Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN BRONKIOLITIS

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Bronkiolitis adalah penyakit obstruktif akibat inflamasi akut pada saluran nafas kecil
(bronkiolus) yang terjadi pada anak < 2 tahun dengan insidens tertinggi pada usia sekitar 2-6
bulan dengan penyebab tersering respiratory sincytial virus (RSV), diikuti dengan
parainfluenzae dan adenovirus. Penyakit ditandai oleh sindrom klinik yaitu, napas cepat,
retraksi dada dan wheezing.
Bronkiolitis adalah infeksi akut pada saluran napas kecil atau bronkiolus yang pada
umumnya disebabkan oleh virus, sehingga menyebabkan gejala–gejala obstruksi bronkiolus.
Bronkiolitis ditandai oleh batuk, pilek, panas, wheezing pada saat ekspirasi, takipnea,
retraksi, dan air trapping/hiperaerasi paru pada foto dada.
Bronkiolitis adalah suatu inflamasi infeksi virus bronkhiolus yang menyebabkan
obstruksi akut jalan nafas dan penurunan pertukaran gas alveoli. Penyakit ini umumnya
disebabkan oleh Respiratory Syncytial Virus (RSV), biasanya terjadi pada anak usia 2 sampai
12 bulan, terutama musim dingin dan awal musim semi.
Bronkiolitis merupakan infeksi virus akut dengan efek maksimal pada tingkat bronkiolus.
Infeksi terutama terjadi pada musim dingin dan musim panas, jarang terjadi pada anak-anak
yang berusia lebih dari 2 tahun. RSV berperan atas sedikitnya setengah dari hospitalisasi
anak karena bronkiolitis. Adenovirus dan parainfluenza dapat juga menyebabkan bronkiolitis
akut. Infeksi dimulai pada akhir musim gugur, mencapai puncaknya di musim dingin , dan
menurun dimusim panas. Penyakit ini mudah menyebar melalui tangan ke mata hidung atau
membran mukosa lainnya.

2. Epidemiologi
Bronkiolitis terutama disebabkan oleh Respiratory Syncitial Virus (RSV), 60–90% dari
kasus, dan sisanya disebabkan oleh virus Parainfluenzae tipe 1,2, dan 3, Influenzae B,
Adenovirus tipe 1,2, dan 5, atau Mycoplasma. RSV adalah penyebab utama bronkiolitis dan
merupakan satu-satunya penyebab yang dapat menimbulkan epidemi. Hayden dkk (2004)
mendapatkan bahwa infeksi RSV menyebabkan bronkiolitis sebanyak 45%-90% dan
menyebabkan pneumonia sebanyak 40%.
Bronkiolitis sering mengenai anak usia dibawah 2 tahun dengan insiden tertinggi pada
bayi usia 6 bulan.1,3 Pada daerah yang penduduknya padat insiden bronkiolitis oleh karena
RSV terbanyak pada usia 2 bulan. Makin muda umur bayi menderita bronkiolitis biasanya
akan makin berat penyakitnya. Bayi yang menderita bronkiolitis berat mungkin oleh karena
kadar antibodi maternal (maternal neutralizing antibody) yang rendah. Selain usia, bayi dan
anak dengan penyakit jantung bawaan, bronchopulmonary dysplasia, prematuritas, kelainan
neurologis dan immunocompromized mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadinya
penyakit yang lebih berat. Insiden infeksi RSV sama pada laki-Iaki dan wanita, namun
bronkiolitis berat lebih sering terjadi pada laki-Iaki.

3. Etiologi
Infeksi sering disebabkan oleh virus sinisial pernafasan (Respiratory Syncytial Virus/RSV).
RSV ditularkan melalui droplet. Agen penyebab lain adalah adenovirus, parainfluenza dan
rhinovirus.
a. Virus (virus sinsivial pernafasan predominan)
b. Virus parainfluiensa,
c. Mycoplasma pneumonia

4. Tanda dan Gejala


Mula-mula bayi menderita gejala ISPA atas ringan berupa pilek yang encer dan bersin.
Gejala ini berlangsung beberapa hari, kadang-kadang disertai demam dan nafsu makan
berkurang. Kemudian timbul distres nafas yang ditandai oleh batuk paroksismal, wheezing,
sesak napas. Bayi-bayi akan menjadi rewel, muntah serta sulit makan dan minum.
Bronkiolitis biasanya terjadi setelah kontak dengan orang dewasa atau anak besar yang
menderita infeksi saluran nafas atas yang ringan. Bayi mengalami demam ringan atau tidak
demam sama sekali dan bahkan ada yang mengalami hipotermi.
Terjadi distres nafas dengan frekuensi nafas lebih dari 60 kali per menit, kadang-kadang
disertai sianosis, nadi juga biasanya meningkat. Terdapat nafas cuping hidung, penggunaan
otot bantu pernafasan dan retraksi.
5. Patofisiologi
Mikroorganisme masuk melalui droplet akan mengadakan kolonisasi dan replikasi di
mukosa bronkioli terutama pada terminal bronkiolus sehingga akan terjadi
kerusakan/nekrosis sel-sel bersilia pada bronkioli. Respon imun tubuh yang terjadi ditandai
dengan proliferasi limfosit, sel plasma dan makrofag. Akibat dari proses tersebut akan terjadi
edema sub mukosa, kongesti serta penumpukan debris dan mukus (plugging), sehingga akan
terjadi penyempitan lumen bronkioli. Penyempitan ini mempunyai distribusi tersebar dengan
derajat yang bervariasi (total/sebagian). Gambaran yang terjadi adalah atelektasis yang
tersebar dan distensi yang berlebihan (hyperaerated) sehingga dapat terjadi gangguan
pertukaran gas serius, gangguan ventilasi/perfusi dengan akibat akan terjadi hipoksemia
(PaO2 turun) dan hiperkapnea (PaCO2 meningkat). Kondisi yang berat dapat terjadi gagal
nafas.
Mukosa bronkiolus membengkak,dan lumina terisi mucus dan eksudat ; dinding bronkus
dan bronkiolus terinfiltrasi dengan sel-sel inflamasi ; dan biasanya terjadi pneumonitis
interstisial peribronkiolus. Berbagai tingkat obstruksi yang di hasilkan dalam jaln nafas
akibat perubahan ini menyebabkan hiperventilasi ,emfisema obstruktif yang terjadi akibat
obstruksi parsial , dan sebagian dari area atelektaksis. Dilatasi saluran bronkus pada saat
inspirasi memberikan cukup ruang untuk asupan udara, tetapi penyempitan pada saat
ekspirasi mencegah udara keluar paru. Oleh karena itu , udara terperangkap dibagian distal
dari obstruksi dan menyebabkan pemompaan berlebihan yang progresif ( emfisema ).

6. Manifestasi Klinis
a) Infeksi saluran pernafasan atas selama 1 – 4 hari, kemudian fase akut selama 2 – 6 hari,
akan sembuh dalam 7 – 14 hari.
b) Pernafasan sulit (cepat dan dangkal dengan cuping hidung mengembang dan retraksi).
c) Mengi ekspiratori pada awitan akut.
d) Anoreksia dan sukar makan
e) Serangan batuk keras paroksimal.
f) Sianosis.
g) Ronchi yang dapat didengar dan dipalpasi.
h) Kisaran suhu : normal sampai 40,6 0 C
i) Malaise.
j) Produksi mucus meningkat.
k) Iritabilitas.
l) Takipnea dan tidur yang tidak tenang ( diatas batas normal sesuai usia )

7. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan darah tepi tidak khas. Pada pemeriksaan foto dada AP dan lateral dapat
terlihat gambaran hiperinflasi paru (emfisema) dengan diameter anteroposterior membesar
pada foto lateral serta dapat terlihat bercak konsolidasi yang tersebar. Analisis gas darah
dapat menunjukan hiperkarbia sebagai tanda air trapping, asidosis respiratorik atau
metabolik. Bila tersedia, pemeriksaan deteksi cepat dengan antigen RSV dapat dikerjakan.
Bronkiolitis dimulai dengan ISPA dengan rabas masal serosa yang dapat disertai dengan
demam ringan. Otitis media dan konjungtivitis juga dapat terjadi. Anak secara bertahap
mengalami peningkatan gawat nafas dengan takipnea, batuk paroksismal, iritabilitas, mengi ,
retraksi, bronki kasar, dispnea, dan bunyi nafas hilang. Radiografi dada menunjukkan
hiperareasi dan area-are konsolidasi yang sulit dibedakan dengan pneumonia bakteri.
Apnea dapat menjadi indicator infeksi RSV yang pertama kali terlihat pada bayi.
Penyakit yang berat dapat diikuti dengan peningkatan tekanan karbondioksida (PaCO2) arteri
(hiperkapnia) yang menyebabkan asidosis respiratorik dan hipoksemia. Identifikasi RSV
positif dipastikan dengan uji enzyme-linked immunosorbent assay ( ELISA) atau
immunoflourescent antibody (IFA) akibat aspirasi langsung dari sekresi nasal atau
pembilasan nasofaringeal.

8. Penatalaksanaan medis
Tata laksana bronkiolitis yang dianjurkan adalah :
a. Pemberian oksigenasi; dapat diberikan oksigen nasal atau masker, monitor dengan pulse
oxymetry. Bila ada tanda gagal nafas diberikan bantuan ventilasi mekanik.
b. Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila perlu dapat dengan cairan parenteral).
Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi.
c. Koreksi terhadap kelainan asam basa dan elektrolit yang mungkin timbul.
d. Antibiotik dapat diberikan pada keadan umum yang kurang baik, curiga infeksi sekunder
(pneumonia) atau pada penyakit yang berat.
e. Kortikosteroid : deksametason 0,5 mg/kgBB dilanjutkan dengan 0,5 mg/kgBB/hari dibagi
3-4 dosis.
f. Dapat diberikan nebulasi β agonis (salbutamol 0,1mg/kgBB/dosis, 4-6 x/hari) diencerkan
dengan salin normal untuk memperbaiki kebersihan mukosilier.

Bronkiolitis ditangani secara simptomatik dengan kelembapan tinggi , asupan


cairan yang adekuat , dan istirahat. Sebagian besar anak bronkiolitis dapat dirawat di
rumah. Hospitalisasi biasanya dianjurkan untuk anak-anak yang menderita kondisi yang
menyebabkan komplikasi, seperti penyakit paru atau jantung, atau menderita keadaan
yang melemahkan; jika kemampuan pemberi perawatan diragukan;atau jika anak
mengalami takipnea, retraksi berat, tampak lemah, atau memiliki riwayat asupan cairan
yang buruk. Terapi uap biasanya dikombinasikan dengan oksigen menggunakan hood
atau tenda dalam konsentrasi yang cukup untuk menghilangkan dispnea dan hipoksia,
yang setelah pemberian terapi uap sendiri dapat dilanjutkan untuk mengatasi dispnea
ringan. Pemberian cairan melalui mulut dapat dikontraindikasikan karena adanya
takipnea, kelemahan dan keletihan; oleh karena itu akan lebih baik jika cairan IV
diberikan sampai krisis akut dari penyakit ini terlewati.
Pengkajian klinis , pemantauan oksigen noninvasive dan nilai gas darah dapat
mengarahkan terapi yang di berikan. Terapi medis untuk bronkiolitis masih controversial.
Bronkodilator, kortikosteroid, supresan batuk dan antibiotic tidak terbukti efektif untuk
mengatasi penyakit tanpa komplikasi dan tidak dianjurkan untuk digunakan secara rutin.
Kortikosteroid , teofilin dan furosemid telah digunakan untuk intubasi dan ventilasi bayi
dan anak-anak.
RIBAVIRIN , sejenis agens anti virus , dapat di gunakan untuk infeksi rsv. Obat
ini berbentuk aerosol; diberikan melalui generator aerosol partikel kecil (SPAG : Small
Particle Aerosol Generator ) ; dan dapat diberikan dengan menggunakan hood , tenda
oksigen , masker, atau selang ventilator. Akan tetapi , penggunaan obat ini masih
controversial. Karena adanya pertimbangan biaya , manfaat, keamanan, dan efektivitas
klinis yang bervariasi, American Academi Of Pediatrics (2000) menganjurkan
penggunaan ribavirin dipertimbangkan berdasarkan kasus demi kasus.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
I Pengkajian
1) Identitas.
Nama :
Usia :
Alamat :
Jenis Kelamin :
Pendidikan :
Agama :
Suku Bangsa :
Tanggal masuk dirawat :
Diagnosis medis :
Identitas penanggung jawab
Nama :
Tempat tanggal lahir :
Pekerjaan :
Alamat :
Hubungan dengan klien :

2) Keluhan utama
Pada klien bronkiolitis meliputi batuk kering dan produktif dengan sputum purulen,
demam dengan suhu tubuh dapat mencapai > 40o C dans esak nafas.

3) Riwayat kesehatan
a. Riwayat penyakit terdahulu :
Pada pengkajian riwayat kesehatan terdahulu sering kali mengeluh pernah mengalami
infeksi saluran pernafasan bagian atas dan adanya riwayat alergi pada pernafasan atas.
Perawat harus memperhatikan dan mencatat baik-baik.
b. Riwayat penyakit saat ini :
Riwayat penyakit saat ini pada klien dengan bronkiolitis bervariasi tingkat keparahan
dan lamanya. Bermula dari gejala batuk-batuk saja, hingga penyakit akut dengan
manifestasi klinis yang berat. Sebagai tanda-tanda terjadinya toksemia klien dengan
bronkiolitis sering mengeluh malaise, demam, badan terasa lemah, banyak
berkeringat, takikardia, takipnea. Sebagai tanda terjadinya iritasi, keluhan yang di
dapatkan terdiri atas batuk, ekspektorasi atau peningkatan produksi secret dan rasa
sakit di bawah sternum. Penting ditanyakan oleh perawat mengenai obat-obat yang
telah atau biasa yang di minum klien untuk mengurangi keluhannya dan mengkaji
kembali apakah obat-obat tersebut masih relevan untuk dipakai kembali.
c. Riwayat kesehatan keluarga :
Adanya keluarga yang sering merokok dapat memunculkan penyakit bronkiolisis
d. Riwayat psikososial :
Pada pengkajian psikologis klien dengan bronkiolitis di dapatkan klien sering
mengalami kecemasan sesuai dengan keluhan yang dialaminya. Dimana adanya
keluhan batuk, sesak nafas dan demam merupakan stressor penting yang membuat
klien cemas. Perawat perlu memberikan dukungan moral dan memfasilitasi
pemenuhan informasi untuk pemenuhan informasi mengenai prognosis penyakit dari
klien.
Kaji keluhan klien dan keluarga tentang pengobatan yang diberikan (nama, cara kerja,
frekuensi, efek samping, dan tanda-tanda terjadinya kelebihan dosis). Pengobatan non
farmakologi (nonmedicinal interventions) seperti olahraga secara teratur serta
mencegah kontak dengan allergen atau iritan (jika diketahui penyebab alergi), system
pendukung (support system), kemauan dan tingkat pengetahuan keluarga.
e. Riwayat imunisasi :
Tanyakan pada keluarga apakah anak mendapat imunisasi lengkap.
1) Usia <7 hari anak mendapat imunisasi hepatitis B
2) Usia 1 bulan anak mendapat imunisasi BCG dan Polio I
3) Usia 2 bulan anak mendapat imunisasi DPT/HB I dan Polio 2
4) Usia 3 bulan anak mendapat imunisasi DPT/HB II danPolio 3
f. Usia 4 bulan anak mendapat imunisasi DPT/HB III dan Polio 4 Usia 9 bulan anak
mendapat imunisasi campak
g. Riwayat kehamilan dan persalinan :
h. Riwayat kesehatan lingkungan :
i. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan.
1. Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8
2. Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir.
3. Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik dengan cirri
meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, senang
bermain dengan anak berjenis kelamin beda, oedipus kompleks untuk anak laki-
laki lebih dekat dengan ibu, elektra kompleks untuk anak perempuan lebih dekat
dengan ayah.
4. Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative vs rasa
bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru. Jika
usahanya diomeli atau dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak
peragu.
5. Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai
mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan meniru, menggunakan alat
alat sederhana.
6. Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang dengan
kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya, menyebut
hari dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat warna, membedakan
besar dan kecil, meniru aktivitas orang dewasa.
7. Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur, kecemasan,
keterbatasan dalam bermain, rewel, gelisah, regresi, perasaan berpisah dari orang
tua, teman
j. Riwayat Nutrisi :
Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam keluarga. Status
gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar) X 100 %,
dengan interpretasi :< 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi
baik).Diet kaya protein terutama protein hewani
k. 11 Pola Gordon
1. Persepsi kesehatan
Tanyakan tentang alasan klien masuk rumah sakit, riwayat kejadian , keluhan
utama, riwayat penyakit masa lalu yang berkaitan dengan nefrotik sindrom,
riwayat kesehatan keluarga dan riwayat gaya hidup klien.
2. Pola nutrisi metabolic
Tanyakan tentang pola makan klien sebelum dan selama sakit, kaji status nutrisi
klien dengan, kaji input cairan klien selama 24 jam, dan kaji turgor kulit serta
observasi adanya oedema anasarka.
3. Pola eliminasi
Kaji pola bab dan bak klien sebelum sakit dan selama sakit.apakah terjadi
perubahan pola berkemih seperti peningkatan frekuensi, proteinuria.
4. Pola aktivitas
Kaji tanda – tanda vital terutama tekanan darah, kaji adanya tanda – tanda
kelelahan,
5. Kebutuhan istirahat tidur
Kaji pola tidur klien sebelum dan selama sakit
6. Pola persepsi kognitif
Kaji kemampuan pancaindra klien, kaji pengetahuan klien tentang penyakit yang
dideritanya.
7. Pola persepsi diri
Kaji persepsi diri klien meliputi body image, harga diri, peran diri, ideal diri,
konsep diri.
8. Pola hubungan social
Kaji pola komunikasi klien terhadap keluarga, klien satu ruang, dan perawat.
9. Pola seksualitas
Kaji kebutuhan seksual klien
10. Pola mekanisme koping
Kaji bagaimana respon diri klien terhadap penyakit yang dideritanya
11. Pola spiritual
Kaji persepsi klien dilihat dari segi agama, apakah klien memahami bahwa
penyakitnya adalah ujian dari Allah SWT. Selain itu, lakukan pemeriksaan fisi
pada klien meliputi penkajian edema yang tampak, bengkak di mata, kaki, tangan,
wajah dan genital, serta catat derajat pitting.
l. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan bronkiolitis biasanya di
dapatkan peningkatan suhu tubuh >40oC, frekuensi nfas meningkat dari frekuensi
nafas normal, nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan
frekuensi pernafasan, serta biasanya tidak ada masalah dengan tekanan darah.
1. B1 (Breathing)
a) Inspeksi.
Klien biasanya mengalami peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan ,
biasanya menggunakan otot bantu pernafasan
b) Palpasi
Taktil prenitus biasanya normal .
c) Perkusi
Hasil pengkajian perkusi menunjukkan adanya bunyi resonan pada seluruh
lapang paru.
d) Auskultasi
Jika abses terisi penuh dengan cairan pus akibat drainase yang buruk, maka
suara nafas melemah. Jika bronkus paten dan drainasenya baik di tambah
dengan adanay konsulidasi di sekitar abses , maka akan terdengar suara nafas
bronchial dan ronkhi basah.
2. B2(Blood)
Sering di dapatkan kelemahan secara umum. Denyut nadi takikardi. Tekanan
darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak di dapatkan
berarti tidak mengalami pergeseran.
3. B3 (brain)
Tingkat kesadaran klien biasanya komposmetis apabila tidak ada komplikasi
penyakit yang serius.
4. B4 (bladder)
Pengukuran volume output urin berhubungan erat dengan intake cairan. Oleh
karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria yang merupakan salah satu
tanda awal dari syok.
5. B5 (bowel)
Klien biasanya sering mengalami mual dan muntah, penurunan nafsu makan, dan
penurunan berat badan.
6. B6 (bone)
Kelemahan dan kelelahan fisik, secara umum sering menyebabkan klien
memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari hari.
II DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan edema bronkiolus dan peningkatan
produksi mucus.
2. Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan cairan melalui
ekshalasi dan penurunan asupan cairan.
3. Hipertermia berhubungan dengan infeksi.
4. Keletihan berhubungan dengan kesukaran pernafasan.
5. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolik.
6. Ansietas ( anak dan orang tua) berhubungan dengan kurangnya tentang pengetahuan
tentang kondisi anak.
7. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan informasi perawatan di
rumah.
III INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA HASIL INTERVENSI KEPERAWTAN


KEPERAWATAN
1
2
3
3
5
6
7

Anda mungkin juga menyukai