Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN Ny.

E DENGAN SOFT TISSUE TUMOR


SKROTUM DI RUANGAN OK RUMAH SAKIT UMUM CUT MEUTIA
KABUPATEN ACEH UTARA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Gawat Darurat


Pendidikan Profesi Ners STIKes Bumi Persada Lhokseumawe

Disusun Oleh:

ISMU AZIS
NIM. 2214901140

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN TEKNOLOGI DAN SAINS
UNIVERSITAS BUMI PERSADA LHOKSEUMAWE
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Telah diisetujui dan disahkan oleh pembimbing, Laporan Praktek Stase Gawat

Darurat Prodi Pendidikan Profesi Ners Fakultas Kesehatan Teknologi dan Sains

Universitas Bumi Persada Lhokseumawe TA.2023/2024 di RSU Cut Meutia Aceh

Utara.

Telah di Setujui

Dosen Pembimbing CI Ruangan OK

Ns. Ersida.,S.Kep.,M.Kep Ns.M.Usman., S.Kep


NIDN. 13090887601 Nip. 197407102007011004
LAPORAN PENDAULUAN
SOFTTISSUE TUMOR (STT)

A. Anatomi Fisiologi

1. Pengertian Sel

Sel adalah satu unit dasar dari tubuh manusia dimana setiap organ
merupakan gregasi/ penyatuan dari berbagai macam sel yang di persatukan
satu sama lain oleh sokongan struktur struktur instraselluler. Setiap jenis sel
dikhususkan untuk melakukan suatu fungsi tertentu. Sel mengandung
struktur fisik yang sangat terorganisasi yang dinamakan organel. Struktur
penting dalam fungsi sel sebagai unsur-unsur kimia. Organel sel yng penting
adalah membrane sel, plasma sel, inti sel (nucleus), inti dari inti sel
(nucleolus), dan kromatin. Di dalam sel terdapat tiga komponen utama yaitu
membrane sel, plasma sel (sitoplasma) dan mitokondria (Subagiartha,
2018).
a. Membrane sel
Membrane sel merupakan struktur elastis yang sangat tipis, yaitu
7,5 – 10 nm. Hamper seluruhnya terdiri dari keeping-keping halus yang
merupakan gabungan protein dan lemak, merupakan tempat lewatnya
berbagai zat yang keluar dan masuk sel. Membrane ini bertugas untuk
mengatur hidupnya sel dan menerima segala bentuk rangsangan. Fungsi
membrane sel:

1) Komunikasi antar-sel dengan sel lain: adanya transmitter, enzim-


enzim, nutrient, dan antibody dalam cairan ekstra sel
memungkinkan adanya hubungan antar-sel.
2) Merangsang dan mengakibatkan potensial aksi serta banyak
reseptor yang dapat mengenali messenger kimia. Cairan intrasel
memiliki muatan kation kalium (K+ ) anion PO4, dan asam amino.
Cairan ekstrasel memiliki kation utama natrium (Na+ ) dan anion
utama klorida (Cl- )
3) Permeabilitas selektif sebagai filter yang selektif dan alat transport
aktif nutrient dan pengeluaran (Sjamsuhidajat, 2010).
b. Plasma

Plasma (sitoplasma) berupa carina kol oil encer yang mengisi


ruang di antara nucleus dan membrane sel berisi 80-90% air dan
mengandung berbagai zat yang terlarut di dalamnya (Sjamsuhidajat,
2010).
c. Inti Sel

Inti sel (nucleus) sebagai pusat pengawasan sel berfungsi


mengawasi reaksi kimia yang terjadi dalam sel dan reproduksi sel
(Sjamsuhidajat, 2010).
d. Nukleolus

Nukleolus adalah suatu struktur protein sederhana yang


mengandung ARN dalam jumlah yang besar. Nucleolus akan membesar
bila sel secara aktif menyintesis protein. Gen-gen dari suatu pasangan
kromosom menyintesis ribonukleat kemudian menyimpannya dalam
nucleolus dimulai dengan fibril ARN membentuk ribosom granular.
ARN memegang peranan penting untuk pembentukan protein
(Sjamsuhidajat, 2010).
e. Kromatin

Kromatin adalah jalinan benang-benang halus dalam plasma inti.


Benang ini terpilin longgar diselaputi oleh protein. Sel mengalami
pembelahan, kromatin memendek dan membesar yang disebut
kromosom. Kromosom terdiri dari serat-serat (fibril) halus yang
terbentuk oleh dua macam molekul (AND dan histon) (Sjamsuhidajat,
2010).
2. Fisiologi Sel

Semua sel mempunyai karakteristik dasar tertentu yang mirip satu


sama lain. Dalam seluruh sel, oksigen bergabung dengan hasil pemecahan
karbohidrat, lemak, dan protein untuk melepaskan energy yang dibutuhkan
sebagai fungsi sel. Semua sel juga membawa hasil akhir dari reaksi
kimianya kedalam cairan yang mengelilinginya.(Sjamsuhidajat, 2010).
3. Pembelahan Sel

Pembelahan sel (reproduksi sel) berhubungan dengan keperluan


pertumbuhan dan penggantian di dalam jaringan. Pembelahn sel bertalian
dengan kebutuhan penggantian di dalam jaringan. Ada tiga macam populasi
sel yaitu:
a. Populasi sel bersifat statis, tidak mengalami sintesis DNA dan
pembelahan.
b. Populasi sel berkembang, sebagian kecil sel mengalami sintesis DNA
dan pembelahan sel memungkinkan pertumbuhan.
c. Populasi sel dengan masa hidup tertentu, dalam populasi ini harus ada
pembelahan sel secara terus menerus untuk mengganti sel yang mati
(Sjamsuhidajat,2010).
d. Abnormal Sel

Sel abnormal adalah sel yang tumbuh berlebih, tidak


terkordinasi dengan jaringan normal dan tumbuh terusmenerus
meskipun rangsangan yang menimbulkan telah hilang. Sel abnormal
mengalami transformasi, oleh karena itu mereka terusmenerus
membelah. Pada Sel abnormal, proliferasi berlangsung terus. Proliferasi
yang bersifat progresif, tidak bertujuan, tidak memperdulikan jaringan
sekitarnya, tidak ada hubungan dengan kebutuhan tubuh dan bersifat
parasitic. Sel abnormal bersifat otonomi karena ukuranya meningkat
terus. Proliferasi sel abnormal menimbulkan massa sel abnormal,
menimbulkan benjolan pada jaringan tubuh membentuk tumor.
(Sjamsuhidajat,2010)

Klasifikasi atas dasar sifat biologi tumor:

1) Tumor jinak (Benigna)

Tumor jinak tumbuh lambat dan bisanya mempunyai kapsul. Tidak


tumbuh infiltratif, tidak merusak jaringan sekitarnya dan tidak
menimbulkan anak sebar pada tempat yang jauh. Tumor jinak pada
umumnya dapat disembuhkan dengan sempurna kecuali yang
terletak di tempat yang sangat penting.

2) Tumor ganas (Maligna)

Tumor ganas pada umumnya tumbuh cepat, infiltratif dan merusak


jaringan sekitar. Disamping itu dapat menyebar keseluruh tubuh
melalui aliran limpe atau aliran darah dan sering menimbulkan
kematian (Syaifuddin, 2008).
B. Definisi

Soft Tissue Tumor (STT) adalah benjolan atau pembengkakan abnormal


yang disebabkan oleh neoplasma dan nonneoplasma. Soft Tissue Tumor (STT)
adalah pertumbuhan sel baru, abnormal, progresif, dimana sel-selnya tidak
tumbuh seperti kanker (M. Clevo, 2012). Soft tissue tumor adalah suatu
kelompok tumor yang biasanya berasal dari jaringan ikat, dan ditandai sebagai
massa di anggonta gerak, badan atau reptroperitoneum (Toy et al, 2011). Soft
tissue tumor dapat terjadi di mana saja di tubuh Anda, tetapi jenis yang paling
umum terjadi di lengan dan kaki, dan di perut (Mayo Clinic, 2018). Soft tissue
tumor termasuk dalam kelompok neoplasma yang dapat menyebabkan masalah
tertentu dalam perawatan (Katemkamp, 2009).

C. Epidemiologi

Berdasarkan data estimasi jumlah kasus baru dan jumah kematian akibat
kanker di RS Dharmis Jakarta tahun 2012-2013, kanker jaringan lunak
termasuk 10 kasus kanker terbanyak. Sarkoma jaringan lunak merupakan 15%
tumor ganas pada anak-anak dan 1% tumor ganas pada dewasa (Arfiana dkk,
2016). Kejadian soft tissue tumor relatif rendah, insidensinya hanya sekitar 1-
2% dari semua kanker dewasa, sedang pada anak 6.5%, namun soft tissue tumor
memiliki lebih dari 70 sub tipe histologic (Humaryanto dan Shahib, 2016).

D. Etiologi

Sejauh ini masih belum dapat dipastikan penyebab dari soft tissue tumor
(STT) akan tetapi, faktor penyebabnya tidak hanya oleh satu faktor tunggal tetapi
banyak faktor seperti faktor kelainan bawaan, faktor genetik familial, faktor
stimulasi asing, faktor rangsangan zat kimia, serta faktor adanya trauma luka
atau cidera (Humaryanto dan Shahib, 2016). Menurut Sjamsuhidayat (2010)
menjelaskan bahwa penyebab terjadinya soft tissue tumor (STT) yaitu :
1. Kondisi Genetik

Ada bukti tertentu pembentukan gen dan mutasi gen adalah faktor
predisposisi untuk beberapa tumor jaringan lunak, dalam daftar laporan gen
yang abnormal, bahwa gen memiliki peran penting dalam diagnosis. Faktor
genetik dapat menyebabkan soft tissue tumor (STT) berdasarkan dari data
penelitian, diduga mutasi genetik pada sel induk mesenkim dapat
menimbulkan terjadi soft tissue tumor (STT) .
2. Radiasi dan bahan kimia

Mekanisme yang patogenik adalah munculnya mutasi gen radiasi-


induksi yang mendorong tranformasi neoplastic. Radiasi menjadi risiko
terjadinya soft tissue tumor (STT) pada klien Hodgkin sebanyak 0,9%. Jarak
waktu antara radiasi dan terjadinya soft tissue tumor (STT) diperkirakan
sekitar 11 tahun. Bahan kimia seperti Dioxin dan Phenoxyherbicide diduga
dapat menimbulkan soft tissue tumor (STT).
3. Infeksi

Infeksi virus Epstein-bar pada orang yang kekebalannya lemah juga


merupakan menjadi pencetus terjadinya tumor jaringan lunak. Keganasan
pada jaringan lunak dan tulang dapat juga disebabkan oleh infeksi parasit,
yaitu filariasis.

E. Klasifikasi

Menurut WHO (2013) klasifikasi soft tissue tumor (STT) terdiri dari
beberapa bagian yaitu, Adipocitik, fibroblastic, myofibroblastik, So – cell
fibroblastic, smooth muscle, pericytic, skeletal muscle, vascular,
gastrointestinal stromal, nerve sheath, Tumor diferensiasi yang tidak pasti dan
kategori lain.
Tabel 1. Klasifikasi soft tissue tumor (STT)
No Soft Tissue Tumor (STT) Kategori

1 Tumor Jaringan Lunak Lipoma


Liposarkoma

2 Tumor dan lesi mirip tumor Fasilitas nodularis


pada jaringan Fibromatosis
fibrosa Fibromatosisi superfisial
Fibromatosis profunda
Fibrosarkoma
3 Tumor Fibriohistiositik Histiositoma Fibrosa
Dernatofibrosarkoma Protuberans
Histiositoma Fibrosa Maligna
4 Tumor otot rangka Rabdomioma
Rabdomiosarkoma
5 Tumor otot polos Leiomyoma
Leimiosarkoma
Tumor otot polos dengan potensi keganasan jelas
6 Tumor vascular Hemangioma
Limfangioma
Hemangioperisitoma
Angiosarkoma

7 Tumor saraf perifer Neurofibroma


Schwannoma
Tumor ganas selubung saraf perifer
8 Tumor yang Tumor sel granular
histogenesisnya tidak Sarcoma sinovium
jelas Sarcoma bagian lunal alveolus
Sarcoma epiteliod
Sumber: WHO (2013)

F. Patofisiologi

Pada umumnya tumor-tumor jaringan lunak (soft tissue tumors) adalah


proliferasi masenkimal yang terjadi di jaringan nonepitelial ekstraskeletal
tubuh, tidak termasuk visera, selaput otak, dan sistem limforetikuler. Dapat
timbul di tempat mana saja, meskipun kira-kira 40% terjadi di ekstermitas
bawah, terutama daerah paha, 20% di ekstermitas atas, 10% di kepala dan leher
dan 30% di badan dan retroperitoneum, parameter-parameter yang penting
untuk menentukan

penatalaksanaan klinisnya adalah:

1. Ukuran makin besar massa tumor, makin buruk hasil akhirnya.

2. Klasifikasi histologi dan penentuan stadium (granding) yang akurat


(terutama di dasarkan pada derajat diferensiasinya), dan perkiraan laju
pertumbuhan yang didasarkan pada mitos dan perluasan nekrosis.
3. Staging

4. Lokasi tumor. Makin superfisial, prognosis makin baik (M. Clevo, 2012).

G. Manifestasi Klinis

Tumor jinak jaringan lunak biasanya tumbuh lambat, tidak cepat


membesar, bila di raba terasa lunak dan bila di gerakan relatif masih mudah
digerakan dari jaringan sekitarnya dan tidak pernah menyebar ke tempat yang
jauh. Pada tahap awal, STT biasanya tidak menimbulkan gejala karena jaringan
lunak relatif elastis, tumor atau benjolan tersebut dapat bertambah besar,
mendorong jaringan normal. Kadang gejala pertama penderita merasa nyeri
atau bengkak (M. Clevo, 2012).

H. Pemeriksaan Penunjang

Adapun pemeriksaan penunjang tumor jaringan lunak diantaranya


dengan foto rontgen, ultrasonografi, CT-Scan, dan MRI. (Sjamsuhidajat. 2010).
1. Pemeriksaan X-ray

X-ray untuk membantu pemhaman lebih lanjut tentang tumor jaringan


lunak, transparasi serta hubungannya dengan tulang yang berdekatan. Jika
batasnya jelas, sering didiagnosa sebagai tumor jinak, namun batas yang jelas
tetapi melihat klasifikasi, dapat didiagnosa sebagai tumor 15 ganas jaringan
lunak, situasi terjadi di sarkoma sinovial, rhambdomyosarcom, dan lainnya
(Robert Priharjo, 2012).
2. Pemeriksaan USG

Metode ini dapat memeriksa ukuran tumor, gema perbatasan amplop


dan tumor jaringan internal, dan oleh karena itu bisa untuk membedakan
antara jinak atau ganas. Tumor ganas jaringan lunak tubuh yang agak tidak
jelas, gema samar-samar, seperti sarkoma otot lurik, myosarcoma sinovial,
sel tumor mendalami sitologi aspirasi akupunktur (Robert Priharjo, 2012).

3. Pemeriksaan CT – Scan

CT scan memiliki kerapatan resolusi dan resolusi spesial karakter tumor


jaringan lunak yang merupakan metode umum untuk diagnosa tumor jaringan
lunak dalam berapa tahun terakhir (Robert Priharjo, 2012).

4. Pemeriksaan MRI

Mendiagnosa tumor jaringan lunak dapat melengkapi kekurangan dari


x-ray dan CT scan, MRI dapat melihat tampilan luar penampang berbagai
tingkatan tumor dari semua jangkauan, tumor jaringan lunak retroperitoneal,
tumor panggul, memperluas ke pinggul atau paha, tumor fossa poplitea serta
gambar yang lebih jelas dari tumor tulang atau invasi sumsum tulang adalah
untuk mendasarkan pengembangan rencana pengobatan yang lebih baik
(Robert Priharjo, 2012).
5. Pemeriksaan Histologi

a. Sitologi

Sederhana, cepat, metode pemeriksaan patologis yang akurat


dioptimalkan untuk situasi berikut:
1) Ulserasi tumor jaringan lunak, pap smear atau metode pengempulan
untuk mendapatkan sel, pemeriksaan mikroskopik.
2) Sarcoma jaringan lunak yang disebabkan efusi pleura, hanya untuk
mengambil spesimen segara harus dilakukan konsentrasi sedimentasi
sentrifugal, selanjutnya smear.
3) Tusukan smear cocok untuk tumor yang lebih besar, dan tumor yang
mendalam yang ditunjukan untuk radioterapi atau kemoterapi,
metastasis dan lesi rekuren juga berlaku.
b. Forsep biopsi: jaringan ulserasi tumor lunak, sitologi smear tidak dapat
didiagnosa, dilkukan forsep biopsi.
c. Memotong biopsi: metode ini adalah kebanyakan untuk operasi.

d. Biopsi Eksisi: berlaku untuk tumor kecil jaringan lunak, bersama dengan
bagian dari jaringan normal di sekitar tumor reseksi seluruh tumor untuk
pemeriksaan histologis (Robert Priharjo, 2012).

I. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi

1. Penatalaksaan Farmakologi

Penatalaksanaan pada tumor meliputi operasi, radioterapi, dan


kemoterapi. Operasi untuk menghancurkan atau mengangkat tumor.
Radioterapi merupakan suatu cara untuk eradikasi tumor ganas yang
radiosensitive dan juga sebagai penatalaksanaan awal sebelum tindakan
operasi dilakukan. Kemoterapi merupakan penatalaksanaan tambahan pada
tumor ganas tulang dan jaringan lunak, obat-obatan yang dipergunakan
adalah metotreksat, adriamisin, siklofosfamid, vinkristin, sisplatinum.
Pemberian kemoterapi biasanya dilakukan pada pra/pasca operasi (Muttaqin.
2008).

2. Penatalaksanaan non – Farmakologi

Menurut Robert Priharjo (2012) menjelaskan bahwa penatalaksanaan


untuk soft tissue tumor (STT) yaitu :
a. Perhatikan kebersihan luka pada pasien.

b. Perawatan luka pada pasien.


c. Pemberian obat.

d. Amati ada atau tidak komplikasi atau potensial yang terjadi setelah
dilakukan operasi

J. Clinical Pathway

Kondisi genetik, radiasi, infeksi dan trauma

Terbentuknya benjolan (tumor) di bawah kulit

Soft Tissue Tumor (STT)

Pre Operasi Intra Operasi Post Operasi


Adanya luka post operasi
Adanya Inflamasi adanya prosedur pembedahan
Nyeri Akut

Perubahan Fisik
Terdapat luka saat pembedahan

Anatomi kulit abnormal Tempat masuknya mikroorganisme

Kurang Pengetahuan Resiko


Infeksi

Ansietas
K. Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian
A. Keluhan Utama

Menjelaskan keluhan yang paling dirasakan oleh pasien saat ini.

B. Riwayat Kesehatan Sekarang

Menjelaskan uraian kronologis sakit pasien sekarang sampai pasien dibawa


ke RS, ditambah dengan keluhan pasien saat ini yang diuraikan dalam
konsep PQRST)

• P: Apakah yang menyebabkan gejala, apa yang memperberat atau


menguranginya
• Q: Bagaimana gejala dirasakan, nampak atau terdengar, sejauh
manamerasakannya sekarang
• R: Dimana gejala terasa, apakah menyebar
• S: Seberapakah keparahan dirasakan dengan skala 0 s/d 10
• T: Kapan gejala mulai timbul, berapa sering gejala terasa, apakah tiba-
tiba atau bertahap.
C. Riwayat Kesehatan Dahulu

Mengidentifikasi riwayat kesehatan yang memiliki hubungan dengan atau


memperberat keadaan penyakit yang sedang diderita pasien saat ini.

Termasuk faktor predisposisi penyakit dan ada waktu proses sembuh.

D. Riwayat Kesehatan Keluarga

Mengidentifikasi apakah di keluarga pasien ada riwayat penyakit turunan


atau riwayat penyakit menular.
E. Pola Aktivitas Sehari-hari

Membandingkan pola aktifitas keseharian pasien antara sebelum sakit dan


saat sakit, untuk mengidentifikasi apakah ada perubahan pola pemenuhan
atau tidak. (Robert Priharjo, 2012).

F. Pemeriksaan Fisik:

Data Fokus

Pemeriksaan pada struktur dan perubahan fungsi yang terjadi dengan teknik
yang digunakan head to toe yang diawali dengan observasi tingkat
kesadaran, keadaan umum, vital sign

Inspeksi: Lihat apakah ada asites, ada nodul, bentuk simetris, kontur kulit
lentur, tidak ada benjolan/ massa

Palpasi: Apakah ada nyeri tekan, ada massa, ada asites dan bagaimana turgor
kulit.

Data Penunjang

Berisi tentang semua prosedur diagnostic dan laporan laboratorium yang


dijalani pasien, dituliskan hasil pemeriksaan dan nilai normal. Pemeriksaan
meliputi pemeriksaan rontgen, biopsy dan pemeriksaan terkait lainnya.

G. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi: Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
Post Operasi: Resiko Infeksi berhubungan dengan prosedur invasive
Post Operasi: Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera fisik
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi

1. Ansietas (pre Setelah dilakukan perawatan selama 1 x 24 jam Pengurangan kecemasan (5820)
operasi) maka pasien menunjukkan indikator:
1. Gunakan pendekatan yang
Kontrol Kecemasan Diri (1402) tenang dan menyakinkan
Indikator Skala Skala 2. Jelaskan semua
prosedurtermasuk sensasi
saat ini Capaian yang akan dirasakan yang
Menggunakan 1 3 mungkin akan dialami
teknik relaksasi klien
untuk menurunkann selama prosedur
kecemasan [dilakukan]
3. Berikan informasi faktual
terkait diagnosis,
Mengendalikan 1 3 perawatan dan prognosis
respon kecemasan
4. Dengarkan klien
Puji/kuatkan perilaku
Mengurangi 1 3
yang baik secara tepat
penyebab
kecemasan 5. Bantu klien
mengidentifikas situasi
Keterangan: yang memicu kecemasan
1. Tidak pernah dilakukan 6. Dukung penggunaan
mekanisme koping yang
2. Jarang menunjukka sesuai
3. Kadang-kadang dilakukan 7. Instruksikan klien untuk
4. Sering dilakukan menggunakan teknik
relaksasi
5. Secara Konsisten dilakukan
2 Nyeri Akut Setelah dilakukan perawatan selama 1 x 24 jam Manajemen nyeri (1400)
(post operasi) maka pasien menunjukkan indikator: 1. Lakukan pengkajian
Kontrol Nyeri (1605) nyeri komprehensif yang
Indikator Skala Skala meliputi lokasi,
saat ini Capaian karakteristik,
onset/durasi, frekuensi,
Mengenali kapan 1 4 kualitas, intensitas atau
nyeri terjadi beratnya nyeri clan
faktor pencetus
2. Gunakan strategi
Menggunakan 1 4 komunikasi terapeutik
tindakan untuk mengetahui
pencegahan pengalaman nyeri clan
sampaikan penerimaan
pasien terhadap nyeri.
Melaporkan nyeri 1 4
yang terkontrol
3. Berikan informasi
mengenai nyeri, seperti
penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan
Keterangan: dirasakan dan antisipasi
1. Tidak pernah menunjukkan dari ketidaknyamanan
2. Jarang menunjukkan akibat prosedur.
3. Kadang-kadang menunjukkan 4. Libatkan keluarga dalam
4. Sering menunjukkan modalitas
5. Secara konsisten menunjukkan penurun nyeri, jika
memungkinkan.
5. Pilih dan
implementasikan
tindakan yang beragam
(misalnya, farmakologi,
nonfarmakologi,
interpersonal) untuk
memfasilitasi penurunan
nyeri, sesuai dengan
kebutuhan
DAFTAR PUSTAKA

Andri., S. 2015. Korelasi Obesitas terhadap produksi Seroma Psca Masektomi


Radikal Modifikasi. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Arfiana,
W.,Burhanuddin, L., Fidiawati, W, A. 2016. The Distribution of Soft Tissues
Sarcoma Based On Histopathology’s Check in Pekanbaru’s Hospital Between
2009-2013. Jom Fk. Vol 3 (1).

Humaryanto dan Shahib., M., N. 2016. Pengaruh Aktivitas Siklus Sel pada Fase
G2M Terhadap Progresivitas Sarkoma Jaringan Lunak Melalui Pengukuran
Ekspresi mRNA Gen Aurka dan Ascl2. Jurnal Penelitian Universitas Jambi
Seri Sains. Vol 18(1)

Metta., C., P. 2018. Laporan Kasus Soft Tumor Tissue. Ilmu Bedah Orthopedic :
Universitas Prima Indonesia.

M, Clevo. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit Dalam. Jakarta :


Nuha Medika

Priahrjo, Robert. 2012. Pengkajian Fisik Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktek.
Jakarta : EGC

Sjamsuhidajat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II . Jakarta : EGC

Subagiartha., I., M. 2018. Tinjauan Pustaka Sel Struktur, Fungsi dan Regulasi. Bali
: Program Studi Anesthesiologi dan Terapi Intensif. Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana.

Anda mungkin juga menyukai