Anda di halaman 1dari 26

A.

KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Pengertian
 Hidrocefalus adalah keadaan patologik otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan cerebrospinal dan adanya tekanan intrakranial (TIK)
yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengeluarkan
likuor (Depkes RI, 1989).
 Hidrocefalus adalah kelebihan cairan cerebrospinalis di dalam kepala.
Biasanya di dalam sistem ventrikel atau gangguan hidrodinamik cairan likuor
sehingga menimbulkan peningkatan volume intravertikel (Setyanegara, 1998).
 Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan
intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono,
2005:209).
 Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan
otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar
serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun (DeVito EE et al,
2007:328).

2. Epidemiologi
Insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi hidrosefalus
kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-43% disebabkan oleh
stenosis aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua
jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan ras. Pada remaja dan dewasa lebih sering
disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% adalah akibat
abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan
meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior (Darsono, 2005:211).

3. Penyebab
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS) pada
salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat
absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS
diatasnya (Allan H. Ropper, 2005). Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak

1
dengan kecepatan absorbsi yang abnormal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus,
namun dalam klinik sangat jarang terjadi.
Beberapa penyebab terjadinya hidrocefalus:
1. Kelainan bawaan
a) Stenosis Aquaductus sylvii
Merupakan penyebab yang paling sering pada bayi/anak (60-90%).
Aquaductus dapat mengalami stenosis dimana saluran ini menjadi lebih sempit
dari biasanya. Umumnya gejala Hidrocefalus terlihat sejak lahir/progresif
dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir.
b) Spina bifida dan cranium bifida
Biasanya berhubungan dengan sindrom Arnold-Chiari akibat tertariknya
medula spinalis dengan medula oblongata dan cerebelum, letaknya lebih
rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan
sebagian/total.
c) Sindrom Dandy-Walker
Merupakan atresia congenital foramen luscha dan mengendie yang
mengakibatkan hidrocefalus obstruktif dengan pelebaran sistem ventrikel
terutama ventrikel IV sehingga merupakan krista yang besar di daerah losa
posterior.

d) Kista Arachnoid
Dapat terjadi secara conginetal dan membagi etiologi menurut usia.
e) Anomali pembuluh darah
2. Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat terjadi obliterasi
ruangan subaraknoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta
terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat purulen di
akuaduktus sylvii atau sisterna basalis. Lebih banyak hidrosepalus terdapat pasca
meningitis. Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa
bulan sesudah sembuh dari meningitisnya. Secara patologis terdapat penebalan
jaringan piamater dan araknoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Pada
meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di daerah
basal sekitar sisterna kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan pada
meningitis purulenta lokalisasinya lebih tersebar.

2
3. Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis
leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi
akibat organisasi dari darah itu sendiri (Allan H. Ropper, 2005:360).
4. Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran
CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau
akuaduktus Sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari
serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.

4. Patofisiologi
Tekanan negatif CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis
kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid
yang meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis
terdapat dalam suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal. Pada orang
dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60
ml, neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam
ventrikel 500-1500 ml (Darsono, 2005). CSS mengalir dari ventrikel lateral melalui
foramen Monro menuju ventrikel yang ketiga, tempat dimana cairan tersebut menyatu
dengan cairan yang telah disekresi ke ventrikel ketiga. Dari sana CSS mengalir
melalui akueduktus Sylvii menuju ventrikel keempat, tempat dimana cairan lebih
banyak dibentuk, kemudian cairan tersebut akan meninggalkan ventrikel keempat
melewati foramen Luschka lateral dan garis tengah foramen Magendie dan mengalir
menuju sisterna magna. Dari sana CSS mengalir ke serebral dan ruang subaraknoid
serebellum, dimana cairan akan diabsorpsi. Sebagian besar diabsorpsi melalui villi
araknoid, tetapi sinus, vena dan substansi otak juga berperan dalam absorpsi.
Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan reabsorbsi CSS oleh
sistem kapiler. (DeVito EE et al, 2007:32)
Hidrosefalus secara teoritis terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu :
1. Produksi likuor yang berlebihan
2. Peningkatan resistensi aliran likuor
3. Peningkatan tekanan sinus venosa
Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial sebagai
upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya

3
dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama
perkembangan hidrosefalus.
Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid. Gangguan aliran
likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi
yang disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara
proporsional dalam upaya mempertahankan reabsorbsi yang seimbang.
Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan
tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah
dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk
mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi.
Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari komplians tengkorak.
(Darsono, 2005:212).
Berdasarkan hal di atas akan terjadi penimbunan berlebihan (abnormal) cairan
serebrosvinal pada ruang-ruang yang secara normal terdapat CSS. Lingkaran kepala
neonatus biasanya adalah 35-40 cm. Pada umur 1 tahun lingkaran kepala tersebut
dapat mencapai 45 cm. Pada penderita hidrosefalus lingkaran kepala itu jauh di atas
lingkaran yang normal.
Kepala itu membesar “out of proportion” oleh karena :
a) Tekanan intrakranium terus meningkat.
Tekanan ini meningkat karena reabsorbsi dari likuor itu tidak dapat berfungsi
dengan baik. Misalnya suatu stenosis pada akuaduktus Sylvii akan dapat
menimbulkan gangguan pada peredaran likuor, yang menimbulkan hdrocefalus.
b) Sutura diantara tulang-tulang kepala belum menutup, sehingga kepala terus
membesar. Oleh karena itu, maka penderita tidak banyak memperlihatkan gejala
atau tanda tekanan intrakranium yang meningkat. Penderita tidak akan menangis
terus-menerus karena nyeri kepala; penderita tidak akan memperlihatkan muntah
proyektil.

5. Klasifikasi
Hidrocefalus dapat dibagi dalam 2 kelompok yaitu:
a) Hidrocefalus kongenitus
Hidocefalus kongenitus dapat timbul karena adanya malformasi pada system
saraf pusat, seperti karena adanya:
1. Anomali Arnold-Chiari, yang dapat timbul bersama dengan suatu meningokel
atau suatu meningomielokel.
2. Stenosis dari akuaduktus sylvii

4
3. Malformasi dari Dandy-Walker. Pada sindrom Dandy-Walker terdapat atresi
dari foramen luschka dan Megendie.
4. Kiste-kiste subaraknoidal
5. Aneurisma dari vena cerebri magna Galeni, yang menekan pada akuaduktus
Sylvii.
b) Hidrocefalus kuisita
Hidrosefalus akuisita timbul sesudah :
1. Trauma kapatis
2. Pendarahan subarachnoidal
3. Infeksi pada SSP seperi, Meningitis tuberkulosa, meningitis Hemofilus
influenza, Toksoplasmosis.
c) Normal Pressure Hidrocefalus
Pada Normal Pressure Hidrocefalus dapat ditemukan:
1. Retardasi mental dengan disorientasi dan pelupa
2. Paraparese dan ataksi
3. Inkontinensia Urinae
4. Ventrikel yang melebar dengan tekanan yang normal.

Selain itu, hidrocefalus dapat dibagi pula menjadi :

a) Hidrocefalus komunikan
Pada hidrocefalus komunikan terdapat hubungan yang baik diantara ventrikel
dengan ruang subarakhnoidal di daerah lumbal. Hidrocefalus komunikan dapat
disebabkan oleh pleksus koroideus neonatus yang berkembang berlebihan
sehingga lebih banyak cairan yang terbentuk daripada yang direabsorbsi oleh vili
subarachnoidalis. Dengan demikian, cairan terkumpul di dalam ventrikel maupun
di luar otak sehingga kepala membesar dan otak mengalami kerusakan berat.
Selain itu, hidrocefalus komunikan juga dapat disebabkan karena reabsorbsi CSF
yang mengalami gangguan. Penumpukan CSF akan menyebabkan pembesaran
bertahap pada ventrikel keempat yang pada gilirannya akan menimbulkan
penekanan destruktif pada jaringan otak sekitarnya. Karena ventrikel yang
membesar maka tekanan didalamnya biasanya normal atau menurun, walaupun
volumenya meningkat. Oleh karena itu, hidrocefalus ini sering disebut dengan
hidrocefalus tekanan normal atau tekanan rendah.

b) Hidrocefalus nonkomunikan
Penyakit ini dinamai pula hidrocefalus obstruktif, yang jelas menunjukkan tidak
adanya hubungan antara ventrikel dengan ruang subarachnoidal di lumbal.
Penyebab hidrocefalus nonkomunikan ini adalah penyempitan pada akuaduktus
Sylvii congenital; oleh karena cairan dibentuk oleh pleksus koroideus dari kedua

5
ventrikel dan ventrikel ketiga, maka volume ketiga ventrikel tersebut menjadi
membesar. Hal ini menyebabkan penekanan otak terhadap tengkorak sehingga
otak menjadi tipis.

Suatu cara untuk membedakan hidrocefalus komunikan dengan nonkomunikan adalah


dengan jalan mengukur tekanan likuor dalam ventrikulus lateralis dan tekanan likuor
di kantong lumbal secara bersamaan.

6. Gejala Klinis
Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada awitan dan derajat
ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Darsono, 2005). Gejala-
gejala yang menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi intrakranial. Kepala bisa
berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama kelamaan menjadi besar
dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh peningkatan dimensi ventrikel
lateral dan anterior – posterior diatas proporsi ukuran wajah dan badan bayi.
Ubun – ubun melebar atau tidak menutup pada waktunya, teraba tegang atau
menonjol. Dahi tampak melebar dengan kulit kepala yang menipis, tegang dan
mengkilat dengan pelebaran vena kulit kepala. Sutura tengkorak belum menutup dan
teraba melebar. Didapatkan “cracked pot sign” yaitu bunyi seperti pot kembang yang
retak pada perkusi kepala. Bola mata terdorong ke bawah oleh tekanan dan penipisan
tulang supraorbita. Sclera tampak di atas iris sehingga iris seakan – akan matahari
yang akan terbenam (sunset sign). Pergerakan bola mata yang tidak teratur dan
nigtagmus tidak jarang terjadi. Kerusakan saraf yang memberikan gejala kelainan
neurologis berupa gangguan kesadaran, motoris atau kejang, kadang – kadang
gangguan pusat vital, bergantung pada kemampuan kepala untuk membesar dalam
mengatasi tekanan intrakranial yang meninggi. Bila proses berlangsung lambat, maka
mungkin tidak terdapat gejala neurologis walaupun terdapat pelebaran ventrikel yang
hebat, sebaliknya ventrikel yang belum begitu melebar akan tetapi prosesnya
berlangsung dengan cepat sudah memperlihatkan kelainan neurologis yang nyata.
Puncak orbital tertekan kebawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar dengan
penonjolan putih mata yang tidak biasanya. Tampak adanya distensi vena superfisialis
dan kulit kepala menjadi tipis serta rapuh.

Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan,
yaitu :

6
1. Awitan hidrosefalus terjadi pada masa neonatus
Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan
pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan
pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama
kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah
frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan tegang,
sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena
di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok. (Peter Paul Rickham, 2003).
2. Awitan hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak
Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi
hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan
penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum
gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua
tahun adalah pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala.
Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala
lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania biasanya
disertai empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:
a. Fontanel anterior yang sangat tegang.
b. Sutura kranium tampak atau teraba melebar.
c. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol.
d. Fenomena ‘matahari tenggelam’ (sunset phenomenon).
Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar
dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan
kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala
gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi).
(Darsono, 2005:213)

Selain hal di atas menurut Ngastiyah, gejala yang nampak dapat berupa (Ngastiyah,
1997; Depkes;1998)
1. TIK yang meninggi: muntah, nyeri kepala, edema pupil saraf otak II
2. Pada bayi biasanya disertai pembesaran tengkorak
3. Kepala bayi terlihat lebih besar bila dibandingkan dengan tubuh
4. Ubun-ubun besar melebar atau tidak menutup pada waktunya teraba tegang dan
mengkilat dengan perebaran vena di kulit kepala

7
5. Sutura tengkorak belum menutup dan teraba melebar
6. Terdapat sunset sign pada bayi (pada mata yang kelihatan hitam-hitamnya,
kelopak mata tertarik ke atas)
7. Bola mata terdorong ke bawah oleh tekanan dan penipisan tulang suborbita
8. Sklera mata tampak di atas iris
9. Pergerakan mata yang tidak teratur dan nistagmus tak jarang terdapat
10. Kerusakan saraf yang memberi gejala kelainan neurologis berupa gangguan
kesadaran motorik atau kejang-kejang, kadang-kadang gangguan pusat vital.

7. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
 Tampak adanya pembesaran kepala. Lingkar kepala dapat mencapai 45 cm.
 Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan tegang,
sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis.
 Kulit kepala tampak licin/mengkilap.
 Adanya fenomena sun-set sign
 Tampak adanya hiperrefleksi ekstremitas
 Adanya tanda-tanda paraparesis spastic dengan reflex tendon lutut/Achilles
yang meningkat serta dengan Babinski yang positif kanan dan kiri.

Perkusi
 Perkusi pada bagian dibelakang tempat pertemuan os frontale dan os temporal,
maka dapat timbul resonnansi seperti bunyi kendi retak (cracked pot
resonance). Tanda ini dinamakan Macewen`s sign.
Palpasi
 Sutura teraba melebar dan belum menutup

8. Pemeriksaan Diagnostik
 Foto Rontgen
Foto rotgen memperlihatkan kepala yang membesar dengan sutura dan
fontanel yang masih terbuka. Tulang-tulang kepala tampak sangat tipis. Bila
fosa crania posterior tampak kecil dibandingkan fossa crania medial dan
anterior maka mungkin hidrocefalus tersebut ditimbulkan oleh suatu stenosis
akuaduktus sylvii.
 Pemeriksaan CT Scan
Memperlihatkan susunan ventrikel yang membesar secara simetris.
 Fungsi ventrikel kadang digunakan untuk menukur tekanan intra kranial
menghilangkan cairan serebrospinal untuk kultur (aturan ditentukan untuk
pengulangan pengaliran)

8
 EEG : untuk mengetahui kelainan genetik atau metabolik
 Transluminasi : Untuk mengetahui apakah adanya kelainan dalam kepala
 MRI : ( Magnetik resonance imaging ) memberi informasi mengenai stuktur
otak tanpa kena radiasi

9. Therapi/Tindakan Penanganan
Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live sustaining” yang
berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan tindakan
bedah secepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan kematian
sehingga prinsip pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni:
1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis
dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid
(diamox) yang menghambat pembentukan cairan serebrospinal.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi cairan serebrospinal dengan
tempat absorbsi, yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarakhnoid
3. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
a. Drainase ventrikule-peritoneal (Holter, 1992; Scott, 1995;Anthony JR, 1972)
b. Drainase Lombo-Peritoneal
c. Drainase ventrikulo-Pleural (Rasohoff, 1954)
d. Drainase ventrikule-Uretrostomi (Maston, 1951)
e. Drainase ke dalam anterium mastoid
f. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung melalui
kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan
pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan cara yang
dianggap terbaik namun, kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan
anak dan harus diwaspadai terjadinya infeksi sekunder dan sepsis.
4. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah
diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah
kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang
pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, dibuka
rongga perut lalu ditanam selang pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut
dihubungakan dengan selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat
dari luar.
5. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan
jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus. VRIES (1978)

9
mengembangkan fiberoptik yang dilengkapi perawatan bedah mikro dengan sinar
laser sehingga pembedahan dapat dipantau melalui televisi.
6. Penanganan Sementara
Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi
hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau
upaya meningkatkan resorbsinya.
Pada hidrocefalus karena stenosis akuaduktus sylvii , pengalihan aliran likuor dapat
dilakukan dengan menghubungkan ventrikulus lateralis dengan sisterna serebello
medullari. Hasil yang lebih baik dapat dicapai dengan mengalihkan aliran likuor
dengan menghubungkan ruang subaraknoidal dengan rongga peritoneum atau dengan
vena cava superior. akan tetapi untuk tindakan ini diperlukan adanya suatu katup
untuk mengatur aliran agar tetap ventrikulofugal. Terdapat dua katup yang digunakan
dalah operasi “shunt” yaitu, katup Spitz-Holter dan katup Pudenz-Heyer.

10. Komplikasi
Komplikasi Hidrocefalus menurut Prasetio (2004)
1. Peningkatan TIK
2. Pembesaran kepala
3. Kerusakan otak
4. Retardasi mental
5. Meningitis, ventrikularis, abses abdomen
6. Ekstremitas mengalami kelemahan, inkoordinasi, sensibilitas kulit menurun
7. Kerusakan jaringan saraf
8. Proses aliran darah terganggu

11. Diagnosis Banding


Penyakit yang hendaknya ikut dipertimbangkan adalah:
1. Hematoma subdural yang timbul perinatal
2. Tumor intrakranium
3. Makrosefali
4. Hidranensefali
Pada Hidranensefali kedua hemisfer tidak terbentuk, tetapi pleksus khorioideus dan
ganglia basalis masih utuh. Dengan demikian produksi likuor masih berlangsung baik.

13. Prognosis

10
Prognosa suatu hidrocefalus kongenitus bila tidak dilakukan operasi pengalihan aliran
likuor adalah kurang baik walaupun sewaktu-waktu dapat terjadi keseimbangan
diantara produksi likuor dan resorbsinya, sehingga kepala bayi tidak lagi bertambah
besar. Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan
neurologis serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-70% akan
meninggal karena penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang, atau oleh karena
aspirasi pneumonia. Namun bila prosesnya berhenti (arrested hidrosefalus) sekitar
40% anak akan mencapai kecerdasan yang normal (Allan H. Ropper, 2005). Pada
kelompok yang dioperasi, angka kematian adalah 7%. Setelah operasi sekitar 51%
kasus mencapai fungsi normal dan sekitar 16% mengalami retardasi mental ringan.
Adalah penting sekali anak hidrosefalus mendapat tindak lanjut jangka panjang
dengan kelompok multidisipliner. (Darsono, 2005).
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1.Pengkajian
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan laboratorium untuk memperoleh
informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk membuat rencana
asuhan keperawatan klien. Dari wawancara akan diperoleh informasi tentang biodata,
keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat kesehatan atau penyakit di masa lalu,
riwayat kesehatan keluarga, pola aktifitas sehari-hari, dan riwayat psikososial.

a. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, dan tingkat kesadaran
kualitatif atau GCS.
b. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
 Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan
nadi, dan kondisi patologis.
 Pulse rate meningkat/menurun tergantung dari mekanisme kompensasi, sistem
konduksi jantung & pengaruh sistem saraf otonom.
 Respiratory rate
 Suhu
c. Pemeriksaan Fisik

11
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
 Tampak adanya pembesaran kepala. Lingkar kepala dapat mencapai 45 cm.
 Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan tegang,
sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis.
 Kulit kepala tampak licin/mengkilap.
 Adanya fenomena sun-set sign
 Tampak adanya hiperrefleksi ekstremitas
 Adanya tanda-tanda paraparesis spastic dengan reflex tendon lutut/Achilles
yang meningkat serta dengan Babinski yang positif kanan dan kiri.

Perkusi
 Perkusi pada bagian dibelakang tempat pertemuan os frontale dan os temporal,
maka dapat timbul resonnansi seperti bunyi kendi retak (cracked pot
resonance). Tanda ini dinamakan Macewen`s sign.
Palpasi
 Sutura teraba melebar dan belum menutup
Pemeriksaan Diagnostik
 Foto Rontgen
Foto rotgen memperlihatkan kepala yang membesar dengan sutura dan
fontanel yang masih terbuka. Tulang-tulang kepala tampak sangat tipis. Bila
fosa crania posterior tampak kecil dibandingkan fossa crania medial dan
anterior maka mungkin hidrocefalus tersebut ditimbulkan oleh suatu stenosis
akuaduktus sylvii.
 Pemeriksaan CT Scan
Memperlihatkan susunan ventrikel yang membesar secara simetris.
 Fungsi ventrikel kadang digunakan untuk menukur tekanan intra kranial
menghilangkan cairan serebrospinal untuk kultur (aturan ditentukan untuk
pengulangan pengaliran)
 EEG : untuk mengetahui kelainan genetik atau metabolik
 Transluminasi : Untuk mengetahui apakah adanya kelainan dalam kepala
 MRI : ( Magnetik resonance imaging ) : memberi informasi mengenai stuktur
otak tanpa kena radiasi
Pada hidrosefalus didapatkan :
 Tanda-tanda awal:
1. Mata juling
2. Sakit kepala
3. Lekas marah
4. Lesu
5. Menangis jika digendong dan diam bila berbaring

12
6. Mual dan muntah yang proyektil
7. Melihat kembar
8. Ataksia
9. Perkembangan yang berlangsung lambat
10. Pupil edema
11. Respon pupil terhadap cahaya lambat dan tidak sama
12. Biasanya diikuti: perubahan tingkat kesadaran, opistotonus dan spastik

pada ekstremitas bawah


13. Kesulitan dalam pemberian makanan dan menelan
14. Gangguan cardio pulmoner
 Tanda-tanda selanjutnya:
1. Nyeri kepala diikuti dengan muntah-muntah
2. Pupil edema
3. Strabismus
4. Peningkatan tekanan darah
5. Denyut nadi lambat
6. Gangguan respirasi
7. Kejang
8. Letargi
9. Muntah
10. Tanda-tanda ekstrapiramidal/ataksia
11. Lekas marah
12. Lesu
13. Apatis
14. Kebingungan
15. Kebutaaan
2. Diagnosa keperawatan
Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan
hidrocefalus antara lain :
Diagnosa keperawatan pre-op
1. Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan
intracranial ditandai dengan gangguan aliran darah ke otak.
2. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial akibat
hidrocefalus ditandai dengan pasien mengeluh nyeri kepala, pasien tampak
meringis kesakitan, pasien tampak melindungi area yang sakit dan tamapk berhati-
hati saat menggerakkan kepalanya.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
muntah sekunder akibat kompresi serebral dan iritabilitas.
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan ekstremitas bawah
akibat hidrocefalus ditandai dengan opistotonus dan spastic ekstremitas bawah,
keterbatasan dalam bergerak.

13
5. Risiko cedera berhubungan dengan ketidakmampuan untuk menyangga kepala
yang besar dan rasa tegang pada leher.
6. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan kemampuan
untuk menggerakan kepala sekunder akibat ukuran kepala yang tidak normal.

Diagnosa keperawatan post-op


1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan sekunder akibat tindakan operasi
ditandai dengan pasien mengeluh nyeri, tampak meringis dan berhati-hati saat
bergerak.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya jalur invasif akibat pemasangan VP
shunt.
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan penyakit dan perawatan pasca operasi.

3. Rencana keperawatan
Pre op

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

1) Perfusi Setelah diberikan a) Pertahankan tirah Perubahan tekanan


jaringan askep diharapkan baring dengan posisi CSS mungkin
serebral tidak perfusi jaringan kepala datar dan pantau merupakan potensi
efektif serebral adekuat, tanda vital sesuai indikasi adanya risiko
berhubungan dengan out come : setelah dlakukan pungsi herniasi batang otak
dengan  Tingkat lumbal. yang memerlukan
peningkatan kesadaran membaik tindakan medis
tekanan (GCS: E4 M6 V5). segera.
intracranial  Tidak kaku b) Pantau/catat status
ditandai dengan kuduk. neurologis, seperti GCS. Pengkajian
gangguan aliran  Tidak terjadi kecenderungan
darah ke otak. kejang. adanya perubahan

 TD dalam batas tingkat kesadaran

normal (bayi 85/54 dan potensial

mmHg, toddler peningkatan TIK

14
95/65 mmHg, adalah sangat
sekolah 105-165 berguna dalam
mmHg, remaja menentukan lokasi,
110/65 mmHg). penyebaran/luasnya
 Tidak terjadi dan perkembangan
muntah progresif dari kerusakan
 Tidak sakit c) Pantau frekuensi/irama serebral.
kepala jantung dan denyut
 GDA normal( > jantung. Perubahan pada
95%) frekuensi,disritmia
dan denyut jantung
dapat terjadi, yang
mencerminkan
trauma batang otak
pada tidak adanya
penyakit jantung
d) Pantau pernapasan, yang mendasari.
catat pola, irama
pernapasan dan frekuensi Tipe dari pola
pernapsan. pernapasan
merupakan tanda
yang berat dari
adanya peningkatan
TIK/daerah
e) Tinggikan kepala serebral yang
tempat tidur sekitar 15-45 terkena.
derajat sesuai indikasi.
Jaga kepala pasien tetap Peningkatan aliran
berada pada posisi netral. vena dari kepala
akan menurunkan
f) Pantau GDA. Berikan TIK.
terapi oksigen sesuai
kebutuhan.

15
Terjadinya asidosis
dapat menghambat
g) Berikan obat sesuai masuknya oksigen
indikasi seperti : Steroid pada tingkat sel
;deksametason, yang memperburuk
metilprednison (medrol). iskemia serebral.

Dapat menurunkan
permeabilitas
kapiler untuk
membatasi
pembentukan
edema serebral,
dapat juga
menurunkan risiko
terjadinya
“fenomena
rebound” ketika
menggunakan
manitol.
2) Nyeri akut Setelah dilaksakan 1. Kaji pengalaman nyeri Membantu dalam
berhubungan asuhan pada anak, minta anak mengevaluasi rasa
dengan keperawatan menunjukkan area yang nyeri.
peningkatan diharapkan nyeri sakit dan menentukan
tekanan dada klien hilang peringkat nyeri dengan
intracranial dengan kriteria skala nyeri 0-5 (0 = tidak
akibat hasil: pasien nyeri, 5 = nyeri sekali)
hidrocefalus mengatakan nyeri
ditandai dengan kepala berkurang
pasien atau hilang (skala 2. Bantu anak mengatasi Pujian yang

mengeluh nyeri nyeri 0), dan nyeri seperti dengan diberikan akan

kepala, pasien tampak rileks, memberikan pujian kepada meningkatkan


tampak tidak meringis anak untuk ketahanan dan kepercayaan diri

16
meringis kesakitan, nadi memperlihatkan bahwa anak untuk
kesakitan, normal dan RR nyeri telah ditangani mengatasi nyeri dan
pasien tampak normal. dengan baik. kontinuitas anak
melindungi area untuk terus
yang sakit. berusaha
menangani nyerinya
dengan baik.

Perubahan TTV

3. Pantau dan catat TTV. dapat menunjukkan

trauma batang otak

Pemahaman orang
tua mengenai
pentingnya
kehadiran, kapan
4. Jelaskan kepada orang
anak harus
tua bahwa anak dapat
didampingi atau
menangis lebih keras bila
tidak, berperan
mereka ada, tetapi
penting dalam
kehadiran mereka itu
menngkatkan
penting untuk
kepercayaan anak.
meningkatkan
kepercayaan. Teknik ini akan
membantu
mengalihkan
perhatian anak dari
5. Gunakan teknik rasa nyeri
distraksi seperti dengan
bercerita tentang dongeng
menggunakan boneka.

3) Ketidakseim Setelah dilaksakan a) Pertahankan kebersihan Mulut yang tidak


bangan nutrisi asuhan mulut dengan baik sebelum bersih dapat
kurang dari keperawatan dan sesudah mengunyah mempengaruhi rasa

17
kebutuhan diharapkan makanan. makanan dan
tubuh yang ketidakseimbangan meninbulkan mual
berhubungan nutrisi kurang dari
dengan muntah kebutuhan tubuh b) Tawarkan makanan Makan dalam porsi
sekunder akibat teratasi dengan porsi kecil tetapi sering kecil tetapi sering
kompresi kriteria hasil : untuk mengurangi perasaan dapat mengurangi
serebral dan tidak terjadi tegang pada lambung. beban saluran
iritabilitas. penurunan berat pencernaan. Saluran
badan sebesar 10% pencernaan ini
dari berat awal, dapat mengalami
tidak adanya mual- gangguan akibat
muntah. hidrocefalus.

Agar asupan nutrisi


c) Atur agar mendapatkan dan kalori klien
nutrien yang berprotein/ adeakuat
kalori yang disajikan pada
saat individu ingin makan..
Menimbang berat
badan saat baru
d) Timbang berat badan
bangun dan setelah
pasien saat ia bangun dari
berkemih untuk
tidur dan setelah berkemih
mengetahui berat
pertama.
badan mula-mula
sebelum
mendapatkan
nutrient

Konsultasi ini
dilakukan agar
e) Konsultasikan dengan
klien mendapatkan
ahli gizi mengenai
nutrisi sesuai
kebutuhan kalori harian
indikasi dan
yang realistis dan adekuat.
. kebutuhan
kalorinya

18
4) Hambatan Setelah dilaksakan Mandiri : Berbaring atau
mobilitas fisik asuhan keperawatan a) Hindari berbaring atau duduk dalam posisi
berhubungan diharapkan duduk dalam posisi yang yang sama dalam
dengan hambatan mobilitas sama dalam waktu lama. waktu lama dapat
kelemahan fisik teratasi dengan meningkatkan
ekstremitas kriteria hasil: kekakuan otot dan
bawah akibat Mempertahankan/m menimbulkan risiko
hidrocefalus eningkatkan dekubitus.
ditandai dengan kekuatan dan fungsi
Untuk
opistotonus dan umum b) Ajarkan latihan rentang
merelaksasikan otot
spastic gerak aktif pada anggota
agar imobilitas fisik
ekstremitas gerak yang sehat sedikitnya
perlahan-lahan
bawah, 4x sehari.
dapat teratasi
keterbatasan
dalam
Mandi air hangat
bergerak. c) Lakukan mandi air
dapat mengurangi
hangat.
kekakuan tubuh
pada pagi hari dan
memperbaiki
mobilitas
d) Anjurkan untuk
ambulasi, dengan atau Untuk melatih otot
tanpa alat bantu. agar terbiasa untuk
mobilisasi
e) Lakukan pengukuran
kekuatan otot. Untuk mengkaji
sejauhmana
kemampuan otot
pasien.
5) Risiko cedera Setelah dilaksakan a) Orientasikan anak pada Mengetahui kondisi
berhubungan asuhan kondisi di sekelilingnya. sekeliling
dengan keperawatan membantu

19
ketidakmampua diharapkan cidera mencegah
n untuk tidak terjadi terjadinya cidera
menyangga dengan kriteria
kepala yang hasil : b) Diskusikan dengan Anak yang
besar dan rasa  Tidak ada luka orang tua perlunya hidrocefalus dapat
tegang pada  Pasien tidak pemantauan konstan mengalami
leher. terjatuh terhadap anak kecil. kebingungan dan
penurunan
kesadaran. Oleh
karen itu, orang tua
perlu melakukan
pemantauan yang
dilakukan secara
terus-menerus
untuk
mengantisipasi hal-
hal buruk yang
mengenai anak.

c) Lakukan kewaspadaan Kewaspadaan dapat


keamanan pada anak yang menghindarkan
bingung. anak dari
kemungkinan
mengalami cidera.
Penggunaan tempat
d) Gunakan tempat tidur tidur yang rendah
rendah, dengan pagar yang dengan pagar
terpasang terpasang dapat
menghindari
terjatuhnya anak
dari tempat tidur.
e) Gunakan matras pada
Mencegah anak
lantai
mengalami cidera

20
dan mengantisipasi
kemungkinan anak
terjatuh ke lantai.
6) Risiko Setelah dilaksakan a) Dorong latihan rentang Latihan
kerusakan asuhan gerak dan mobilitas kepala, menggerakkan
intergritas keperawatan bila memungkinkan. kepala mencegak
kulit selama diharapkan penekanan pada
berhubungan kerusakan area tertentu yang
dengan integritas kulit dapat
kerusakan tidak terjadi mengakibatkan
kemampuan dengan kriteria kerusakan integritas
untuk hasil : kulit.
menggerakan  Tidak ada lesi,
kepala b) Ubah posisi atau Membantu
eritema, pruritus,
sekunder instruksikan anak untuk mengurangi tekanan
abrasi ( lecet )
akibat ukuran berbalik dan pada hanya pada
kepala yang  Tidak adanya menggerakkan kepala. area tertentu saja.
tidak normal.
Gangguan jaringan
Eritema, kepucatan
epidermis dan
c) Amati adanya eritema dapat
dermis dan kepucatan, dan mengindikasikan
lakukan palpasi untuk adanya kerusakan
mengetahui adanya area integritas kulit.
yang hangat dan jaringan
seperti spon pada setiap
perubahan posisi.

Post op

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

1) Nyeri akut Setelah dilaksakan a) Membantu dalam


berhubungan asuhan keperawatan Kaji tingkat nyeri mengevaluasi rasa
dengan trauma diharapkan nyeri yang dirasakan nyeri.
jaringan yang dirasakan klien pasien, minta anak

21
sekunder akibat hilang dengan menunjukkan area
tindakan kriteria hasil: pasien yang sakit dan
operasi ditandai mengatakan nyeri menentukan
dengan pasien kepala berkurang peringkat nyeri
mengeluh nyeri, atau hilang (skala dengan skala nyeri
tampak nyeri 0), dan tampak 0-5 (0 = tidak
meringis dan rileks, tidak nyeri, 5 = nyeri
berhati-hati meringis kesakitan, sekali) Pujian yang diberikan
saat bergerak. nadi normal dan RR b) akan meningkatkan
normal. Bantu anak kepercayaan diri
mengatasi nyeri anak untuk mengatasi
seperti dengan nyeri dan kontinuitas
memberikan pujian anak untuk terus
kepada anak untuk berusaha menangani
ketahanan dan nyerinya dengan
memperlihatkan baik.
bahwa nyeri telah
ditangani dengan Perubahan TTV dapat
baik. menunjukkan trauma
batang otak.
c)
Pantau dan catat Pemahaman orang
TTV. tua mengenai
pentingnya
kehadiran, kapan
d) anak harus
Jelaskan kepada didampingi atau
orang tua bahwa tidak, berperan
anak dapat penting dalam
menangis lebih menngkatkan
keras bila mereka kepercayaan anak.
ada, tetapi
Teknik ini akan
kehadiran mereka
membantu
itu penting untuk

22
meningkatkan mengalihkan
kepercayaan. perhatian anak dari
rasa nyeri yang
e)
dirasakan.
Gunakan teknik
distraksi seperti
Pemberian analgetik
dengan bercerita
dapat membantu
tentang dongeng
menghilangkan rasa
menggunakan
nyeri.
boneka.

f)
Kolaborasi dengan
tim medis dalam
pemberian
analgetik.
2) Risiko infeksi Setelah diberi asuhan a. Dorong teknik Mencegah infeksi
berhubungan keperawatan mencuci tangan nosokomial saat
dengan adanya diharapkan tidak dengan baik perawatan.
jalur invasif terjadi/ adanya gejala
akibat –gejala infeksi dengan b.Bersihkan daerah Mencegah infeksi
pemasangan VP kriteria hasil : pemasangan VP dengan mencegah
shunt.  Tidak demam, shunt secara pertumbuhan bakteri
tidak adanya berkala di daerah
kemerahan, tidak pemasangan.
adanya bengkak, dan
tidak adanya c. Kaji kondisi luka Mengetahui apakah
penurunan fungsi. pasien terjadinya tanda-
 Tidak ada nyeri tanda infeksi
setempat
d.Berikan antibiotik Pemberian antibiotik
sesuai dengan dapat mecegah
indikasi terjadinya infeksi.

23
3) Kurang Setelah diberi asuhan a. Mempengaruhi
pengetahuan keperawatan Tentukan tingkat pilihan terhadap
berhubungan diharapkan pasien pengetahuan pasien intervensi yang akan
dengan mengetahui tentang dan kemampuan dilakukan
penyakit dan penyakit yang untuk berperan
perawatan dialami dan serta dalam proses
pasca operasi. memahami tentang rehabilitasi Memberikan
perawatan pasca b. kesempatan untuk
operasi dengan Jelaskan kembali mengklrifikasi
kriteria hasil : mengenai penyakit kesalahan persepsi.
 Pasien dan keluarga yang diderita
memahami tentang pasien dan
penyakit perlunya
 Pasien menunjukan pengobatan atau
perubahan prilaku penanganan. Meningkatkan
kembali pada
c.Anjurkan untuk perasaan normal dan
mengungkapkan perkembangan
apa yang dialami, hidupnya pada
bersosialisasi dan situasi yang ada.
meningkatkan
kemandiriannya. Jika pasien dapat
kembali kerumah,
d. Be perawatan dapat
kerja dengan orang difasilitasi dengan
terdekat untuk alat bantu.
menentukan
peralatan yang

diperlukan dalam
rumah sebelum
pasien pulang.

24
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan penilaian dari implementasi yang dilakukan.
Pre-op
Dx Intervensi
1. Tercapainya perfusi jaringan serebral adekuat, tingkat kesadaran normal (GCS: E4 M6
V5), tidak kaku kuduk, tidak terjadi kejang dan TD dalam batas normal (bayi 85/54
mmHg, toddler 95/65 mmHg, sekolah 105-165 mmHg, remaja 110/65 mmHg).
2. Nyeri berkurang, hilang, atau dapat dikontrol serta tampak rileks dan tidur/istirahat
dengan baik, skala nyeri 0, dan tampak rileks, tidak meringis kesakitan, nadi normal
dan RR normal
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi, tidak terjadi
penurunan berat badan sebesar 10% dari berat awal, tidak adanya mual-muntah.
4. Tercapainya mobilitas secara mandiri, tercapainya peningkatan kekuatan dan fungsi
umum
5. Cidera tidak terjadi. Tidak ada lukadan. Pasien tidak terjatuh
6. Kerusakan integritas kulit tidak terjadi. Tidak ada lesi, eritema, pruritus, abrasi ( lecet ).
Tidak adanya gangguan jaringan epidermis dan dermis

Post-op
Dx Intervensi
1. Nyeri berkurang, hilang, atau dapat dikontrol serta tampak rileks dan tidur/istirahat
dengan baik, skala nyeri 0, dan tampak rileks, tidak meringis kesakitan, nadi normal
dan RR normal
2. Infeksi tidak terjadi dan tanda-tanda infeksi tidak ada. Tidak demam, tidak adanya
kemerahan, tidak adanya bengkak, dan tidak adanya penurunan fungsi.
3. Pasien mengetahui tentang penyakit yang dialami dan memahami tentang perawatan
pasca operasi. Pasien dan keluarga memahami tentang penyakit. Pasien menunjukan
perubahan prilaku.

25
DAFTAR PUSTAKA

Wong and Whaley. ( 1995 ). Clinical Manual of Pediatric Nursing. Philadelphia:


Suddart, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC


Sudoyo, Aru W. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit

Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


Purnawan J. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Ed2. Media Aesculapius. FKUI.1982.
Price, Sylvia A, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed4. Jakarta.
EGC. 1995.
Syamsuhidayat, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Jakarta, EGC,
1997.
Ngoerah, I Gusti Ngoerah. 2001. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Saraf. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC

26

Anda mungkin juga menyukai