CEDERA KEPALA
Cidera kepala adalah gangguan traumatic dari fungsi otak yang disertai atau tanpa
disertai perdsatahan interstisial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak.
Cedera kepala adalah cedera yang dapat mengakibatkan kerusakan otak akibat
perdarahan dan pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan penyebab
peningkatan tekanan intra kranial (TIK).
Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari trauma.
Pada cidera primer dapat terjadi: memar otak, laserasi.
B. EPIDEMIOLOGI
E. KLASIFIKASI
a. Berdasarkan Mekanisme :
Biasanya Cedera Kepala berdasarkan tingkat keparahannya didasari atas GCS. Dimana
GCS ini terdiri dari tiga komponen yaitu :
Dengan Glasgow Coma Scale (GCS), cedera kepala dapat diklasifikasikan menjadi :
a)Cedera Kepala Ringan (CKR) : bila GCS 14-15 (kelompok resiko rendah)
b) Cedera Kepala Sedang (CKS) : bila GCS 9-13 (kelompok resiko sedang)
c)Cedera Kepala Berat (CKB) : bila GCS 3-8 (kelompok resiko berat)
c. Berdasarkan morfologi
a) Fraktur tengkorak
b) Lesi intracranial
- Fokal diakibatkan dari kerusakan local yang meliputi konsio serebral dan hematom
serebal,serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan masa lesi,
pergeseran otak.
F. PATOFISIOLOGI
Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer dan proses
sekunder. Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang berkaitan dengan
suatu trauma yang relative baru terjadi dan bersifat irreversible untuk sebagian besar
daerah otak. Walaupun kontusio dan laserasi yang terjadi pada permukaan otak,
terutama pada kutub temporal dan permukaan orbital dari lobus frontalis, memberikan
tanda-tanda jelas tetapi selama lebih dari 30 tahun telah dianggap jejas akson difus
pada substasi alba subkortex adalah penyebab utama kehilangan kesadaran
berkepanjangan, gangguan respon motorik dan pemulihan yang tidak komplit yang
merupakan penanda pasien yang menderita cedera kepala traumatik berat.
Proses Primer
Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera primer biasanya
fokal (perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson difus).Proses ini adalah kerusakan
otak tahap awal yang diakibatkan oleh benturan mekanik pada kepala, derajat
kerusakan tergantung pada kuat dan arah benturan, kondisi kepala yang bergerak
diam, percepatan dan perlambatan gerak kepala. Proses primer menyebabkan fraktur
tengkorak, perdarahan segera intrakranial, robekan regangan serabu saraf dan
kematian langsung pada daerah yang terkena.
Proses Sekunder
Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul kerusakan
primer. Dapat dibagi menjadi penyebab sistemik dari intrakranial. Dari berbagai
gangguan sistemik, hipoksia dan hipotensi merupakan gangguan yang paling berarti.
Hipotensi menurunnya tekanan perfusi otak sehingga mengakibatkan terjadinya
iskemi dan infark otak. Perluasan kerusakan jaringan otak sekunder disebabkan
berbagai faktor seperti kerusakan sawar darah otak, gangguan aliran darah otak
metabolisme otak, gangguan hormonal, pengeluaran bahan-bahan neurotrasmiter dan
radikal bebas. Trauma saraf proses primer atau sekunder akan menimbulkan gejala-
gejala neurologis yang tergantung lokasi kerusakan.
Kerusakan sistem saraf motorik yang berpusat dibagian belakang lobus frontalis
akan mengakibatkan kelumpuhan pada sisi lain. Gejala-gejala kerusakan lobus-lobus
lainnya baru akan ditemui setelah penderita sadar. Pada kerusakan lobus oksipital
akan dujumpai ganguan sensibilitas kulit pada sisi yang berlawanan. Pada lobus
frontalis mengakibatkan timbulnya seperti dijumpai pada epilepsi lobus temporalis.
Kelainan metabolisme yang dijumpai pada penderita cedera kepala disebabkan adanya
kerusakan di daerah hipotalamus. Kerusakan dibagian depan hipotalamus akan terjadi
hepertermi. Lesi di regio optika berakibat timbulnya edema paru karena kontraksi
sistem vena. Retensi air, natrium dan klor yang terjadi pada hari pertama setelah
trauma tampaknya disebabkan oleh terlepasnya hormon ADH dari daerah belakang
hipotalamus yang berhubungan dengan hipofisis.
Setelah kurang lebih 5 hari natrium dan klor akan dikeluarkan melalui urine
dalam jumlah berlebihan sehingga keseimbangannya menjadi negatif. Hiperglikemi
dan glikosuria yang timbul juga disebabkan keadaan perangsangan pusat-pusat yang
mempengaruhi metabolisme karbohidrat didalam batang otak.
Batang otak dapat mengalami kerusakan langsung karena benturan atau sekunder
akibat fleksi atau torsi akut pada sambungan serviks medulla, karena kerusakan
pembuluh darah atau karena penekanan oleh herniasi unkus.
Gejala-gejala yang dapat timbul ialah fleksiditas umum yang terjadi pada lesi
tranversal dibawah nukleus nervus statoakustikus, regiditas deserebrasi pada lesi
tranversal setinggi nukleus rubber, lengan dan tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan
kedua lengan kaku dalam fleksi pada siku terjadi bila hubungan batang otak dengan
korteks serebri terputus.
Gejala-gejala Parkinson timbul pada kerusakan ganglion basal. Kerusakan-
kerusakan saraf-saraf kranial dan traktus-traktus panjang menimbulkan gejala
neurologis khas. Nafas dangkal tak teratur yang dijumpai pada kerusakan medula
oblongata akan menimbulkan timbulnya Asidesil. Nafas yang cepat dan dalam yang
terjadi pada gangguan setinggi diensefalon akan mengakibatkan alkalosisi respiratorik.
G. PATHWAY
TIK (edema, hematoma )
Terjatuh
O2 menurun ->
gangguan metabolisme Penurunan tek. Ketidakseimbangan
pemb.darah pulmonal Nutrisi Kurang dari
Kebutuhan
Edema otak
Kebocoran cairan kapiler
Gangguan perfusi
Edema paru
jaringan cerebral Cardiac output menurun
Difusi O2 terhambat
Gangguan perfusi
jaringan
Ketidakefektifan Pola
Napas
H. GEJALA KLINIS
1. Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, ataksia, cara berjalan tidak tegap,
kehilangan tonus otot.
2. Perubahan tekanan darah, perubahan frekuensi jantung (bradikardi, takikardia, yang
diselingi dengan bradikardia disritmia).
3. Inkontinensia kandung kemih atau usus atau mengalami gangguan fungsi.
4. Muntah proyektil, gangguan menelan
5. Perubahan kesadaran bisa sampai koma.
6. Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan
masalah, pengaruh emosi atau tingkah laku dan memori). Perubahan pupil (respon
terhadap cahaya simetris) deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti.
Kehilangan penginderaan seperti pengecapan, penciuman dan pendengaran, wajah
tidak simetris, refleks tendon tidak ada atau lemah, kejang, sangat sensitif terhadap
sentuhan dan gerakan, kehilangan sensasi sebagian tubuh, kesulitan dalam
menentukan posisi tubuh.
7. Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi,
stridor, terdesak, ronchi, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi).
8. Fraktur atau dislokasi, gangguan penglihatan, kulit : laserasi, abrasi, perubahan
warna, adanya aliran cairan (drainase) dari telinga atau hidung (CSS), gangguan
kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum
mengalami paralisis, demam, gangguan dalam regulasi tubuh.
9. Merasa lemah, lelah, hilang keseimbangan.
10. Cemas
11. Mual, muntah, mengalami perubahan selera.
12. Sakit kepala atau nyeri kepala hebat.
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT Scan (tanpa atau dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik,
menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
2. MRI : sama dengan CT Scan
3. Angiografi serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran
jaringan otak akibat edema, pendarahan, trauma
4. EEG : untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang
patologis.
5. PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.
6. Sinar X : untuk mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran
struktur dari garis tengah (karena perdarahan) adanya fragmen tulang.
7. Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan
jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
8. Fungsi Lumbal : CSS, dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan sub
arakhnoid.
9. AGD : untuk mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi perdarahan sub
arakhnoid.
10. Kimia elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam
peningkatan TIK atau perubahan mental.
11. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrkranial.
J. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan umum cedera kepala :
a. Monitor respirasi : Bebaskan jalan napas, monitor keadaan ventilasi, berikan
oksigen bila perlu.
b. Monitor TIK
c. Atasi syok bila ada
d. Kontrol tanda vital
e. Keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Operasi :
a. Dilakukan untuk mengeluarkan darah pada intraserebral, debridemen luka
3. Pengobatan :
a. Diuretik : Untuk mengurangi edema serebral, misalnya manitol 20%, ferosemid
(lasik).
b. Antikonvulsan : Untuk menghentikan kejang, misalnya dengan dilantin, tegretol,
valium.
c. Kortokosteroid : Untuk menghambat pembentukan edema misalnya dengan
deksametazon.
d. Antagonis histamin : Untuk mencegah terjadi iritasi lambung kerena hipereksresi
akibat cedera kepala, misalnya dengan cemetidin, ranitidin.
e. Antibiotik bila ada luka yang besar.
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Anamnesa :
a. Identitas Pasien dan Penanggung Jawab :
1) Nama
2) Jenis kelamin
3) Usia
4) Status
5) Agama
6) Alamat
7) Pekerjaan
8) Pendidikan
9) Bahasa
10) Suku bangsa
11) Dx Medis
12) Sumber biaya
b. Riwayat keluarga :
1) Genogram
2) Keterangan genogram
c. Status kesehatan :
1) Status kesehatan saat ini
Keluhan Utama (saat MRS dan saat ini)
Alasan MRS dan perjalanan penyakit saat ini
Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
2) Status kesehatan masa lalu
Penyakit yang pernah dialami
Pernah dirawat
Alergi
Kebiasaan (merokok/kopi/alcohol atau lain – lain yang merugikan
kesehatan)
3) Riwayat penyakit keluarga
4) Diagnosa Medis dan Therapi
2. Pemeriksaa Fisik
1. Pemeriksaan Kulit
Pemeriksaan kulit untuk menilai warna, adanya sianosis, ikterus, eczema, pucat,
purpura, eritema, makula, papula, vesikula, pustule, ulkus, turgor kulit, kelembapan
kulit, tesktur kulit, dan edema.
Ø Pemeriksaan Kuku
Ø Pemeriksaan Rambut
Pemeriksaan kelenjar getah bening dilakukan dengan cara palpasi pada daerah
leher atau inguinal yang lain. Pembesaran dengan diameter lebih dri 10 mm
menunjukkan adanya kemungkinan tidak normal atau indikasipenyakit tertentu.
2. Kepala
Pemeriksaan ini menilai lingkar kepala. Lingkar kepala yang lebih besar dari
normal, disebut makrosefali, biasanya dapat ditemukan pada penyakit hidrocefalus.
Sedangkan lingkar kepala yang kurang dari normal disebut mikrosefali.
3. Wajah
Pemeriksaan wajah menilai apakah wajah asimetris atau tidak. Wajah yang
asimetris dapat disebabkan oleh adanya paralisis fasialis, serta dapat menilai
adanya pembengkakan daerah wajah.
4. Mata
5. Telinga
Pemeriksaan telinga dapat dilakukan mulai dari telinga bagian luar, telinga bagian
tengah, dan telinga bagian dalam.
6. Hidung
Pemeriksaan hidung bertujuan untuk menilai adanya kelainan bentuk hidung dan
juga menentukan ada atau tidaknya epistaksis. Pemeriksaan yang dapat digunakan
adalah pemeriksaan rhinoskopi anterior dan posterior.
7. Mulut
Pemeriksaan mulut bertujuan untuk menilai ada tidaknya trismus, yaitu kesukaran
membuka mulut. Halitosis, yaitu bau mulut tidak sedap karena kurang dijaga
kebersihannya. Dan labioskisis, yaitu bibir yang tidak simetris.
8. Leher
9. Pemeriksaa Dada
Pada pemeriksaan dada, yang perlu diketahui adalah garis atau batas di dada.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, atau
auskultasi. Dalam pemeriksaan dada, yang perlu diperhatikan adalah bentuk dan
besar dada, kesimetrisan, gerakan dada, adanya deformitas, penonjolan,
pembengkakan, atau kelainan yang lain. Dada memiliki beberapa bentuk,
diantaranya :
- Funnel chest
- Pigeon chest
- Barrel chest
Pemeriksaan pada daerah dada yang lain meliputi pemeriksaan payudara, paru, dan
jantung.
10. Payudara
11. Paru
Pemeriksaan paru terdiri atas beberapa langkah, yaitu inspeksi, palpasi, perkusi,
dan auskultasi. Pada pemeriksaan paru terdapat dua macam suara napas yaitu Suara
Napas Dasar dan Suara Napas Tambahan. Dimana Suara Napas Dasar merupakan
suara napas biasa, yang meliputi suara napas vesikuler, bronchial, amforik, cog
wheel breath sound, dan metamorphosing breath sound. Sedangkan suara napas
tambahan adalah suara napas yang dapat didengar melalui bantuan auskultasi yang
meliputi ronki basah/ronki kering, wheezing, suara krepitasi, dan bunyi gesekan
pleura (pleural fiction rub).
12. Jantung
Pemeriksaan tahap jantung pertama dilakukan dengan cara inspeksi, dan palpasi.
Kemudian perkusi dan auskultasi.
Ø Pemeriksaan Abdomen
Ø Pemeriksaan Genitalia
Ø Pemeriksaan Neurologis
- Somnole, kesadaran yang lebih rendah (mengantuk, ingin tidur, dan tidak
responsive)
Penilaian kuantitatif dapat diukur denga Skala Koma Glasgow (Glasgow Coma
Scale-GCS), adapun penilaian sebagai berikut:
- Membuka mata
- Respons verbal
- Respons motorik
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan cidera kepala adalah
sebagai berikut:
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran darah pada pusat
pernapasan di otak, kelemahan otot-otot pernapasan, ekspansi paru yang tidak
maksimal, kegagalan ventilator.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum,
peningkatan sekresi secret, penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder.
4. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema pada otak.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan
metabolisme dan kemampuan mencerna.
6. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi serebral.
7. Cemas berhubungan dengan krisis situasional/perubahan status kesehatan.
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses
penyakit.
9. Resiko kekurangan volume cairan dengan factor resiko gangguan kesadaran dan
disfungsi hormonal.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan KH Intervensi
1 Pola nafas tidak efektif Setelah diberi asuhan keperawatan NIC :
selama 3x24 jam diharapkan pasien
dapat bernafas dengan efektif . Mandiri :
1. Memperlihatkan kenaikan BB
2. Lakukan pemeriksaan
sesuai dengan hasil
pemeriksaan laboratorium, laboratorium yang diindikasikan
2. Mengerti tentang pentingnya
seperti : serum, trnsferin,
nutrisi bagi tubuh.
BUN/Creatine dan Glukosa.
1. mengungkapkan pengertian
tentang proses penyakit,
tindakan yang dibutuhkan
dengan kemungkinan
komplikasi.
D. IMPLEMENTASI
Brunner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume II. Edisi 8.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Carpenito, L.J. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan dan Masalah
Kolaborasi. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Doenges, M.E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Hudak dan Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Volume II. Edisi 6.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Marion Johnson, dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
Mosby.
Mc. Closkey dan Buleccheck. 2000. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. Mosby.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar KeperawatanMedikal bedah. Edisi 8, Vol. 3,
jakarta, EGC.