Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

I DENGAN DIAGNOSA MEDIS


CHEST PAIN DI RUANG ICU RSUD CUT MEUTIA KABUPATEN ACEH
UTARA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Gawat Darurat


Pendidikan Profesi Ners STIKes Bumi Persada Lhokseumawe

Disusun Oleh:

DARMAYANTI
NIM. 22149010036

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN TEKNOLOGI DAN SAINS
UNIVERSITAS BUMI PERSADA LHOKSEUMAWE
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Telah diisetujui dan disahkan oleh pembimbing, Laporan Praktek Stase Gawat

Darurat Prodi Pendidikan Profesi Ners Fakultas Kesehatan Teknologi dan Sains

Universitas Bumi Persada Lhokseumawe TA.2023/2024 di RSU Cut Meutia Aceh

Utara.

Telah di Setujui

Dosen Pembimbing CI Ruangan ICU

Ns. Setia Budi.,S.Kep.,M.Kep Ns. Dewy Yenny, S.Kep


NIDN. 1301099105 NIP.198002122008012002
LAPORAN PENDAHULUAN

KASUS NYERI DADA (CHEST PAIN)

A. Pengertian
Nyeri dada adalah perasaan nyeri / tidak enak yang mengganggu
daerah dada dan seringkali merupakan rasa nyeri yang diproyeksikan
pada dinding dada (referred pain).
Nyeri Coroner adalah rasa sakit akibat terjadinya iskemik miokard
karena suplai aliran darah koroner yang pada suatu saat tidak mencukupi
untuk kebutuhan metabolisme miokard.
Nyeri dada akibat penyakit paru misalnya radang pleura (pleuritis)
karena lapisan paru saja yang bisa merupakan sumber rasa sakit, sedang
pleura viseralis dan parenkim paru tidak menimbulkan rasa sakit.
B. Etiologi
Nyeri dada dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Nyeri dada pleuritik
Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya posterior atau lateral.
Sifatnya tajam dan seperti ditusuk. Bertambah nyeri bila batuk atau
bernafas dalam dan berkurang bila menahan nafas atau sisi dada
yang sakit digerakan. Nyeri berasal dari dinding dada, otot, iga,
pleura perietalis, saluran nafas besar, diafragma, mediastinum dan
saraf interkostalis. Nyeri dada pleuritik dapat disebakan oleh Difusi
pelura akibat infeksi paru, emboli paru, keganasan atau radang
subdiafragmatik pneumotoraks dan penumomediastinum
2. Nyeri dada non pleuretik
Nyeri dada non-pleuritik biasanya lokasinya sentral, menetap
atau dapat menyebar ke tempat lain. Plaing sering disebabkan oleh
kelainan di luar paru :
a. Kardial
1) Iskemik miokard akan menimbulkan rasa tertekan atau nyeri
substernal yang menjalar ke aksila dan turun ke bawah ke
bagian dalam lengan terutama lebih sering ke lengan kiri.
Rasa nyeri juga dapat menjalar ke epigasterium, leher,
rahang, lidah, gigi, mastoid dengan atau tanpa nyeri dada
substernal. Nyeri disebabkan karena saraf eferan viseral akan
terangsang selama iskemik miokard, akan tetapi korteks
serebral tidak dapat menentukan apakah nyeri berasal sari
miokard. Karena rangsangan saraf melalui medula spinalis T1-T4
yang juga merupakan jalannya rangsangan saraf sensoris dari
sistem somatis yang lain. Iskemik miokard terjadi bila kebutuhan
02 miokard tidak dapat dipenuhi oleh aliran darah koroner. Pada
penyakit jantung koroner aliran darah ke jantung akan berkurang
karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner.
Ada 3 sindrom iskemik yaitu :
a) Angina stabil (Angina klasik, Angina of Effort) :
Serangan nyeri dada khas yang timbul waktu bekerja.
Berlangsung hanya beberapa menit dan menghilang
dengan nitrogliserin atau istirahat. Nyeri dada dapat
timbul setelah makan, pada udara yang dingin, reaksi
simfatis yang berlebihan atau gangguan emosi.
b) Angina tak stabil (Angina preinfark, Insufisiensi koroner
akut) : Jenis Angina ini dicurigai bila penderita telah
sering berulang kali mengeluh rasa nyeri di dada yang
timbul waktu istirahat atau saat kerja ringan dan
berlangsung lebih lama.
c) Infark miokard : Iskemik miokard yang berlangsung
lebih dari 20-30 menit dapat menyebabkan infark
miokard. Nyeri dada berlangsung lebih lama, menjalar ke
bahu kiri, lengan dan rahang. Berbeda dengan angina
pektoris, timbulnya nyeri dada tidak ada hubungannya
dengan aktivitas fisik dan bila tidak diobati berlangsung
dalam beberapa jam. Disamping itu juga penderita
mengeluh dispea, palpitasi dan berkeringat. Diagnosa
ditegakan berdasarkan serioal EKG dan pemeriksa
enzym jantung.
2) Prolaps katup mitral dapat menyebabkan nyeri dada
prekordinal atau substernal yang dapat berlangsung sebentar
maupun lama. Adanya murmur akhir sisttolik dan mid
sistolik-click dengan gambaran echokardiogram dapat
membantu menegakan diagnose.
3) Stenosis aorta berat atau substenosis aorta hipertrofi yang
idiopatik juga dapat menimbulkan nyeri dada iskemik.
b. Perikardial
Saraf sensoris untuk nyeri terdapat pada perikardium
parietalis diatas diafragma. Nyeri perikardila lokasinya di
daerah sternal dan area preokordinal, tetapi dapat menyebar ke
epigastrium, leher, bahu dan punggung. Nyeri bisanya seperti
ditusuk dan timbul pada aktu menarik nafas dalam, menelan,
miring atau bergerak.
Nyeri hilang bila penderita duduk dan berdandar ke depan.
Gerakan tertentu dapat menambah rasa nyeri yang
membedakannya dengan rasa nyeri angina. Radang perikardial
diafragma lateral dapat menyebabkan nyeri epigastrum dan
punggung seperti pada pankreatitis atau kolesistesis
c. Aortal
Penderita hipertensi, koartasio aorta, trauma dinding dada
merupakan resiko tinggi untuk pendesakan aorta. Diagnosa
dicurigai bila rasa nyeri dada depan yang hebat timbul tiba- tiba
atau nyeri interskapuler. Nyeri dada dapat menyerupai infark
miokard akan tetapi lebih tajam dan lebih sering menjalar ke
daerah interskapuler serta turun ke bawah tergantung lokasi dan
luasnya pendesakan.
d. Gastrointestinal
Refluks geofagitis, keganasan atau infeksi esofagus dapat
menyebabkan nyeri esofageal. Nyeri esofageal lokasinya di
tengah, dapat menjalar ke punggung, bahu dan kadang – kadang
ke bawah ke bagian dalam lengan sehingga seangat menyerupai
nyeri angina. Perforasi ulkus peptikum, pankreatitis akut
distensi gaster kadang – kadang dapat menyebabkan nyeri
substernal sehingga mengacaukan nyeri iskemik kardinal. Nyeri
seperti terbakar yang sering bersama – sama dengan disfagia dan
regurgitasi bila bertambah pada posisi berbaring dan berurang
dengan antasid adalah khas untuk kelainan esofagus, foto
gastrointestinal secara serial, esofagogram, test perfusi asam,
esofagoskapi dan pemeriksaan gerakan esofageal dapat
membantu menegakan diagnosa.
e. Muskuloskletal
Trauma lokal atau radang dari rongga dada otot, tulang
kartilago sering menyebabkan nyeri dada setempat. Nyeri
biasanya timbul setelah aktivitas fisik, berbeda halnya nyeri
angina yang terjadi waktu exercis. Seperti halnya nyeri pleuritik.
Neri dada dapat bertambah waktu bernafas dalam. Nyeri otot
juga timbul pada gerakan yang berpuitar sedangkan nyeri
pleuritik biasanya tidak demikian.

f. Fungsional
Kecemasan dapat menyebabkan nyeri substernal atau
prekordinal, rasa tidak enak di dada, palpilasi, dispnea, using
dan rasa takut mati. Gangguan emosi tanpa adanya klealinan
objektif dari organ jantung dapat membedakan nyeri fungsional
dengan nyeri iskemik miokard.
g. Pulmonal
Obstruksi saluran nafas atas seperti pada penderita infeksi
laring kronis dapat menyebakan nyeri dada, terutama terjadi
pada waktu menelan. Pada emboli paru akut nyeri dada
menyerupai infark miokard akut dan substernal. Bila disertai
dengan infark paru sering timbul nyeri pleuritik. Pada hipertensi
pulmoral primer lebih dari 50% penderita mengeluh nyeri
prekordial yang terjadi pada waktu exercise. Nyeri dada
merupakan keluhan utama pada kanker paru yang menyebar ke
pleura, organ medianal atau dinding dada.
C. Patofisiologi
Terjadi penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan
ejection fraction, isi sekuncup (stroke volume) dan peningkatan volume
akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik
dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan tekanan atrium
kiri di atas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan transudasi cairan
ke jaringan interstisium paru (gagal jantung). Pemburukan hemodinamik
ini bukan saja disebakan karena daerah infark, tetapi juga daerah iskemik
di sekitarnya. Miokard yang masih relatif baik akan mengadakan
kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan adrenergeik, untuk
mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan
kebutuhan oksigen miokard Kompensasi ini jelas tidak akan memadai
bila daerah yang bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan
sudah fibrotik. Bila infark kecil dan miokard yang harus berkompensasi
masih normal, pemburukan hemodinamik akan minimal. Sebaliknya bila
infark luas dan miokard yang harus berkompensasi sudah buruk akibat
iskemia atau infark lama, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri akan naik
dan gagal jantung terjadi. Sebagai akibat sering terjadi perubahan bentuk
serta ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena
infark maupun yang non infark. Perubahan tersebut menyebabkan
remodeling ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi fungsi ventrikel
dan timbulnya aritmia.
Perubahan-perubahan hemodinamik ini tidak statis. Bila makin tenang
fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan
karena daerah- daerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan.
Daerah-daerah diskinetik akan menjadi akinetik, karena terbentuk
jaringan parut yang kaku. Miokard sehat dapat pula mengalami
hipertropi. Sebaliknya perburukan hemodinamik akan terjadi bila
iskemia berkepanjangan atau infark meluas. Terjadinya penyulit mekanis
seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasi mitral akut dan aneurisma
ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik jantung.
Aritmia merupakan penyulit tersering dan terjadi terutama pada
menit-menit atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan
oleh perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar rangsangan dan
kepekaaan terhadap rangsangan.
D. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang biasa menyertai nyeri dada adalah :
1. Nyeri ulu hati
2. Sakit kepala
3. Nyeri yang diproyeksikan ke lengan, leher, punggung
4. Diaforesis / keringat dingin
5. Sesak nafas
6. Takikardi
7. Sesak nafas
8. Kulit pucat
9. Sulit tidur (insomnia)
10. Mual, Muntah, Anoreksia
11. Cemas, gelisah, fokus pada diri sendiri
12. Kelemahan
13. Wajah tegang, merintih, menangis
14. Perubahan kesadaran
E. Pemeriksaan penunjang
1. EKG 12 lead selama episode nyeri
a. Takhikardi / disritmia
b. Rekam EKG lengkap : T inverted, ST elevasi / depresi, Q Patologis
c. Pemeriksaan darah rutin, kadar glukosa, lipid dan EKG waktu
istirahat perlu dilakukan. Hasilnya meungkin saja normal
walaupun ada penyakit jantung koroner yang berat. EKG bisa
didapatkan gambaran iskemik dengan infark miokard lama atau
depresi ST dan T yang terbalik pada penyakit yang lanjut.
2. Laboratorium
a. Kadar enzim jantung : CK, CKMB, LDH
b. Fungsi hati : SGOT, SGPT
c. Fungsi Ginjal : Ureum, Creatinin
d. Profil Lipid : LDL, HDL
3. Foto Thorax
4. Echocardiografi
5. Kateterisasi jantung
F. Terapi / penatalaksanaan
1. Pengobatan
a. Nitrat
Nitrat meningkatkan pemberian D2 miokard dengan dialatasi
arteri epikardial tanpa mempengaruhi, resistensi arteriol arteri
intramiokard. Dilatasi terjadi pada arteri yang normal maupun
yang abnormal juga pada pembuluh darah kolateral sehingga
memperbaiki aliran darah pada daerah isomik. Toleransi sering
timbul pada pemberian oral atau bentuk lain dari nitrat long-
acting termasuk pemberian topikal atau transdermal. Toleransi
adalah suatu keadaan yang memerlukan peningkatan dosis nitrat
untuk merangsang efek hemodinamik atau anti-angina. Nitrat
yang short-acting seperti gliseril trinitrat kemampuannya terbatas
dan harus dipergunakan lebih sering. Sublingual dan jenis
semprot oral reaksinya lebih cepat sedangkan jenis buccal
mencegah angina lebih dari 5 am tanpa timbul toleransi
b. Beta bloker
Beta –Bloker tetap merupakan pengobatan utama karena pada
sebagian besar penderita akan mengurangi keluhan angina.
Kerjanya mengurangi denyut jantung, kontasi miokard, tekanan
arterial dan pemakaian O2. Beta Bloker lebih jarang dipilih
diantara jenis obat lain walaupun dosis pemberian hanya sekali
sehari. Efek samping jarang ditemukan akan tetapi tidak boleh
diberikan pada penderita dengan riwayat bronkospasme,
bradikardi dan gagal jantung.

c. Ca-antagonis
Kerjanya mengurangi beban jantung dan menghilangkan
spasma koroner, Nifedipin dapat mengurangi frekuensi serangan
anti-angina, memperkuat efek nitrat oral dan memperbaiki
toleransi exercise. Merupakan pilihan obat tambahan yang
bermanfaat terutama bila dikombinasi dengan beta-bloker sangat
efektif karena dapat mengurangi efek samping beta bloker. Efek
anti angina lebih baik pada pemberian nifedipin ditambah dengan
separuh dosis beta-bloker daripada pemberian beta-bloker saja.
Jadi pada permulaan pengobatan angina dapat diberikan beta-
bloker di samping sublingual gliseril trinitrat dan baru pada
tingkat lanjut dapat ditambahkan nifedi-pin. Atau kemungkinan
lain sebagai pengganti beta- bloker dapat diberi dilti azem suatu
jenis ca-antagonis yang tidak merangsang tahikardi. Bila dengan
pengobatan ini masih ada keluhan angina maka penderita harus
direncanakan untuk terapi bedah koroner. Pengobatan pada
angina tidak stabil prinsipnya sama tetapi penderita harus dirawat
di rumah sakit. Biasanya keluhan akan berkurang bila ca-
antagonis ditambah pada beta- bloker akan tetapi dosis harus
disesuaikan untuk mencegah hipertensi. Sebagian penderita
sengan pengobatan ini akan stabil tetapi bila keluhan menetap
perlu dilakukan test exercise dan arteriografi koroner. Sebagian
penderita lainnya dengan risiko tinggi harus diberi nitrat i.v dan
nifedipin harus dihentikan bila tekanan darah turun. Biasanya
kelompok ini harus segera dilakukan arteriografi koroner untuk
kemudian dilakukan bedah pintas koroner atau angioplasti.
d. Antipletelet dan antikoagulan
Segi lain dari pengobatan angina adalah pemberian
antipletelet dan antikoagulan. Cairns dkk 1985 melakukan
penelitian terhadap penderita angina tak stabil selama lebih dari 2
tahun, ternyata aspirin dapat menurunkan mortalitas dan insidens
infark miokard yang tidak fatal pada penderita angina tidak
stabil. Pemberian heparin i.v juga efeknya sama dan sering
diberikan daripada aspirin untuk jangka pendek dengan tujuan
menstabilkan keadaan penderita sebelum arteriografi. Terdapat
obat-obatan pada angina pektoris tak stabil secara praktis dapat
disimpulkan sebagai berikut :

1) Heparin i.v dan aspirin dapat dianjurkan sebagai pengobatan


rutin selama fase akut maupun sesudahnya
2) Pada penderita yang keadaannya cenderung tidak stabil dan
belum mendapat pengobatan, beta-bloker merupakan pilihan
utama bila tidak ada kontra indikasi. Tidak ada pemberian
kombinasi beta-bloker dengan ca- antagonis diberikan
sekaligus pada permulaan pengobatan.
3) Pada penderita yang tetap tidak stabil dengan pemberian
beta-bloker dapat ditambah dengan nifedipin.
4) Pengobatan tunggal dengan nifedipin tidak dianjurkan.
2. Pembedahan
Bedah pintas koroner (Coronary Artery Bypass Graft Surgery)
Walupun pengobatan dengan obat-obatan terbaru untuk pengobatan
angina dapat memeperpanjang masa hidup penderita, keadaan
tersebut belum dapat dibuktikan pada kelompok penderita tertentu
terutama dengan penyakit koroner proksimal yang berat dan
gangguan fungsi ventrikel kiri dengan risiko kerusakan mikardium
yang luas (Rahimtoola 1985).
Pembedahan lebih bagus hasilnya dalam memperbaiki gejala dan
kapasitas exercise pada angina sedang sampai berat. Perbaikan gejala
angina didapatkan pada 90% penderita selama 1 tahun pertama
dengan kekambuhan setelah itu 6% pertahun. Kekambuhan yang
lebih cepat biasanya disertai dengan penutupan graft akibat kesulitan
teknis saat operasi sedangkan penutupan yang lebih lama terjadi
setelah 5 – 12 tahun sering karena adanya graft ateroma yang
kembali timbul akibat pengaruh peninggian kolesterol dan diabetes.
Penelitian selama 10 tahun mendapatkan kira-kira 60% graft vena
tetap baik dibandingkan dengan 88% graft a. mamaria interna.
Mortalitas pembedahan tidak lebih dari 2% akibat risiko yang besar
pada penderita angina tak stabil dengan fungsi ventrikel kiri yang
buruk. Resiko meninggi pada umur lebih dari 65 tahun akibat
penyakit yang lebih berat terutama pada kerusakan ventrikel kiri
walaupun memberikan respons yang baik dengan graft dan
sekarangpun pembedahan biasa dilakukan pada penderita umur 20
tahun. Morbiditas pembedahan juga tidak sedikit yaitu sering
didapatkan perubahan neuropsikiatrik sementara dan insidens stroke
5%. Akan tetapi kebanyakan penderita lambat laun akan kembali
seperti semula.
G. Konsep Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
Berikut penjabaran proses keperawatan yang merupakan panduan
Asuhan Keperawatan di ruangan gawat darurat dengan contoh proses
keperawatan klien gawat darurat.
1. Pengkajian
a. Standar
Perawat gawat darurat harus melakukan pengkajian fisik
dan psikososial di awal dan secara berkelanjutan untuk
mengetahui masalah keperawatan klien dalam lingkup
kegawatdaruratan.
b. Keluaran
Adanya pengkajian keperawatan yang terdokumentasi
untuk setiap klien gawat darurat.
c. Proses
Pengkajian merupakan pendekatan sistematik untuk
mengidentifikasi masalah keperawatan gawat darurat.
Proses pengkajian terbagi dua :
1) Pengkajian Primer (primary survey)
Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera
masalah aktual/potensial dari kondisi life threatning
(berdampak terhadap kemampuan pasien untuk
mempertahankan hidup). Pengkajian tetap berpedoman pada
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika hal tersebut
memungkinkan.
Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan :
A = Airway dengan kontrol servikal
Kaji :
- Bersihan jalan nafas
- Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas
- Distress pernafasan
- Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema
laring
B = Breathing dan ventilasi
Kaji :
- Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
- Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
- Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
C = Circulation
Kaji :
- Denyut nadi karotis
- Tekanan darah
- Warna kulit, kelembaban kulit
- Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
D = Disability
Kaji :
- Tingkat kesadaran
- Gerakan ekstremitas
- GCS atau pada anak tentukan respon A = alert, V
= verbal, P = pain/respon nyeri, U = unresponsive.
- Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya.
E = Eksposure
Kaji :
- Tanda-tanda trauma yang ada.
2) Pengkajian Sekunder (secondary survey)
Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah ABC
yang ditemukan pada pengkajian primer diatasi. Pengkajian
sekunder meliputi pengkajian obyektif dan subyektif dari
riwayat keperawatan (riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit terdahulu, riwayat pengobatan, riwayat keluarga)
dan pengkajian dari kepala sampai kaki.
a) Pengkajian Riwayat Penyakit
b) Tanda-tanda vital dengan mengukur :
- Tekanan darah
- Irama dan kekuatan nadi
- Irama, kedalaman dan penggunaan otot bantu pernafasan
- Suhu tubuh
c) Pengkajian Head to Toe yang terfokus, meliputi :
 Pengkajian kepala, leher dan wajah
 Pengkajian dada
 Pengkajian Abdomen dan Pelvis

 Pengkajian Ekstremitas

 Pengkajian Tulang Belakang

 Pengkajian Psikosossial

d) Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan meliputi :


- Radiologi
- Pemeriksaan laboratorium
- USG dan EKG
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan Gawat Darurat yang dapat muncul pada
kasus Nyeri Dada (chest pain) antara lain :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik
b. Perubahan pola nafas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen
c. Intoleran aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan
antara suplai 02 miokard dan kebutuhan
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
Asuhan Keperawatan
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL
DIAGNOSA INTERVENSI

Ketidak efektifan Pola TUJUAN :

Napas b/d penurunan Setelah dilakukan 1. Observasi dan dokumentasikan TTV setiap 30 menit

fungsi paru. tindakan keperawatan selama 1 x 2 jam,


2. Pantau dan dokumentasikan kecepatan, irama, kedalaman dan usaha respirasi
klien akan menunjukkan pola napas yang
3. Atur posisi klien senyaman mungkin
efektif.
4. Ciptakan lingkungan yang tenang bagi klien
KRITERIA HASIL :
5. Lakukan kolaborasi dengan medis untuk pemberian terapi :
1. Klien akan mengatakan tidak merasa
IFVD RL 12 tts/mnt
sesak lagi
Pasang O2 nasal 2-5 lpm
2. RR dalam rentang 16-20 x/menit

3. Irama napas reguler

4. Klien tampak tenang

16
Nyeri akut b/d iskemik TUJUAN : 1. Kaji keluhan nyeri klien dengan menggunakan PQRST

pada miokard Setelah dilakukan tindakan keperawatan


2. Ajarkan klien tehnik relaksasi napas dalam untuk mengatasi nyeri
selama 1 x 2 jam, nyeri berkurang.
3. Anjurkan klien untuk tidak melakukan aktivitas yang dapat memberatkan keluhannya
KRITERIA HASIL :
4. Lakukan tehnik distraksi bila klien mengeluh nyerinya memberat
1. Klien akan mengatakan nyeri yang

dirasakan berkurang

2. Klien dapat melakukan tehnik

relaksasi secara mandiri

3. Skala nyeri 6

4. Klien tampak tenang

17
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E.2000.Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3. Jakarta : EGC

Hudak&Gallo. 1995. Keperawatan Kritis cetakan I. Jakarta : EGC

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6,

EGC, Jakarta Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan,

Ed.3, EGC, Jakarta

Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4,

EGC, Jakarta

Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, BP FKUI, Jakarta.

Musliha, Keperawatan Gawat Darurat Plus Contoh Askep dengan pendekatan

Nanda, NIC, NOC, 2010, Nuha Medika, Yogyakarta

Herdman T.H, dkk,. Nanda Internasional Edisi Bahasa Indonesia, Diagnosis

Keperawatan Definisi dan Klasifikasi, 2009-2011, EGC, Jakarta

Wilkinson J M,. Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil

NOC Edisi Bahasa Indonesia, 2006, EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai