Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

CEDERA KEPALA

I. KONSEP DASAR TEORI


A. PENGERTIAN

Cidera kepala adalah gangguan traumatic dari fungsi otak yang disertai atau tanpa
disertai perdsatahan interstisial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak.

Cedera kepala adalah cedera yang dapat mengakibatkan kerusakan otak akibat
perdarahan dan pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan penyebab
peningkatan tekanan intra kranial (TIK).

Cedera otak terdapat dibagi dalam dua macam yaitu :

a. Cidera otak primer:

Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari trauma.
Pada cidera primer dapat terjadi: memar otak, laserasi.

b. Cidera otak sekunder:

Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme,


fisiologi yang timbul setelah trauma. (Brunner & Suddarth, 2002).

B. EPIDEMIOLOGI

Insiden cedera kepala nyata yang memerlukan perawatan di RS dapat diperkirakan


480 ribu kasus pertahun (200 kasus, 100 ribu orang) yang meliputi concussion, fraktur
tengkorak, peradarahan intracranial, laserasi otak, hematoma dan cedera serius lainnya.
Dari total ini, 75 – 85 % adalah concussion dan sekuele cedera kepala ringan. Cedera
kepala banyak terjadi pada laki – laki berumur antara 15 – 24 tahun, dan biasanya
karena kecelakaan bermotor. Menurut Rinner, dari 1200 pasien yang dirawat di RS
dengan cedera kepala tertutup, 55 % dengan cedera kepala ringan (minor).
C. ETIOLOGI
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Perkelahian
3. Jatuh
4. Cedera olahraga
5. Trauma tertembak (peluru) dan pecahan bom
6. Trauma benda tumpul
7. - Kecelakaan kerja
8. Kecelakaan rumah tangga

D. TANDA DAN GEJALA


1. Gangguan kesadaran
2. Konfusi
3. Abnormalitas pupil
4. Awitan tiba-tiba defisit neurologi
5. Perubahan tanda vital
6. Gangguan penglihatan dan pendengaran
7. Disfungsi sensory
8. Kejang otot
9. Sakit kepala
10. Vertigo
11. Gangguan pergerakan
12. Kejang

E. KLASIFIKASI

Cedera Kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, tingkat keparahan,


dan morfologi cidera.

a. Berdasarkan Mekanisme :

a) Trauma Tumpul : kecepatan tinggi (tabrakan otomobil), kecepatan rendah (terjatuh,


terpukul)

b) Trauma Tembus : luka tembus peluru dan cdera tembus lainnya.


b. Berdasarkan Tingkat Keparahan :

Biasanya Cedera Kepala berdasarkan tingkat keparahannya didasari atas GCS. Dimana
GCS ini terdiri dari tiga komponen yaitu :

a)Reaksi membuka mata (Eye responses)

 Score 4: Membuka mata dengan spontan


 Score 3: Membuka mata bila dipanggil
 Score 2: Membuka mata bila dirangsang nyeri
 Score 1: Tidak ada reaksi dengan rangsangan apapun

b) Reaksi berbicara (verbal responses)

 Score 5: Komunikasi verbal baik, jawaban tepat


 Score 4: Bingung disorientasi waktu, tempat dan orang
 Score3: Dengan rangsangan, reaksi hanya kata, tidak berbentuk kalimat
 Score 2: Dengan rangsangan, reaksi hanya suara, tak berbentuk kata
 Score 1: Tidak ada reaksi dengan rangsangan apapun

c)Reaksi Gerakan lengan / tungkai (motoric responses)

 Score 6: Mengikuti perintah


 Score 5:Dengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui rangsangan atau tempat
 Score 4: Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan
 Score 3: Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal
 Score 2: Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi ekstensi abnormal
 Score 1: Dengan rangsangan nyeri tidak ada reaksi

Dengan Glasgow Coma Scale (GCS), cedera kepala dapat diklasifikasikan menjadi :

a)Cedera Kepala Ringan (CKR) : bila GCS 14-15 (kelompok resiko rendah)

b) Cedera Kepala Sedang (CKS) : bila GCS 9-13 (kelompok resiko sedang)

c)Cedera Kepala Berat (CKB) : bila GCS 3-8 (kelompok resiko berat)
c. Berdasarkan morfologi

a) Fraktur tengkorak

- Kranium : linear / stelatum ; depresi / non depresi ; terbuka / tertutup.

- Basis : dengan / tanpa kebocoran cairan serebrospinal ; dengan / tanpa kelumpuhan


nervus VII

b) Lesi intracranial

- Fokal diakibatkan dari kerusakan local yang meliputi konsio serebral dan hematom
serebal,serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan masa lesi,
pergeseran otak.

- Difus : konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difus.

F. PATOFISIOLOGI

Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer dan proses
sekunder. Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang berkaitan dengan
suatu trauma yang relative baru terjadi dan bersifat irreversible untuk sebagian besar
daerah otak. Walaupun kontusio dan laserasi yang terjadi pada permukaan otak,
terutama pada kutub temporal dan permukaan orbital dari lobus frontalis, memberikan
tanda-tanda jelas tetapi selama lebih dari 30 tahun telah dianggap jejas akson difus
pada substasi alba subkortex adalah penyebab utama kehilangan kesadaran
berkepanjangan, gangguan respon motorik dan pemulihan yang tidak komplit yang
merupakan penanda pasien yang menderita cedera kepala traumatik berat.
Proses Primer
Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera primer biasanya
fokal (perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson difus).Proses ini adalah kerusakan
otak tahap awal yang diakibatkan oleh benturan mekanik pada kepala, derajat
kerusakan tergantung pada kuat dan arah benturan, kondisi kepala yang bergerak
diam, percepatan dan perlambatan gerak kepala. Proses primer menyebabkan fraktur
tengkorak, perdarahan segera intrakranial, robekan regangan serabu saraf dan
kematian langsung pada daerah yang terkena.
Proses Sekunder
Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul kerusakan
primer. Dapat dibagi menjadi penyebab sistemik dari intrakranial. Dari berbagai
gangguan sistemik, hipoksia dan hipotensi merupakan gangguan yang paling berarti.
Hipotensi menurunnya tekanan perfusi otak sehingga mengakibatkan terjadinya
iskemi dan infark otak. Perluasan kerusakan jaringan otak sekunder disebabkan
berbagai faktor seperti kerusakan sawar darah otak, gangguan aliran darah otak
metabolisme otak, gangguan hormonal, pengeluaran bahan-bahan neurotrasmiter dan
radikal bebas. Trauma saraf proses primer atau sekunder akan menimbulkan gejala-
gejala neurologis yang tergantung lokasi kerusakan.
Kerusakan sistem saraf motorik yang berpusat dibagian belakang lobus frontalis
akan mengakibatkan kelumpuhan pada sisi lain. Gejala-gejala kerusakan lobus-lobus
lainnya baru akan ditemui setelah penderita sadar. Pada kerusakan lobus oksipital
akan dujumpai ganguan sensibilitas kulit pada sisi yang berlawanan. Pada lobus
frontalis mengakibatkan timbulnya seperti dijumpai pada epilepsi lobus temporalis.
Kelainan metabolisme yang dijumpai pada penderita cedera kepala disebabkan adanya
kerusakan di daerah hipotalamus. Kerusakan dibagian depan hipotalamus akan terjadi
hepertermi. Lesi di regio optika berakibat timbulnya edema paru karena kontraksi
sistem vena. Retensi air, natrium dan klor yang terjadi pada hari pertama setelah
trauma tampaknya disebabkan oleh terlepasnya hormon ADH dari daerah belakang
hipotalamus yang berhubungan dengan hipofisis.
Setelah kurang lebih 5 hari natrium dan klor akan dikeluarkan melalui urine
dalam jumlah berlebihan sehingga keseimbangannya menjadi negatif. Hiperglikemi
dan glikosuria yang timbul juga disebabkan keadaan perangsangan pusat-pusat yang
mempengaruhi metabolisme karbohidrat didalam batang otak.
Batang otak dapat mengalami kerusakan langsung karena benturan atau sekunder
akibat fleksi atau torsi akut pada sambungan serviks medulla, karena kerusakan
pembuluh darah atau karena penekanan oleh herniasi unkus.
Gejala-gejala yang dapat timbul ialah fleksiditas umum yang terjadi pada lesi
tranversal dibawah nukleus nervus statoakustikus, regiditas deserebrasi pada lesi
tranversal setinggi nukleus rubber, lengan dan tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan
kedua lengan kaku dalam fleksi pada siku terjadi bila hubungan batang otak dengan
korteks serebri terputus.
Gejala-gejala Parkinson timbul pada kerusakan ganglion basal. Kerusakan-
kerusakan saraf-saraf kranial dan traktus-traktus panjang menimbulkan gejala
neurologis khas. Nafas dangkal tak teratur yang dijumpai pada kerusakan medula
oblongata akan menimbulkan timbulnya Asidesil. Nafas yang cepat dan dalam yang
terjadi pada gangguan setinggi diensefalon akan mengakibatkan alkalosisi respiratorik.
G. PATHWAY
TIK (edema, hematoma )
Terjatuh

Respon Biologis Hypoxemia


Cedera Kepala
Kelainan Metabolisme

Cedera Otak Primer Cedera Otak Sekunder

Kontusio, laserasi Kerusakan sel otak meningkat Nyeri

Gangguan autoregulasi Peningkatan rangsangan Peningkatan katekolamin


simpatis
Peningkatan sekresi asam lambung

Aliran darah Peningkatan tahanan


keotak meningkat vaskuler, sistemik & TD
Mual , muntah
meningkat

O2 menurun ->
gangguan metabolisme Penurunan tek. Ketidakseimbangan
pemb.darah pulmonal Nutrisi Kurang dari
Kebutuhan

Asam laktat meningkat

Peningkatan tek. Hidrostatik

Edema otak
Kebocoran cairan kapiler

Gangguan perfusi
Edema paru
jaringan cerebral Cardiac output menurun

Difusi O2 terhambat
Gangguan perfusi
jaringan

Ketidakefektifan Pola
Napas
H. GEJALA KLINIS
1. Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, ataksia, cara berjalan tidak tegap,
kehilangan tonus otot.
2. Perubahan tekanan darah, perubahan frekuensi jantung (bradikardi, takikardia, yang
diselingi dengan bradikardia disritmia).
3. Inkontinensia kandung kemih atau usus atau mengalami gangguan fungsi.
4. Muntah proyektil, gangguan menelan
5. Perubahan kesadaran bisa sampai koma.
6. Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan
masalah, pengaruh emosi atau tingkah laku dan memori). Perubahan pupil (respon
terhadap cahaya simetris) deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti.
Kehilangan penginderaan seperti pengecapan, penciuman dan pendengaran, wajah
tidak simetris, refleks tendon tidak ada atau lemah, kejang, sangat sensitif terhadap
sentuhan dan gerakan, kehilangan sensasi sebagian tubuh, kesulitan dalam
menentukan posisi tubuh.
7. Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi,
stridor, terdesak, ronchi, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi).
8. Fraktur atau dislokasi, gangguan penglihatan, kulit : laserasi, abrasi, perubahan
warna, adanya aliran cairan (drainase) dari telinga atau hidung (CSS), gangguan
kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum
mengalami paralisis, demam, gangguan dalam regulasi tubuh.
9. Merasa lemah, lelah, hilang keseimbangan.
10. Cemas
11. Mual, muntah, mengalami perubahan selera.
12. Sakit kepala atau nyeri kepala hebat.

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT Scan (tanpa atau dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik,
menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
2. MRI : sama dengan CT Scan
3. Angiografi serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran
jaringan otak akibat edema, pendarahan, trauma
4. EEG : untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang
patologis.
5. PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.
6. Sinar X : untuk mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran
struktur dari garis tengah (karena perdarahan) adanya fragmen tulang.
7. Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan
jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
8. Fungsi Lumbal : CSS, dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan sub
arakhnoid.
9. AGD : untuk mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi perdarahan sub
arakhnoid.
10. Kimia elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam
peningkatan TIK atau perubahan mental.
11. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrkranial.

J. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan umum cedera kepala :
a. Monitor respirasi : Bebaskan jalan napas, monitor keadaan ventilasi, berikan
oksigen bila perlu.
b. Monitor TIK
c. Atasi syok bila ada
d. Kontrol tanda vital
e. Keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Operasi :
a. Dilakukan untuk mengeluarkan darah pada intraserebral, debridemen luka
3. Pengobatan :
a. Diuretik : Untuk mengurangi edema serebral, misalnya manitol 20%, ferosemid
(lasik).
b. Antikonvulsan : Untuk menghentikan kejang, misalnya dengan dilantin, tegretol,
valium.
c. Kortokosteroid : Untuk menghambat pembentukan edema misalnya dengan
deksametazon.
d. Antagonis histamin : Untuk mencegah terjadi iritasi lambung kerena hipereksresi
akibat cedera kepala, misalnya dengan cemetidin, ranitidin.
e. Antibiotik bila ada luka yang besar.
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Anamnesa :
a. Identitas Pasien dan Penanggung Jawab :
1) Nama
2) Jenis kelamin
3) Usia
4) Status
5) Agama
6) Alamat
7) Pekerjaan
8) Pendidikan
9) Bahasa
10) Suku bangsa
11) Dx Medis
12) Sumber biaya
b. Riwayat keluarga :
1) Genogram
2) Keterangan genogram
c. Status kesehatan :
1) Status kesehatan saat ini
 Keluhan Utama (saat MRS dan saat ini)
 Alasan MRS dan perjalanan penyakit saat ini
 Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
2) Status kesehatan masa lalu
 Penyakit yang pernah dialami
 Pernah dirawat
 Alergi
 Kebiasaan (merokok/kopi/alcohol atau lain – lain yang merugikan
kesehatan)
3) Riwayat penyakit keluarga
4) Diagnosa Medis dan Therapi
2. Pemeriksaa Fisik
1. Pemeriksaan Kulit

Pemeriksaan kulit untuk menilai warna, adanya sianosis, ikterus, eczema, pucat,
purpura, eritema, makula, papula, vesikula, pustule, ulkus, turgor kulit, kelembapan
kulit, tesktur kulit, dan edema.

Ø Pemeriksaan Kuku

Pemeriksaan kuku dilakukan dengan mengadakan inspeksi terhadap warna, bentuk,


dan keadaan kuku. Adanya jari tabuh (clubbed fingers) dapat menunjukkan
penyakit pernapasan kronis atau penyakit jantung. Bentuk kuku yang cekung atau
cembung menunjukkan adanya cedera, defesiensi besi, atau infeksi.

Ø Pemeriksaan Rambut

Pemeriksaan rambut dilakukan untuk menilai adanya warna, kelebatan, distribusi,


dan karakteristik rambut lainnya. Dalam keadaan normal, rambut menutupi semua
bagian tubuh kecuali telapak tangan kaki, dan permukaan labia sebelah dalam.

Ø Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening

Pemeriksaan kelenjar getah bening dilakukan dengan cara palpasi pada daerah
leher atau inguinal yang lain. Pembesaran dengan diameter lebih dri 10 mm
menunjukkan adanya kemungkinan tidak normal atau indikasipenyakit tertentu.

Ø Pemeriksaan Kepala dan Leher

Pemeriksaan kepala dan leher meliputi pemeriksaan kepala secara umum,


pemeriksaan wajah, mata, telinga, hidung, mulut, faring, laring, dan leher.

2. Kepala

Pemeriksaan ini menilai lingkar kepala. Lingkar kepala yang lebih besar dari
normal, disebut makrosefali, biasanya dapat ditemukan pada penyakit hidrocefalus.
Sedangkan lingkar kepala yang kurang dari normal disebut mikrosefali.
3. Wajah

Pemeriksaan wajah menilai apakah wajah asimetris atau tidak. Wajah yang
asimetris dapat disebabkan oleh adanya paralisis fasialis, serta dapat menilai
adanya pembengkakan daerah wajah.

4. Mata

Pemeriksaan mata menilai adanya visus atau ketajaman penglihatan. Pemeriksaan


visus ini dapat dilakukan dengan pemberian rangsangan cahaya (khusus pada umur
neonatus). Pemeriksaan mata yang lain adalah menilai apakah palpebra simetris
atau tidak. Kelainan yang muncul antara lain ptosis, yaitu palpebra tidak dapat
terbuka. Lagoftalmos, yaitu kelopak mata tidak dapat menutup dengan sempurna
sehingga sebagian kornea tidak dilindungi oleh kelopak mata. Pseudo lagoftamos
ditandai dengan kedua belah mata tidak tertutup sempurna. Dan hordeolum yang
merupakan infeksi local pada palpebra.

5. Telinga

Pemeriksaan telinga dapat dilakukan mulai dari telinga bagian luar, telinga bagian
tengah, dan telinga bagian dalam.

6. Hidung

Pemeriksaan hidung bertujuan untuk menilai adanya kelainan bentuk hidung dan
juga menentukan ada atau tidaknya epistaksis. Pemeriksaan yang dapat digunakan
adalah pemeriksaan rhinoskopi anterior dan posterior.

7. Mulut

Pemeriksaan mulut bertujuan untuk menilai ada tidaknya trismus, yaitu kesukaran
membuka mulut. Halitosis, yaitu bau mulut tidak sedap karena kurang dijaga
kebersihannya. Dan labioskisis, yaitu bibir yang tidak simetris.

8. Leher

Pemeriksaan leher bertujuan untuk menilai adanya tekanan vena jugularis.


Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengondisikan pasien dalam posisi
telentang denga dada dan kepala diangkat setinggi 15-30 derajat. Selanjutnya,
lakukan pemeriksaan untuk menilai ada atau tidaknya massa dalam leher.

9. Pemeriksaa Dada

Pada pemeriksaan dada, yang perlu diketahui adalah garis atau batas di dada.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, atau
auskultasi. Dalam pemeriksaan dada, yang perlu diperhatikan adalah bentuk dan
besar dada, kesimetrisan, gerakan dada, adanya deformitas, penonjolan,
pembengkakan, atau kelainan yang lain. Dada memiliki beberapa bentuk,
diantaranya :

- Funnel chest

- Pigeon chest

- Barrel chest

Pemeriksaan pada daerah dada yang lain meliputi pemeriksaan payudara, paru, dan
jantung.

10. Payudara

Pemeriksaan payudara pada anak dilakukan untuk mengetahui perkembangan atau


kelainan payudara sebelum anak mengalami masa pubertas, misalnya untuk
melihat ada atau tidaknya ginekomastia patologis atau galaktore. Sedangkan
pemeriksaan pada orang dewasa dilakukan untuk menilai ada atau tidaknya kanker
payudara.

11. Paru

Pemeriksaan paru terdiri atas beberapa langkah, yaitu inspeksi, palpasi, perkusi,
dan auskultasi. Pada pemeriksaan paru terdapat dua macam suara napas yaitu Suara
Napas Dasar dan Suara Napas Tambahan. Dimana Suara Napas Dasar merupakan
suara napas biasa, yang meliputi suara napas vesikuler, bronchial, amforik, cog
wheel breath sound, dan metamorphosing breath sound. Sedangkan suara napas
tambahan adalah suara napas yang dapat didengar melalui bantuan auskultasi yang
meliputi ronki basah/ronki kering, wheezing, suara krepitasi, dan bunyi gesekan
pleura (pleural fiction rub).
12. Jantung

Pemeriksaan tahap jantung pertama dilakukan dengan cara inspeksi, dan palpasi.
Kemudian perkusi dan auskultasi.

Ø Pemeriksaan Abdomen

Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan cara inspeksi, auskultasi, palpasi, dan


perkusi. Pemeriksaan auskultasi harus dilakukan terlebih dahulu agar bising usus
atau peristaltic usus yang akan didengarkan tidak dipengaruhi oleh stimulasi dari
luar melalui palpasi atau perkusi. Organ-organ yang diperiksa dalam pemeriksaan
abdomen, antara lain hati, ginjal, dan lambung.

Ø Pemeriksaan Genitalia

Pemeriksaan genital berbeda antara laki-laki dan perempuan. Pada laki-laki


pemeriksaan dilakukan dengan cara memerhatikan ukuran, bentuk penis, testis,
serta kelainan yang ada, seperti hipospadia, epispadia, fimosis, adanya radang pada
testis, dan skrotum. Sedangkan pemeriksaan pada perempuan dilakukan dengan
cara memerhatikan adanya epispadia, dan adanya tanda-tanda seks sekunder.

Ø Pemeriksaan Tulang Belakang dan Ekstremitas

Pemeriksaan tulang belakang dan ekstremitas dilakukan dengan cara inspeksi


terhadap adanya kelainan tulang belakang seperti lordosis, kifosis, skoliosis,
kelemahan, serta perasaan nyeri yang ada pada tulang belakang dengan cara
mengobservasi pada posisi telentang, tengkurap, atau duduk.

Ø Pemeriksaan Neurologis

Pemeriksaan neurologis dilakukan sebagai berikut:

- Inspeksi, yaitu mengamati adanya berbagai kelainan pada neurologis.

- pemeriksaan refleks, diantaranya refleks superficial, refleks tendon, dan refleks


patologis.

- pemeriksaan tanda menigeal, antara lain kaku kuduk.

- pemeriksaan kekuatan dan tonus otot, nilai kekuatan otot 0-5.


Pemeriksaan neurologis yang lain adalah pemeriksaan status kesadaran. Status
kesadaran ini dilakukan dengan dua penilaian, yaitu penilaian kualitatif dan
penilaian kuantitatif. Penilaian kualitatif antara lain:

- Compos Mentis, kesadaran penuh (respon yang cukup)

- Apatis, acuh tak acuh

- Somnole, kesadaran yang lebih rendah (mengantuk, ingin tidur, dan tidak
responsive)

- Sopor, tidak memberikan respon ringan maupun sedang (sedikit respon)

- Koma, tidak dapat bereaksi

- Delirium, merupakan tingkat kesadran yang paling bawah.

Penilaian kuantitatif dapat diukur denga Skala Koma Glasgow (Glasgow Coma
Scale-GCS), adapun penilaian sebagai berikut:

- Membuka mata

- Respons verbal

- Respons motorik

3. Pola fungsi kesehatan


a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan (termasuk adakah kebiasaan
merokok, minum alcohol, dan penggunaan obat obatan)
b. Pola aktivitas dan latihan (adakah keluhan lemas, pusing, kelelahan, dan
kelemahan otot)
c. Pola nutrisi dan metabolisme (adakah keluhan mual, muntah)
d. Pola eliminasi
e. Pola tidur dan istirahat
f. Pola kognitif dan perceptual
g. Persepsi diri dan konsep diri
h. Pola toleransi dan koping stress
i. Pola seksual dan reproduktif
j. Pola hubungan dan peran
k. Pola nilai dan keyakinan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan cidera kepala adalah
sebagai berikut:
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran darah pada pusat
pernapasan di otak, kelemahan otot-otot pernapasan, ekspansi paru yang tidak
maksimal, kegagalan ventilator.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum,
peningkatan sekresi secret, penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder.
4. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema pada otak.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan
metabolisme dan kemampuan mencerna.
6. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi serebral.
7. Cemas berhubungan dengan krisis situasional/perubahan status kesehatan.
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses
penyakit.
9. Resiko kekurangan volume cairan dengan factor resiko gangguan kesadaran dan
disfungsi hormonal.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan KH Intervensi
1 Pola nafas tidak efektif Setelah diberi asuhan keperawatan NIC :
selama 3x24 jam diharapkan pasien
dapat bernafas dengan efektif . Mandiri :

NOC : 1. Observasi fungsi pernapasan,


catat frekuensi, dispnea, atau
- Respiratory status : perubahan tanda-tanda vital.
Ventilation 2. Berikan posisi semifowler.
- Respiratory status : 3. Monitor AGD.
Airway Patency 4. Berikan oksigen sesuai
- Vital sign status program
5. Kolaborasi Dengan tim
kriteria hasil : kesehatan lain dengan dokter,
radiologi dan fisioterapi dalam
pemberian
1. Nafas pasien normal dan tidak antibiotic,analgesic,fisioterapi
ada gangguan pola nafas. dada dan konsul thoraks.

2 Bersihan jalan nafas tidak Setelah diberikan asuhan NIC :


keperawatan selama 3x24 jam
efektif
diharapkan adanya peningkatan Mandiri :
keefektifan jalan nafas .
1. Kaji keadaan jalan nafas.
NOC :
2. Anjurkan klien mengenai teknik
- Respiratory status : batuk efektif dan mengapa terdapat
Ventilation penumpukan secret di saluran
- Respiratory status : pernapasan.
Airway Patency
3. Atur/ubah posisi klien secara
kriteria hasil : teratur setiap 2 jam.

1. Bunyi nafas ronkhi tidak 4. Berikan minum hangat jika


terdengar. keadaan memungkinkan.
2. Menunjukkan batuk yang
efektif.
5. Lakukan penghisapan lendir jika
3. Tidak ada penumpukan secret
diperlukan
di saluran pernapasan.

3 Nyeri Setelah diberi asuhan keperawatan NIC :


selama 3x24 jam diharapkan rasa
nyeri klien berkurang atau hilang . Mandiri :

NOC : 1. Kaji lokasi dan skala nyeri


2. Observasi TTV
- Pain level 3. Ajarkan tekhnik distraksi dan
- Pain control relaksasi
- Comfort level 4. Kolaborasi Berika obat
analgesic sesuai indikasi
kriteria hasil :

1. Pasien tampak rileks


2. Pasien tidak meringis
3. Skala nyeri 0 (10-0)
4 Gangguan perfusi jaringan Setelah diberikan tindakan NIC :
keperawatan selama 3x24 jam
serebral
diharapkan perfusi jaringan serebral Mandiri :
menjadi adekuat.
1. Kaji tanda-tanda vital
NOC :
2. Kaji tingkat kesadaran dengan
- Circulation status GCS
- Tissue prefusion :
cerebral 3. Monitor AGD, PaCO2 antara 35-
45mmHg dan PaO2 lebih dari
Kriteria Hasil : 80mmHg.

1. Kesadaran pasien compos 4. Anjurkan pasien untuk tidak


mentis (GCS 15) menekuk lututnya atau
2. Tanda vital pasien stabil fleksi,batuk,bersin dan mengejan.
3. Tekanan perfusi serebral lebih
dari 60mmHg, TIK kurang
5. Kolaborasi Berikan obat sesuai
dari 15mmHg
indikasi dan monitor efek samping
4. Fungsi sensori utuh atau
normal.

5 Perubahan Nutrisi Kurang dari Setelah diberikan asuhan NIC :


keperawatan selama 3x24 jam Mandiri :
Kebutuhan
diharapkan kebutuhan nutrisi klien
terpenuhi . 1. Evaluasi kemampuan makan
klien.
NOC :
2. Observasi/timbang BB.
- Nutritional status :
food & fluid intake 3. Berikan makanan kecil dan lunak.
- Nutritional status :
nutrient intake Kolaborasi :
- Weight control
1. Aturlah diet yang diberikan sesuai
kriteria hasil :
dengan keadaan klien.

1. Memperlihatkan kenaikan BB
2. Lakukan pemeriksaan
sesuai dengan hasil
pemeriksaan laboratorium, laboratorium yang diindikasikan
2. Mengerti tentang pentingnya
seperti : serum, trnsferin,
nutrisi bagi tubuh.
BUN/Creatine dan Glukosa.

6 Hambatan mobilitas fisik Setelah diberi asuhan keperawatan NIC :


selama 3x24 jam diharapkan
mobilitas kembali normal. Mandiri :

NOC : 1. Kaji kembali kemampuan dan


keadaan secara fungsional pada
- Joint movement : kerusakan yang terjadi.
active
- Mobility level 2. Monitor fungsi motorik dan
- Self care : ADLs sensorik setiap hari
- Transfer
performance 3. Lakukan latihan ROM secara
pasif.
kriteria hasil :
4. Ganti posisi tiap 2 jam sekali
1. Pasien dapat melakukan
aktivitas secara bertahap. 5. Observasi keadaan kulit
2. Dapat mempertahankan
gerakan sendi secara 6. Berikan perawatan kulit dengan
maksimal cermat seperti massage dan memberi
3. Kekuatan otot pasien pelembab ganti linen atau pakaian
maksimal yang basah.
4. Integritas kulit utuh.
7. Kolaborasi Koordinasikan
aktivitas dengan ahli physioterapi.

7 Cemas Setelah diberikan asuhan NIC :


keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan rasa cemas klien Mandiri :
berkurang .
1. Monitor respon fisik seperti
NOC : kelemahan, perubahan tanda vital,
gerakan yang berulang-ulang, catat
- Anxiety control kesesuaian respon verbal dan
- Coping nonverbal selama komunikasi.
- Impulse control
2. Anjurkan klien dan keluarga
kriteria hasil : untuk mengungkapkan dan
mengekspresikan rasa takutnya.
1. Klien dapat menunjukan
penurunan kecemasan. 3. Anjurkan klien untuk melakukan
2. klien tampak tenang dan
teknik relaksasi seperti pengaturan
tidur/istirahat dengan baik
nafas dalam atau relaksasi progresif

8 Kurang Pengetahuan Setelah diberi tindakan asuhan NIC :


keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan tidak terdapat infeksi Mandiri :

NOC : 1. Catat factor resiko untuk


terjadinya infeksi.
- Mengerti proses
penyakit 2. Kurangi factor resiko
- Memahami infeksi nasokomial seperti
perawatan pada cuci tangan sebelum dan
pasien sesudah melakukan
tindakan keperawatan.
kriteria hasil :
3. Auskultasi suara nafas.
1. Klien tidak mengalami 4. Pertahankan teknik suction
infeksi. secara steril
2. Klien/keluarga mengenal
factor-faktor resiko infeksi
dalam
pencegahan/mengurangi
factor resiko infeksi.
3. Klien/keluarga dapat
menunjukkan teknik
meningkatkan lingkungan
yang aman.

9 Resiko kekurangan volume Setelah diberikan asuhan NIC :


keperawatan selama 1x24 jam
cairan
diharapkan klien dan keluarga Mandiri :
paham tentang proses penyakit dan
penyembuhan.
1. Jelaskan tentang
pentingnya penggunaan
NOC : respirator kepada klien dan
keluarga.
- Fluid balance 2. Ulangi informasi yang
- Hydration diberikan : pola dalam
- Nutritional status : nutrisi, makanan tambahan.
food & fluid intake 3. Rekomendasi pada
klien/keluarga tentang
kriteria hasil : pelaksanaan resusitasi

1. mengungkapkan pengertian
tentang proses penyakit,
tindakan yang dibutuhkan
dengan kemungkinan
komplikasi.

D. IMPLEMENTASI

(Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi dan kondisi klien)


DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume II. Edisi 8.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Carpenito, L.J. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan dan Masalah
Kolaborasi. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Doenges, M.E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Hudak dan Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Volume II. Edisi 6.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Marion Johnson, dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
Mosby.

Mc. Closkey dan Buleccheck. 2000. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. Mosby.

NANDA. 2005. Nursing Diagnosis: Definition and Classification. Philadelphia: North


American Nursing Diagnosis Association.

Arief mansjoer. 2000. Kapita Selekta kedokteran. Edisi 3, jakarta FKUI.

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar KeperawatanMedikal bedah. Edisi 8, Vol. 3,
jakarta, EGC.

Doengoes. E. marlynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan keperawatan, jakarta, EGC.

Elisabeth j.corwin,2001 buku saku patofisiologi.jakarta EGC.

Anda mungkin juga menyukai