Anda di halaman 1dari 7

Niche stem cell

Sel punca merupakan sel yang  belum berdiferensiasi sehingga  memiliki kemampuan
untuk tumbuh menjadi berbagai sifat sel tergantung dari lingkungan mikro (niche) di
sekitarnya.  Niche stem cell adalah lingkungan mikro yang mengandung kapiler, sel
endotel vaskular, perisit, protein fibrous dari matriks ekstra seluler, sel stroma, sel
imun, dan sel saraf. Stimulus yang berasal dari sel punca, dari dalam dan luar niche
secara bersama mengatur regulasi keseimbangan regulasi proses self renewal dan
differentiation. Niche sel punca terbagi menjadi dua bagian yaitu stroma dan
epithelial. Stromal niche dimana germcell sel punya berada dalam stroma.
Sedangkan epithelial niche folikel sel punca berada di atas sel basal yang tidak
berhubungan dengan stroma (mustikaningtyas, 2013). Fungsi Niche Stem Cells
adalah menjaga keberadaan sel punca, menghasilkan faktor ekstrinsik yang mengatur
proliferasi sel punca.

Scaffold Stem Cells

Scaffold Stem Cells adalah media atau kerangka yang berfungsi menyediakan
lingkungan untuk membantu sel punca melakukan adhesi, proliferasi, dan
differensiasi yang pada akhirnya menghasilkan jaringan yang diharapkan (Zhang,
2013). Scaffold memiliki peran penting dalam menyediakan lingkungan mikro untuk
membantu sel punca melakukan adhesi, proliferasi dan diferensiasi sehingga dapat
menghasilkan jaringan yang diharapkan. Menurut Karande dkk (2008) scaffold atau
perancah adalah biomaterial solid, porus dan berbentuk 3 dimensi yang didesain
berperan untuk mendukung interaksi sel-biomaterial, adhesi sel dan deposisi matriks
ekstraseluler, menyediakan suplai gas, nutrisi dan faktor pengaturan sehingga dapat
terjadi proliferasi, diferensisasi dan maturasi sel (Herda, 2016).
Fungsi scaffold untuk regenerasi jaringan adalah sebagai berikut: sebagai
space holder untuk mencegah adanya gangguan/ bahaya terhadap jaringan,
menyediakan struktur yang bersifat sementara untuk mendukung jaringan oleh karena
struktur ini akan hilang karena degradasi seiring dengan waktu, sebagai substrat bagi
sel agar dapat melakukan adhesi, tumbuh, berproliferasi, migrasi dan berdiferensiasi.
Berperan sebagai alat pengiriman untuk sel, memfasilitasi distribusi sel pada jaringan
yang akan tumbuh, menyediakan ruangan untuk vaskularisasi, pembentukan jaringan
baru dan terjadi remodeling. Mampu memfasilitasi transpor nutrisi, growth factor,

pembuluh darah dan material sampah (buangan) sebagai hasil metabolisme. 11


Scaffold harus menyediakan lingkungan mikro yang menyerupai lingkungan
fisiologis sehingga sel punca dapat menginterpretasi instruksi biomaterial scaffold
dan merubah berdasarkan nasibnya, berdasarkan komposisi dan strukturnya
biomaterial akan mengirimkan sinyal spesifik kepada sel menjadi sinyal biokimia.
Sehingga sifat topografi , kimia dan fisik biomaterial merupakan faktor penting untuk
mengarahkan nasib dari sel punca (Herda, 2016).

Transplantasi sel punca


Transplantasi sel punca Transplantasi berbasis sel punca saat ini semakin
banyak dimanfaatkan dengan hasil yang menjanjikan, baik pada kelainan yang ganas
(malignant) maupun yang tidak (nonmalignant).

Jenis transplantasi sel punca umumnya ada 3:


1. Transplantasi sel punca dari sumsum tulang (bone marrow transplantation)

Sumsum tulang adalah jaringan spons yang terdapat dalam tulang-


tulang besar seperti tulang pinggang, tulang dada, tulang punggung, dan
tulang rusuk. Sumsum tulang merupakan sumber yang kaya akan sel induk
hematopoietik. Para peneliti sudah banyak mengembangkan ilmu pengetahuan
mengenai pengobatan berbagai penyakit. Salah satu perkembangan yang luar
biasa adalah transplantasi stem cell sebagai usaha penyembuhan berbagai
penyakit seperti kanker, gangguan darah, gangguan metabolik konginetal, dan
imunodefisiensi.5 Stem cell yang digunakan untuk transplantasi adalah sel
yang berasal dari sumsum tulang (bone marrow). Namun, sejak transplantasi
pertama pada tahun 1988 yang dilakukan kepada pasien anemia Fanconi
dengan menggunakan umbilical cord blood stem cell, ilmuwan mulai
mengembangkan teknik transplantasi tersebut (Hasanah, 2017). Sumsum
tulang yang baru memerlukan waktu sekitar 2-3 minggu untuk menghasilkan
sejumlah sel darah putih yang diperlukan guna melindungi resipien terhadap
infeksi. Transplantasi sumsum tulang memerlukan kecocokan. Risiko lainnya
adalah timbulnya penyakit di mana sumsum tulang yang baru menghasilkan
sel-sel aktif yang secara imunologi menyerang sel-sel resipien. Selain itu,
risiko kontaminasi virus lebih tinggi dan prosedur pencarian donor yang
memakan waktu lama (Nurcahyo, 2009).

2. Transplantasi sel punca darah tepi (peripheral blood stem cell transplantation)

Seperti halnya sumsum tulang, peredaran darah tepi merupakan sumber sel
induk walaupun jumlah sel induk yang dikandung tidak sebanyak pada
sumsum tulang. Untuk mendapatkan jumlah sel induk yang jumlahnya
mencukupi untuk suatu transplantasi, biasanya pada donor diberikan
granulocytecolony stimulating factor (G-CSF) untuk menstimulasi sel induk
hematopoietik bergerak dari sumsum tulang ke peredaran darah. Transplantasi
ini dilakukan dengan proses yang disebut aferesis. Jika resipien membutuhkan
sel induk hematopoietik, pada proses ini darah lengkap diambil dari donor dan
sebuah mesin akan memisahkan darah menjadi komponen-komponennya,
secara selektif memisahkan sel induk dan mengembalikan sisa darah ke donor.
Transplantasi sel induk darah tepi pertama kali berhasil dilakukan pada tahun
1986. Keuntungan transplantasi sel induk darah tepi adalah lebih mudah
didapat. Selain itu, pengambilan sel induk darah tepi tidak menyakitkan dan
hanya perlu sekitar 100 cc. Keuntungan lain, sel induk darah tepi lebih mudah
tumbuh. Namun, sel induk darah tepi lebih rentan, tidak setahan sumsum
tulang. Sumsum tulang juga lebih lengkap, selain mengandung sel induk juga
ada jaringan penunjang untuk pertumbuhan sel. Karena itu, transplantasi sel
induk darah tepi tetap perlu dicampur dengan sumsum tulang (Nurcahyo,
2009).

3. Transplantasi sel induk darah tali pusat

Transplantasi sel punca hematopoietic adalah modalitas pengobatan


yang berpotensi kuratif dalam berbagai kelainan genetik, hematologi, dan
onkologi. Sejak suksesnya transplantasi sel darah tali pusat (Cord Blood
Umbilical (CBU)) pertama kali pada tahun 1988, teknik ini semakin banyak
digunakan sebagai alternatif sel hematopoietic untuk transplantasi dalam
pengobatan penyakit darah. Saat ini telah dari 20.000 kasus transplantasi CBU
yang dilakukan untuk mengobati berbagai gangguan atau kelainan darah baik
malignant maupun non-malignant. Darah tali pusat adalah darah yang
ditemukan pada pembuluh darah pada tali pusat dan plasenta. Secara anatomis
tali pusat terdiri dari tiga pembuluh darah yaitu satu pembuluh darah vena dan
dua pembuluh darah arteri.11 Pembuluh darah tersebut memiliki tiga macam
sel punca. Tali pusat adalah tali yang menghubungkan fetus dengan plasenta.
Melalui tali pusat tersebut fetus memperoleh suplai oksigen dan nutrient
(Hasanah, 2017).
Saat ini stem cell darah tali pusat telah banyak digunakan sebagai
pengobatan hampir 80 jenis penyakit, termasuk berbagai jenis kanker,
kelainan genetik, dan kelainan darah. Sel punca tali pusat memiliki kelebihan
tertentu dibandingkan sel punca sumsum tulang dalam transplantasi dan telah
digunakan lebih dari 20 tahun untuk mengobati penyakit dan gangguan yang
mengancam jiwa1 Saat ini diperkirakan lebih dari 20.000 transplantasi stem
cell darah tali pusat telah dilakukan. Pada tahun 2009, transplantasi ini lebih
banyak dilakukan daripada transplantasi stem cell sumsum tulang (Hasanah,
2017).

Terdapat beberapa kelebihan transplantasi stem cell darah


tali pusat dibandingkan sumsum tulang. Kelebihan pertama adalah proses
pengumpulan stem cell darah tali pusat lebih mudah. Setelah darah terkumpul,
darah tersebut dikirim dan disimpan di bank darah, kemudian setelah beberapa
hari atau minggu setelah proses, darah tersebut dapat digunakan. Hal ini jauh
berbeda dengan stem cell sumsum tulang, dimana pasien harus menunggu
lama untuk mendapatkan donor yang sesuai. Proses transplantasi sumsum
tulang dapat membutuhkan waktu beberapa minggu hingga bulan. Proses
pengumpulan darah tali pusat tidak menyakitkan baik untuk ibu maupun bayi
dan bisa dilakukan sebelum ataupun setelah melahirkan plasenta.
Transplantasi sumsum tulang mengharuskan pendonor untuk dirawat di rumah
sakit, diberikan anastesi, mengalami rasa nyeri pasca transplantasi, dan
ketidaknyamanan. Jadi, dibandingkan dengan darah tali pusat, pengumpulan
sumsum tulang dan transplantasi sel punca menjadi lebih mahal. Kelebihan
lainnya adalah dengan menggunakan transplantasi darah tali pusat akan
mengurangi risiko transmisi penyakit infeksi. Kelebihan khusus ini sebagian
karena tali pusat hampir tidak pernah terkontaminasi Epstein-Barr-Virus atau
Cytomegalovirus. Sel punca darah pusat lebih jarang mengalami penolakan
dalam transplantasi karena sel tersebut masih imatur sehingga menghasilkan
reaksi imun alami yang lebih rendah. Mesenchymal Stem Cells pada darah tali
pusat berproliferasi lebih cepat dibandingkan yang terdapat dalam sumsum
tulang (Hasanah, 2017).

Selain kelebihan, terdapat kekurangan transplantasi darah tali pusat


dibandingkan sumsum tulang. Agar transplantasi sel punca berhasil, harus ada
tanda-tanda penanaman (engraftment). Tanda tersebut dapat diukur dari
produksi neutrofil dan platelet. Dua tanda klinis pemulihan ini memakan
waktu lebih lama pada transplantasi darah tali pusat dibandingkan dengan
sumsum tulang. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap engraftment
adalah dosis sel. Dosis sel berhubungan langsung dengan volume darah tali
pusat yang terkumpulkan. Dosis sel mengacu pada jumlah sel punca yang
dapat digunakan dalam sampel darah. Karena volume sel yang dikumpulkan
dari darah tali pusat terbatas, jumlah sel punca dalam darah tali pusat sekitar
10% lebih rendah dari jumlah yang diperoleh dari sumsum tulang. Kerugian
penting lainnya adalah penggunaan stem cell darah tali pusat bagi pemilik
stem cell tersebut. Terdapat beberapa kasus dimana darah tali pusat seseorang
dikontraindikasikan, seperti pada kasus kelainan genetik. Misalnya, seseorang
yang menderita kanker karena mutasi gen tidak dapat diberikan transplantasi
stem cell autologous karena mutasi sudah terdapat pada DNA pertimbangan
penting lainnya adalah bahwa saat ini belum diketahui berapa lama darah tali
pusat akan mempertahankan fungsinya saat dibekukan. Penelitian
menunjukkan bahwa sel punca tali pusat dapat dipertahankan hingga 15 tahun,
namun tidak diketahui apakah sel akan dipertahankan selama seumur hidup
seseorang (Hasanah, 2017).
DAFTAR PUSTAKA :

1. Hasanah, N., A. J. Wulan., A. Y. Prabowo. 2017. Transplantasi Sel Punca


Darah Tali Pusat sebagai Pengobatan Penyakit akibat Kelainan Darah.
Jurnal Majority, Vol 7(1): 123-129
2. Herda, E., D. Puspitasari. 2016. Tinjauan Peran Dan Sifat Material Yang
Digunakan Sebagai Scaffold Dalam Rekayasa Jaringan. Jurnal material
kedokteran gigi, Vol 1 (5):56-63
3. Mustikaningtyas, E., A. C. Romdhoni. 2013. STEM CELL PADA
KARSINOMA FARING. Jurnal THT, Vol 6 (1) : 46-51
4. Nurcahyo, Heru. 2009. TEKNOBIOLOGI: SEL PUNCA TRANSGENIK
SEBAGAI ALTERNATIF TERAPI PENYAKIT DEGENERATIF.
Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA,
Fakultas MIPA, 73-80

Anda mungkin juga menyukai