Suatu transplantasi sumsum tulang (bone marrow) mungkin digunakan untuk merawat
pasien-pasien dengan bentuk-bentuk kanker tertentu, seperti leukemia, lymphoma,
atau kanker payudara. Tujuan dari suatu transplantasi jenis ini pada wanita-wanita
dengan kanker payudara adalah untuk mengizinkan mereka untuk menjalani
kemoterapi dosis tinggi -- yang menyerang secara agresif sel-sel kanker, namun juga
merusak sel-sel darah yang normal - dan kemudian menggantikan sel-sel yang rusak
dengan sel-sel yang sehat.
Siapa Adalah Calon Untuk Suatu Transplantasi Sumsum Tulang (Bone Marrow)
?
Keputusan untuk menentukan suatu transplantasi sumsum tulang selalu dibuat pada
suatu dasar perorangan. Dokter anda akan mempertimbangkan umur anda, kondisi
fisik keseluruhan, diagnosis, dan tingkat penyakit. Dokter anda juga akan memastikan
anda mengerti manfaat-manfaat dan risiko-risiko yang potensial dari prosedur
transplantasi.
Sumsum tulang merupakan jaringan spons yang terdapat di tengah dari tulang-
tulangpanjang dan besar seperti tulang pinggang, tulang dada, tulang punggung, dan
tulang rusuk.Sumsum merupakan 4% sampai 5% berat badan total, sehingga
merupakan yang paling besar dalam tubuh. Sumsum tulang merupakan sumber yang
kaya akan sel indukhematopoietic (sel yang memproduksi darah).Sumsum bisa
berwarna merah atau kuning. Sumsum merah merupakan tempatproduksi sel darah
merah aktif dan merupakan organ hematopoetik (penghasil darah) utama.Sedang
sumsumkuning, tersusun terutama oleh lemak dan tidak aktif dalam produksielemen
darah. Selama masa kanak-kanak, sebagian sum-sum bewarna merah. Sesuai dengan
pertambahanusia, sebagian besar sumsum pada tulang panjang mengalami perubahan
menjadi sumsumkuning, namun masihmempertahankanpotensi untuk kembali berubah
menjadi jaringanhematopoetikapabila diperlukan. Sumsum merah pada orang
dewasaterbatas terutama pada rusuk, kolumnavertebralis dan tulang pipihnya.
(Brunner &suddarth, 2001)
Sumsum tulang terdiri dari pembuluh darah dan tersusun atas jaringan ikat
yang mengandung sel bebas. Sel paling primitif dalam populasi sel bebas ini adalah
sel sistem yang merupakan prekursor dari dua garisketurunan sel yang berbeda.
Garisketurunanmieloid meliputi eritrosit, berbagai jenislekosit, dan trombosit.
Garisketurunanlimfoidberdiferensiasi menjadi limfosit.(Brunner &suddarth, 2001)
1. Seleksi Donor
Organ yang dapat diambil tanpa mengganggu funsi vital tubuh, misalnya kulit
atau ginjal, dapat dicangkokan dari donor hidup, atau dari individu yang sudah mati
otak. Untuk organ yang tidak banyak vaskularisasinya, misalnya kornea, tulang,
pembuluh darah, dan kulit dapat pula diambil seseorang yang sudah mati klinis.
Usia donor mati otak dibatasi tidak lebih dari 50 tahun dengan harapan fungsi
organ tubuh yang akan dicangkokan masih cukup baik. Selain itu, selama masa mati
otak, keadaan hemodinamik donor harus tetap stabil dan tidak mendapat transfusi
darah yang berlebihan. Calon donor tidak boleh mengalami trauma besar di luar otak,
atau kelainan patologik.
2. Seleksi Resipien
Penerima organ cangkok pada dasarnya menderita penyakit pada suatu organ
yang tidak dapat disembuhkan dengan cara lain. Oleh karena itu, seorang resipien
harus memenuhi persyaratan umum, yaitu keadaan penyakitnya dari segi organ yang
bersangkutan sudah mencapai stadium terminal, tetapi tidak ada kelainan organ tubuh
lainnya. Selain itu, resipien harus mempunyai stabilitas mental dan keluarga yang
mendukung sehingga ada jaminan perawatan terhadap resipien pada masa pasca
transplantasi. Setelah pencangkokan, penderita harus terus meminum imunosupresan
seumur hidup sehingga calon resipien harus diberi penjelasan mengenai segala
dampak imunosupresi.
3. Sel bakal daerah perifer
Sel bakal darah peifer diambil melalui suatu proses asferesis, dihasilkan ekstrak
berbagai sel darah, kemudian dipisahkan, diambil sel bakal perifer dan sel-sel sisanya
dikembalikan kepada pasien. Hal ini dilakukan dengan mesin asferesis yang pasiennya
dihubungkan melalui jalur intravena, biasanya selama 2 sampai 6 jam. Biasanya
diperlukan 6 sampai 8 kali sesi asferesis untuuk mendapatkan jumlah bakal sel perifer
yang cukup untuk transplantasi. Konsentrasi sel bakal dalam sumsum tulang mencapai
100 kali lebih besar dibandingkan dengan sistem perifer. Setelah pengumpulan, sel-sel
bakal perifer tersebut diawetkan dalam keadaan dingin untuk ditransplantasikan di
kemudian hari.
4. Regimen Pengkondisian
Regimen pengkondisian adalah proses penyiapan pasien untuk menerima
sumsum tulang. Hal ini menyangkut tiga fungsi vital : mengobliterasi penyakit
keganasan; menghancurkan status imunologis pasien yang sebelumnya; dan membuat
ruangan dalam rongga tulang untuk proliferasi sil bakal yang telah ditransplantasikan.
Regimen pengkondisian ini melibatkan pemberian kemoterapi dosis tinggi dengan
atau tanpa radiasi tubuh total. Ada beberapa metode yang menggunakan kombinasi
kemoterapi dan / radioterapi yang berlangsung selama 4 sampai 10 hari. Efek samping
sebagai respons terhadap kemoterapi dan/ radioterapi dapat berlanjut untuk beberapa
minggu telah transplantasi.Penatalaksanaan efek samping difokuskan pada
pengendalian gejala, pencegahan komplikasi lebih lanjut dan mempertahankan
kenyamanan pasien.
5. Proses Tindakan Transplantasi Sumsum Tulang
Setelah persiapan pasien, sumsum tulang kemudian dimasukan dengan infus.
Jika sebelumnnya pasien telah mendapatkan kemoterapi, dibutuhkan waktu istirahat
selama 24 sampai 72 jam sebelum dilakukannya transplantasi. Waktu istirahat ini
dibutuhkan berkaitan dengan adanya waktu paruh obat.
Untuk transplantasi autolog, sumsum tulang beku di bawa ke dalam kamar
resipien untuk transplantasi. Kantong sumsum dicairkan dalam larutan salin normal,
diambil dengan spuit berukuran besar dan diberikan dengan cepat secara intravena
melalui kateter vena sentral. Keseluruhan prosedur ini memakan waktu 20 sampai 30
menit bergantung pada volume sumsum tulang yang ditransplantasikan.
Untuk transplantasi alogenik, sumsum tulang diberikan pada waktu yang sama
setelah dikumpulkan. Prosedur ini menyerupai transfusi sel darah merah dengan
mengantung kantong sumsum dan diberikan melalui kateter vena sentral. Tabung
tanpa filter digunakan untuk mencegah
6. Proses Keperawatan
BAB 3
PEMBAHSAN
3.3 Etiologi
Etiologi anemia aplastik beranek ragam. Berikut ini adalah berbagai faktor
yang menjadi etiologi anemia aplastik.
a. Faktor Genetik
Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan sebagian
besar dari padanyaditurunkan hukum Mendel. Pembagian kelompok pada faktor ini
adalah sebagai berikut :
1. Anemia fanconi
2. Diskeratosis bawaan
3. Anemia aplastik konstitusional tanpa kelainan kulit/tulang
4. Sindrom aplastik parsial :
a. Sindrom Blackfand-Diamond
b. Trombositopenia bawaan
c. Agranulositosis bawaan
c. Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan anemia aplastik sementara atau permanen.
1. Sementara
a. Mononukleosis infeksiosa
b. Tuberkulosis
c. Influenza
d. Bruselosis
e. Dengue
2. Permanen
Penyebab yang terkenal ialah virus hepatitis tipe non-A dan non-B. Virus ini dapat
menyebabkan anemia. Umumnya anemia aplastik pasca-hepatitis ini mempunyai
prognosis yang buruk.
d. Iradiasi
Hal ini terjadi pada pengobatan penyakit keganasan dengan sinar
X. Peningkatan dosis penyinaran sekali waktu akan menyebabkan terjadinya
pansitopenia. Bila penyinaran dihentikan, sel-sel akan berproliferasi kembali. Iradiasi
dapat menyebabkan anemia aplastik berat atau ringan.
e. Kelainan imunologis
Zat anti terhadap sel-sel hematopoietik dan likungan mikro dapat menyebabkan
aplastik.
f. Idiopatik
Sebagian besar (50-70%) penyebab anemia aplastik tidak diketahui atau
bersifat idiopatik
3.4 Patofisiologi
Anemia aplalstik disebabkan oleh penurunan sel prekursor dalam sumsum
tulang dan penggantian sumsum tulang dengan lemak. Dapat terjadi secara kongenital
maupun didapat. Dapat juga idiopatik (dalam hal ini, tanpa penyebab yang jelas), dan
merupakan penyebab utama. Berbagai macam infeksi dan kehamilan dapat
mencetuskannya; atau dapat pula disebabkan oleh obat, bahkan kimia, atau kerusakan
radiasi. Bahan yang sering menyebabkan aplasia sumsum tulang meliputi benzene dan
turunan benzene (mis,. Perekat pesawat terbang);obat anti tumor seperti nitrogen
mustard; antimetabolit, termasuk metotrexate dan 6-merkaptopurin; dan berbagai
bahan toksik, seperti arsen anorganik.
Berbagai bahan yang kadang juga menyebabkan aplasia atau hipoplasia
meliputi berbagai antimikrobial, anti kejang, obat antitiroid, obat hipoglikemik oral,
antihistamini, analgetik, sedativ, phenothiazine, insektisida, dan logam berat. Yang
tersering adalah antimikrobial,chloramphenicol, dan arsenik organik, anti kejang
memphenytoin (Mesantoin), dan trimethadione (Tridione), obat analgetika
antiinflamasi phenybutazone, sulfonamide, dan senyawa emas.
Dalam berbagai keadaan, anemia aplastik terjadi saat obat atau bahan kimia
masuk dalam jumlah toksik. Namun, pada beberapa orang, dapat timbul pada dosis
yang dianjurkan untuk pengobatan. Kasus terakhir dapat dianggap sebagai reaksi obat
idiosinkrasia pada orang yang sangat peka dengan alasan yang tidak jelas. Apabila
pajananya segera dihentikan( dalam hal ini, pada saat pertama kali timbulnya
retikulositopenia, topenia, atau trombositopenia) dapat diharapkan penyembuhan yang
segera dan sempurna. Pria muda di masa pubertas hepatitis mempunyai resiko tinggi
mengalami anemia aplastik berat, dengan angka mortalitas tinggi, 90% pada tahun
pertama dengan angka rerata ketahanan hidup enam bulan; transplantasi sumsum
tulang merupakan penanganan pilihan.
Apapun bahan penyebabnya, apabila pajanan dilanjutkan setelah tanda
hipoplasia muncul, maka depresi sumsum tulang akan berkembang sampai titik di
mana terjadi kegagalan sempurna dan ireversibel, disinilah pentingnya pemeriksaan
angka darah sesering mungkin pada pasien yang mendapat pengobatan atau terpajan
secara teratur pada bahan kimia yang dapat menyebabkan anamia aplastik.
Karena terjadi penurunan jumlah sel dalam sumsum tulang, aspirasi sumsum
tulang sering hanya menghasilkan beberapa tetes darah. Maka perlu dilakukan biopsi
untuk menentukan beratnya penurunan elemen sumsum normal dan penggantian oleh
lemak. Abnormalitas mungkin terjadi pada sel stem, prekursor granulosit, eritrosit,
dan trombosit. Akibatnya, terjadi pansitopenia (defisiensi semua elemen sel darah).
3.7 Penatalaksanaan
3.8 Pencegahan