Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN CEDERA KEPALA

OLEH :

NAMA : NI MADE
PURIASIH NIM : P07120219013
KELAS : S.Tr KEPERAWATAN/2A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2021
A. Pengertian
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung, dengan disertai atau tanpa disertai perdarahan yang mengakibatkan
gangguan fungsi otak. Menurut Brain Injury Association of America, cedera
kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun
degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang
dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan
kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Morton (2012). Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit
kepala, tengkorak, dan otak. Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari
fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi
otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Arif Muttaqin, 2008, hal 270-
271).
M. Clevo Rendi, Margareth TH (2012). Cedera kepala yaitu adanya deformasi
berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak,
percepatan dan pelambatan (accelerasi-deceleasi) yang merupakan perubahan
bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan
penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga
oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
B. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala klinis untuk trauma cedera kepala ringan:
1. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun untuk beberapa saat kemudian
sembuh
2. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan
3. Mual dan muntah
4. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun
5. Perubahan kepribadian diri
6. Legartik
Tanda dan gejala klinis untuk trauma cedera kepala berat:
1. Gejala atau tanda-tanda cardinal yang menunjukan peningkatan di otak
menurun atau meningkat
2. Perubahan ukuran pupil (anisokoria)
3. Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan)
4. Apabila peningkatannya tekanan intracranial terdapat pergerakan atau posisi
abnormal ekstermitas.
Selain itu, menurut Andra Saferi Wijaya, Yessie Mariza Putri (2013) manifestasi
klinis dari cedera kepala adalah:
a. Cedera kepala ringan-sedang
1. Disorientasi ringan
2. Amnesia post trauma
3. Hilang memori sesaat
4. Sakit kepala
5. Mual dan muntah
6. Vertigo dalam perubahan posisi
7. Gangguan pendengaran
b. Cedera kepala sedang-berat
1. Oedema pulmonal
2. Kejang
3. Infeksi
4. Tanda herniasi otak
5. Hemiparise
6. Gangguan akibat saraf
cranial Manifestasi klinis spesifik:
a. Gangguan otak
1. Commotion cerebri/gegar otak
1) Tidak sadar < 10 menit
2) Muntah-muntah dan pusing
3) Tidak ada tanda deficit neurologis
2. Perdarahan epidural/hematoma epidural
1) Suatu akumulasi darah pada ruang antara tulang tengkorak bagian
dalam dan meningen paling luar. Terjadi akibat robekan arteri
meningeal
2) Gejala : penurunan kesadaran ringan, gangguan neurologis dari
kacau mental sampai koma
3) Peningkatan TIK yang mengakibatkan gangguan pernapasan,
bradikardi, penurunan TTV
4) Herniasi otak yang menimbulkan:
Dilatasi pupil dan reaksi cahaya hilang, isokor, dan anisokor, ptosis
3. Hematoma subdural
1) Akumulasi darah antara durameter dan araknoid, akrena robekan
vena
2) Gejala : sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfasia
4. Hematoma subdural
1) Akut : gejala 24-48 jam setelah cedera, perlu intervensi segera
2) Sub akut : gejala terjadi 2 hari sampai 2 minggu setelah cedera
3) Kronik : 2 minggu sampai 3-4 bulan setelah cedera
5. Hematoma intracranial
1) Pengumpulan darah >25 ml dalam parenkim otak
2) Penyebab : fraktur depresi tulang tengkorak, cedeera penetrasi
peluru, gerakan akselerasi tiba-tiba
6. Fraktur tengkorak
1) Fraktur linear/simple
Melibatkan Os temporalis dan pariental, jika garis fraktur meluas
kearah orbita/sinus paranasal sehingga menyebabkan terjadinya
perdarahan
2) Fraktur basiler
Fraktur pada dasar tengkorak, bisa menimbulkan kontak CSS
dengan sinus, memungkinkan bakteri masuk
C. Pohon Masalah

Kecelakaan lalu lintas, jatuh,


cedera olahraga, cedera kepala
terbuka yang disebbakan oleh
benda tajam ataupun tumpul

Kerusakan jaringan otak

Gangguan autoregulasia

Aliran darah keotak menurun

Iskemia jaringan otak

Gangguan Oksigen menurun


faal vital

Gangguan Metabolism
oksigenasi anaerob

Merangsang Peningkatan asam


Pola Nafas reseptor nyeri laktat
Tidak
Efektif

Nyeri Akut
Oedema otak

Risiko Perfusi
Serebral
Tidak Efektif
D. Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto polos kepala
Foto polos kepala/ otak memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah
dalam mendeteksi perdarahan intracranial. Pada era CT scan, foto polos kepala
mulai ditinggalkan.
2. CT Scan Kepala
CT scan kepala merupakan strandar baku untuk mendeteksi perdarahan
intracranial. Semua pasien dengan GCS < 15 sebaiknya menjalani
pemeriksaan CT scan, sedangkan pada pasien dengan GCS 15, CT scan
dilakukan hanya dengan indikasi tertentu seperti :
a. Nyeri kepala hebat.
b. Adanya tanda-tanda fraktur basis kranial.
c. Adanya riwayat cedera yang berat.
d. Muntah lebih dari 1 kali.
e. Penderita lansia (usia > 65 tahun) denggan penurunan kesadaran atau
amnesia.
f. Kejang.
g. Riwayat gangguan vaskuler atau menggunakan obat-obat antikoagulan.
h. Amnesia, gangguan orientasi, berbicara, membaca, dan menulis.
i. Rasa baal pada tubuh.
j. Gangguan keseimbangan atau berjalan.
3. MRI Kepala
MRI adalah teknik pencitraan yang lebih sensitive dibandingkan dengan CT
scan, kelainan yang tidak tampak pada CT scan dapat dilihat oleh MRI.
Namun, dibutuhkan waktu pemeriksaan lebih lama dibandingkan dengan CT
scan sehingga tidak sesuai dalam situasi gawat darurat.
4. PET dan SPECT
Positron Emission Tomography (PET) dan Single Photon Emission Computer
Tomography (SPECT) mungkin dapat memperlihatkan abnormalitas pada fase
akut dan kronis meskipun CT scan atau MRI dan pemeriksaan neurologis
tidak memperlihatkan kerusakan. Namun, spesifisitas penemuan abnormalitas
tersebut masih dipertanyakan. Saat ini, penggunaan PET atau SPECT pada
fase awal kasus CKR masih belum direkomendasikan.
5. EEG
Memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang
patologis Pemeriksaan Laboratorium
1.
AGD, PO2, PH, HCO3: untuk mengakji keadekuatan ventilasi
(mempertahankan AGD dalam rentang normal untuk menjamin aliran darah
serebral adekuat) atau untuk melihat masalah oksigenasi yang dapat
meningkatkan TIK
2.
Elektrolit serum : cedera kepala dapat dihubungkan dengan gangguan regulasi
natrium, retensi Na dapat berakhir beberapa hari, diikuti dengan dieresis Na,
peningkatan letargi, konfusi dan kejang akibat ketidakseimbangan elektrolit
3.
Hematologi : leukosit, Hb, albumin, globulin, protein serum
4.
Pemeriksaan Toksikologi : mendeteksi obat yang mengakibatkan penurunan
kesadaran
5.
Kadar antikonvulsan darah : untuk mengetahui tingkatan terapi yang cukup
efektif mengatasi kejang
E. Penatalaksanaan Medis
1. Survei Primer (Primary Survey)
a. Jalan napas
Memaksimalkan oksigenasi dan ventilasi. Daerah tulang servikal harus
dimobilisasi dalam posisi netral menggunakan stiffneck collar, head
block, dan diikat pada alas yang kaku pada kecurigaan fraktur servikal.
b. Pernapasan
Pernapasan dinilai dengan menghitung laju pernapasan, memperhatikan
kesimetrisan gerakan dinding dada, pengunaan otot-otot pernapasan
tambahan, dan auskultasi bunyi napas di kedua aksila.
c. Sirkulasi
Resusitasi cairan intravena, yaitu cairan isotonic, seperti Ringer Laktat
atau Normal Salin (20 ml/kgBB) jika pasien syok, transfuse darah 10-15
ml/kgBB harus dipertimbangkan.
d. Defisit Neurologis
Status neurologis dinilai dengan menilai tingkat kesadaran, ukuran dan
reaksi pupil. Tingkat kesadaran dapat diklasifikasikan menggunakan
GCS. Anak dengan kelianan neurologis yang berat, seperti anak dengan
nilai GCS ≤ 8, harus diintubasi. Hiperventilasi menurunkan pCO2
dengan sasaran 35-40 mmHg, sehingga terjadi vasokonstriksi pembuluh
darah ke otak dan menurunkan tekanan intracranial. Pengguanaan
manitol dapat menurunkan tekanan intracranial
e. Kontrol pemaparan/lingkungan
Semua pakaian harus dilepas sehingga semua luka dapat terlihat. Anak-
anak sering datang dengan keadaan hipotermia ringan karena
permukaaan tubuh mereka lebih luas. Pasien dapat dihangatkan dengan
alat pemancar panas, selimut hangat, maupun pemberian cairan intravena
(yang telah dihangatkan sampai 39ºC).
2. Survei Sekunder
Obervasi ketat penting pada jam-jam pertama sejak kejadian cedera. Bila telah
dipastikan penderita CKR tidak memiliki masalah dengan jalan napas,
penapasan dan sirkulasi darah, maka tindakan selanjutnya adalah penanganan
luka yang dialami akibat cedera disertai observasi tanda vital dan defisit
neurologis. Selain itu, pemakaian penyangga leher diindikasikan jika:
a. Cedera kepala berat, terdapat fraktur klavikula dan jejas di leher.
b. Nyeri pada leher atau kekakuan pada leher.
c. Rasa baal pada lengan.
d. Gangguan keseimbangan atau berjalan.
e. Kelemahan umum.
Bila setelah 24 jam tidak ditemukan kelainan neurologis berupa :
a. Penurunan kesadaran (menunrut skala koma Glasgow) dari observasi
awal.
b. Gangguan daya ingat.
c. Nyeri kepala hebat.
d. Mual dan muntah.kelainan neurologis fokal (pupil anisokor, refleks
patologis)
e. Fraktur melalui foto kepala maupun CT scan.
f. Abnormalitas anatomi otak berdasarkan CT scan.
Maka penderita dapat meninggalakan rumah sakit dan melanjutkan
perawatannya di rumah. Namun, bila tanda –tanda di atas ditemukan pada
observasi 24 jam pertama, penderita harus di rawat di rumah sakit dan
observasi ketat. Status cedera kepala yang dialami menjadi cedera kepala
sedang atau berat dengan penanganan yang berbeda.
Jarak antara rumah dan rumah sakit juga perlu dipertimbangkan sebelum
penderita diisinkan pulang, sehingga bila terjadi perubahan keadaan penderita,
dapat langsung dibawa kembali ke rumah sakit.
Bila pada CT scan kepala ditemukan hematom epidural (EDH) atau hematom
subdural (SDH), maka indikasi bedah adalah:
a. Indikasi Bedah pada Perdarahan Epidural (edh)
1) EDH simtomatik
2) EDH asimtomatik akut berukuran paling tebal > 1cm (EDH yang
lebih besar daripada ini akan sulit diresopsi).
3) EDH pada pasien pediatric.
b. Indikasi Bedah pada Perdarahan Subdural (SDH)
1) SDH simtomatik.
2) Sdh dengan ketebalan > 1 cm pada dewasa atau > 5 mm pada
pediatri
F. Pengkajian Keperawatan
Proses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah keperawatan secara
ilmiah yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah- masalah pasien,
merencanakan secara sistematis dan melaksanakannya serta mengevaluasi hasil
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan (Nasrul Effendy dalam Andra, dkk.
2013).
Menurut Rendi dan Margareth. ( 2012 ), asuhan keperawatan pada pasien cedera
kepala meliputi:
1. Pengkajian
1) Identitas pasien
Berisi biodata pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal
lahir, golongan darah, pendidikan terakhir, agama, suku, status
perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat.
2) Identitas penanggung jawab
Berisikan biodata penangguang jawab pasien yaitu nama, umur, jenis
kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien, pendidikan terakhir,
pekerjaan, alamat.
3) Keluhan utama
Keluhan yang sering menjadi alasan klien untuk memnita pertolongan
kesehatan tergantung dari seberapa jauh dampak trauma kepala disertai
penurunan tingkat kesadaran ( Muttaqin, A. 2008 ). Biasanya klien akan
mengalami penurunan kesadaran dan adanya benturan serta perdarahan
pada bagian kepala klien yang disebabkan oleh kecelakaan ataupun
tindakan kejahatan.
4) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Berisikan data adanya penurunan kesadaran (GCS <15), letargi, mual
dan muntah, sakit kepala, wajah tidak simetris, lemah, paralysis,
perdarahan, fraktur, hilang keseimbangan, sulit menggenggam,
amnesia seputar kejadian, tidak bias beristirahat, kesulitan mendengar,
mengecap dan mencium bau, sulit mencerna/menelan makanan.
b) Riwayat kesehatan dahulu
Berisikan data pasien pernah mangalami penyakit system persyarafan,
riwayat trauma masa lalu, riwayat penyakit darah, riwayat penyakit
sistemik/pernafasan cardiovaskuler, riwayat hipertensi, riwayat cedera
kepala sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia,
penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, dan konsumsi alcohol.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Berisikan data ada tidaknya riwayat penyakit menular seperti
hipertensi, diabetes mellitus, dan lain sebagainya.

5. Pemeriksaan fisik
a) Tingkat kesadaran
i. Kuantitatif dengan GCS (Glasgow Coma Scale)
Penilaian GCS

No Komponen Nilai Hasil

1 Verbal 1 Hasil berespon

2 Suara tidak dapat dimengerti

3 Ritihan

4 Bicara ngawur/ tidak nyambung


Bicara membingungkan Orientasi
5
baik

2 Motorik 1 Tidak berespon


2 Ekstensi abnormal
3 Fleksi abnormal
4 Menghindari area nyeri
5 Melokalisasi nyeri
6 Ikut perintah

3 Reaksi 1 Tidak berespon


membuka mata
2 Dengan rangsangan nyeri
3 Dengan perintah (sentuh)
4 Spontan

ii. Kualitatif
a. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang
keadaan sekelilingnya, nilai GCS: 15-14.
b. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk
berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh, nilai
GCS: 13 - 12.
c. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang
berhayal, nilai GCS: 11-10.
d. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun,
respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun
kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan)
tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal,
nilai GCS: 9 – 7.
e. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap,
tetapi ada respon terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4.
f. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada
respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea
maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil
terhadap cahaya), nilai GCS : ≤ 3 (Satyanegara.2010).
b) Fungsi motorik
Setiap ekstermitas diperiksa dan dinilai dengan skala berikut ini yang
digunakan secara internasional:
Kekuatan Otot

Respon Skala

Kekuatan normal 5

Kelemahan sedang, Bisa terangkat, bisa melawan gravitasi, 4


namun tidak mampu melawan tahanan pemeriksa, gerakan
tidak terkoordinasi

Kelemahan berat, Terangkat sedikit < 450, tidak mampu 3


melawan gravitasi

Kelemahan berat, Dapat digerakkan, mampu 2


terangkat sedikit

Gerakan trace/ Tidak dapat digerakkan, tonus otot Ada 1

Tidak ada gerakan 0


Biasanya klien yang mengalami cedera kepala kekuatan ototnya
berkisar antar 0 sampai 4 tergantung tingkat keparahan cedera kepala
yang dialami klien.
c) Pemeriksaan reflek fisiologis
i. Reflek bisep
Caranya: pemeriksaan dilakukan dengan posisi pasien duduk,
dengan membiarkan lengan untuk beristirahat di pangkuan
pasien, atau membentuk sudut sedikit lebih dari 90º di siku,
minta pasien memflexikan di siku sementara pemeriksa
mengamati dan meraba fossa antecubital, tendon akan terlihat
dan terasa seperti tali tebal, ketukan pada jari pemeriksa yang
ditempatkan pada tendon m.biceps brachii, posisi lengan
setengah diketuk pada sendi siku, normalnya terjadi fleksi lengan
pada sendi siku.
ii. Reflek trisep
Caranya: pemeriksaan dilakukan dengan posisi pasien duduk,
secara perlahan tarik lengan keluar dari tubuh pasien, sehingga
membentuk sudut kanan di bahu atau lengan bawah harus
menjuntai ke bawah langsung di siku, ketukan pada tendon otot
triceps, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi,
normalnya terjadi ekstensi lengan bawah pada sendi siku.
iii. Reflek patella
Caranya: pemeriksaan dilakukan dengan posisi duduk atau
berbaring terlentang, ketukan pada tendon patella, respon: plantar
fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep femoris.
iv. Reflek achiles
Caranya: pemeriksaan dilakukan dengan posisi pasien duduk,
kaki menggantung di tepi meja ujian atau dengan berbaring
terlentang dengan posisi kaki melintasi diatas kaki di atas yang
lain atau mengatur kaki dalam posisi tipe katak, identifikasi
tendon mintalah pasien untuk plantar flexi, ketukan hammer pada
tendon achilles. Respon: plantar fleksi kaki krena kontraksi
m.gastroenemius (Muttaqin, A. 2010).
d) Pemeriksaan Reflek Patologis
Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada kasus-kasus
tertentu.
i. Reflek babynski
Pasien diposisikan berbaring supinasi dengan kedua kaki
diluruskan, tangan kiri pemeriksa memegang pergelangan kaki
pasien agar kaki tetap pada tempatnya, lakukan penggoresan
telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior, respon:
posisitif apabila terdapat gerakan dorsofleksi ibu jari kaki dan
pengembangan jari kaki lainnya.
ii. Reflek chaddok
Penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus
lateralis dari posterior ke anterior, amati ada tidaknya gerakan
dorsofleksi ibu jari, disertai mekarnya (fanning) jari-jari kaki
lainnya.
iii. Reflek Oppenheim
Pengurutan dengan cepat krista anterior tibia dari proksiml ke
distal, amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki,
disertai mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya.
iv. Reflek Gordon
Menekan pada musculus gastrocnemius (otot betis), amati ada
tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya
(fanning) jari-jari kaki lainnya.
e) Reflek hofmen tromen
Melakukan petikan pada kuku jari, perhatikan jari yang lain.
Normalnya jari-jari lain tidak bergerak (Muttaqin, A. 2010).
f) Aspek neurologis
i. Kaji GCS (cedera kepala ringan 14-15, cedera kepala sedang 9-
13, cedera kepala berat 3-8).
ii. Disorientasi tempat/waktu
iii. Reflek patologis dan fisiologis
iv. Perubahan status mental
v. Nervus Cranial XII (sensasi, pola bicara abnormal)
vi. Perubahan pupil/penglihatan kabur, diplopia, fotophobia,
kehilangan sebagian lapang pandang
vii. Perubahan tanda-tanda vital
viii. Gangguan pengecapan dan penciuman, serta pendengaran 9.)
Tandatanda peningkatan TIK
ix. Penurunan kesadaran
x. Gelisah letargi
xi. Sakit kepala
xii. Muntah proyektil
xiii. Pupil edema
xiv. Pelambatan nadi
xv. Pelebaran tekanan nadi
xvi. Peningkatan tekanan darah systole
g) Aspek kardiovaskuler
i. Perubahan tekanan darah (menurun/meningkat)
ii. Denyut nadi (bradikardi, tachi kardi, irama tidak teratur)
iii. TD naik, TIK naik
h) System pernafasan
i. Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi),
nafas berbunyi stridor, tersedak
ii. Irama, frekuensi, kedalaman, bunyi nafas
iii. Ronki, mengi positif
i) Kebutuhan dasar
i. Eliminasi : perubahan pada BAB/BAK (inkontinensia, obstipasi,
hematuri)
ii. Nutrisi : mual, muntah, gangguan pencernaan/menelan makanan,
kaji bising usus
iii. Istirahat : kelemahan, mobilisasi, kelelahan, tidur kurang
j) Pengkajian psikologis
i. Gangguan emosi/apatis, delirium
ii. Perubahan tingkah laku atau kepribadian
k) Pengkajian social
i. Hubungan dengan orang terdekat
ii. Kemampuan komunikasi, afasia motorik atau sensorik, bicara
tanpa arti, disartria, anomia
l) Nyeri/kenyamanan
i. Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi berbeda
ii. Gelisah
m) Nervus cranial
i. N.I : penurunan daya penciuman
ii. N.II : pada trauma frontalis terjadi penurunan penglihatan
iii. N.III, IV, VI : penurunan lapang pandang, reflek cahaya
menurun, perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat
mengikuti perintah, anisokor
iv. N.V : gangguan mengunyah
v. N.II, XII : lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa
pada 2/3 anterior lidah
vi. N.VIII : penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh
vii. N.IX, X, XI : jarang ditemukan
2. Diagnosa Keperawatan
1) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neurologis (mis.
elektroensefalogram [EEG] positif, cedera kepala, gangguan kejang)
dibuktikan dengan dispnea, ortopnea, penggunaan otot bantu pernapasan,
fase ekspirasi memanjang, pola napas abnormal (mis. takipnea, bradipnea,
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes), pernapasan pursed-lip,
pernapasan cuping hidung, diameter thoraks anterior-posterior meningkat,
ventilasi semenit menurun, kapasitas vital menurun, tekanan ekspirasi
menurun, tekanan inspirasi menurun, eksursi dada berubah.
2) Risiko perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan Keabnormalan
masa protrombin dan/atau masa tromboplastin parsial, Penurunan kinerja
ventrikel kiri, Aterosklerosis aorta, Diseksiarteri, Fibrilasi atrium, Tumor
otak, Stenosis karotis, Miksoma atrium, Aneurisma serebri, Koagulopati
(mis, anemia sel sabit), Dilatasi kardiomiopati, Koagulasi intravaskuler
diseminata, Embolisme, Cedera kepala, Hiperkolesteronemia, Hipertensi,
Endokarditis infektif, Katup prostetik mekanis, Stenosis mitral, Neoplasma
otak, Infark miokard akut, Sindrom sick sinu, Penyalahgunaan zat, Terapi
tombolitik, Efek samping tindakan (mis. tindakan operasi bypass).
3) Nyeri akut berhubungan dengan dengan agen pencedera fisiologis (mis.
inflamasi, iskemia, neoplasma) dibuktikan dengan mengeluh nyeri, tampak
meringis, bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari nyeri),
gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, tekanan darah meningkat,
pola napas berubah, nafsu makan berubah, proses berpikir terganggu,
menarik diri, berfokus pada diri sendiri, diaphoresis.
3. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Keperawatan Hasil

1. Pola napas tidak Setelah dilakukan Intervensi Utama


efektif berhubungan asuhan Manajemen Jalan Napas (I.
dengan gangguan keperawatan ..x 24 01011)
neurologis (mis. jam diharapkan Observasi :
elektroensefalogram Pola Napas 1. Monitor pola napas
1. Untuk mengetahui pola
[EEG] positif, cedera membaik dengan (frekuensi, kedalaman,
napas (frekuensi,
kepala, gangguan kriteria hasil : usaha napas)
kedalaman, usaha napas)
kejang) dibuktikan 2. Monitor bunyi
napas 2. Untuk mengetahui apakah
1. Ventilasi
dengan dispnea, tambahan (mis. gurgling,
semenit terdapat bunyi napas
ortopnea, mengi, wheezing, ronkhi
meningkat tambahan (mis. gurgling,
penggunaan otot kering) mengi, wheezing, ronkhi
bantu pernapasan, 2. Kapasitas vital
kering) pada pasien
fase ekspirasi meningkat
3. Untuk mengetahui apakah
memanjang, pola 3. Diameter thoraks 3. Monitor sputum (jumlah,
warna, aroma) terdapat sputum (jumlah,
napas abnormal (mis. anterior-posterior
warna, aroma)
takipnea, bradipnea, meningkat Terapeutik :
hiperventilasi,
4. Tekanan 4. Pertahankan kepatenan
kussmaul, cheyne- 4. Untuk mempertahankan
ekspirasi jalan napas dengan head-
stokes), pernapasan kepatenan jalan napas
meningkat tilt dan chin lift (jaw-thrust
pursed-lip, dengan head tilt dan chin
pernapasan cuping 5. Tekanan jika curiga trauma serviks)
lift(jaw thrust jika curiga
hidung, diameter inspirasi
trauma servikal) agar
thoraks anterior- meningkat
jalan napas kembali
posterior meningkat, 6. Dispnea normal
ventilasi semenit 5. Posisikan semi –fowler
menurun 5. Untuk memudahkan
menurun, kapasitas atau fowler
7. Penggunaan otot jalan napas posisikan

bantu pernapasan
vital menurun, menurun 6. Berikan minuman hangat semi fowler atau fowler
tekanan ekspirasi 6. Agar jalan kembali
8. Pemanjangan
menurun, tekanan normal berikan
fase ekspirasi
inspirasi menurun, minuman hangat
menurun
eksursi dada 7. Lakukan fisioterapi dada,
7. Agar jalan napas bisa
berubah. 9. Ortopnea
jika perlu
menurun kembali normal
8. Lakukan penghisapan 8. Untuk memudahkan
10. Pernapasan
lender kurang dari 15 detik jalan napas kembali
pursed-lip
9. Lakukan hiperoksigenasi normal
menurun
sebelum penghisapan 9. Agar memudahkan
11. Pernapasan
andotrakeal untuk melakukan
cuping hidung
penghisapa lendir
menurun 10. Keluarkan sumbatan
benda padat dengan forsep 10. Unutk memudahkan
12. Frekuensi mengeluarkan benda
McGili
napas membaik yang menyumbat jalan
13. Kedalaman pernapasan
napas membaik 11. Berikan oksigen, jika
11. Unutk membantu
perlu
14. Eksursi pernapasan pasien

dada membaik Edukasi :


12. Anjurkan asupan cairan
12. Agar kecukupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
pasien terpenuhi
kontraindikasi

13. Ajarkan teknik batuk


13. Untuk memudahkan
efektif
jalan napas pasien
Kolaborasi : kembali normal

14. Kolaborasi pemberian


bronkodilator, 14. Agar jalan napas pasien
ekspektoran, mukolitik, bisa lebih stabil setelah
jika perlu diberikan bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik.
2. Risiko perfusi Setelah dilakukan Intervensi Utama
serebral tidak efektif asuhan Manajemen Peningkatan
dibuktikan dengan keperawatan ..x 24 Tekanan Intrakranial
Keabnormalan masa jam diharapkan (I.07217)
protrombin dan/atau fungsi serebral Observasi :
masa tromboplastin meningkat dengan 1. Identifikasi penyebab 1. Untuk mengetahui
parsial, Penurunan kriteria hasil: peningkatan TIK (mis. penyebab peningkatan
kinerja ventrikel kiri, 1. Tingkat Lesi, gangguan TIK (mis. Lesi, gangguan
Aterosklerosis aorta, kesadaran metabolisme, edema metabolisme, edema
Diseksiarteri, meningkat serebral) serebral) pada pasien
Fibrilasi atrium, 2. Kognitif 2. Monitor tanda/gejala 2. Untuk mengetahui
Tumor otak, Stenosis meningkat peningkatan TIK (mis. tanda/gejala peningkatan
karotis, Miksoma 3. Tekanan intra Tekanan darah meningkat, TIK (mis. Tekanan darah
atrium, Aneurisma kranial menurun tekanan nadi melebar, meningkat, tekanan nadi
serebri, Koagulopati 4. Sakit kepala bradikardia, pola napas melebar, bradikardia, pola
(mis, anemia sel menurun ireguler, kesadaran napas ireguler, kesadaran
sabit), Dilatasi 5. Gelisah menurun menurun) menurun) pada pasien
kardiomiopati, 6. Agitasi menurun 3. Monitor MAP (Mean 3. Untuk mengetahui MAP
Koagulasi 7. Kecemasan Arterial Pressure) (Mean Arterial Pressure)
intravaskuler menurun pada pasien
diseminata, 8. Demam menurun 4. Monitor CVP (Central 4. Untuk mengetahui CVP
Embolisme, Cedera 9. Nilai rata-rata Venous Pressure), jika (Central Venous Pressure)
kepala, tekanan darah perlu pada pasien
Hiperkolesteronemia, membaik 5. Monitor PAWP, jika perlu 5. Untuk mengetahui PAWP
Hipertensi, 10. Kesadaran pada pasien
Endokarditis infektif, membaik 6. Monitor PAP, jika perlu 6. Untuk mengetahui PAP
Katup prostetik 11. Tekanan
pada pasien
mekanis, Stenosis darah
sistolik 7. Monitor ICP (Intra Cranial
7. Untuk mengetahui ICP
mitral, Neoplasma membaik Pressure), jika perlu (Intra Cranial Pressure)
otak, Infark miokard 12. Tekanan
pada pasien
akut, Sindrom sick darah diastolic
8. Untuk mengetahui CPP
sinu, membaik 8. Monitor CPP (Cerebral (Cerebral Perfusion
Penyalahgunaan zat, 13. Reflek saraf Perfusion Pressure) Pressure) pada pasien
Terapi tombolitik, membaik 9. Untuk mengetahui
Efek samping 9. Monitor gelombang ICP gelombang ICP pada
tindakan (mis. pasien
tindakan operasi 10. Untuk mengetahui status
bypass). 10. Monitor status pernapasan pernapasan
11. Untuk mengetahui intake
11. Monitor intake dan output dan output cairan
cairan 12. Untuk mengetahui cairan
12. Monitor cairan serebro- serebro-spinalis (mis.
spinalis (mis. Warna, Warna, konsistensi)
konsistensi)
Terapeutik : 13. Agar lingkungan tenang
13. Meminimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang tenang. 14. Untuk memberikan
14. Berikan posisi semi fowler posisi nyaman
15. Hindari manuver valsava
15. Hindari manuver valsava 16. Agar tidak terjadi kejang.
16. Cegah terjadinya kejang. 17. Menghindari penggunaan
17. Hindari penggunaan PEEP PEEP
18. Hindari pemberian cairan 18. Menghindari pemberian
IV hipotonik cairan IV hipotonik
19. Mengatur ventilator agar
19. Atur ventilator agar paco2 optimal
PaCO2 optimal 20. Mempertahankan suhu
20. Pertahankan suhu tubuh tubuh normal.
normal.
Kolaborasi : 21. Kolaborasi pemberian
21. Kolaborasi pemberian sedasi dan antikonvulsan
sedasi dan antikonvulsan,
jika perlu 22. Kolaborasi pemberian
22. Kolaborasi pemberian diuretic osmosis
diuretic osmosis, jika perlu 23. Kolaborasi pemberian
23. Kolaborasi pemberian pelunak tinja
pelunak tinja, jika perlu
3. Nyeri akut Setelah dilakukan Intervensi Utama
berhubungan dengan asuhan Manajemen Nyeri (I.08238)
dengan agen keperawatan ..x 24 Observasi :
pencedera fisiologis jam diharapkan 1. Identifikasi lokasi, 1. Untuk mengetahui
(mis. inflamasi, Tingkat Nyeri karakteristik, lokasi, karakteristik,
iskemia, neoplasma) menurun dengan durasi, frekuensi, durasi, frekuensi,
dibuktikan dengan kriteria hasil : kualitas, intensitas kualitas, intensitas
mengeluh nyeri, 1. Kemampuan nyeri nyeri
tampak meringis, menuntaskan 2. Identifikasi skala nyeri 2. Untuk mengetahui
bersikap protektif aktivitas skala nyeri pasien
(mis. Waspada, meningkat 3. Identifikasi respons 3. Untuk mengetahui
posisi menghindari 2. Keluhan nyeri nyeri non verbal respons nyeri non verbal
nyeri), gelisah, menurun pasien
frekuensi nadi 3. Meringis 4. Identifikasi faktor 4. Untuk mengetahui
meningkat, sulit menurun yang memperberat dan faktor yang
tidur, tekanan darah 4. Sikap protektif memperingan nyeri memperberat dan
meningkat, pola menurun memperingan nyeri
napas berubah, nafsu 5. Gelisah pasien
makan berubah, menurun 5. Identifikasi pengetahuan 5. Untuk mengetahui
proses berpikir 6. Kesulitan tidur dan keyakinan tentang pengetahuan dan
terganggu, menarik menurun nyeri keyakinan tentang nyeri
diri, berfokus pada 7. Menarik diri 6. Identifikasi pengaruh 6. Untuk mengetahui
diri sendiri, menurun budaya terhadap respon pengaruh budaya
diaphoresis. 8. Berfokus pada nyeri terhadap respon
diri sendiri 7. Identifikasi pengaruh nyeri
menurun nyeri pada kualitas 7. Untuk mengetahui
9. Diaphoresis hidup pengaruh nyeri
menurun pada kualitas hidup
10. Perasaan depresi 8. Monitor keberhasilan 8. Untuk mengetahui
menurun terapi komplementer yang keberhasilan terapi
(tertekan) sudah diberikan komplementer
yang sudah
9. Monitor efek samping diberikan
9. Monitor efek samping
11. Perasaan takut penggunaan analgetik penggunaan analgetik
mengalami Terapeutik :
cedera berulang 10. Berikan teknik 10. Untuk dapat
menurun nonfarmakologis untuk memberikan teknik
12. Anoreksia mengurangi rasa nyeri nonfarmakologis untuk
menurun (mis. TENS, hipnosis, mengurangi rasa nyeri
13. Perineum terasa akupresur, terapi musik, (mis. TENS, hipnosis,
tertekan biofeedback, terapi pijat, akupresur, terapi musik,
menurun aromaterapi, teknik biofeedback, terapi
14. Uterus teraba imalinasi terbimbing, pijat, aromaterapi,
membulat kompres hangat/dingin, teknik imalinasi
menurun terapi bermain) terbimbing, kompres
15. Ketegangan otot hangat/dingin, terapi
menurun 11. Kontrol lingkungan bermain)
16. Pupil dilatasi yang memperberat rasa 11. Untuk dapat mengontrol
menurun nyeri (mis. suhu lingkungan yang
17. Muntah ruangan, pencahayaan memperberat rasa nyeri
menurun kebisingan) (mis. suhu ruangan,
18. Mual menurun pencahayaan
19. Frekuensi nadi kebisingan)
membaik 12. Fasilitasi istirahat 12. Untuk dapat
20. Pola napas dan tidur memfasilitasi istirahat
membaik dan tidur
21. Tekanan darah 13. Pertimbangkan jenis 13. Untuk dapat
membaik dan sumber nyeri dalam mempertimbangkan
22. Proses berpikir pemilihan strategi jenis dan sumber nyeri
membaik meredakan nyeri dalam pemilihan strategi
23. Focus membaik Edukasi : meredakan nyeri
24. Fungsi 14. Jelaskan penyebab, 14. Agar pasien mengetahui
berkemih periode, dan pemicu penyebab, periode, dan
mambaik nyeri pemicu nyeri
25. Perilaku 15. Agar pasien mengetahui
membaik 15. Jelaskan strategi strategi meredakan
meredakan nyeri nyeri
16. Anjurkan memonitor 16. Agar pasien mampu
26. Nafsu makan nyeri secara mandiri untuk memonitor nyeri
membaik secara mandiri
27. Pola tidur 17. Anjurkan menggunakan 17. Agar pasien mampu
membaik analgetik secara tepat menggunakan analgetik
secara tepat
18. Ajarkan penggunaan 18. Agar pasien mampu
teknik nonfarmakologis menggunakan teknik
untuk mengurangi rasa nonfarmakologis untuk
nyeri mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi : 19. Mengolaborasikan
19. Kolaborasi pemberian pemberian analgetik,
analgetik, jika perlu jika perlu

G. Referensi
Dewanto, G., Suwono, W. J., Riyanto, B., & Turana, Y. (2009). Panduan Praktis
Diagnosis dan tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Marbun, A. S., Sinuraya, E., Amila, & Volta, G. (2020). Manajemnen Cedera
Kepala. Malang: Ahlimedia Press.
Muttaqin, Arif.2008.Buku Ajar asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
sistem persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Purwanto, H. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Medkal Bedah 2.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
LEMBAR PENGESAHAN

Denpasar, 28 April 2021


Nama Pembimbing Nama Mahasiswa

V.M.Endang S. P. Rahayu,S.Kp.M.Pd. Ni Made Puriasih

NIP. 195812191985032005 NIM. P07120219013

Nama Pembimbing

I DPG Putra Yasa, S.Kp.,M.Kep.,Sp.MB


NIP.197108141995031001

Anda mungkin juga menyukai