Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA SDR “P” DENGAN

DIAGNOSA CIDERA KEPALA BERAT (CKD) DI RUANG ICU


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA MAARAM

Disusun Oleh :

MIMIN HULTANIA SEPTIANA


038 STYJ23

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG NERS

MATARAM 2022/2023
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi Cedera Kepala Berat
Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma
kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau
kombinasinya (Standar Pelayanan Medis, RS Dr. Sardjito). Cedera kepala
merupakansalah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia
produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (Mansjoer Arif, dkk,
2000). Cedera kepala atau trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena
trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neorologis terjadi karena
robeknya substansia alba, iskemia dan pengaruh massa karena hemoragig, serta edema
cereblal disekitar jaringan otak (B.Batticaca, 2008). Cedera kepala berat merupakan
cedera kepala yang mengakibatkan pasien mengalami gangguan kesadaran, sehingga
memiliki nilai GCS ≤ 8 (Brunner & Suddarth, 2001).
2. Etiologi Cedera Kepala Berat
a. Kecelakaan lalu lintas

b. Trauma benda tajam

c. Trauma benda tumpul

d. Kejatuhan benda berat

e. Kecelakaan industry

Menurut Ginsberg (2007), cedera kepala disebabkan oleh :


a. Kecelakaan lalu lintas/industry

b. Jatuh

c. Benturan benda tajam/ tumpul

d. Trauma pada saat kelahiran

e. Benturan dari objek yang bergerak (cedera akselerasi)

f. Benturan kepala pada benda padat yang tidak bergerak (cedera deselerasi)

g. Trauma tembak dan pecahan bom


3. Patofisiologi Cedera kepal berat
Trauma kepala bisa disebabkan oleh benda tumpul maupun benda tajam.
Cedera yang disebabkan benda tajam biasanya merusak daerah setempat atau lokal
dan cedera yang disebabkan oleh benda tumpul memberikan kekuatan dan menyebar
ke area sekitar cedera sehingga kerusakan yang disebabkan benda tumpul lebih luas.
Berat ringannya cedera tergantung pada lokasi benturan, penyerta cedera,

kekuatan benturan dan rotasi saat cedera. Cedera memegang peranan yang

sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis

dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika benda

yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat

pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera

perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara

relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini

mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba

tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara

kasar dan cepat.

Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena

memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau

hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan

autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera.

Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area

peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua

menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan

tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan

cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.


Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan

“menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk

menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari

kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral,

serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi,

pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan

kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu:

cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak

menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini

menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena

cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua- duanya

(Brunner & Suddarth, 2002).


Pathway

Kecelakaan lalu lintas trauma benda tajam Trauma benda tumpul

Cidera kepala

Ekstra cranial intra cranial

Terputusnya kontinitas Cidera jaringan otak


Jaringan kulit, otot dan
Vaskuler Hematoma

luka terbuka MK : Resiko


infeksi perubahan pada cairan
Pendarahan intra dan eksternal

gangguan suplai
darah peningkatan TIK Edema serebral

MK : Resiko iskemik perubahan perfusi Penekanan vaskuler


perfusi jaringan serebral
serebral
tidak efektif
MK : Nyeri akut

Merangsang Ganguan hemisfer Hipoksia


Hipotalamus motorik jaringan

Produksi AND Penurunan kesadaran penurunan


Dan aldosteron dan tonus otot kesadaran
meningkat
MK : Gangguan Hipoventilasi
Retensi Na dan H2o mobilitas fisik
Pernafasan dangkal
MK : Resiko ketidakseimbang MK : Pola nafas
an elektrolit tidak epektif
4. Tanda dan Gejala Cedera Kepala Berat
a. Hipoksemia (saturasi Oksigen Hb arterial < 90%)

b. Hipotensi (tekanan darah sistolik <90 mm Hg)

c. Gangguan kesadaran

d. Abnormalitas pupil

e. Defisit neurologic

f. Hemiparase

g. Kejang

h. Perubahan tanda-tanda vital

i. Mual dan muntah

j. Vertigo, gangguan pergerakan, mungkin ada gangguan penglihatan dan


pendengaran.
k. GCS < 8 (Mansjoer Arif ,dkk ,2000).

Tanda gejala menurut jenis pendarahannya, antara lain :


a. Epidural Hematoma
Gejala-gejala yang terjadi : Penurunan tingkat kesadaran, Nyeri kepala,
Muntah, Hemiparesis, Dilatasi pupil ipsilateral, Pernapasan dalam cepat
kemudian dangkal irreguler, Penurunan nadi, Peningkatan suhu.
b. Subdural Hematoma
Tanda-tanda dan gejalanya adalah : nyeri kepala, bingung, mengantuk,
menarik diri, berfikir lambat, kejang dan udem pupil Perdarahan intracerebral
berupa perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri;
kapiler; vena.
c. Perdarahan Subarachnoid
Tanda dan gejala : Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi
pupil ipsilateral dan kaku kuduk (Hudak & Gallo, 2001).
5. Pemeriksaan Penunjang Cedera Kepala Berat
a. CT Scan (dengan atau tanpa kontras) : Mengidentifikasi adanya perdarahan,
menentukan ukuran vertikel, pergeseran jaringan otak
b. MRI (Magnetik Resonance Imaging) : Sama dengan CT Scan dengan atau
tanpa kontras
c. PET (Positron Emission Tomography) : Menunjukkan perubahan aktivitas
metabolism otak. Echoencephalograpy: Melihat keberadaan dan berkembangny
a gelombang patologis.
d. Fungsi lumbal/listernograpi : Dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan
subarachnoid.
e. X-ray : Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang, pergeseran struktur dari
garis tengah, adanya frakmen tulang.
f. Cek elektrolit darah : Mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam
peningkatan TIK.
g. Analisa Gas Darah : Mendeteksi jumlah ventilasi dan oksigenisasi

h. EEG : Melihat aktifitas dan hantaran listrik di otak

i. Pneumoenchephalografi : Dengan memasukkan udara ke dalam ruangan otak


apakah ada penyempitan.
j. Darah lengkap : Mengetahui kekuatan hemoglobin dalam mengikat O2
(Mansjoer Arif, dkk, 2000).
A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
Pemeriksaaan diarahkan kepada diagnosis cidera yang mengancam nyawa dan
meliputi penilaian dari A, B, C, D, E. Mencatat tanda vital awal (baseline
recordings) penting untuk memantau respon penderita terhadap terapi. Yang harus
diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat kesadaran. Metode
pengkajian dalam primary survey, yaitu cepat, cermat, dan tepat yang dilakukan
dengan melihat (look),
mendengar (listen), dan merasakan (feel).
1. Airway dan kontrol servikal
Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya
pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%. Ada tiga hal utama dalam
tahapan airway ini yaitu look, listen, dan feel. Look yaitu perawat melihat ada
tidaknya obstruksi jalan napas, berupa agitasi (hipoksemia), penurunan kesadaran
(hipercarbia), pergerakan dada dan perut pada saat bernapas (see saw-rocking
respiration), kebiruan pada area kulit perifer, kuku dan bibir (sianosis), adanya
sumbatan di hidung, posisi leher, keadaan mulut untuk melihat ada tidaknya darah.
Tahapan kedua yaitu listen, yang didengar yaitu bunyi napas. Ada dua jenis suara
napas yaitu suara napas tambahan obstuksi parsial, antara lain: snoring, gurgling,
crowing/stidor, suara parau (laring) dan yang kedua yaitu suara napas hilang berupa
obstruksi total dan henti napas. Terakhir yaitu Feel, pada tahap ini perawat
merasakan aliran udara yang keluar dari lubang hidung pasien.
2. Breathing dan ventilasi
Pada tahap look, yang dilakukan yaitu melihat apakah pasien bernapas,
pengembangan dada apakah napasnya kuat atau tidak, keteraturannya, dan
frekuensinya. Pada tahap listen yang didengar yaitu ada tidaknya vesikuler, dan
suara tambahan napas. Tahap terakir yaitu feel, merasakan pengembangan dada
saat bernapas, lakukan perkusi, dan pengkajian suara paru dan jantung dengan
menggunakan stetoskop.
3. Sirkulasi dan kontrol perdarahan
Pengkajian circulation, yaitu hubungan fungsi jantung, peredaran darah
untuk memastikan apakah jantung bekerja atau tidak. Pada tahap look, yang
dilakukan yaitu mengamati nadi saat diraba, berdenyut selama berapa kali per
menitnya, ada tidaknya sianosis pada ekstremitas, ada tidaknya keringat dingin
pada tubuh pasien, menghitung kapilery reptile, dan waktunya, ada tidaknya akral
dingin. Pada tahap feel, yang dirasakan yaitu gerakan nadi saat dikaji (nadi
radialis, brakialis, dan carotis). Lakukan RJP bila apek cordi tidak berdenyut.
Pada tahapan listen, yang didengar yaitu bunyi aliran darah pada saat dilakukan
pengukuran tekanan darah.
4. Disability
Pada tahapan ini dilakukan pemeriksaan GCS (Glasgow Coma Scale), dan
keadaan pupil dengan menggunakan penlight. Pupil normal yaitu isokor, mengecil
(miosis), melebar (dilatasi). Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk
menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik
dan sensorik. Informasi ini bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti
perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan.
5. Exposure
Setelah mengurus prioritas-prioritas untuk menyelamatkan jiwanya,
penderita harus ditelanjangi dan dilakukan pemeriksaan head to toe sebagai
bagian dari mencari cidera. dapat mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung
yang tidak dapat diterangkan, biasanya berupa bradikardi dari stimulasi saraf
fagus yang berlabihan. Pada penderita yang tidak sadar
6. Dilatasi lambung
Dilatasi lambung sering kali terjadi pada penderita trauma, khususnya pada anak-
anak dan distensi lambung membesarkan resiko respirasi isi lambung, ini
merupakan suatu komplikasi yang bisa menjadi fatal. Dekompresi lambung
dilakukan dengan memasukan selang atau pipa kedalam perut melalui hidung atau
mulut dan memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung.
Namun, walaupun penempatan pipa sudah baik, masih mungkin terjadi aspirasi.
7. Pemasangan kateter urin
Katerisasi kandung kencing memudahkan penilaian urin akan adanya
hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urine.
Darah pada uretra atau prostat pada letak tinggi, mudah bergerak, atau tidak
tersentuh pada laki-laki merupakan kontraindikasi mutlak bagi pemasangan
keteter uretra sebelum ada konfirmasi kardiografis tentang uretra yang utuh
(Hudak & Gallo, 2001).
b. Pengkajian Sekunder
1. Kepala : Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar dan
membrane timpani, cedera jaringan lunak periorbital.
2. Leher : Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang.
3. Neurologis : Penilaian fungsi otak dengan GCS.
4. Dada : Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara nafas dan jantung,
pemantauan EKG.
5. Abdomen : Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan trauma
tumpul abdomen.
6. Pelvis dan ekstremitas : Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer pada daerah
trauma, memar dan cedera yang lain.
7. Anamnesa
a. Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian,
status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah
kejadian.
b. Pemeriksaan fisik
• Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot,
hiperventilasi, atelektasis)
• Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
• Sistem saraf :
- Kesadaran GCS
- Fungsi saraf kranial trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan
melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
- Fungsi sensori-motor adakah kelumpuhan, nyeri, gangguan
diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang.
• Sistem pencernaan
- Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan,
kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak.
- Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.

- Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.


• Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik hemiparesis/plegia,
gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
• Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan disfagia atau
afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
• Psikososial data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat
pasien dari keluarga (Doenges, 2000).
2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

a. Risiko perfusi serebral tidak efektif dengan faktor risiko cedera kepala.

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai dengan tampak
meringis, gelisah, sulit tidur.
c. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas ditandai
dengan dispnea, penggunaan otot bantu napas, pola napas abnormal.
d. Risiko ketidakseimbangan elektrolit dengan faktor risiko ketidakseimbangan
cairan.
e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
ditandai dengan kekuatan otot menurun, ROM menurun. Risiko infeksi dengan
faktor risiko efek prosedur invasif
3. Intervensi Keperawatan

Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


keperawatan

Risiko Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pemantau Tekanan Intrakranial:


perfusi selama …x 24 jam diharapkan resiko Observasi :
serebral perfusi serebral tidak efektif pasien 1. Identifikasi Peningkatan TIK
tidak efektif menurun dengan kriteria hasil : Terapeutik :
1. Dokumentasikan hasil pemantau
- Tekanan intra cranial menurun
an
- Sakit kepala menurun Edukasi :
- Gelisah menurun 1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
Kolaborasi :
1. Kolaborasikan dengan dokter
jika perlu

Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan keperawa Manajemen Nyeri Observasi :


tan
selama ...x24 jam diharapkan 1. Identivikasi lokasi, karakteris
keluhan nyeri pasien dapat teratasi tik, durasi, frekuensi,
dengan kriteria hasil:
kualitas, intensitas nyeri.
- Frekuensi nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri

- Meringis menurun Terapeutik :


3. Berikan teknik
- Gelisah menurun
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Edukasi :

1. Ajarkan teknik nonfarmakolo


gis untuk mengurangi nyeri
kompres hangat)

Kolaborasi

1. Memberikan Akupresure
pijitan

Pola napas Setelah dilakukan asuhan Manajemen Jalan Napas


tidak keperawatan selama ...x24 jam
Observasi :
efektif diharapkan pasien pola nafas
pasien kembali efektif dengan 1. Monitor keluhan sesak
kriteria hasil : pasien, termasuk kegiatan
yang meningkatkan atau
- Frekuensi napas pasien dalam
rentang normal 12-20 x/menit memperburuk sesak nafas
- Tidak ada retraksi dinding dada tersebut
- Pola napas pasien normal
- Tidak terdapat bunyi nafas
Terapeutik :
wheezing
1. Berikan pasein dalam posisi
nyaman, dalam posisi duduk
dengan kepala tempat tidur
ditinggikan 60-900

Edukasi :

1. Ajarkan pasien untuk


mengidentifikasi dan
menghindari pemicu sebisa
mungkin

Kolaborasi :

1. Kolaborasikan dengan dokter


teakit pemberian obat

Resiko Setelah dilakukan tindakan Observasi :


ketidaksei keperawatan selama …x 24 jam
mbangan 1. Monitor kadar elektrolit
diharapkan resiko
serum
elektrolit
ketidakseimbangan elektrolit pasien
menurun dengan criteria hasil : Terapeutik :

1. Dokumentasikan hasil pema


- Serum natrium meningkat
- Serum kalium meningkat ntauan
- Serum klorida meningkat
Edukasi :

1. Jelaskan tujuan dan prosedur

pemantauan

Kolaborasi :

1. Kolaborasikan dengan dokter


jika diperlukan

Gangguan Setelah dilakukan asuhan Dukungan Mobilitas


mobilitas keperawatan selama …x 24 jam
Observasi :
diharapkan mobilitas fisik pasien
fisik tidak terganggu dengan 1. Monitor kondisi umum
selama melakukan mobilisasi
kriteria hasil :
Terapeutik :
- Pergerakan Ektremitas 1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi

meningkat dengan alat bantu (pagar

- Kekuatan otot meningkat tempat tidur)


- Rentang gerak (ROM) Edukasi :
meningkat
1. Jelaskan tujuan mobilisasi

Kolaborasi :
1. Kolaborasikan dengan fisiot
erapi jika diperlukan

Risiko infek Setelah dilakukan asuhan Pencegahan infeksi


si
keperawatan selama ...x24 jam
Observasi :
diharapkan pasien tidak mengalami
infeksi dengan kriteria hasil : 1. Monitor tanda dan gejala
infeksi lokal dan sistemik
- Kemerahan menurun
- Nyeri menurun Terapeutik :
- Bengkak menurun
1. Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dngan
pasien dan lingkungan
pasien
2. Pertahankan teknik aseptik
pada pasien berisiko tinggi

Edukasi

1. Jelaskan tanda dan gejala


infeksi
2. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian imunis


asi, jika perlu
3. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana untuk mencapai tujuan yang
spesifik yang ditujukan untuk membantu klien dalam hal mencegah penyakit,
peningkatkan derajat kesehatan dan pemulihan kesehatan (Nursalam, 2009).
4. Evaluasi
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara
optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan yang dilakukan dengan Format
SOAP.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan MEdikal Bedah, edisi 8. Jakarta : EGC
Gallo & Hudak. 2001. Keperawatan Kritis, edisi VI. Jakarta : EGC

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia :Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan

Perawat Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai