Anda di halaman 1dari 14

1

BAB I

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Sectio Caesaria didefinisikan sebagai kelahiran janin melalui incisi

pada dinding perut dan rahim anterior {Hacker, 2001).

Sectio Caesarea adalah metode pembedahan guna melahirkan anak

melalui incisi pada dinding abdomen dan uterus (Oxorn, 1996).

Eklampsi adalah penambahan kejang umum pada sindroma pre

ekslampsia ringan atau berat (Hacker. 2001).

Eklampsia adalah pre eklampsia yang disertai kejang dan atau koma

yang timbul bukan akibat kelainan neurology (Mansjoer, 1999).

Berdasarkan pengertian di atas maka penulis dapat menyimpulkan

bahwa sectio caesarea dengan indikasi eklampsia adalah tindakan operasi

untuk mengeluarkan bayi dengan incisi pada dinding abdomen dan uterus

dengan indikasi pre eklampsia yang disertai kejang.

B. Etiologi

Menurut Benzion Taber (1994 penyebab dari pre eklampsia maupun

eklampsia sampai sekarang belum diketahui, adapun faktor predisposisinya

meliputi:

1
2

1. Nulipara umur belasan tahun.

2. Pasien kurang mampu, dengan pemeriksaan antenatal yang buruk terutama

dengan diit kurang protein.

3. Mempunyai riwayat pre eklampsia atau eklampsia dalam keluarganya.

4. Mempunyai penyakit vaskuler hipertensi sebelumnya.

5. Kehamilan dengan trofoblas yang berlebihan seperti kehamilan kembar,

molahidatidosa, dan lain-lain.

C. Indikasi Sectio Caesarea

Indikasi sectio caesarea antara lain disproporsi capalo pelvic, gawat

janin, plasenta previa, pernah sectio caesarea sebelumnya, kelainan letak,

incoordinate uterine action, eklampsia, dan hipertensi (Mansjoer, 1999).

Alasan pre eklampsia menjadi indikasi sectio caesarea yaitu ibu

dengan pre eklampsia pada kala II harus dipersingkat, ibu dilarang mengedan,

maka dilakukan tindakan sectio caesarea (Rustam Mochtar, 1998).

D. Macam-macam Sectio Caesarea

Tipe-tipe dari Sectio Caesarea menurut Oxorn (1996) adalah:

1. Tipe-tipe segmen bawah: Insisi melintang

Insisi melintang segmen bawah uterus merupakan prosedur pilihan

abdomen dibuka dan disingkapkan, lipatan vesika uteri peritoneum yang

terletak dekat sambungan segmen atas dan bawah uterus disayat

melintang, lipatan ini dilepaskan dari segmen bawah dan bersama-sama


3

kandung kemih didorong ke bawah serta ditarik agar tidak menutupi

lapang pandang,

2. Tipe segmen bavwah: insisi membujur

Cara membuka abdomen dan menyingkapkan uterus sama seperti

pada sisi melintang. lnsisi membujur dibuat dengan skapal dan dilebarkan

dengan gunting tumpul untuk menghindari cedera pada bayi.

3. Sectio caesaria klasik

Insisi longitudinal di garis tengah dibuat dengan skapal ke dalam

dinding anterior uterus dan dilebarkan ke atas serta ke bawah dengan

gunting berujung tumpul,

4. Sectio caesaria ekstraperitoneal

Pembedahan ekstraperitoneal dikerjakan untuk menghindari

perlunya histerektomi pada kasus-kasus yang mengalami infeksi luas

dengan mencegah peritonitis generalisasi yang sering bersifat fatal.

E. Gambaran Klinis

Menurut Hacker (2001) pre ekslampsia dibagi menjadi:

1. Pre ekslampsia ringan

Tekanan darah 140/90 mmHg sampai 160/110 mmHg atau sistolik

lebih dari atau sama dengan peningkatan 30 mmHg, diastolik Iebih dan

atau sama dengan peningkatan 15 mmHg, proteinuria kurang dari 5

gram/24 jam (+ 1 sampai +2), oedema tangan atau muka.


4

2. Pre eklampsia berat

Tekanan darah lebih dari 160/110 mmHg, proteinuria lebih dari 5

gram/ 24 jam (+3 sampai +4) oedema tangan dan atau muka.

3. Ekslampsia

Salah satu gejala di atas disertai kejang.

F. Komplikasi

1. Komplikasi Sectio Caesarea menurut Hacker (2001) adalah:

a. Perdarahan primer sebagai akibat kegagalan mencapai homeostasis

karena incisi rahim atau akibat atonia uteri yang dapat terjadi setelah

pemanjangan masa persalinan.

b. Sepsis sesudah pembedahan, frekuensi dari komplikasi ini jauh lebih

besar bila sectio caesarea dilaksanakan selama persalinan atau bila

terdapat infeksi dalam rahim.

c. Cedera pada sekeliling struktur usus besar, kandung kemih yang lebar

dan ureter. Hematuri singkat dapat terjadi terlalu antusias dalam

menggunakan refaktor di daerah dinding kandung kemih.

2. Komplikasi yang timbul pada eklampsia (Mansjoer, 1999):

Komplikasi tergantung derajat pre eklampsia atau eklampsia antara lain

atonia uteri, sindrom HELLP (Hemolysis, elevated liver enzymes, low

platelet count), ablasi retina, KIID (Koagulasi Intravaskuler diseminata),

gagal ginjal, perdarahan otak, edema paru, gagal jantung hingga stock dan

kematian.
5

Komplikasi pada janin berhubungan dengan akut atau kronisnya

insifisiensi uteroplasental, misalnya: pertumbuhan janin terhambat dan

prematuritas.

G. Pemeriksaan Penunjang (Mansjoer, 1999)

1. Pemeriksaan urine: protein, reduksi, bilirubin, sedimen urine.

2. Pemeriksaan darah: trombasit, ureum, kretinin, SGOT, LDH, dan

bilirubin.

3. USG

H. Adaptasi Fisiologi dan Psikologi Post Partum (Hamilton, 1995)

1. Adaptasi fisiologis (Hamilton, 1995: 64-68)

a. Tanda-tanda vital

Suhu 24 jam pertama meningkat < 38°C akibat adanya dehidrasi dan

perubahan hormonal.

b. Sistem cardiovaskuler

Tekanan darah menurun, systole kurang dari 120 mmHg.

c. Laktasi

Produk ASI pada hari ketiga post partum, pembesaran payudara karena

peningkatan vascular dan limfatik yang mengelilingi payudara.

d. Gastrointestinal

Pengendalian fungsi defekasi lambat dalam minggu pertama post

partum dan kernbali normal setelah minggu kedua.


6

e. Muskulo skeletal

Terjadi peregangan dan penekanan otot, oedema ekstremitas bawah

berkurang dalam minggu pertama.

f. Perkemihan

Kandung kemih oedema dan sensitifitas menurun sehingga

menimbulkan overdistension.

g. Sistem reproduksi

Involusio uteri terjadi segera setelah lahir dan prosesnya cepat setelah

melahirkan uterus membersihkan dirinya dengan debris yaitu

pengeluaran lochea.

Macam-macarn lochea berdasarkan jenis dan warganya:

1). Lochea rubra: 1-3 hari, warna merah dan hitam, terdiri dari sel

desidua, vernik kaseosa, rambut lanugo, sisa meconeum, sisa

darah.

2). Lochea sanguinolenta: 3-7, warna putih bercampur darah merah

kecoklatan.

3). Lochea serosa; 7-14 berwarna kekuningan.

4). Lachea alba: setelah hari ke 14, berwarna putih

2. Adaptasi psikologis

a. Fase taking in

Ibu berperilaku tergantung pada orang lain, perhatian berfokus pada

diri sendiri, pasif belum kontak pada bayi, berlangsung 1-2 hari.
7

b. Fase taking hold

Fokus perhatian lebih luas termasuk pada bayi, mandiri dan insiatif

dalam perawatan dirinya, berlangsung 10 hari.

c. Fuse letting go

Memperoleh peran dan tanggung jawab baru, perawatan diri dan

bayinya meningkat terus, menyadari bahwa dirinya terpisah dari

bayinya.

I. Penyembuhan Luka

Menurut Robbins dan Kumar (1995) prases penyembuhan luka

sebagai berikut:

1. Hari pertama pasca bedah

Setelah lahir disambung dan dijahit, garis insisi segera terisi bekuan

darah. Permukaan bekuan darah ini mengering menimbulkan suatu kerak

yang rnenutupi luka,

2. Hari kedua pasca bedah

Timbul aktivitas yang terpisah yaitu reepitelisasi dan pembentukan

jembatan yang terdiri dari jaringan fibrosu yang menghubungkan ke dua

tepi celah sub epitalis. Jalur jalur tipis sel menonjol, di bawah perrnukaan

kerak dari tepi epitei menuju ke arah sentral. Dalam waktu 48 jam tonjolan

ini berhubungan satu sama lain, dengan demikian luka telah tertutup

epitel.
8

3. Hari ketiga pasca bedah

Respon radang akut mulai berkurang dan neutrofil sebagai besar diganti

oleh makrofag yang membersihkan tepi cabang.

4. Hari ke lima pasca bedah

Celah insisi biasanya terdiri dari jaringan granulosa yang kaya akan

pembuluh darah dan longgar. Dapat dijumpai serabut-serabut kolagen

disekitarnya.

5. Akhir minggu pertama

Luka telah tertutup dan epidermis dengan ketebalan yang kurang dari

normal.

6. Selama minggu kedua

Kerangka.fibrin sudah lenyap dari jaringan perut masih tetap berwarna

merah cerah sebagai akibat peningkatan vaskularisasi, reaksi radang

hampir hilang seluruhnya.

7. Akhir minggu kedua

Struktur jaringan dasar parut telah mantap dan terjadi suatu proses yang

panjang (menghasilkan warna jaringan parut yang lebih muda sebagai

akibat tekanan pada pembuluh darah, timbunan kolagen dan peningkatan

secara mantap (rentang luka) sedang berjalan.


9
Kehamilan disertai
Pre eklampsia

PEB Berlanjut

Kejang

Resiko pada janin: Prematuritas, Eklampsia Resiko pada Ibu: Solusio plasenta,
Insufisiensi plasenta, retardasi Gagal ginjal, oedema paru,
Pertumbuhan intra uterin, Perdarahan otak, gagal ginjal akut
Kematian janin SC (Sectio Caesaria)

Adaptasi Fisiologis Adaptasi psikologi Post partum

Insisi abdomen Efek anestasi Penurunan hormon Taking II Taking hold,


Estrogen & progesteron letting go PEB berlanjut

Peristaltik usus
menurun Ketergantungan
an masuknya Terputusnya Komplikasi Menstimulasi hipofisis Proteinuria > 5gr/24
Belum
kuman Continuitas jaringan anterior dan posterior jam (+3 sampai 4)
Belum flatus Pengalaman,
Perdarahan Mobilitas fisik kurang informasi
esiko tinggi menurun (perawatan post
Nyeri Tidak boleh Sekresi Sekresi sectio caesaria dan Kejang
infeksi Volume darah Makan minum prolaktin oxytoxin bayi baru lahir)
menurun Kurang
HB menurun Pemenuhan perawatan diri Eklampsia
Resiko tinggi nutrisi bertahap laktasi Kurang
kurang volume Kurang Gangguan pengetahuan
O2 dan nutrisi dalam protein dan pemenuhan
cairan Perubahan pola tentang perawatan Resiko tinggi
jaringan berkurang Vit.C nutrisi Pengeluaran ASI
makan post sectio caesaria cidera
tidak lancar
Kurang dan bayi baru lahir
Kelemahan gerak Konstipasi
Pembengkakan
payudara
Intoleransi aktivitas Sirkulasi darah Penyembuhan luka Perawatan lama
tidak lancar Tidak sempurna Jaringan tidak menyatu Redresing krisis situasi Cemas
10

L. Fokus Intervensi

1. Nyeri berhubungan dengan insisi pemberian (Kathryn et al, 1995)

Tujuan: nyeri berkurang atau hilang

Intervensi:

1) Kaji lokasi, skala, karakteristik nyeri

2) Monitor tanda-tanda vital

3) Beri tahu penyebab nyeri

4) Berikan posisi yang nyaman ajarkan teknik relaksasi (nafas dalam)

bila riven

5) Kolabirasi dalam pemberian analgetik

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka insisi pembedahan

(Tucker, 1999)

Tujuan: luka insisi bersih dan kering, tanpa tanda dan gejala infeksi

Intervensi:

1) Kaji peningkatan suhu, nadi, respirasi sebagai tanda infeksi

2) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.

3) Observasi insisi terhadap tanda infeksi: kemerahan, nyeri tekan,

bengkak pada sisi insisi, peningkatan suhu

4) Ganti pembalut luka perkebijakan rumah sakit,

5) Kaji fundus uteri dan pengeluaran lochea

6) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik.

3. Perubahan pola eliminasi BAB (konstipasi) berhubungan dengan

penurunan otot abdomen, penurunan peristaltik usus (Doenges, 2000)


11

Tujuan: pola eliminasi kembali normal

Intervensi:

1) Anjurkan klien untuk tidak menahan BAB

2) Berikan cairan peroral 6-8 gelas perhari

3) Observasi penyebab gangguan eliminasi BAB

4) Ajarkan untuk ambulasi dini sesuai toleransi

5) Kolaborasi pemberian obat pencahar

6) Kolaborasi pemberian diit tinggi serat.

4. Resiko tinggi kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah

akibat pembedahan (Kathryn et al, 1995)

Tujuan: rnencegah dan rneminirnalkan kekurangan cairan dan elektrolit

Intervensi:

1) Observasi perdarahan dan kontraksi uterus

2) Observasi pengeluaran lochea, warna, bau, karakteristik dan jumlah

3) Monitor tanda-tanda

4) Monitor intake dan output cairan

5) Kolaborasi dalam pemberian cairan dan elektrolit

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik (Kathryn et al,

1995).

Tujuan: aktivits kembali maximal

Intervensi :

1) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari seminimal

mungkin
12

2) Anjurkan untuk menghemat energi, hindari kegiatan yang

melelahkan

3) Bantu pasien dalam ambulasi

4) Jelaskan pentingnya mobilisasi dini

5) Berikan posisi yang nyaman.

6. Kurang pengetahuan tentang perawatan post sectio caesaria dan bayi

baru lahir berhubungan dengan kurang informasi (Doenges, 2001)

Tujuan: Pasien mengetahui perawatan pada post caesaria dan bayi

baru lahir

Intervensi:

1) Kaji tingkat pengetahuan pasien

2) Jelaskan pentingnya nutrisi dan ASI

3) Beri dorongan agar pasien melakukan perawatan bayi dirumah

4) Jelaskan perawatan insisi dan jaga kebersihan diri

5) Beri pendidikan kesehatan tentang perawatan bayi baru lahir

6) Hindari pengangkatan beban beratnya melebihi bayi selama 4-6

bulan

7) Perlunya perawatan payudara dan ekspresi manual bila menyusui

8) Libatkan keluarga dalam penkes

7. Perubahan eliminasi urine (retensio urine adalah berhubungan tonus

otot abdomen menurun (Hamilton, 1995)

Tujuan: tidak terjadi gangguan bak

lntervensi:
13

1) Catat intake dan output urine

2) Catat bila jenis, jumlah dan warna urine.

3) Anjurkan klien minum sedikitnya 1500 ml/hari.

4) Rangsang bak dengan aliran air hangat di atas vulva,

5) Laksanakan kateterisasi bila diperlukan.

8. Cemas berhubungan dengan tindakan redresing perawatan yang

lama, krisis situasi (Doenges, 2000)

Tujuan : cemas tidak terjadi / kurang

Intervensi:

1) Kaji tingkat kecemasan

2) Kaji tekanan darah dan nadi sesuai indikasi

3) Anjurkan klien untuk mengungkapkan perasaan, masalah dan

rasa takut

4) Berikan informasi yang akurat tentang keadaan klien atau bayi

5) Anjurkan tindakan untuk menurunkan ketegangan emosi, seperti

teknik relaksasi dan pengungkapan masalah.

6) Jelaskan tujuan dilakukan tindakan redresing

9. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penurunan

peristaltik usus (Doenges, 2001)

Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi

Intervensi:

1) Pantau masukan makanan setiap hari

2) Ukur berat badan setiap hari

3) Larang pasien untuk makan diet tinggi kalori dan protein


14

4) Beri makan dalam porsi kecil tapi sering

5) Kolaborasi dalam pemberian diit

10. Kurang perawatan diri berhuhungan dengan ketergantungan., kehilangan

mobilitas (Doenges, 2000).

Tujuan : Pasien mampu merawat diri secara mandiri

Intervensi :

1) Kaji faktor penyebab atau yang berperan

2) Tentukan kemampuan saat ini (skala 0-4) dan hambatan untuk

partisipasi dalam perawatan.

3) Ikut sertakan pasien dalam forrnuiasi rencana perawatan pada tingkat

kemarnpuan.

4) Dorong perawatan diri, bekerja dengan kemampuan yang sekarang

jangan menekan pasien di luar kemampuan.

5) Sediakan waktu adekuat bagi pasien untuk melengkapi tugas, miliki

harapan untuk peningkatan dan bantu sesuai kebutuhan.

11.Resiko tinggi cidera berhubungan dengan kejang (Doenges, 2000)

Tujuan: tidak terjadi cidera

Intervensi :

1) Monitor tanda-tanda vital

2) Observasi adanya kejang

3) Pertahankan penghalang tempat tidur terpasang

4) Pantau kadar kalsium darah

5) Berikan obat sesuai indikasi

Anda mungkin juga menyukai