Anda di halaman 1dari 16

MODUL PATOFISIOLOGI

(KES205)

MODUL SESI 1
PATOLOGI SEL

DISUSUN OLEH
Tyas Putri Utami, S.Pd., M.Biomed

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


2020

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
0 / 16
PENGANTAR PATOFISIOLOGI

A. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan

Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu :


1. mengidentifikasi macam kerusakan sel
2. mampu mebedakan kematian sel patologis dan fisiologis

B. Uraian dan Contoh

1. Struktur Organisasi Makhluk Hidup


Tubuh manusia tersusun atas banyak sel. Sel merupakan unit
structural dan fungsional terkecil dari makhluk hidup, yang artinya bahwa
sel merupakan satuan terkecil dari makhluk hidup yang mampu
melaksanakan proses-proses yang terkait dengan kehidupan. Sel ini tersusun
dari berbagai komponen kimiawi yang meliputi makromolekul (senyawa
karbohidrat, lipid, protein dan asam nukleat) dan mikromolekul (mineral
dan air).
Pada organisme multiseluler seperti manusia, sel-sel akan
membentuk jaringan. Jaringan dasar pada manusia terdiri dari jaringan
epitel, jaringan ikat, jaringan otot dan jaringan saraf. Beberapa jaringan
yang berbeda akan membentuk suatu organ dengan fungsi tertentu.
Misalnya organ jantung, yang dibentuk oleh jaringan ikat, jaringan otot, dan
jaringan epitel. Beberapa organ dengan fungsi yang saling terkait akan
membentuk system organ dengan fungsi tertentu yang berperan dalam
mempertahankan homeostasis tubuh. Rangkaian system-sistem organ yang
saling terkait di dalam tubuh akan membentuk organisme sebagai entitas
kehidupan yang independen pada makhluk hidup multiseluler kompleks
seperti manusia.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
1 / 16
Sumber: Sherwood L. Human Physiology: from cells to sistem. 7 th edition.
2009.

2. Struktur Sel Manusia


Struktur sel manusia menyerupai struktur sel hewan. Lingkungan sel
dibatasi dengan lingkungan luar melalui adanya membrane sel atau
membrane plasma. Membrane plasma Di dalamnya terdapat protoplasma
yang terdiri dari sitoplasma, inti sel dan organel-organel lainnya.
Membran plasma atau membrane, selain menjadi pembatas
lingkungan sel, juga menjadi berperan dalam mengatur keluar masuknya zat
dari dan ke dalam sel. Protein membrannya juga berperan dalam banyak hal,
termasuk sebagai marker sel.
Inti sel mengandung DNA yang berperan dalam regulasi seluruh
aktivitas sel dan membawa sifat yang diwariskan. Sebagian organel sel
termasuk dalam system endomembrane. Retikulum endoplasma merupakan
organel endomembrane yang merupakan bentuk perluasan dari membrane
luar nucleus. Reticulum endoplasma kasar berperan dalam modifikasi
polipeptida yang telah disintesis oleh ribosom. Selanjutnya jika polipeptida
tersebut merupakan protein sekretorik, maka modifikasi selanjutnya
dilanjutkan oleh badan golgi. Reticulum endoplasma halus, yang tidak
ditempeli ribosom, berperan dalam sintesis lipid, karbohidrat dan
detoksifikasi. Mitokondria menjadi organel bermembran ganda yang

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
2 / 16
berperan penting dalam respirasi seluler. Sel tubuh manusia juga memiliki
lisosom, yang terutama berkembang dengan baik pada sel-sel yang memiliki
kemampuan fagositosis. Dalam sel hati banyak terdapat peroksisom yang
berperan dalam netralisasi hydrogen peroksida.
Dalam sitoplasma juga terdapat sitoskeleton, yang terdiri dari
mikrofilamen, filament intermediet dan mikrotubulus. Selain itu, ada juga
organel sentriol yang terbentuk dari protein tubulin yang sama dengan yang
menyusun mikrotubulus hanya saja dengan susunan yang berbeda.

3. Konsep Homeostasis
Sel-sel di dalam tubuh akan tetap hidup dalam kondisi lingkungan
yang ideal baginya. Namun, kondisi lingkungan sel ini dapat terus berubah-
ubah dengan adanya suatu rangsangan dari luar ataupun gangguan fisiologis
lainnya. Jika lingkungan sel tesebut terus terganggu tanpa teratasi, maka
dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan sel. Jika terjadi kerusakan sel ,
maka dapat terjadi gangguan pada tingkat struktur organisasi yang lebih
tinggi. Oleh karenanya, diperlukan adanya suatu mekanisme untuk
memelihara kondisi lingkungan yang ideal bagi keberlangsungan hidup sel-
sel penyusun tubuh kita.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
3 / 16
Homeostasis adalah kondisi pemeliharaan lingkungan internal tubuh
yang dijaga dalam kisaran normal tertetu demi keberlangsungan hidup sel
penyusun tubuh. Jika suatu factor mulai menggerakkan lingkungan internal
menjauhi kondisi optimal, maka system tubuh akan memulai reaksi
tandingan yang sesuai untuk memperkecil perubahan tsb sehingga
lingkungan internal dapat kembali ke kondisi awal yang optimal bagi
keberlangsungan hidup sel.

Sumber: Sherwood L. Human Physiology: from cells to sistem. 7 th edition.


2009. Cengage learning.

Untuk dapat mempertahankan homeostasis, system control dalam


tubuh harus memiliki kemampuan untuk:
1) Mendeteksi perubahan lingkungan internal tubuh yang terjadi
2) Mengintegrasikan informasi perubahan tersebut dengan informasi
lainnya yang relevan
3) Melakukan penyesuaian yang tepat untuk mengembalikan kondisi
lingkungan internal ke kondisi optimalnya kembali.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
4 / 16
Jika mekanisme ini mengalami kegagalan kerja, maka system tidaka
akan mampu mempertahankan kondisi yang baik untuk kehidupan sel.

3. Patofisiologi
Patologi adalah ilmu yang mempelajari tentang penyakit. Patologi
merupakan jembatan antara ilmu dasar dan kedokteran klinis. Patofisiologi
adalah ilmu yang mempelajari gangguan fungsi pada organisme yang sakit,
meliputi asal penyakit, permulaan perjalanan dan akibat yang ditimbulkan.
Penyakit dapat didefinisikan sebagai kelainan dalam struktur dan
atau fungsi dalam organisme. Penyakit pada manusia jarang yang sifatnya
sederhana. Kompleksitas penyakit ini dipengaruhi oleh heterogenesitas,
variasi lingkungan, kebiasaan atau pola hidup dan penyakit yang kronis
biasanya memiliki komplikasi.
Berdasarkan sifat dan waktu onset penyakitnya, penyakit dapat
dibedakan menjadi:
a. Penyakit Akut
Penyakit dengan gejala yang biasanya parah, tapi bertahan hanya
dalam waktu singkat. Pasien akan lebih baik, bergerak ke fase jangka
panjang, atau jika terlalu berat maka dapat sampai menyebabkan
kematian.
b. Penyakit kronis
Penyakit yang bertahan selama jangka waktu yang panjang, sering
kurang parah daripada penyakit akut.
c. Penyakit intercurrent
Penyakit yang muncul dan berkembang setelah perjalanan penyakit
lain
Patologi berdasarkan orientasi pembahasannya, dapat dibedakan
menjadi patologi umum, yang membahas tentang dasar-dasar penyakit
berorientasi horizontal (sifat proses), dan patologi sistemik, yang membahas
lebih rinci penyakit berorientasi vertikal (berdasarkan wilayah atau lokasi).

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
5 / 16
C. Latihan
1. Apa yang dipelajari dalam patofisiologi?
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan penyakit intercurrent!?

D. Kunci Jawaban
1. Patofisiologi adalah ilmu yang mempelajari gangguan fungsi pada
organisme yang sakit, meliputi asal penyakit, permulaan perjalanan dan
akibat yang ditimbulkan.
2. Penyakit intercurrent adaah penyakit yang muncul dan berkembang
setelah perjalanan penyakit lain

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
6 / 16
PATOLOGI SEL

A. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan


Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu :
1. mengidentifikasi macam kerusakan sel
2. mampu membedakan kematian sel patologis dan fisiologis

B. Uraian dan Contoh


1. Abnormalitas Komponen Sel
Kerusakan atau gangguan pembentukan komponen sel dapat
mengakibatkan komponen sel tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya
dengan baik. Kondisi ini bisa memiliki dampak yang meluas pada kerja sel
yang komponennya mengalami kerusakan atau gangguan tersebut.
Contohnya, kerusakan mikrotubulus akibat paparan substansi toksik yang
terjadi pada spermatogoium mengakibatkan spermatozoa tidak mampu
bergerak. Kondisi ini disebut dengan immotile cilia syndrome yang
mengakibatkan infertilitas. Kerusakan filament intermediet kemungkinan
juga terjadi pada penyakit al-zheimer. Contoh lainnya, abnormalitas protein
aktin yang menyusun filament tipis pada sel otot dapat mengakibatkan
muscular dystrophies.

2. Perubahan Lingkungan Seluler


Sebagian besar tubuh kita terdiri atas air. Kompartemen air dalam
tubuh kita dapat kita bedakan menjadi cairan intraseluler (CIS) atau
Intracelluler Fluid (ICF) dan cairan ekstraseluler (CES) atau Extracelluler
Fluid (ECF).
Cairan intraseluler (CIS) atau Intracelluler Fluid (ICF) merupakan
kompartemen cairan yang terdapat di dalam sel dan dibatasi dengan cairan
ekstrasel melalui adanya membrane sel yang bersifat semipermeabel. Cairan
ekstraseluler (CES) atau Extracelluler Fluid (ECF) merupakan semua
macam kompartemen cairan yang berada di luar sel. Kompareten cairan
yang termasuk ke dalam CES adalah plasma, cairan interstisial, cairan limfe

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
7 / 16
dan cairan trans-sel. Oleh karena tubuh kita tersusun atas milyaran sel, maka
komposisi CIS lebih besar dari CES yakni 27-33% dari berat total tubuh,
dibandingkan dengan CES yang hanya 23-27%.
Baik di dalam CIS maupun CES terlarut berbagai macam molekul
termasuk molekul ion yang akan menentukan osmolaritas kompartemen
cairan. Kadar setiap ion berbeda antara di dalam CIS dan CES. Kadar ion-
ion tersebut selalu dijaga dalam kisaran tertentu oleh adanya mekanisme
homeostasis untuk menjaga kondisi fisiologis sel agar tetap dapat hidup.
Perubahan osmolaritas yang diakibatkan oleh adanya perubahan pada kadar
ion-ion tersebut, baik di dalam CIS maupun di dalam CES, akan sangat
mempengaruhi kondisi sel.
Sel yang berada dalam lingkungan yang bersifat isotonis terhadap
CIS tidak akan mempengaruhi bentuk sel. Sementara itu, jika sel berada
dalam lingkungan yang hipertonis, misalnya akibat akumulasi substansi
osmotik aktif, maka air dari dalam sel akan banyak keluar meninggalkan sel
dan mengakibatkan sel mengalami krenasi. Jika sel mengalami krenasi,
maka metabolism sel yang terjadi di sitoplasma akan terganggu dan oleh
karenanya sel dapat mengalami kematian. Sedangkan jika sel berada di
dalam lingkungan yang bersifat hipotonis terhadap CIS, maka air dari luar
sel akan banyak masuk ke dalam sel dan mengakibatkan sel membengkak.
Jika air terus menerus masuk, maka suatu saat sel dapat pecah. Kerusakan
membrane yang terjadi pada peristiwa lisisnya sel akan menyebabkan
seluruh isi sel keluar dan sel menjadi kehilangan komponen intraselulernya.
Perubahan permeabilitas kapiler dapat mengakibatkan plasma
kehilangan protein karena protein keluar dari darah menuju ke jaringan.
Akibatnya tekanan osmotic koloid darah berkurang dan terjadilah akumulasi
cairan pada jaringan. Akumulasi cairan pada jaringan ini disebut edema.
Edema juga dapat terjadi tanpa ada peningkatan permeabilitas kapiler.
Misalnya, karena adanya penyakit liver yang mengakibatkan sintesis protein
plasma berkurang.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
8 / 16
3. Abnormalitas Pertumbuhan Sel
Ketika jaringan mengalami suatu cedera, sel akan terlebih dahulu
melakukan suatu penyesuaian yang sifatnya reversible. Penyesuaian ini
dapat meliputi perubahan fungsi atau anatomi sel atau jaringan. Bentuk
adaptasi ini dapat berupa:
a. Hiperplasia
Hyperplasia merupakan meningkatnya jumlah sel dalam
suatu organ yang mengakibatkan ukuran jaringan atau organ
bertambah. Hyperplasia dapat bersifat fisiologis maupun patologis.
b. Hipertropi
Hipertropi adalah penambahan ukura volume sel yang
mengakibatkan ukuran jaringan/organ bertambah. Hipertrofi dapat
berifat fisiologis maupun patologis.
c. Atropi
Atropi adalah penyusutan ukuran sel akibat berkurangnya
substansi sel, yang mengakibatkan ukuran jaringan/organ berkurang.
d. Hipoplasia
Hypoplasia adalah kegagalan pembentukan organ, sehingga
organ tersebut tidak mencapai ukuran normalnya.
e. Aplasia
Aplasia adalah kegagalan pembentukan suatu organ, sehingga
organ tersebut tidak terbentuk.

Bentuk abnormalitas pertumbuhan lainnya adalah neoplasia.


Neoplasia atau yang umum disebut dengan tumor adalah pertumbuhan tak
terkontrol, tak terkoordinasi dan tak bertujuan, yang berasal dari sel
abnormal dalam tubuh. Neoplasia ini bersifat patologis
Selain itu, abnormalitas juga dapat terjadi pada diferensiasi sel.
Antara lain:
a. Metaplasia
Metaplasia adalah perubahan satu jenis sel dewasa menjadi
jenis sel dewasa lainnya, yang sifatnya reversible.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
9 / 16
b. Displasia
Displasia merupakan perubahan sel dewasa ke arah
kemunduran dengan ciri khas variasi ukuran, bentuk dan orientasi
yang dapat terjadi di epitel maupun jaringan ikat.
c. Anaplasia
Anaplasia adalah perubahan ke arah kemunduran dari sel
dewasa menjadi sel yang lebih primitif.

4. Cedera Sel
Sel ataupun jaringan dapat mengalami cedera oleh karena adanya
suatu factor. Berikut ini merupakan factor-faktor yang dapat mengakibatkan
terjadinya cedera sel atau jaringan:
a. Agen fisik, contohnya mekanik, suhu
b. Agen kimia, contohnya dosis tinggi dari suatu substansi
c. Agen biologi, seperti agen eksogen (virus, bakteria, dll) dan agen
endogen (autoimun)
d. Nutrisi, misalnya pada kasus defisiensi atau kelebihan
e. Genetik, yang terjadi karena mutasi, ekspresi gen dan kromosom
abnormal
f. Anoksia, dapat bersifat umum atau lokal, terkait dengan defisiensi
sirkulasi dan respirasi
g. Penuaan

Sel yang mengalami cedera dapat dibedakan dari sel normal yang
berada dalam kondisi baik. Perubahan morfologi umum pada cedera sel
antara lain:
a. pembengkakan seluler akut
b. kerusakan membran sel
c. pembengkakan dan fragmentasi krista mitokondria
d. dilatasi dan penguraian RE halus
e. degranulasi RE kasar

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
10 / 16
f. pembentukan lisosom sebagai respon terhadap kerusakan sel
g. penggumpalan kromatin yang merupakan suatu tahap awal dari
kariolisis

Cedera sel pada derajat yang rendah, masih bersifat reversible. Jika
paparan factor penyebab cedera sel dihentikan dan lingkungan sel
dikembalikna ke kondisi optimal untuk pertumbuhan sel, maka sel akan
mengalami perbaikan dan kembali ke kondisi awal. Namun jika paparan
terus berlanjut dan cedera sel masuk ke derajat yang lebih tinggi, maka
kerusakan sel yang terjadi dapat sampai menimbulkan kematian sel.
Kematian sel ini ditandai dengan lisisnya sel akibat fragmentasi membrane
dan organel-organel sel lainnya oleh karena aktivitas enzim lisosom yang
pecah.

5. Kematian Sel
Ada dua macam kematian sel, yakni:
a. Nekrosis
Nekrosis adalah kematian sel-sel dalam suatu jaringan lokal yang
terjadi di dalam tubuh. Ada beberapa macam nekrosis, yakni:

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
11 / 16
1) Nekrosis koagulasi
Ciri nekrosis koagulasi adalah jaringan tampak buram dan tampak
kering, detail sel hilang, tapi batas sel jelas secara mikroskopik.
Nekrosis koagulasi contohnya terjadi pada kasus iskemik jantung

2) Nekrosis likuifaksi:
Cirinya jaringan tampak lembut dan tampak cair, enzim mencerna sel
dan mengubahnya menjadi massa berprotein yang tak berbentuk abses

3) Nekrosis kaseasi
Cirinya jaringan lunak, granular, dan rapuh, menyerupai keju lembut.
Contoh nekrosis kaseasi terjadi pada kasus TBC.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
12 / 16
4) Nekrosis lemak
Cirinya jaringan terlihat buram dan tampak berkapur. Nekrosis lemak
terjadi misalnya pada inflamasi pancreas akibat pencernaan lemak
peritoneal oleh enzim pancreas.

5) Gangren
Gangren adalah jenis nekrosis yang diikuti hilangnya suplai darah dan
diikuti serangan bakteri.

b. Apoptosis
Apoptosis atau kematian sel yang terprogram merupakan
peristiwa perusakan sel sendiri yang terjadi karena aktivasi endonuklease
yang mengakibatkan fragmentasi DNA. Apoptosis bertujuan untuk
menyingkirkan sel dari populasi tanpa melibatkan respon imun dan untuk
menjaga homeostasis. Oleh karenanya, berbeda dengan nekrosis, pada sel
atau jaringan yang sel-selnya mengalami apoptosis, tidak akan terjadi
inflamasi.
Apoptosis merupakan suatu proses yang melibatkan jalur
persinyalan yang kompleks. Apoptosis ini diperlukan untuk
perkembangan yang tepat, misal pada proses pembentukan jari tangan
dan kaki pada janin. Apoptosis juga diperlukan untuk menghancurkan
sel-sel yang telah terinfeksi virus, sel imunokompeten, sel dengan
kerusakan DNA dan sel kanker.
Perbedaan gambaran kematian sel nekrosis dan apoptosis dapat
dilihat pada gambar berikut:

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
13 / 16
Mekanisme apoptosis sangat kompleks dan rumit. Secara garis
besar apoptosis dibagi menjadi empat tahap, yakni:
1) Adanya sinyal kematian (penginduksi apoptosis)
2) Tahap integrasi atau pengaturan (transduksi signal, induksi gen apoptosis
yang berhubungan)
3) Tahap pelaksanaan apoptosis
Pada tahap ini terjadi perubahan morfologi dan kimia yang meliputi
degradasi DNA, pembongkaran sel, dan pembentukan badan apoptotik.
4) Tahap fagositosis atau eliminasi badan apoptotic oleh makrofag jaringan

6. Kematian Somatik
Kematian sel dapat terjadi hanya pada sel atau sebagian jaringan.
Namun kematian somatic, pada akhirnya akan mengakibatkan kematian
seluruh sel penyusun tubuh. Kematian somatic ditandai dengan berhenti
kerjanya system vital dalam tubuh, yakni henti napas, henti denyut jantung,
dan henti aktivitas saraf. Perubahan-perubahan pada tubuh akan terjadi
setelah kematian somatic terjadi. Perubahan-perubahan yang berhubungan
dengan kematian somatic tersebut, yakni:
a. Perubahan seluler umum, perubahan ini sama dengan yang berhubungan
dengan kematian sel

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
14 / 16
b. Algor, yakni kehilangan panas tubuh akibat tidak ada lagi metabolisme
yang terjadi
c. Livor, yakni penumpukan darah pada bagian terkait
d. Rigor mortis, yakni kekakuan otot akibat kekurangan ATP
e. Pembusukan, yakni adanya invasi jaringan mati oleh bakteri

C. Latihan
1. Apa yang dimaksud dengan hipertrofi!?
2. Sebutkan macam-macam nekrosis!?

D. Kunci Jawaban
1. Hipertrofi adalah salah satu bentuk adaptasi sel yang meunjukkan adanya
peningkatan ukuran suatu organ akibat manifestasi dari meningkatnya
volume sel-sel penyusunnya.
2. Nekrosis koagulasi, nekrosis likuifaksi, nekrosis kaseasi, nekrosis lemak
dan gangren.

A. Daftar Pustaka
1. Braunstein, Herbert., outline and review pathology 2 nd edition., (Toronto:
The C.V. Moby company, 1987)
2. Spector, W.G., An introduction to general pahology 3 rd edition., (London:
Churchill livingstone, 1989)
3. Porth C.M. - Essentials of Pathophysiology_ Concepts of Altered Health
States (2006)
4. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2117903/
5. Referensi terkait lainnya

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
15 / 16

Anda mungkin juga menyukai