lobus lainnya baru akan ditemui setelah penderita sadar. Pada kerusakan
lobus oksipital akan dujumpai ganguan sensibilitas kulit pada sisi yang
berlawanan. Pada lobus frontalis mengakibatkan timbulnya seperti dijumpai pada
epilepsi lobus temporalis.
Kelainan metabolisme yang dijumpai pada penderita cedera kepala disebabkan
adanya kerusakan di daerah hipotalamus. Kerusakan dibagian depan hipotalamus
akan terjadi hepertermi. Lesi di regio optika berakibat timbulnya edema paru
karena kontraksi sistem vena. Retensi air, natrium dan klor yang terjadi pada hari
pertama setelah trauma tampaknya disebabkan oleh terlepasnya hormon ADH
dari daerah belakang hipotalamus yang berhubungan dengan hipofisis.
Setelah kurang lebih 5 hari natrium dan klor akan dikeluarkan melalui urine
dalam jumlah berlebihan sehingga keseimbangannya menjadi negatif.
Hiperglikemi dan glikosuria yang timbul juga disebabkan keadaan perangsangan
pusat-pusat yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat didalam batang otak.
Batang otak dapat mengalami kerusakan langsung karena benturan atau sekunder
akibat fleksi atau torsi akut pada sambungan serviks medulla, karena kerusakan
pembuluh darah atau karena penekanan oleh herniasi unkus.
Gejala-gejala yang dapat timbul ialah fleksiditas umum yang terjadi pada lesi
tranversal dibawah nukleus nervus statoakustikus, regiditas deserebrasi pada lesi
tranversal setinggi nukleus rubber, lengan dan tungkai kaku dalam sikap ekstensi
dan kedua lengan kaku dalam fleksi pada siku  terjadi bila hubungan batang otak
dengan korteks serebri terputus.
Gejala-gejala Parkinson timbul pada kerusakan ganglion basal. Kerusakan-
kerusakan saraf-saraf kranial dan traktus-traktus panjang menimbulkan gejala
neurologis khas. Nafas dangkal tak teratur yang dijumpai pada kerusakan medula
oblongata akan menimbulkan timbulnya Asidesil. Nafas yang cepat dan dalam
yang terjadi pada gangguan setinggi diensefalon akan mengakibatkan alkalosisi
respiratorik.
E. PATHWAY
Trauma Kepala

Cedera primer (langsung) Cedera sekunder (tak langsung)

Ekstra kranial Tulang kranial Intra kranial

Terputusnya kontinuitus
Terputusnya Kerusakan saraf otak
jaringan kulit, otot dan
kontinuitus jaringan (contusio, laserasi)
vaskuler

Perdarahan
Gangguan Perubahan sirkulasi Produl ATP
autoregulasi hematoma CSS menurun

Edema Kekurangan energi


cerebral Nyeri akut
Proses dalam
metabolisme
otak terganggu Resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak Peningkatan TIK

Penurunan suplai Mual dan muntah


darah dan oksigen

Anoreksia
Perubahan pola
nafas Sesak
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
Ketidakefektifan kebutuhan tubuh
pola nafas
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. CT Scan: tanpa/dengan kontras mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan


ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
2. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran
jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
3. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan / edema), fragmen tulang.
4. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
5. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial.
6. MRI (Magnetic Resonance Imaging) : untuk mengevaluasi cedera vascular
serebral dengan cara noninvasive.
7. EEG (elektro ensefalogram) : mengukur aktivitas gelombang otak disemua regio
korteks dan berguna dalam mendiagnosis kejang serta mengaitkan pemeriksaan
neurologis abnormal.
8. BAER (Brainsteam Auditory Evoked Responses) dan SSEP (Somatosensory
Evoked Potensial) : pemeriksaan prognostic yang bermanfaat pada pasien cedera
kepala. Hasil abnormal dari salah satu pemeriksaan tersebut dapat membantu
menegakan diagnosis disfungsi batang otak yang tidak akan menghasilkan
pemulihan fungsional yang bermakna.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Oksigenasi
2. Terapi untuk mengurangi edema serebri (anti edema): Dexamethasone 10 mg
3. Terapi neurotropik : citicolin, piroxicam
4. Terapi antibiotik untuk profilaksis
5. Terapi antipireutik bila demam
6. Terapi diazepam 5-10mg atau CPZ bila pasien gelisah
H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Aktifitas dan istirahat
Gejala                 :  merasa lemah,lelah,kaku hilang keseimbangan
Tanda                  : -     Perubahan kesadaran, letargi
                     `        -     hemiparese
                              -     ataksia cara berjalan tidak tegap
                              -     masalah dlm keseimbangan
                              -     cedera/trauma ortopedi
                              -     kehilangan tonus otot
b. Sirkulasi
Gejala :
-     Perubahan tekanan darah atau normal
              -     Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yg
diselingi   bradikardia disritmia
c. Integritas ego
Gejala                 : Perubahan tingkah laku atau kepribadian
Tanda                 :  Cemas,mudah tersinggung, delirium, agitasi,
                              bingung, depresi
d. Eliminasi
Gejala                 :  Inkontensia kandung kemih/usus mengalami
                              gangguan fungsi
e. Makanan/cairan
Gejala                 :  Mual, muntah dan mengalami perubahan selera
Tanda                 : Muntah,gangguan menelan
f. Neurosensori
Gejala                 :  -     Kehilangan kesadaran sementara,amnesia seputar
kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran
                              -     Perubahan dlm penglihatan spt ketajamannya,
diplopia, kehilangan sebagain lapang pandang, gangguan pengecapan dan
penciuman
Tanda                 : -     Perubahan kesadran bisa sampai koma
                              -     Perubahan status mental
                              -     Perubahan pupil
                              -     Kehilangan penginderaan
                              -     Wajah tdk simetris
                              -     Genggaman lemah tidak seimbang
                              -     Kehilangan sensasi sebagian tubuh
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala                 ; sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yg berbeda
                              biasanya lama
Tanda                 :  Wajah menyeringai,respon menarik pd ransangan
                              nyeri nyeri yg hebat,merintih
h. Pernafasan
Tanda                 :  Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor, tersedak,
ronkhi,mengi
i. Keamanan
Gejala                 : Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda                 : -    Fraktur/dislokasi,gangguan penglihatan
-     Kulit : laserasi,abrasi,perubahan warna,tanda batle
disekitar telinga,adanya aliran cairan dari telin ga atau
hidung
                              -    Gangguan kognitif
                              -    Gangguan rentang gerak
                              -    Demam
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan pola nafas b.d hiperventilasi
(Domain 4 aktivitas / istirahat, kelas 4 respon kardiovaskular / pulmonal,
kode 00032)
b. Nyeri akut b.d agen cidera biologis.
(Domain 12 kenyamanan, kelas 1 kenyamanan fisik, kode 00132)
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan diet
kurang
(Domain 2 nutrisi, kelas 1 makan, kode 00002)
d. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
(Domain 4 aktivitas / istirahat, kelas 4 respon kardiovaskular, kode 00201)
3. INTERVENSI KEEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan pola nafas b.d hiperventilasi
Tujuan : Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan
tidak ada sesak atau kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan
dalam batas normal.
Intervensi:

1) Kaji Airway, Breathing, Circulasi


2) Kaji  apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada hindari kepala
ekstensi dan hati-hati dalam mengatur posisi bila ada cedera vertebral
3) Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada sekret
segera lakukan pengisapan lender
4) Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas
5) Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi dan
tinggikan 15 – 30 derajat.
6) Oksigen sesuai program.

b. Nyeri akut b.d agen cidera biologis.


Tujuan : pasien akan merasa nyaman yang ditandai dengan pasien tidak
mengeluh nyeri, dan tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
1) Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri,
lamanya, serangannya, peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat,
berkeringat dingin.
2) Mengatur posisi sesuai kebutuhan untuk mengurangi nyeri.
3) Kurangi rangsangan.
4) Pemberian obat analgetik sesuai dengan program.
5) Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur.
6) Berikan sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi.

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan diet


kurang
Tujuan : nutrisi pasien akan trcukupi yang ditandai dengan nafsu makan
pasien meningkat
Intervensi :
1) Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah dan menelan, batuk dan
mengatasi sekresi.
2) Auskultasi bising usus, catat adanya penurunan/hilangnya atau suara
hiperaktif.
3) Jaga keamanan saat memberikan makan pada pasien, seperti meninggikan
kepala selama makan atatu
4) Berikan makan dalam porsi kecil dan sering dengan teratur.
5) Kolaborasi dengan ahli gizi.

d. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak


Tujuan : Perfusi jaringan otak adekuat yang ditandai dengan tidak ada pusing
hebat, kesadaran tidak menurun, dan tidak terdapat tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakranial.

Intervensi :

1) Tinggikan posisi kepala 15 – 30 derajat dengan posisi “midline” untuk


menurunkan tekanan vena jugularis.
2) Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya tekanan intrakranial:
3) Bila akan memiringkan pasien,  harus menghindari adanya tekukan pada
anggota badan, fleksi (harus bersamaan)
4) Ciptakan lingkungan yang tenang, gunakan sentuhan therapeutic, hindari
percakapan yang emosional.
5) Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan intrakranial
sesuai program.
6) Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan karena
dapat meningkatkan edema serebral.
7) Monitor intake dan out put.
8) Lakukan kateterisasi bila ada indikasi.

4. REFERENSI
Hudak dan Gallo. (2010). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Volume
II. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kementerian Kesehatan RI, (2013), Pusat Data dan Informasi Kesehatan,
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
RISKESDAS, (2013). Profil Kesehatan, Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.

Anda mungkin juga menyukai