Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal merupakan salah satu unsur penentu
status kesehatan. Pelayanan kesehatan neonatal dimulai sebelum bayi dilahirkan, melalui
pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil. Pertumbuhan dan perkembangan
bayi periode neonatal merupakan periode yang paling kritis karena dapat menyebabkan
kesakitan dan kematian bayi (Safrina, 2011).
Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007
angka kematian bayi sebesar 34 kematian/1000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi
ini sebanyak 47% meninggal pada masa neonatal, setiap lima menit terdapat satu
neonatus yang meninggal. Adapun penyebab kematian bayi baru lahir di Indonesia, salah
satunya asfiksia yaitu sebesar 27% yang merupakan penyebab ke-2 kematian bayi baru
lahir setelah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) (Depkes RI, 2008).
Faktor yang menyebabkan kejadian Asfiksia adalah faktor ibu yaitu usia ibu
kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun (DepKes RI, 2009). Kehamilan pada usia
yang terlalu muda dan tua termasuk dalam kriteria kehamilan risiko tinggi dimana
keduanya berperan meningkatkan morbiditasdan mortalitas pada ibu maupun janin
(Widiprianita, 2010).
Baru baru lahir dengan asfiksia merupakan salah salah satu faktor risiko yang
mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap kematian bayi khususnya pada masa
perinatal. Selain itu bayi baru lahir yang asfiksi sangat rentan terpengaruh bila tidak
ditangani dengan cepat dan tepat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar penyakit pada asfiksia neonatorum ?
2. Bagaimana cara menilai asfiksia menggunakan APGAR SCORE ?
3. Bagaimana asuhan keperawatan pada asfiksia neonatorum ?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan dan sikap tenaga
kesehatan tentang resusitasi pada bayi asfiksia

1
BAB II

PEMBAHASAN

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. DEFINISI
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan
mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan
kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan
bayi selama atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr
spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan
hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan,
atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila
penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada
bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala
lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro, 1999)

B. EPIDEMIOLOGI/INSIDEN KASUS
a. Asfiksia merupakan penyebab utama kematian pada neonates
b. Di negara maju, asfiksia menyebabkan kematian neonatus 8-35%
c. Di daerah pedesaan Indonesia 31-56,5%
d. Insidensi asfiksia pada menit 1= 47/1000 lahir hidup dan pada menit 5= 15,7/1000
lahir hidup

C. ETIOLOGI/FAKTOR PREDISPOSISI
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi
darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi
di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia
bayi baru lahir.

2
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia
pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:
a. Faktor ibu
a) Preeklampsia dan eklampsia
b) Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c) Partus lama atau partus macet
d) Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e) Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
b. Faktor Tali Pusat
a) Lilitan tali pusat
b) lTali pusat pendek
c) Simpul tali pusat
d) Prolapsus tali pusat
c. Faktor Bayi
a) Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi
vakum, ekstraksi forsep)
c) Kelainan bawaan (kongenital)
d) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
e) Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk
menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal
itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya
tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali
atau (sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh
karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap
pertolongan persalinan.
D. PATOFISIOLOGI
Pada penderita asfiksia telah dikemukakan bahwa gangguan pertukaran gas serta
transport 02 akan menyebabkan berkurangnya penyediaan 02 dan kesulitan pengeluaran
C02. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan tergantung dari berat dan
lamanya asfiksia fungsi tadi dapat reversibel atau menetap, sehingga menimbulkan
komplikasi, gejala sisa, atau kematian penderita.
Pada tingkat permulaan, gangguan ambilan 02 dan pengeluaran C02 tubuh ini
mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Apabila keadaan tersebut berlangsung

3
terus, maka akan terjadi metabolisme anaerobik berupa glikolisis glikogen tubuh. Asam
organik yang terbentuk akibat metabolisme ini menyebabkan terjadinya keseimbangan
asam basa berupa asidosis metabolik. Keadaan ni akan menganggu fungsi organ tubuh,
sehingga mungkin terjadi penurunan sirkulasi kardiovaskuler yang ditandai oleh
penurunan tekanan darah dan frekwensi denyut jantung

E. KLASIFIKASI
Tabel penilaian APGAR SCORE
Skor APGAR
Tanda
0 1 2
Frekuensi Tidak ada < 100 x/menit > 100 x/menit
Jantung
Usaha bernafas Tidak ada Lambat tak teratur Menangis kuat
Tanus otot Lumpuh Ekstremitas agak fleksi Gerakan aktif
Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Gerakan kuat/melawan
Warna kulit Biru/pucat Tubuh kemerahan, eks Seluruh tubuh kemerahan
biru

Klasifikasi klinis APGAR SCORE :


a. Asfiksia berat (Nilai APGAR 0-3)
Pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung tidak ada atau < 100 x/ menit, tonus
otot buruk/lemas, sianosis berat, tidak ada reaksi, respirasi tidak ada.
b. Asfiksia ringan – sedang (Nilai APGAR 4 – 6)
Pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung < 100 / menit, tonus otot kurang baik
atau baik , sianosis (badan merah, anggota badan biru), menangis. Respirasi lambat,
tidak teratur.
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia 7 – 9
Pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung > 100 / menit, tonus otot baik/
pergerakan aktif , seluruh badan merah, menangis kuat. Respirasi baik.
d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
Bayi dianggap sehat, tidak perlu tindakan istimewa.

4
F. GEJALA KLINIS
a. Pernapasan terganggu
b. Detak jantung menurun
c. Refleks/ respons bayi melemah
d. Tonus otot menurun
e. Warna kulit biru atau pucat
f. Kejang
g. Penurunan kesadaran

G. PEMERIKSAAN FISIK
a. Cairan amnion tercemar mekonium
b. Kulit bayi diliputi mekonium
c. Tali pusat dan kulit bayi berwarna hijau kekuningan
d. Gangguan napas (merintih, sianosis, napas cuping hidung, retraksi, takipnue)
e. Biasanya disertai tanda bayi lebih bulan

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
a. Analisis gas darah ( ph kurang dari 7,20 )
b. Penilaian apgar scor meliputi ( warna kulit, usaha bernafas, tonus otot )
c. Pemeriksaan EEG dan CT scan jika sudah terjadi komplikasi
d. Pengkajian spesifik

I. DIAGNOSIS/KRITERIA DIAGNOSIS
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia /
hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan
ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :
a. Denyut jantung janin
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi
apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-
lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya
b. Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi
kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya

5
mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk
mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
c. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan
kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-
nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di
bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai
asfiksia. (Wiknjosastro, 1999)

J. THERAPY/TINDAKAN PENANGANAN
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC
resusitasi, yaitu :
a. Memastikan saluran terbuka
a) Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.
b) Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.
c) Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran
pernafasan terbuka.
b. Memulai pernafasan
a) Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan
b) Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan balon atau
mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
c) Mempertahankan sirkulasi
d) Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
e) Kompresi dada.
f) Pengobatan

K. KOMPLIKASI
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
a) Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah
berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun
akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang
berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.

6
b) Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia,
keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang
disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih
banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal
yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
c) Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran
gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan
pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena
perfusi jaringan tak efektif.
d) Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan
menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan
pada otak.

7
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

I. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Data subyektif, terdiri dari: Biodata atau identitas pasien (Bayi) meliputi nama,
tempat tanggal lahir, jenis kelamin, Orangtua; meliputi nama (ayah dan ibu, umur,
agama, suku atau kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat,
Riwayat kesehatan, Riwayat antenatal, Riwayat natal, komplikasi persalinan, Riwayat
post natal, Pola eliminasi, Latar belakang sosial budaya, Kebiasaan ibu merokok,
ketergantungan obat-obatan tertentu terutama jenis psikotropika, Kebiasaan ibu
mengkonsumsi minuman beralkohol, Hubungan psikologis.
2. Data Obyektif, terdiri dari:
a. Keadaan umum Tanda-tanda Vital,
Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi. bila suhu tubuh < 36 C dan
beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37 ?C. Sedangkan suhu normal
tubuh antara 36,5 C – 37,5 C, nadi normal antara 120-140 kali per menit respirasi
normal antara 40-60 kali permenit.
b. Pemeriksaan fisik.
a) Kulit; warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada
bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.
b) Kepala; kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom,
ubun-ubun besar cekung atau cembung.
c) Mata; warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding
conjunctiva, warna sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap
cahaya.
d) Hidung terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
e) Mulut; Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.
f) Telinga; perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan Leher;
perhatikankebersihannya karena leher nenoatus pendek
g) Thorax; bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara
wheezing dan ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit.
h) Abdomen, bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah arcus costaae
pada garis papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites

8
atau tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1
sampai 2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI
Tract belum sempurna. Umbilikus, tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan
atau tidak, adanya tanda-tanda infeksi pada tali pusat.
i) Genitalia; pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak
muara uretra pada neonatus laki – laki, neonatus perempuan lihat labia mayor
dan labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan
j) Anus; perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta
warna dari faeses.
k) Ekstremitas; warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah
tulang atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta
jumlahnya.
l) Refleks; pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking
lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan
syaraf pusat atau adanya patah tulang (Iskandar Wahidiyat, 1991 : 155 dan
Potter Patricia A, 1996 : 109-356).
B. DIAGNOSA
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan pernafasan abnormal
2. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan produksi mucus yang banyak
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hipoventilasi/hiperventilasi
4. Risiko cedera berhubungan dengan anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak
teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius
5. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive
6. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan reflek menelan
7. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan penyakit yang mempengaruhi
regulasi tubuh

9
C. INTERVENSI
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
1 Gangguan Setelah dilakukan tindakan NIC
pertukaran gas keperawatan selama .. x 24 jam Airway Management
berhubungan diharapkan pertukaran gas dapat  Buka jalan nafas, gunakan
dengan pernafasan terjadi secara spontan dengan criteria teknik chin lift atau jaw
abnormal hasil : thrust bila perlu
NOC  Posisikan pasien untuk
 Respiratory Status : Gas memaksimalkan ventilasi
exchange  Identifikasi pasien perlunya
 Respiratory Status : pemasangan alat jalan nafas
ventilation buatan
 Vital Sign Status  Pasang mayo bila perlu
Kriteria Hasil :  Lakukan fisioterapi dada
 Mendemonstrasikan jika perlu
peningkatan ventilasi dan  Keluarkan sekret dengan
oksigenasi yang adekuat batuk atau suction
 Memelihara kebersihan  Auskultasi suara nafas, catat
paru-paru dan bebas dari adanya suara tambahan
tanda-tanda distress  Lakukan suction pada mayo
pernafasan  Berikan bronkodilator bila
 Mendemonstrasikan batuk perlu
efektif dan suara nafas  Berikan pelembab udara
yang bersih, tidak ada  Atur intake untuk cairan
sianosis dan dyspneu mengoptimalkan
(mampu mengeluarkan keseimbangan.
sputum, mampu bernafas  Monitor respirasi dan status
dengan mudah, tidak ada O2
pursed lips) Respiratory Monitoring
 Tanda tanda vital dalam  Monitor rata-rata,
rentang normal kedalaman, irama dan usaha
respirasi
 Catat pergerakan dada,
amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan,
retraksi otot supraclavicular

10
dan intercostals
 Monitor suara nafas, seperti
dengkur
 Monitor pola nafas :
bradipnea, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
 Catat lokasi trakea
 Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan
paradoksis)
 Auskultasi suara nafas, catat
area penurunan / tidak
adanya ventilasi dan suara
tambahan
 Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi
crakles dan ronkhi pada
jalan napas utama
 Auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya

2 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan NIC


bersihan jalan nafas keperawatan selama ... x 24 jam Airway suction
berhubungan diharapkan bersihan jalan nafas  Pastikan kebutuhan
dengan produksi pasien efektif dengan criteria hasil : oral/tracheal suctioning
mucus yang banyak NOC  Auskultasi suara nafas
 Respiratory status : sebelum dan sesudah
Ventilation suctioning.
 Respiratory status : Airway  Informasikan pada klien dan
patency keluarga tentang suctioning
 Minta klien nafas dalam
Kriteria Hasil : sebelum suction dilakukan.
 Mendemonstrasikan batuk  Berikan O2 dengan
efektif dan suara nafas yang menggunakan nasal untuk

11
bersih, tidak ada sianosis dan memfasilitasi suksion
dyspneu (mampu nasotrakeal
mengeluarkan sputum,  Gunakan alat yang steril
mampu bernafas dengan setiap melakukan tindakan
mudah, tidak ada pursed  Anjurkan pasien untuk
lips) istirahat dan napas dalam
 Menunjukkan jalan nafas setelah kateter dikeluarkan
yang paten (klien tidak dan nasotrakeal
merasa tercekik, irama nafas,  Monitor status oksigen
frekuensi pernafasan dalam pasien
rentang normal, tidak ada  Ajarkan keluarga bagaimana
suara nafas abnormal) cara melakukan suksion
 Mampu mengidentifikasikan  Hentikan suksion dan
dan mencegah faktor yang berikan oksigen apabila
dapat menghambat jalan pasien menunjukkan
nafas bradikardi, peningkatan
saturasi O2, dll
Airway Management
 Buka jalan nafas, guanakan
teknik chin lift atau jaw
thrust bila perlu
 Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
 Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas
buatan
 Pasang mayo bila perlu
 Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
 Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
 Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
 Lakukan suction pada mayo
 Berikan bronkodilator bila
perlu

12
 Berikan pelembab udara
Kassa basah NaCI Lembab
 Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status
O2

3 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan NIC :


pola nafas keperawatan selama ... x 24 jam Airway Management
berhubungan diharapkan pola nafas klien kembali  Buka jalan nafas, guanakan
dengan efektif dengan kriteria hasil : teknik chin lift atau jaw
hipoventilasi/hiperv NOC : thrust bila perlu
entilasi  Respiratory status :  Posisikan pasien untuk
Ventilation memaksimalkan ventilasi
 Respiratory status : Airway  Identifikasi pasien perlunya
patency pemasangan alat jalan nafas
 Vital sign Status buatan
Kriteria Hasil :  Pasang mayo bila perlu
 Mendemonstrasikan batuk  Lakukan fisioterapi dada jika
efektif dan suara nafas yang perlu
bersih, tidak ada sianosis dan  Keluarkan sekret dengan
dyspneu (mampu batuk atau suction
mengeluarkan sputum,  Auskultasi suara nafas, catat
mampu bernafas dengan adanya suara tambahan
mudah, tidak ada pursed  Lakukan suction pada mayo
lips)  Berikan bronkodilator bila
 Menunjukkan jalan nafas perlu
yang paten (klien tidak  Berikan pelembab udara
merasa tercekik, irama nafas, Kassa basah NaCl Lembab
frekuensi pernafasan dalam  Atur intake untuk cairan
rentang normal, tidak ada mengoptimalkan
suara nafas abnormal) keseimbangan.
 Tanda Tanda vital dalam  Monitor respirasi dan status
rentang normal (tekanan O2
darah, nadi, pernafasan)

13
Oxygen Therapy
 Bersihkan mulut, hidung dan
secret trakea
 Pertahankan jalan nafas yang
paten
 Atur peralatan oksigenasi
 Monitor aliran oksigen
 Pertahankan posisi pasien
 Onservasi adanya tanda
tanda hipoventilasi
 Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring


 Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
 Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
 Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
 Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan
abnormal
 Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer

14
 Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

4 Risiko cedera Setelah dilakukan tindakan NIC


berhubungan keperawatan selama ...x 24 jam Environment Management
dengan anomali diharapkan risiko cedera tidak (Manajemen lingkungan)
kongenital tidak terjadi dengan criteria hasil :  Sediakan Iingkungan yang
terdeteksi atau NOC aman untuk pasien
tidak teratasi  Risk Kontrol  Identifikasi kebutuhan
pemajanan pada keamanan pasien, sesuai
agen-agen infeksius Kriteria Hasil : dengan kondisi fisik dan
 Klien terbebas dari cedera fungsi kognitif pasien dan
 Klien mampu menjelaskan riwayat penyakit terdahulu
cara/metode untuk mencegah pasien
injury/cedera  Menghindarkan lingkungan
 Klien mampu menjelaskan yang berbahaya (misalnya
faktor resiko dari memindahkan perabotan)
lingkungan/perilaku personal  Memasang side rail tempat
 Mampu memodifikasi gaya tidur
hidup untuk mencegah  Menyediakan tempat tidur
injury yang nyaman dan bersih
 Menggunakan fasilitas  Menempatkan saklar lampu
kesehatan yang ada ditempat yang mudah
 Mampu mengenali dijangkau pasien.
perubahan status kesehata  Membatasi pengunjung
 Menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien.
 Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
 Memindahkan barang-
barang yang dapat
membahayakan

15
 Berikan penjelasan pada
pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status kesehatan
dan penyebab penyakit.

16
5 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan NIC
berhubungan keperawatan selama ... x 24 jam Infection Control (Kontrol infeksi)
dengan prosedur diharapkan resiko infeksi tidak  Bersihkan lingkungan
invasive terjadi dengan criteria hasil : setelah dipakai pasien lain
NOC  Pertahankan teknik isolasi
 Immune Status  Batasi pengunjung bila perlu
 Knowledge : Infection  Instruksikan pada
control pengunjung untuk mencuci
 Risk control tangan saat berkunjung dan
setelah berkunjung
Kriteria Hasil: meninggalkan pasien
 Klien bebas dari tanda dan  Gunakan sabun antimikrobia
gejala infeksi untuk cuci tangan
 Mendeskripsikan proses  Cuci tangan setiap sebelum
penularan penyakit, faktor dan sesudah tindakan
yang mempengaruhi keperawatan
penularan serta  Gunakan baju, sarung tangan
penatalaksanaannya sebagai alat pelindung
 Menunjukkan kemampuan  Pertahankan lingkungan
untuk mencegah timbulnya aseptik selama pemasangan
infeksi alat
 Jumlah leukosit dalam batas  Ganti letak IV perifer dan
normal line central dan dressing
 Menunjukkan perilaku hidup sesuai dengan petunjuk
sehat umum
 Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
 Tingktkan intake nutrisi
 Berikan terapi antibiotik bila
perlu
 Infection Protection (proteksi
terhadap infeksi)
 Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan local
 Monitor hitung granulosit,

17
WBC
 Monitor kerentangan
terhadap infeksi
 Batasi pengunjung
 Sering pengunjung terhadap
penyakit menular
 Pertahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
 Pertahankan teknik isolasi
k/p
 Berikan perawatan kulit pada
area epidema
 Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Inspeksi kondisi luka / insisi
bedah
 Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai
resep
 Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara menghindari
infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur positif
6 Risiko aspirasi Setelah diberikan asuhan NIC
berhubungan keperawatan selama ...x24 jam Aspiration precaution
dengan penurunan diharapkan risiko aspirasi tidak  Monitor tingkat kesadaran,
reflek menelan terjadi dengan criteria hasil : reflek batuk dan kemampuan
NOC menelan
 Respiratory status :  Monitor status paru pelihara

18
ventilation jalan nafas
 Aspiration control  Lakukan suction jika
 Swallowing status diperlukan
 Cek nasogastrik sebelum
Kriteria Hasil : makan
 Klien dapat bernafas dengan  Hindari makan kalau residu
mudah, tidak irama, frekuensi masih banyak
pernafasan normal  Potong makanan kecil-kecil
 Pasien mampu menelan,  Haluskan obat sebelum
mengunyah tanpa terjadi pemberian
aspirasi, dan mampu  Posisi tegak 90 derajat atau
melakukan oral hygine sejauh mungkin
 Jalan nafas paten, mudah  Jauhkan manset trakea
bernafas, tidak merasa meningkat
tercekik dan tidak ada suara  Jauhkan pengaturan hisap
nafas abnormal yang tersedia
 Periksa penempatan tabung
NG atau gastrostomy sebelum
menyusui
 Periksa tabung NG atau
gastrostomy sisa sebelum
makan
 Hindari makan, jika residu
tinggi tempat “pewarna”
dalam tabung pengisi NG
 Hindari cairan atau
menggunakan zat pengental
 Penawaran makanan atau
cairan yang dapat dibentuk
menjadi bolus sebelum
menelan
 Potong makanan menjadi
potongan-potongan kecil
 Istirahat atau menghancurkan
pil sebelum pemberian
 Sarankan pidato/berbicara

19
patologi berkonsultasi, sesuai
dengan kebutuhan
7 Ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan NIC
termoregulasi b/d keperawatan selama ..x24 jam Temperature regulation
penyakit yang diharapkan resiko tidak menjadi (pengaturan suhu)
mempengaruhi aktual dengan kriteria hasil :  Monitor suhu minimal tiap 2
regulasi tubuh NOC jam
 Hidration  Rencanakan monitoring suhu
 Adherence behavior secara kontinyu
 Immune status  Monitor TD, nadi, dan RR
 Risk control  Monitor warna dan suhu
 Risk detektion kulit
 Monitor tanda-tanda
Kriteria Hasil : hipertermi dan hipotermi
 Keseimbangan antara  Tingkatkan intake cairan dan
produksi panas, panas yang nutrisi
diterima, dan kehilangan  Selimuti pasien untuk
panas mencegah hilangnya
 Seimbang antara produksi kehangatan tubuh
panas, panas yang diterima,  Ajarkan pada pasien cara
dan kehilangan panas selama mencegah keletihan akibat
28 hari pertama kehidupan panas
 Keseimbangan asam basa  Diskusikan tentang
bayi baru lahir pentingnya pengaturan suhu
 Temperature stabil : 36,5-37 dan kemungkinan efek
C negative dan kedinginan
 Tidak ada kejang  Beritahu tentang indikasi
 Tidak ada perubahan warna terjadinya keletihan dan
kulit penanganan emergency yang
 Glukosa darah stabil diperlukan
 Pengendalian risiko :  Ajarkan indikasi dari
hipertermia hipotermi dan pananganan
 Pengendalian risiko: yang diperlukan
hyporthermia  Berikan anti piretik jika
 Pengendalian risiko: Proses perlu
menular

20
 Pengendian risiko: paparan
sinar matahari

D. IMPLEMENTASI
Pada tahap pelaksanaan merupakan kelanjutan dari rencana keperawatan yang
telah ditetapkan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal.
Pelaksanaan adalah wujud dari tujuan keperawatan pada tahap perencanaan.

E. EVALUASI
1. Gangguan pertukaran gas : Teratasi
2. Ketidakefektifan jalan nafas : Teratasi
3. Ketidakefektifan pola nafas : Teratasi
4. Risiko cedera : Teratasi
5. Resiko infeksi : Teratasi
6. Resiko aspirasi : Teratasi
7. Ketidakefektifan termoregulasi : Teratasi

21
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan
mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan
kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan
bayi selama atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).
B. Saran
Dengan penulisan makalah ini, penulis berharap agar dapat menambah ilmu
pengetahuan kepada pembaca. Oleh karena itu, harapan penulis kepada pembaca semua
agar memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun.

22
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

Sarwono prawirohardjo.2002.Buku Acuan Nasiona Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas. 1998, Edisi 1. Kedokteran Jakarta. EGC

Wiknojosastro,1999.Asfiksia pada bayi baru lahir

23

Anda mungkin juga menyukai