NIM : 1813015064
KELAS : D-2018
Sumber : Brunner & Suddarth. 2016. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. Padila.
Referensi :
Finkel, R., Clark, M. A., & Cubeddu, L. X. 2009. Lippincott's Illustrated Reviews:
9. Jelaskan : (a) target kerja, (b) mekanisme kerja, (c) rumus struktur, (d) farmakokinetik, (e)
indikasi, (f) efek samping, (g) mekanisme resistensi, (h) toksisitas, obat-obat dibawah ini!
i. Cyclophosphamide
a) Target kerja
DNA
b) Mekanisme kerja
Siklofosfamid adalah antineoplastik di kelas agen alkilasi dan digunakan untuk
mengobati berbagai bentuk kanker. Zat alkilasi dinamai demikian karena
kemampuannya untuk menambahkan gugus alkil ke banyak gugus elektronegatif
dalam kondisi yang ada dalam sel. Zat alkilasi bekerja dengan tiga mekanisme
berbeda: 1) perlekatan gugus alkil pada basa DNA, menghasilkan DNA yang
terfragmentasi oleh enzim perbaikan dalam upaya mereka untuk mengganti basa
teralkilasi, mencegah sintesis DNA dan transkripsi RNA dari DNA yang
terpengaruh, 2) DNA kerusakan melalui pembentukan ikatan silang (ikatan antara
atom-atom dalam DNA) yang mencegah DNA terpisah untuk sintesis atau
transkripsi, dan 3) induksi salah pasang nukleotida yang menyebabkan mutasi.
c) Rumus struktur
d) Farmakokinetik
Aspek farmakokinetik siklofosfamid terutama adalah onset kerja yang baru
dimulai setelah obat ini dimetabolisme menjadi bentuk metabolitnya, sekitar 2-3
jam.
Absorbsi
Siklofosfamid bersifat larut dalam air sehingga dapat diberikan secara oral.
Siklofosfamid terserap dengan baik dan konsentrasi puncak pada plasma
tercapai dalam 1 jam setelah pemberian oral. Namun, onset kerja baru dimulai
dalam 2-3 jam mengingat siklofosfamid merupakan prodrug yang perlu
dimetabolisme menjadi metabolit terlebih dahulu sebelum menunjukkan efek
kerja. Kadar siklofosfamid secara oral yang mencapai peredaran darah
berkisar antara 85-100% di mana sebagian dari obat ini telah sebelumnya
melalui metabolisme tingkat pertama di hepar dan gastrointestinal. Oleh
karena ini, pemberian secara oral akan menghasilkan aktivitas alkilasi yang
lebih tinggi dibanding pemberian secara parenteral. Bioavailabilitas obat
sebesar 75%. Onset kerja obat dicapai dalam 2-3 jam.
Distribusi
Siklofosfamid didistribusikan di dalam tubuh dengan cepat setelah pemberian
secara oral dan parenteral. Sebanyak 20% dari kandungan siklofosfamid
berikatan dengan protein. Setelah teraktivasi di hepar, kemampuan berikatan
dengan protein untuk metabolit aktifnya meningkat hingga lebih dari 60%.
Siklofosfamid dalam bentuk aktif dapat melewati sawar darah otak dengan
sangat terbatas dan terdeteksi pada cairan serebrospinal. Siklofosfamid juga
dapat melewati sawar plasenta sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan
janin dan siklofosfamid terdeteksi pada ASI. Volume distribusi obat ini
meningkat pada individu dengan obesitas, sehingga akan meningkatkan waktu
paruh untuk eliminasinya.
Metabolisme
Siklofosfamid dimetabolisme oleh enzim hepatik P450 CYP2A6, CYP2B6,
CYP3A4, CYP3A5 dan menghasilkan metabolit utama berupa 4-
hydroxycyclophosphamide. Konsentrasi puncak metabolit ini tercapai dalam
2-3 jam. Metabolit aktif lainnya meliputi phosphoramide mustard, acrolein,
dan aldophosphamide. Enzim aldehida dehydrogenase (ALDH) dan
glutathione (GSH) berperan dalam mendetoksifikasi sifat toksik dari
metabolit-metabolit ini.
Eliminasi
Siklofosfamid diekskresikan terutama dalam bentuk metabolit aktifnya,
sebanyak 70% melalui urine. Namun hanya 10-20% yang diekskresikan tanpa
perubahan bentuk. Sebanyak 4% diekskresikan lewat empedu. Rata-rata
waktu paruh untuk eliminasi obat ini adalah 6,5-7 jam.
e) Indikasi :
menyebabkan kematian sel dan menghentikan petumbuhan tumor dengan cara
cross-link baik interstrand maupun intrastrand di basa guanin posisi N-7 pada
DNA double helix, ikatan ini menyebabkan DNA akan terpisah atau pecah,
sehingga sel gagal membelah dan mati.
f) Efek samping :
Efek samping yang umum terjadi pada pemberian cyclophosphamide yaitu
mielosupresi, gangguan gastrointestinal seperti mual, muntah, diare, konstipasi,
ulserasi mukosa, alopesia, sistisis hemoragik dan non hemoragik
g) Resistensi
Kurangnya aktivasi oleh sitokrom-sitokrom di hepar yang berperan dalam
metabolisme siklofosfamid diyakini menjadi salah satu faktor terjadinya
resistensi. Selain itu, pada sel-sel kanker yang resistan terhadap terapi
siklofosfamid, ditemukan kadar enzim detoksifikasi yang lebih tinggi.
Dapus : Drugbank, 2020. Drugbank: https:://www.drugbank.ca/ [online]. Diakses
pada Maret 2020.
ii. Cisplatin
a) Target kerja :
menghambat petumbuhan sel kangker dengan menggagu respirasi DNA
c) Mekanisme kerja :
Cisplatin atau cis diamminedichloroplatinum (II) merupakan obat kemoterapi
kanker yang berbasis logam platinum. Pada dasarnya senyawa turunan platinum
yang menunjukkan antikanker telah ribuan yang disintesis. Senyawa
diaminodiklor ini dari platina (1979) bekerja sitostatis dengan jalan
penghambatan sintesis DNA dan RNA. Mirip dengan zat-zat alkilasi, rantai-rantai
DNA saling menyambung dengan jembatan-jembatan platina (cross linking).
Obat ini terutama digunakan pada kanker testis dan ovarium yang sudah
menyebar, biasanya dikombinasi dengan bleomisin dan vinblastin/etoposida. Pada
kenker ovarium, kombinasi dari cisplatin + siklofosamida + paclitaxel dianggap
pilihan pertama.Dua buah ikatan Pt-Cl pada cisplatin merupakan ikatan yang kuat
tetapi mudah mengalami reaksi substitusi ligan. Di dalam sel-sel kanker diduga
dua ligan Cl– pada cisplatin disubsitusikan oleh dua molekul air membentuk ion
kompleks cis-diaminadiaquaplatina(II), cis-[Pt(NH3)2(H2O)2]2+. Ion kompleks
ini adalah lebih reaktif terhadap sel-sel kanker dibandingkan cisplatin. Ion cis-
[Pt(NH3)2(H2O)2]2+ menyerang DNA di dalam sel kanker. Cis-
[Pt(NH3)2(H2O)2]2+, setelah melepaskan dua molekul H2O yang diikatnya,
membentuk ikatan dengan atom nitrogen no 7, N(7), yang memiliki pasangan
elektron bebas, pada basa nitrogen guanine(G) yang terdapat dalam DNA. Cis-
[Pt(NH3)2(H2O)2]2+ dapat membentuk tautan silang (cross link) dengan dua
guanine dari untai (strand) yang sama dalam DNA. Terbentuknya tautan silang ini
dapat menganggu replikasi sel sehingga dapat menghalangi pertumbuhan sel
kanker atau membunuh sel kanker tersebut.
d) Farmakokinetiki :
Cisplatin mengganggu replikasi DNA, yang membunuh sel-sel berproliferasi
tercepat, yang secara teori bersifat kanker. Setelah pemberian, satu ion klorida
perlahan-lahan dipindahkan oleh air untuk menghasilkan aquo complex cis - [PtCl
(NH 3 ) 2 (H 2 O)] + , dalam proses yang disebut aquation . Disosiasi klorida
lebih disukai di dalam sel karena konsentrasi klorida intraseluler hanya 3-20%
dari sekitar 100 mM konsentrasi klorida dalam cairan ekstraseluler. [13] [14]
Molekul air dalam cis - [PtCl (NH 3 ) 2 (H 2 O)] + dengan sendirinya mudah
dipindahkan oleh basa N - heterosiklik pada DNA . Guanine secara istimewa
mengikat. Setelah pembentukan [PtCl (guanine-DNA) (NH 3 ) 2 ] + +) , ikatan
silang dapat terjadi melalui perpindahan klorida lain, biasanya oleh guanin lain.
[15] Cisplatin mengikat DNA dengan beberapa cara berbeda, mengganggu
pembelahan sel melalui mitosis . DNA yang rusak memunculkan mekanisme
perbaikan DNA , yang pada gilirannya mengaktifkan apoptosis ketika perbaikan
terbukti tidak mungkin. Pada tahun 2008, para peneliti dapat menunjukkan bahwa
apoptosis yang diinduksi oleh cisplatin pada sel kanker usus manusia tergantung
pada mitokondria serin-protease Omi / Htra2 . [16] Karena ini hanya diperlihatkan
untuk sel karsinoma usus besar, tetap menjadi pertanyaan terbuka jika protein
Omi / Htra2 berpartisipasi dalam apoptosis yang diinduksi cisplatin pada
karsinoma dari jaringan lain (Lippert,1999)
(e). Indikasi
Salah satu agen kemoterapi yang paling banyak digunakan untuk keganasan
hematologi dan tumor padat.Dapat digunakan sebagai agen tunggal atau dalam
terapi kombinasi untuk terapi induksi dan neoadjuvant.
Indikasi orang dewasa:
Cisplatin digunakan untuk pengobatan kanker ovarium lanjut, kanker testis, dan
karsinoma kandung kemih. Keganasan yang mendominasi pada wanita seperti
kanker payudara, karsinoma serviks dan endometrium dan neoplasia trofoblas
gestasional kadang-kadang menerima pengobatan dengan cisplatin dalam
kombinasi dengan obat lain seperti turunan taxane, 5-FU, dan
doxorubicin.Sementara hormon-sensitif dan Her2neu, tumor positif dapat
merespon dengan baik terhadap terapi yang ditargetkan, cisplatin juga berguna
dalam pengobatan kanker payudara triple-negatif sebagai terapi neoadjuvant agen
tunggal. Keganasan gastrointestinal seperti kanker kerongkongan, lambung, dan
hepatobilier juga telah diobati dengan obat ini, selain radiasi.Kanker paru-paru,
baik sel kecil maupun non-kecil, dapat diobati dengan label lain dengan terapi
kombinasi etoposide dan cisplatin. Penggunaan luar label lainnya termasuk
pengobatan untuk kanker metastasis, lanjut, dan refraktori;ini termasuk
pengobatan limfoma Hodgkin, limfoma non-Hodgkin, kanker penis, timoma,
kanker kepala dan leher, osteosarkoma, multiple myeloma, dan mesothelioma.
Indikasi anak:
Cisplatin memiliki beberapa indikasi untuk tumor yang secara historis
agresif.Kadang-kadang berguna dalam mengobati tumor sel germinal,
hepatoblastoma, medulloblastoma, neuroblastoma, dan osteosarcoma.
Pustaka: Pemaron, Ida Bagus Upadana.2012. Peran Protein Bcl-2 Pada Resistensi
Kemoterapi Golongan Cisplatin Pada Kanker Ovarium.SMF Obstetri dan
Ginekologi FK UNUD, RSUP Sanglah, Denpasar.
(h). Toksisitas
1. Toksisitas gastrointestinal
Mual dan muntah adalah efek samping terkait dosis yang dapat parah dan
menyebabkan gangguan metabolisme; ini dapat bertahan hingga 1 minggu
setelah administrasi.Rekomendasi kuat adalah untuk pengobatan profilaksis
dengan agen antiemetik.
2. Myelosupresi
Perhatian utama dengan myelosupresi sekunder untuk penggunaan cisplatin
adalah morbiditas dan mortalitas yang terkait dengan infeksi.Pantau CBC dan
sering menilai tanda-tanda infeksi.Kecurigaan klinis yang tinggi diperlukan
untuk infeksi dan memerlukan pemeriksaan penuh.Toksisitas hematologis
mungkin memerlukan penghentian pengobatan total. Seringkali akan
memerlukan modifikasi dosis jika perawatan akan dilanjutkan.
3. Neurotoksisitas
Cisplatin adalah neurotoksin yang tergantung dosis.Neurotoksisitas terkait
dosis paling sering bermanifestasi sebagai neuropati perifer.Neuropati ini
dapat berkembang setelah penghentian dan, dalam beberapa kasus, mungkin
bersifat ireversibel.Sementara dosis mungkin membutuhkan perubahan dalam
menghadapi neuropati, neuropati perifer tingkat tinggi mungkin memerlukan
penghentian pengobatan total.
4. Nefrotoksisitas
Toksisitas ginjal parah, termasuk gagal ginjal akut, dapat terjadi dengan
pemberian Cisplatin.Efek ini bersifat kumulatif dan terkait dosis.Hidrasi
pretreatment berperan penting dalam mencegah toksisitas ginjal.Dosis
cisplatin mungkin harus disesuaikan berdasarkan fungsi ginjal dengan
pemantauan ketat laju filtrasi glomerulus (GFR).
5. Toksisitas okuler / retinopati
Efek samping ini dapat bermanifestasi dalam berbagai cara, dari hilangnya
diskriminasi warna hingga kebutaan kortikal. Perbaikan biasanya terjadi
setelah penghentian cisplatin, dan dalam beberapa kasus, pemulihan total
mungkin terjadi.
6. Ototoxicity
Pemantauan untuk ototoxicity termasuk menilai pasien untuk dering di
telinga, gangguan pendengaran frekuensi tinggi, dan penurunan kemampuan
untuk mengikuti percakapan. Ketulian telah dilaporkan tetapi bukan efek
umum dari penggunaan cisplatin.Kehilangan ketajaman pendengaran dapat
merusak perkembangan bahasa pada populasi anak.
7. Gonadotoxicity
Cisplatin adalah racun bagi gonad; dapat menyebabkan gangguan
spermatogenesis dan kegagalan ovarium tergantung dosis yang menyebabkan
menopause dini.
Pustaka: [NCBI] National Center for Biotechnology Information. 2020.
Cisplatin (Cisplatinum). https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK547695/
(diakses 17 Maret 2020).
iii. Procarbazine
a) Target kerja :
DNA dan Moniamine axidase
b) Mekanisme kerja :
Mode tepat aksi sitotoksik procarbazine belum didefinisikan secara jelas. Ada
bukti bahwa obat tersebut dapat bertindak dengan menghambat protein, RNA
dan sintesis DNA. Penelitian menunjukkan bahwa procarbazine dapat
menghambat transmetilasi gugus metil metionin menjadi t-RNA. Tidak adanya
t-RNA fungsional dapat menyebabkan penghentian sintesis protein dan
akibatnya sintesis DNA dan RNA. Selain itu, procarbazine dapat secara
langsung merusak DNA. Hidrogen peroksida, terbentuk selama auto-oksidasi
obat, dapat menyerang kelompok protein sulfhidril yang terkandung dalam
protein residu yang terikat erat dengan DNA.
c) Struktur
d) Farmakokinetik :
Deskripsi Agen : antineoplastik yang digunakan terutama dalam
kombinasi dengan mechlorethamine, vincristine, dan prednisone (protokol
MOPP) dalam pengobatan penyakit Hodgkin.
Penyerapan: Procarbazine cepat dan sepenuhnya diserap.
Metabolisme : Procarbazine dimetabolisme terutama di hati dan ginjal. Obat
tersebut tampaknya teroksidasi otomatis menjadi turunan azo dengan
pelepasan hidrogen peroksida. Turunan azo terisomerisasi menjadi hidrazon,
dan setelah hidrolisis dipecah menjadi turunan benzilaldehida dan
metilhidrazin. Metilhidrazin selanjutnya terdegradasi menjadi CO2 dan CH4
dan kemungkinan hidrazin, sedangkan aldehida dioksidasi menjadi asam N-
isopropiltereftalamat, yang diekskresikan dalam urin.
Waktu paruh : 10 menit
Pengeluaran : Ginjal
Rute dari administrasi : Melalui mulut (kapsul gel), intravena
e) Indikasi
Untuk digunakan dengan obat antikanker lain untuk pengobatan penyakit
Hodgkin stadium III dan stadium IV
f) Efek samping
yang sangat umum (lebih dari 10% orang mengalaminya) termasuk kehilangan
nafsu makan, mual dan muntah. Efek samping lain dari frekuensi yang tidak
diketahui termasuk pengurangan leukosit, pengurangan trombositpengurangan
neotrofit , yang dapat menyebabkan peningkatan infeksi termasuk infeksi paru-
paru; reaksi seperti alergi parah yang dapat menyebabkan angiodema dan reaksi
kulit; kelesuan; komplikasi hati termasuk penyakit kuning dan tes fungsi hati
abnormal; efek reproduksi termasuk pengurangan sperma dan keke Ketika
dikombinasikan dengan etanol , procarbazine dapat menyebabkan reaksi
seperti disulfram pada beberapa orang. Ini menghambat MAO dalam sistem
pencernaan, sehingga dapat menyebabkan krisis hipertensi jika dikaitkan dengan
konsumsi makanan kaya tyramine seperti keju tua; ini tampaknya jarang terjadi.
Procarbazine jarang menyebabkan neuropati perifer yang diinduksi
kemotrapi , kebas kesemutan yang progresif, abadi, sering tidak dapat
disembuhkan, nyeri hebat, dan hipersensitif terhadap dingin, dimulai pada tangan
dan kaki dan kadang-kadang melibatkan lengan dan kaki.
g) Mekanisme resistensi
Mode tepat tindakan sitotoksik procarbazine belum didefinisikan secara jelas. Ada
bukti bahwa obat tersebut dapat bertindak dengan menghambat protein, RNA dan
sintesis DNA. Penelitian menunjukkan bahwa procarbazine dapat menghambat
transmetilasi gugus metil metionin menjadi t-RNA. Tidak adanya t-RNA
fungsional dapat menyebabkan penghentian sintesis protein dan akibatnya sintesis
DNA dan RNA. Selain itu, procarbazine dapat secara langsung merusak
DNA. Hidrogen peroksida, terbentuk selama auto-oksidasi obat, dapat menyerang
kelompok protein sulfhidril yang terkandung dalam protein residu yang terikat
erat dengan DNA.
h) Toksisitas
LD 50 = 785 mg / kg (oral pada tikus)
Sumber : Tweedie DJ, Fernandez D, Spearman ME, Feldhoff RC, Prough RA:
Metabolisme turunan azoksi dari procarbazine oleh aldehyde dehydrogenase dan
xanthine oxidase. Obat Metab Dispos. 1991 Juli-Agustus; 19 (4): 793-803.
iv. Methotrexate
a) Target Kerja
Sintesis DNA
b) Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja MTX adalah menghambat enzim dehidrofolat reduktase dalam
proses pembentukan purin dan pirimidin. Enzim dihidrofolat reduktase berguna untuk
mengubah asam dihidrofolat menjadi asam tetrahidrofolat dan juga menghambat
enzim timidilate sintetase yang akan menyebabkan pengurangan jumlah timidilat dan
folat yang merupakan komponen purin dan pirimidin yang dibutuhkan saat proses
sintesis deoxyribonucleic acid (DNA). Sintesis DNA yang dihambat akan
menyebabkan apoptosis dari sel T yang telah teraktivasiserta menghambat kemotaksis
neutrofil (Suwarsa, 2017).
c) Struktur
d) Farmakokinetik
Sebanyak 35-50% obat diikat oleh albumin di sirkulasi. Kadar maksimal dalam darah
tercapai 1-2 jam setelah pemberian. Waktu paruh MTX 6-7 jam, akan tetapi metabolit
aktif utama derivat poliglutamat mengalami waktu paruh yang lebih panjang. Oksidasi
hepatal membentuk 7-hydroxylmethotrexate, suatu metabolit minor. Total 50-90%
obat diekskresikan melalui urin setelah 24 jam, dengan prosentase yang rendah dalam
sirkulasi entero-hepatik (Murniastuti, 2019).
e) Indikasi
diindikasikan untuk terapi gestational choriocarcinoma, chorioadenoma destruents
dan mola hidatidosa. Methotrexate diindikasikan sebagai profilaksis leukemia
meningeal dan digunakan dalam terapi pemeliharaan dalam kombinasi dengan agen
kemoterapi lain untuk terapi leukemia meningeal.
f) Efek samping
Gangguan gastrointestinal, hematologi, pulmonar dan hepatik.Sering terjadi: Mual
dan muntah, Sulit menelan, Stomatitis, Faringitis, Leukopenia, Trombositopenia.
g) Mekanisme resistensi
Sel-sel nonproliferasi resisten terhadap MTX, mungkin karena kurangnya DHFR
relatif, timidilat sintase, dan / atau enzim glutamylating. Penurunan kadar
poliglutamat MTX telah dilaporkan dalam sel-sel yang resisten dan mungkin karena
formasi yang menurun atau peningkatan kerusakan. Resistansi dalam sel-sel
neoplastik dapat disebabkan oleh amplifikasi (produksi salinan tambahan) dari gen
yang mengkode DHFR, menghasilkan peningkatan level enzim ini. Afinitas enzim
untuk MTX juga dapat berkurang. Resistansi juga dapat terjadi dari berkurangnya
masuknya MTX, tampaknya disebabkan oleh perubahan transportasi yang dimediasi
oleh pembawa yang bertanggung jawab untuk memompa obat ke dalam sel.
h) Toksisitas
Toksisita hati
Pengobatan tidak boleh dimulai bila terdapat kelainan tes fungsi hati atau biopsi hati
pada permulaan atau harus dihentikan bila terdapat kelainan selama terapi. Kelainan
ini dapat kembali normal dalam 2 minggu dan pengobatan boleh diteruskan bila
dipandangperlu.
Toksisitas paru
Mungkin merupakan masalah khusus pada artritis reumatoid (pasien harus
menghubungi dokter segera bila dispnea atau batuk).
Referensi :
BPOM RI. 2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI). Jakarta: BPOM.
Finkel, R., Clark, M. A., & Cubeddu, L. X. 2009. Lippincott's Illustrated
Reviews: Pharmacology (4th ed.). Florida: Lippincott Williams & Wilkins.
Ikawati, Zullies. 2010. Resep Hidup Sehat. Yogyakarta: Kanisius.
v. 6-Mercaptopurine
a) Target kerja : Metallopreinase
b) Mekanisme kerja
Mercaptopurine (6-MP) bersaing dengan hypoxanthine dan guanine untuk enzim
hypoxanthine-guanine phosphoribosyltransferase (HGPRTase) dan itu sendiri
dikonversi menjadi asam thioinosinic (TIMP). Intraseluler nukleotida ini
menghambat beberapa reaksi yang melibatkan asam inosinat (IMP), termasuk
konversi IMP menjadi asam xanthylic (XMP) dan konversi IMP menjadi asam
adenylic (AMP) melalui adenylosuccinate (SAMP). Selain itu, 6-
methylthioinosinate (MTIMP) dibentuk oleh metilasi TIMP.
c) Rumus struktur
d) Farmakokinetik
Setelah pemberian oral 35S-6-mercaptopurine dalam satu subjek, total 46% dosis
dapat dihitung dalam urin (sebagai obat induk dan metabolit) dalam 24 jam
pertama. Masuknya atapaptopurin ke dalam cairan serebrospinal dapat diabaikan .
Rata-rata pengikatan protein plasma 19% pada rentang konsentrasi 10 hingga 50
mcg / mL (konsentrasi yang hanya diperoleh dengan pemberian mercaptopurine
intravena pada dosis melebihi 5 hingga 10 mg / kg).
e) Indikasi
Mercaptopurine diindikasikan untuk terapi pemeliharaan leukemia limfatik akut
(limfositik, limfoblastik) sebagai bagian dari rejimen kombinasi. Respons
terhadap agen ini tergantung pada subklasifikasi tertentu dari leukemia limfatik
akut dan usia pasien (pediatrik atau dewasa).
f) Efek samping
1. Kebanyakan orang tidak mengalami semua efek samping yang terdaftar.
2. Efek samping seringkali dapat diprediksi dalam hal onset dan durasinya.
3. Efek samping hampir selalu reversibel dan akan hilang setelah perawatan
selesai.
4. Ada banyak opsi untuk membantu meminimalkan atau mencegah efek
samping.
5. Tidak ada hubungan antara ada atau parahnya efek samping dan efektivitas
obat.
g) Mekanisme resistensi
Mekanisme aksi 6-MP yaotu antimetabolit, merupakan obat yang diaktivasi
dengan hipoxhantine-guanine. HGPRTase pada nukleotida yang sitotoksik yang
mencegah berbagai mekanisme dari enzim yang memasuki purine metabolisme.
Resisten sel tumor yang sudah dikurangi aktivitasnya oleh HGPRTase atau
menambahkan produksi alkaline phosphatase yang mengaktivasi toksik
nukleotida.
h) Toksisitas
Dosis 6-MP 20% dosis biasa. Toksisitas mercaptopurine dapat dikaitkan dengan
polimorfisme genetik di thiopurine S -methyltransferase (TPMT) , nudix hidrolase
15 (NUDT15) , dan inosine triphosphate pyrophosphatase (ITPA)
Sumber :
MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 9, 2009/2010. Jakarta penerbit asli
(MIMS Pharmacy Guide)
Moriyama, T.et al 2016. "Polimorfisme NUDT15 mengubah metabolisme
tiopurin dan toksisitas hematopoietik". Jepang . Genetika Alam . 48 (4):
367–73. doi : 10.1038
vi. 5-Fluorouracil
a) Target Kerja :
bekerja pada sel yang aktif menjalankan daur sel di mana diperlukan aktivitas TS
untuk sintesis basa penyusun DNA. TS diekspresikan tinggi pada fase G1 melalui
perantara aktivitas transkripsi dari E2F.
b) Mekanisme Kerja :
menghambat pembentukan thymine yang diperlukan untuk sintesis DNA.
Metabolisme di hati menjadi bentuk tidak aktif, ekskresi terutama melalui ginjal.
c) Rumus Struktur
d) Farmakokinetik
5-FU mengkonversi menjadi fluorouridine monophosphate (FUMP) juga secara
langsung oleh orotate phosphoribosyl transferase (OPRT), atau secara tidak langsung
via fluorouridine (FUR) melalui aksi berurutan dari uridine phosphorylase (UP) dan
uridine kinase (UK). FUMP kemudian difosforilasi menjadi fluorouridine
diphosphate (FUDP), yang dapat juga difosforilasi lebih lanjut menjadi metabolit
aktif fluorouridine triphosphate (FUTP), atau dikonversi menjadi fluorodeoxyuridine
diphosphate (FdUDP) oleh ribonucleotide reductase (RR). Di sisi lain, FdUDP dapat
pula di fosforilasi atau didefosforilasi menjadi metabolit aktif masing-msaing FdUTP
dan FdUMP. Jalur aktivasi alternatif lainnya melibatkan thymidine phosphorylase
yang mengkatalisis konversi 5-FU menjadi fluorodeoxyuridine (FUDR), kemudian
difosforilasi oleh thymidine kinase (TK) dan menjadi thymidylate synthase (TS)
inhibitor, FdUMP. Ada pula enzim Dihydropyrimidine dehydrogenase (DPD) yang
mengkonversi 5-FU menjadi dihydrofluorouracil yang tidak aktif.
e) Indikasi :
Kanker kolon, kanker rektum, kanker payudara, kanker lambung, kanker pankreas.
f) Efek Samping :
dari 5-FU yang ditemukan pada pasien antara lain neutropenia, stomatitis, diare, dan
hand-food syndrome.
g) Mekanisme Resistensi:
penghambatan sintesis DNA yang disebabkan sel kekurangan deoksitimidin trifosfat
(dTTP). Peningkatan ekspresi TS pada sel kanker merupakan respon sel yang dapat
mengakibatkan resistensi terhadap 5-FU.
h) Toksisitas : maksimum 800 mg/hari.
vii. Gemcitabine
a) target kerja
d) Farmakokinetik
viii. Vincristine
a) Target kerja
Hati
b) Mekanisme kerja
Menghambat terbentuknya tubulin dan menghambat polimerasi microtubules
yang penying pada pembentukan mitotic spindle.
c) Rumus struktur
d) Farmakokinetik
Cepat terdistribusi ke jaringan, dimetabolisme luas di hati dan ekskresi luas
melalui empedu.
e) Indikasi
Untuk pengobatan leukemia akut, limfoma ganas, penyakit Hodgkin, eritraemia
akut dan panmyelosis akut.
f) Efek samping
Neurotoksik, konstipasi, ileus paralitik, alopesia, mual-muntah, diare dan
stomatitis.
g) Mekanisme resistensi
Resistensi obat ini bisa muncul akibat meningkatnya peredaran obat dari sel-sel
tumor melalui transporter obat membran.
h) Toksisitas
Vincristine tidak menyebabkan myelosuppresion yang pekat.
Dapus :
Anthony J, Trevor, Bertram G,Katzung., Susan B Masters. 2011 . Katzung and
Trevor Pharmacology: Eximination and Board Review. McGraw-Hill Profesional.
ix. Vinblastine
a) Target kerja : Fase M dan S
b) Mekanisme kerja
bertindak dalam fase M & S menghambat pembentukan mikrotubulus, yang
mengganggu pembentukan gelendong mitosis pada gilirannya menyebabkan
penghambatan selanjutnya pada sintesis DNA / RNA
c) Rumus struktur
d) Farmakokinetik
Penyerapan / Distribusi
Dalam tubuh manusia setengah dari vinblastine adalah 24,8 jam dan
metabolismenya melalui rute hati.Vinblastine dimetabolisme menjadi
deacetylvinblastine terutama di hati. Karena kelompok 4-asetil vinblastin
diketahui labil secara kimia, deacetylvin blastine telah dilaporkan sebagai
metabolit. Senyawa ini adalah lebih aktif secara biologis dari pada orang tua
keduanya di in vitro dan in vivo.Aktivitas sitotoksiknya sama dengan atau lebih
besar dari senyawa induk. Tidak ada yang lain metabolit aktif secara biologis
tampak nya hadir dalam urin atau tinja. Namun, deacetylvin blastine tidak
ditemukan dalam plasma manusia. Penelitian pada hewan menunjukkan
sensitivitas yang lebih tinggi laki-laki dibandingkan dengan perempuan.Ini
mungkin disebabkan fakta bahwa vinblastine sulit menembus kerang. Karena
laki-laki memiliki lebih dari ini kompartemen berpenetrasi buruk, pada dosis yang
sama tingkat (dalam mg / kg berat badan) paparan jaringan lain pada pria lebih
tinggi dari pada wanita.
Eliminasi
Vinblastine diekskresikan melalui empedu dan rute ginjal. Studi radiolabel telah
menunjukkan hal itu
Konversi metabolism sedikit dari vinblastine menjadi deacetylvinblastine selama
beberapa jam pertama setelah dosis. Bahkan setelah dua puluh empat jam,
sejumlah besar vinblastin ditahan tubuh. Jadi jaraknya relative lambat dari tubuh
manusia.
e) Indikasi
Vinblastine adalah obat kemoterapi diberikan untuk perawatan berbagai manusia
kanker termasuk leukemia, limfoma, payudara dan kanker paru-paru
f) Efek samping
Anemia, leukopenia, myelospresan, alopecia
Sumber :Inam, UlHaqu, and Hina Saba. 2010. Vinblastin : A review .
J.Chem.Soc.Pak., Vol. 32, No. 2. Department of Chemistry, University of
Engineering and Technology Lahore 54890: Pakistan
x. Etoposide
a) Target Kerja :
DNA seluler (DNA Topoisomerase D)
b) MekanismeKerja :
Menghambat transpor nukleosida aktif dalam sel mastocytoma dan hela, yang
menghasilkan penghambatan penggabungan ke dalam DNA (21,34) Komponen laju
difusional dari transpor nukleosida tidak dihambat, dan demikian juga fosforilasi
nuklikosida menjadi nukleotida. Karena konsentrasi etoposide yang diperlukan untuk
menghambat transpor nukleosida jauh lebih tinggi daripada yang diperlukan untuk
efek sitotoksiknya, proses penghambatan ini mungkin tidak relevan dengan aksi
sitotoksik obat.
c) RumusStruktur :
d) Farmakokinetik :
Obat ini telah ditemukan dalam cairan serebrospinal; biasanya kadar ini adalah 0,2-
14,3% darikadar plasma yang ditemukan pada pasien yang sama. Penggalian kedua
obat terutama dalam urin, dengan sekitar 50% dari radio aktivitas diberikan dalam
urin dalam waktu 72 jam setelah pemberian. Ekskresi tinja bervariasi, dengan jumlah
yang bervariasi dari 0 hingga 16% dari radio aktivitas yang diberikan dalam tinja
pasien yang diberikan etoposide intravena. Dalam kasus etoposide, 67% dari radio
aktivitas urin adalah dalam bentuk obat yang tidak berubah, dan metabolit utama
telah terbukti asam yang sesuai dengan metabolit utama.
e) Indikasi :
Etoposide adalah salah satu agen tunggal paling aktif pada kanker paru-paru dengan
tingkat respons agen tunggal komposit sebesar 44%.
f) EfekSamping :
Efeksamping yang timbulberupa leukopenia, mual, ekstravasasi, alergi, nyeri,
kesemutan, nafsumakanturun, rambutrontok, depresisumsumtulang.
g) MekanismeResistensi :
Darmawan, Endang., Reina Melani., dan Budi Raharjo. 2019. Gambaran Hubungan
Regimen Dosis dan Efek Samping Kemoterapi pada Pasien Kanker di RSUD Prof.
Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Periode Bulan Januari-Februari Tahun 2019.
Majalah Farmaseutik Vol. 15 No. 2: 113-122.
Jaffrezou, J.-P., Chen, G., Duran, G. E., Kuhl, J.-S., &Sikic, B. I. 1994. Mutation
Rates and Mechanisms of Resistance to Etoposide Determined From Flucattion
Analysis. JNCI Journal of the National Cancer Institute, 86(15), 1152–1158.
Maanen , J. M. S. Van., J. Retel, J. de Vries., dan H. M Pinedo. 1988. Mechanism of
Action of Antitumor Drug Etoposide. Journal of the National Cancer Institute Vol. 8
No.19
xi. Topotecan
a. Target
menghambat topoisomerase I, yang penting untuk replikasi DNA dalam sel manusia
(Harvey,2009).
b.mekanisme
menghasilkan DNA yang merusak, dengan menghambat topoisomerase I. obat ini
merusak DNA dengan menghambat enzim yang memotong dan menurunkan untai
DNA tunggal selama proses perbaikan DNA normal (katzung,2003).topotecan adalah
inhibitor topoisomerase I yang bermanfaat secara klinis pertama. SN-38 (metabolit
aktif dari irinotecan) terbentuk dari irinotecan yang dimediasi oleh carboxylesterase
SN-38 kira-kira 1000 kali lebih kuat dari irinotecan sebagai penghambat
topoisomerase I. Topoisomerase mengurangi ketegangan torsional dalam DNA
dengan menyebabkan kerusakan reversal, untai tunggal. Dengan mengikat ke
kompleks enzim-DNA, topotecan atau SN-38 mencegah religasi dari istirahat untai
tunggal (Harvey,2009).
c.Rumus struktur : C23H23N3O5 •HCl
d.Farmakokinetik
Topotecan dihilangkan secara renial,diinfuskan IV. Hidrolisis cincin lakton
menghancurkan aktivitas obat-obatan ini. Baik obat-obatan dan metabolitnya
dieliminasi dalam urin. Oleh karena itu, dosis mungkin harus dimodifikasi pada
pasien dengan gangguan fungsi ginjal(Harvey,2009) Obat-obatan ini harus diberikan
secara parenteral. dimana menembus sebagian besar jaringan kecuali cairan
serebrospinal. obat ini dibersihkan terutama melalui ekskresi empedu
(Katzung,2003).
e.Indikasi
Digunakan sebagai terapi lini kedua untuk kanker ovarium lanjut dan kanker paru-
paru sel kecil. Irinotecan digunakan untuk kanker kolorektal metastatik.
f.Efek samping
Penekan sumsum tulang — terutama neutropenia — adalah toksisitas pembatas dosis
untuk topotecan. Hitung darah tepi yang sering harus dilakukan pada pasien yang
menggunakan obat ini.Topotecan tidak boleh digunakan pada pasien dengan jumlah
neutrofil pada awal kurang dari 1500 sel / mm3. Hal tersebut dapat mengakibatkan
infeksi dan kematian. Komplikasi hematologis lainnya, termasuk trombositopenia dan
anemia, juga dapat terjadi. Efek nonhematologis termasuk diare, mual, muntah,
alopesia, dan sakit kepala. Myelosupresi juga terlihat dengan irinotecan, dan diare
yang tertunda mungkin parah dan memerlukan pengobatan dengan
loperamide(Harvey,2009)
g.Mekanisme resitensi
Beberapa mekanisme dapat menjelaskan resistensi. Diantaranya adalah kemampuan
untuk mengangkut obat keluar dari sel, penurunan kemampuan untuk mengubah
irinotecan menjadi metabolit SN-38 aktif, atau regulasi atau mutasi pada
topoisomerase I(Harvey,2009).
Sumber :
Harvey,Richard A.2009. Lippincott's Illustrated Reviews: Pharmacology, 4th. Ed.
Lippincott Williams & Wilkins
Katzung, Bertram G. 2004. pharmacology examination & board review 9th edition.
Singapore: The McGraw-Hill Companies, Inc. p. 270.
Strel’tsov,S.A.,dkk.2001.Interaction of Topotecan, DNA Topoisomerase I Inhibitor,
with Double-Stranded Polydeoxyribonucleotides 1. Topotecan Dimerization in
Solution.MAIK Nauka /Interperiodica.
xii. Paclitaxel
a. Terget kerja
Inaktivasi BCl 2
b. Mekanisme
Menginduksi polimerisasi tubulin dan menghambat penguraian mikrotubulus,
inaktivasi bcl-2. bekerja dengan berikatan pada tubulin subunit β, menginduksi
polimerisasi tubulin dan menstabilkan mikrotubulus. Mikrotubulus yang dihasilkan
dengan kemoterapi golongan taxane resisten terhadap penguraian. Hal ini
mengakibatkan gangguan proses mitosis dan akhirnya mengakibatkan apoptosis atau
kematian sel. Kemoterapi golongan taxane bekerja pada siklus sel fase G2-M
c. Rumus struktur
d. Farmakokinetik
Pada penelitian awal, paclitaxel yang diberikan secara infus menunjukkan
farmakokinetik yang bersifat linear, namun penelitian-penelitian berikutnya
menunjukkan bahwa farmakokinetik paclitaxel bersifat non-linear disebabkan
kejenuhan distribusi, metabolisme, dan eliminasinya.Farmakokinetik bersifat non-
linear ini terutama terlihat pada infus selama 3 jam. Karena sifatnya yang non-linear,
tidak terdapat kaitan proporsional antara dosis dan AUC. . Paclitaxel berikatan
dengan protein plasma (95%)Paclitaxel mengalami metabolisme di hati, yang
diperantarai oleh cytochrome P450 isoform CYP2C8 dan CYP3A4 yang berperan
minor. Sebagian besar dosis paclitaxel diekskresi melalui empedu, hanya sekitar 1-
12% diekskresi melalui urin dalam bentuk utuh. Rerata waktu paruh eliminasi
terminal paclitaxel sekitar 3-50 jam.
e. Indikasi
Pengobatan kanker payudara, kanker serviks, kepala dan leher, melanoma metastatik,
gaster, kandung kemih, tiroid anaplastik, testis
f. Efek samping
Efek samping yang predominan pada pemberian paclitaxel adalah efek samping
hematologi (neutropenia atau leukopenia) dan neuropati perifer.Efek samping lain
antara lain mialgia dan artralgia, alopesia, diare, mukositis, dan beberapa
abnormalitas jantung. Jika terjadi neutropenia berat atau neuropati perifer berat, dosis
paclitaxelditurunkan 20% pada siklus berikutnya.Leukopenia, neutropenia, dan
granulositopenia derajat 4 dijumpai pada pasien yang mendapat paclitaxel 135-250
mg/m2, infus 24 jam. Insidens tersebut menurun jika paclitaxel diberikan bersama fi
lgrastim atau paclitaxel 135-175 mg/m2 diberikan dengan infus 3 jam.Lamanya
neutropenia umumnya berlangsung 3-10 hari.Trombositopenia dan anemia derajat 3-4
lebih jarang dijumpai. Sel-sel saraf mengandung sejumlah mikrotubulus, oleh karena
itu lebih sensitif terhadap efek toksik paclitaxel. Neuropati yang dijumpai mengikuti
pola ‘stocking and glove’dan melibatkan manifestasi neurosensori seperti disestesia
dan parestesia dengan menurunnya sensasi getar, proprioseptif, pinprick, dan suhu
serta tidak adanya reflex tendon dalam. Neuropati perifer cenderunglebih sering
dijumpai pada pasien diabetes, dengan riwayat neuropati atau yang sebelumnya telah
mendapat kemoterapi.
g. Mekanisme resistensi
tubulin subunit β, menginduksi polimerisasi tubulin dan menstabilkan mikrotubulus.
Mikrotubulus yang dihasilkan dengan kemoterapi golongan taxane resisten terhadap
penguraian. Hal ini mengakibatkan gangguan proses mitosis dan akhirnya
mengakibatkan apoptosis atau kematian sel
h. Toksisitas
Toksisitas pada jantung pernah dilaporkan pada pemberian paclitaxel. Kejadiannya
bersifat asimtomatik dan membutuhkan pemantauan kardiak secara kontinu. Kejadian
yang pernah dilaporkan antara lain aritmia ventrikuler, bradikardi, hambatan
konduksi atrioventrikuler, bundle branch block, dan iskemik jantung. Oleh karena itu,
perlu dilakukan pemantauan tanda-tanda vital (terutama pada jam pertama) selama
infus paclitaxel. Selain itu toksisitas dapat berupa Neutropenia Neuropati perifer,
Bradikardi.
Sumber :
Hastarita, Lawrenti. 2013. Kemoterapi Golongan Taxane. Jakarta: Medical
Departement, PT Kalbe Farma Tbk.
xiii. Docetaxel
a. Target kerja
Tubulin subunit β pada mikrotubulus sel
b. Mekanisme kerja
Bekerja dengan berikatan pada tubulin subunit β, menginduksi polimerisasi tubulin
dan menstabilkan mikrotubulus.1 Mikrotubulus yang dihasilkan dengan kemoterapi
golongan taxane resisten terhadap penguraian.1 Hal ini mengakibatkan gangguan
proses mitosis dan akhirnya mengakibatkan apoptosis atau kematian sel1. Kemoterapi
golongan taxane bekerja pada siklus sel fase G2-M.5Walaupun kedua golongan
taxane ini berikatan pada tubulin subunit β, docetaxel memiliki afi nitas lebih tinggi
(1,9 kali) dibandingkan paclitaxel dan menginduksi polimerisasi tubulin pada
konsentrasi yang lebih rendah (2,1 kali).6Docetaxel juga tertahan lebih lama di dalam
sel dibandingkan paclitaxel, hal ini yang menjelaskan bahwa docetaxellebih poten
dibandingkan paclitaxel dalam menginduksi sitotoksisitas secara in vitro dan pada
tumor xenograft.
c. Rumus struktur
d. Farmakokinetik
farmakokinetik docetaxel bersifat linear. Perubahan AUC dan bersihan proporsional
dengan perubahan dosis. Docetaxel berikatan dengan protein plasma (> 90%),
dimetabolisme oleh enzimcytochrome P450. Sebagian besar dosis diekskresikan di
feses dan sebagian kecil di urin (2-9%). Waktu paruh eliminasi terminal docetaxel
sekitar 10-18 jam.
e. Indikasi
terapi tambahan pada kanker payudara node positif dan node negatif yang dapat
dioperasi diberikan secara kombinasi dengan doksorubisin dan siklofosfamid, kanker
payudara stadium lanjut atau metastase dalam kombinasi dengan doksorubisin untuk
kemoterapi awal atau terapi tunggal untuk kanker payudara stadium lanjut atau
metastase yang gagal diobati dengan antrasiklin atau zat pengalkilasi, kanker
payudara metastase dengan tumor over express HER2 untuk kemoterapi awal dalam
kombinasi dengan trastuzumab, kanker payudara stadium lanjut atau metastase dalam
kombinasi dengan kapesitabin yang gagal diobati antrasiklin, kanker paru non small
cell stadium lanjut atau metastase yang gagal diobati dengan kemoterapi sebelumnya
atau dalam kombinasi dengan sisplatin/karboplatin untuk kemoterapi awal, kanker
ovarium metastase yang gagal diobati dengan kemoterapi sebelumnya,
adenokarsinoma gastrik metastase termasuk adenokarsinoma gastroesophageal
junction sebagai kemoterapi awal dalam kombinasi dengan sisplatin dan 5-
fluorourasil, kanker lanjut squamous cell pada kepala dan leher dalam kombinasi
dengan sisplatin dan 5- fluorourasil, kanker prostat metastase dalam kombinasi
dengan prednison/prednisolon.
f. Efek samping
sangat umum: infeksi (termasuk sepsis dan pneumonia), neutropenia, anemia, febrile
neutropenia, hipersensitivitas, anoreksia, neuropati sensorik perifer, neuropati motor
perifer, disgeusia, dispnea, stomatitis, diare, mual, muntah, alopesia, reaksi kulit,
gangguan kuku, mialgia, retensi cairan, astenia, nyeri; umum: infeksi akibat
neutropenia G4, trombositopenia, aritmia, hipotensi, hipertensi, hemoragik,
konstipasi, nyeri abdomen, hemoragik gastrointestinal, artralgia, reaksi tempat infus,
nyeri dada non-kardiak, peningkatan bilirubin darah, peningkatan fosfatase alkali
darah, peningkatan AST, peningkatan ALT; tidak umum: gagal jantung, esofagitis;
jarang: perdarahan akibat trombositopenia tingkat 3/4
g. Mekanisme resistensi
Konsentrasi obat terbatas oleh karna vaskularisasi yang tidak adekuat, kegagalan sel
untuk mengubah obat kedalam bentuk aktif, impermeabilitas dinding sel terhadap
sitostatika, perubahan spesifitas enzim dalam sel, dan katabolisme yang berlebihan
oleh sel tumor.
h. Toksisitas
Efek toksisitas utama docetaxel yaitu neutropenia bersifat reversibel, nonkumulatif.
Efek samping ini dilaporkan pada > 90% pasien yang mendapat docetaxel 100
mg/m2setiap 3 minggu. Neutropenia terjadi dalam 5-12 hari setelah pemberian
docetaxel dan lamanya rerata 7-8 hari Walaupun docetaxel tidak diformulasikan
dalam cremophor, reaksi hipersensitivitas pernah dilaporkan pada 33% pasien yang
mendapat docetaxel tanpa premedikasi. Reaksi hipersensitivitas dapat terjadi selama 2
siklus pertama dan beberapa menit setelah terapi. Reaksi tersebut mengalami
pemulihan dalam 15 menit setelah terapi dihentikan. Untuk mengurangi insidens dan
tingkat keparahan reaksi hipersensitivitas, diberikan premedikasi dexamethasone oral
16 mg/hari selama 3 hari - 1 hari sebelum kemoterapi, hari kemoterapi, dan 1 hari
setelah kemoterapi.
Sumber :
BPOM RI, 2008, Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI), Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta. Terdapat di:
http://pionas.pom.go.id/ioni/pedoman-umum
Lawrenti, Hastarita. 2013. Kemoterapi Golongan Taxane. Medical Department, PT
Kalbe Farma Tbk., Jakarta, Indonesia. CDK-209/ vol. 40 no. 10, th. 2013.i
xiv. Doxorubicin
a. Target Kerja: DNA sel kanker dan enzim topoisomerase
b. Mekanisme Kerja
Bekerja dengan cara mengikat DNA sel kanker yang akan mempengaruhi transkripsi
dan replikasi, dan memblok enzim topoisomerase II yang membuat DNA menjadi
kusut dan sel kanker tidak dapat membelah dan tumbuh. Selain itu, Doxorubicin
bekerja dengan cara pengikatan membran sel yang menyebabkan aliran dan transport
ion, pembentukan radikal bebas semiquinon dan radikal bebas oksigen melalui proses
yang tergantung besi dan proses reduktif yang diperantarai enzim. Mekanisme radikal
bebas ini telah diketahui bertanggungjawab pada kardiotoksisitas akibat antibiotik
antrasiklin (Bruton et al, 2005).
c. Rumus struktur
d. Farmakokinetik
Doxorubisin tidak stabil dalam lingkungan asam sehingga tidak dapat diberikan
secara oral, melainkan melalui intravena. Setelah pemberian intravena, konsentrasi
obat dalam plasma akan meningkat secara cepat dan segera didistribusikan ke dalam
jaringan. Pengikatan obat oleh jaringan disebabkan oleh volume distribusi obat yang
sangat tinggi (>500 L/m2). Kadar antrasiklin (doxorubicin) didalam jaringan dapat
mencapai 100 kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan kadar obat dalam plasma,
dan obat dapat bertahan dalam waktu yang lama. Doxorubisin mempunyai waktu
paruh 30 jam. (Irwan., dkk. 2007)
e. Efek samping
Terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan karena pembebasan radikal bebas
sewaktu metabolisme Doxorubicin. Efek samping lain yang dapat terjadi adalah
myelotoksisitas, rambut rontok, mual muntah, amenorrea, neutropenia selewat.
f. Mekanisme resistensi
Adanya overekspresi PgP yang menyebabkan doxorubicin dipompa keluar sel dan
konsentrasi doxorubicin dalam sel turun. Perubahan biokimiawi lain pada sel yang
resisten doxorubicin antara lain peningkatan aktivitas glutation peroksidase,
peningkatan aktivitas maupun mutasi topoisomerase II, serta peningkatan
kemampuan sel untuk memperbaiki kerusakan DNA (Bruton et al., 2005)
g. Toksisitas
Toksisitas kronis doxorubicin kemungkinan diperantarai oleh konversi metabolik
doxorubicin menjadi doxorubicinol yang melibatkan berbagai enzim antara lain
karbonil reduktase. Mekanisme utama toksisitas doxorubicinol terjadi karena
interaksinya dengan besi dan pembentukan reactive oxygen species (ROS) yang
merusak makromolekul sel (Minotti et al, 2004). Cardiomyopathy pada pemakaian
doxorubicin kemungkinan juga terjadi akibat peningkatan produksi oksidan di
jantung.
Sumber :
Bruton, L., Lazo, J. S., and Parker, K. L., 2005. Goodman & Gilman’s The
Pharmacological Basis of Therapeutics, 11th Edition. McGrawHill: Lange
Irwan Harpen Siahaan., dkk. 2007. Dampak Kardiotoksik Obat Kemoterapi Golongan
Antrasiklin. Sari Pediatri, Vol. 9, No. 2
Minotti, G., Menna, P., Salvatorelli, E., Cairo,G., and Gianni, L. 2004. Anthracyclins:
Molecular Advances and Pharmacologic Developments in Antitumor Activity and
Cardiotoxicity. Pharmacol Rev., 56:185-228.
xv. Bleomycin
a. Target Kerja : mengikat DNA sel kanker sehingga sel tidak dapat berkembang
b. Mekanisme Kerja : obat ini merupakan obat kemoterapi yang bekerja dengan cara
mengikat DNA sel kanker sehingga sel tidak dapat berkembang. Bleomycin juga
menyebabkan terbentuknya radikal bebas yang dapat merusak DNA sel kanker.
c. Rumus struktur:
d. Farmakokinetik: 100% dan 70% setelah pemberian intramuscular dan
subkutan,masing-masing dan 45% setelah pemberian intraperitoneal dan intrapelural.
Eliminasi waktu paruh 2 jam. Indikasi ; kanker pada kulit termasuk kanker pada
penis,skrotum dan vulva. Kanker pada kepala dan leher, kanker esophagus,kanker
serviks, limfoma maligna, retikulosarkoma, limfosarkoma, Hodgkin.
e. Indikasi : Kanker pada kulit termasuk kanker pada penis,skrotum dan vulva.
Kanker pada kepala dan leher, kanker esophagus,kanker serviks, limfoma maligna,
retikulosarkoma, limfosarkoma, Hodgkin.
f. Efek samping: toksisitas paru-paru, pneumonitis, fibrosis paru, pireksia, penebalan
dimdimg vena, mual, muntah, anafilaksis, ruam obat.
g. Resistensi obat : resistensi dapat terjadi karena obat terlalu jarang dipakai atau
lokasi tumor yang menghambat efektivitas obat.
Sumber:
Ikatan Apoteker Indonesia. 2017. ISO Volume 51. Jakarta: Penerbit ISFI
Joyce, L Lee dan Evelyn R Hayes. 1996. Farmakologi Proses Pendekatan
Keperawatan. Jakarta: EGC
Tjay, Hoan Tan. 2018. Obat-Obat Penting. Jakarta: IkAPI
xvi. Imatinib
a. Target kerja: Enzim kinase yaitu abl (proto-onkogen Abelson), c-kit, dan PDGF-R
(faktor reseptor pertumbuhan turunan-platelet).
b. Mekanisme kerja
Imatinib bekerja dengan menghambat secara kompetitif pada sisi ikatan ATP dalam
ABL Kinase untuk memperlambat proses konformasi, yang menyebabkan
penghambatan fosforilasi tirosin yang terlibat dalam transduksi sinyal BCR-ABL
c. Rumus struktur
d. Farmakokinetik
Imatinib cepat diserap kompilasi diberikan melalui mulut, dan sangat bioavailable:
98% dari dosis oral mencapai aliran darah. Metabolisme imatinib terjadi di hati dan
dimediasi oleh beberapa isozim dari sistem sitokrom P450, termasuk CYP3A4 dan,
pada tingkat lebih rendah, CYP1A2, CYP2D6, CYP2C9, dan CYP2C19. Metabolit
utama, turunan piperazine N- terdetilasi, juga aktif. Rute utama eliminasi adalah
empedu dan feses; hanya sebagian kecil obat yang diekskresikan dalam urin.
Sebagian besar imatinib dihilangkan sebagai metabolit; hanya 25% dihilangkan tidak
diubah. Waktu istirahat imatinib dan metabolisme masing-masing adalah 18 jam dan
40 jam. Ini mengalihkan aktivitas Abelson sitoplasma tirosin kinase (ABL), c-Kit dan
faktor reseptor pertumbuhan yang diturunkan platelet (PDGFR). Sebagai penghambat
PDGFR, imatinib mesylate memiliki kegunaan dalam pengobatan berbagai penyakit
kulit. Imatinib telah meluncurkan sebagai pengobatan yang efektif untuk penyakit sel
mast FIP1L1-PDGFRalpha +, sindrom hypereosinophilic, dan protuberans
dermatofibrosarcoma.
e. Indikasi
Pengobatan leukemia mieloid kronis (CML) pada krisis blast, pengobatan fase
accelerated, atau dalam fase kronik setelah gagal terapi alfa-interferon (PIONAS).
f. Efek samping
Efek samping yang dapat muncul pada pemakaian TKI Imatinib adalah nyeri tulang,
sendi dan otot, yang biasanya bisa terjadi pada pemakaian pertama TKI, dan akan
hilang dalam beberapa hari atau minggu. Mual ringan, muntah, diare, dispepsia, nyeri
abdomen, flatulen, konstipasi, mulut kering; infeksi; neutropenia, trombositopenia,
anemia, demam neutropenia, pansitopenia; anoreksia; sakit kepalal, pusing, gangguan
rasa, paraestesia, insomnia; konjungtivitis, peningkatan lakrimal; dermatitis/
eksim/kemerahan; nyeri otot, kram otot dan spasmus otot, myalgia, udem permukaan;
pembengkakan sendi; retensi cairan, pireksia, kelelahan, kekakuan, lemah;
peningkatan berat badan.
g. Mekanisme resistensi
Situs aktif tirosin kinase masing-masing memiliki situs pengikatan untuk ATP.
Aktivitas enzim yang dikatalisis oleh tirosin kinase adalah pemindahan terminal
fosfat dari ATP ke residu tirosin pada substratnya, suatu proses yang dikenal sebagai
fosforilasi protein tirosin. Imatinib bekerja dengan mengikat dekat dengan situs ATP
yang mengikat bcr-abl, menguncinya dalam konformasi tertutup atau self-inhibited,
dan menggunakan ikatan aktivitas protein secara semi-kompetitif. [26] Fakta ini
menjelaskan mengapa banyak mutasi BCR-ABL dapat menyebabkan resistensi
terhadap imatinib dengan menggeser kesetimbangannya ke Arah konformasi terbuka
atau aktif
Respon terapi yang diharapkan tidak disetujui pada penggunaan imatinib mesylate
ditolak karena adanya resistensi. Resistensi ini dapat terbagi menjadi resistensi primer
dan sekunder, perlindungan utama penyebab resistensi adalah mutasi, ekspresi
berlebih dari Bcr-Abl dan kadar imatinib mesylate itu sendiri.
h. Toksisitas
Sampai saat ini, tidak ada bukti yang cukup tentang durasi terapi imatinib mesylate
pada LGK fase kronik. Penelitian STop IMatinib (STIM), 69 penderita diterapi
imatinib mesylate lebih dari 12 bulan, 39% tetap menghabiskan respons molekuler
lengkap (CMR), 58% mengurangi kekambuhan dalam waktu 6 bulan setelah
penghentian imatinib mesilat. Hasil penelitian STIM menunjukkan penghentian
imatinib mesylate Diperoleh hanya pada penderita CMR berkelanjutan atau tidak
terdeteksinya transkrip Bcr-Abl melalui pemeriksaan quantitave real time polymerase
chain reaction (qRT-PCR) minimal 2 tahun.
Sumber :
Gambacorti-Passerini CB, Gunby RH, Piazza R, Galietta A, Rostagno R, Scapozza L.
2003. Hubungan Molekuler Resistensi Terhadap Imatinib Di Philadelphia-Leukemia
Positif-Kromosom. Lancet Oncol. 4 (2): 75–85
O'Brien S, Berman E, Moore OJ, Ibarz PJ, Radich PJ, Shami JP Et Al. The Selection
Of Tyrosine Kinase Inhibitor Therapy In The Management Of Patients With Chronic
Myelogenous Leukemia. National Comprehensive Cancer Journal Network. Volume
9: 1-25.
Schienfeld N. 2006. Tinjauan Umum Imatinib Mesylate (Gleevec) Untuk Penyakit
Dermatologis. Jurnal Obat Dermatol. 5 (2): 117–22.
Wardani, Indah Sapta. 2019. Tasigna Induced Muscoskeletal Disorder Pada Pasien
Cronic Myeloid Leukimia. Jurnal Kedokteran Unram Volume 8 Nomor 1.
Wardati, Y. 2018. Analisa Efektivitas Biaya Penggunaan Imatinib Dan Nilotinib Pada
Pasien Leukemia Myeloid Kronis Di Suatu Rumah Sakit Di Bandung. Prosiding
Seminar Bakti Tunas Husada. Vol. 1, No. 1.
xvii. Trastuzumab
a. Target kerja :
Target dari obat ini adalah protein berupa reseptor HER2. Reseptor HER2 ini
berperan dalam perkembangan sel-sel kanker sehingga dengan menangkap HER2,
dapat menyebabkan sel-sel kanker mati. Tidak semua sel kanker payudara
mengekspresikan HER2, yang bekerja sebagai anti-EGFR (HER2), atau antibodi
monoklonal yang ditujukan pada mediator itu sendiri.
b. Mekanisme kerja : menstimulasi sel limfosit dengan antigen yang dalam hal ini
adalah protein reseptor HER2. Kerjanya Mengganggu interaksi heterodimeric Her-2
dengan EGFR lainnya , Memodulasi imunitas, mengaktifkan NK-sel yang
dimasukkan dalam sitotoksisitas seluler yang bergantung pada antibody
c. Struktur :
d. Farmakokinetik :
Distribusi: Volume distribusi: 44 mL / kg (as trastuzumab); 3,13 L (sebagai
trastuzumab emtansine).
Metabolisme : Sebagai trastuzumab emtansine: Mengalami dekonjugasi dan
katabolisme melalui proteolisis dalam lisosom seluler.
Ekskresi: Paruh waktu eliminasi: 6 hari (dosis mingguan); 16 hari (3 rejimen
mingguan); sekitar 4 hari (seperti trastuzumab emtansine). Eliminasi dapat
melibatkan pembersihan IgG melalui sistem retikuloendotelial.
e. Indikasi : (Herceptin) Indikasi: terapi yang ditargetkan untuk Her-2 / Neu (+3) Her-
2 / Neu adalah protein yang meningkatkan pertumbuhan & diferensiasi sel. Dewasa:
Kanker payudara metastasis IV Sebagai monoterapi atau terapi kombinasi: Awal: 4
mg / kg selama 90 menit diikuti dengan 2 mg / kg selama 30 menit pada interval
minggu sampai perkembangan penyakit. Sebagai trastuzumab emtansine: 3,6 mg / kg
sebagai infus 3 minggu (siklus 21 hari). Admin dosis awal selama 90 menit. Dosis
selanjutnya dapat diberikan sebagai infus selama 30 menit. Kanker payudara dini
Untuk perawatan setelah kemoterapi, radioterapi atau operasi. Awal: 4 mg / kg
selama 90 menit diikuti 2 mg / kg selama 30 menit setiap minggu selama 1 tahun atau
sampai kambuhnya penyakit, mana yang terjadi pertama kali. Atau, dosis awal 8 mg /
kg selama 90 menit diikuti oleh 6 mg / kg selama 30-90 menit pada interval 3 minggu
selama 1 tahun atau sampai kambuh penyakit, mana yang terjadi pertama kali. Kanker
lambung Untuk metastasis: Awal: 8 mg / kg lebih dari 90 menit diikuti oleh 6 mg / kg
selama 30-90 menit pada interval 3 minggu sampai perkembangan penyakit. Semua
dosis diberikan melalui infus IV.
f. Efek samping : Efek samping utama dari trastuzumab adalah gangguan jantung
terutama bila dikombinasi dengan anthracycline (seperti doxorubicin, epirubicin).
Akan tetapi, berbeda dengan gangguan jantung akibat anthracycline, disfungsi
jantung akibat trastuzumab tidak bergantung dosis dan sebagian besar bersifat
reversible atau akan perbaikan apabila pemberian trastuzumab dihentikan.
g. Mekanisme reaksi : Human epidermal growth factor receptor 2 (HER2) adalah gen
yang menghasilkan protein HER2, sebuah reseptor tipe tirosin kinase. HER2
merupakan sebuah proto-onkogen yang terletak pada kromosom 17q12. Sebenarnya
belum ditemukan ligan yang berpasangan dengan HER2. Namun, HER2
diekspresikan secara berlebihan pada sel kanker dan dianggap mendorong proses
pertumbuhan dan menghambat apoptosis atau kematian dari sel kanker tersebut.
h. Toksistas : Cardiomyopathy atau peradangan otot jantung. Akan terjadi pada saat
digunakan dengan obat kemoterapi jenis antrasiklin - Anemia. - Bintik merah pada
kulit (ruam). EKG Penggunaan selama kehamilan dapat membahayakan bayi. Salah
satu komplikasi yang lebih serius dari trastuzumab adalah efeknya pada jantung,
walaupun ini jarang terjadi. ] Dalam 2-7% kasus, trastuzumab dikaitkan dengan
disfungsi jantung, yang meliputi gagal jantung konestif . Akibatnya, skrining jantung
rutin dengan Pemindaian MUGA atau echocahrdiography umumnya dilakukan
selama masa pengobatan trastuzumab. Penurunan fraksi ejeksi tampaknya dapat
dibalik. Trastuzumab menurunkan regulasi neuregulin-1 (NRG-1), yang sangat
penting untuk aktivasi jalur kelangsungan hidup sel dalam kardiomiosit dan
pemeliharaan fungsi jantung. NRG-1 mengaktifkan jalur MAPK dan jalur PI3K /
AKT serta kinase adhesi fokus (FAK). Ini semua penting untuk fungsi dan struktur
kardiomiosit. Trastuzumab karenanya dapat menyebabkan disfungsi jantung.
Sumber :
Ardhiansyah, Aztil Okta. 2015. Breast Cancer : Surgery Mapping. Surabaya:
Airlangga University Press.
Hardjono, Suko. 2016. Obat Antikaker. Surabaya : Airlanggs University Press
Depkes RI. 2016. MIMS Petunjuk Konsultasi, Edisi 16. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu
Populer.
xviii. Bevacizumab
a. Target Kerja
Bevacizumab akan berikatan dan menetralisasi kerja dari VEGF. VEGF
mengendalikan proses fibrosis melalui angiogenesis, tetapi pada keadaan tertentu
akan berperan secara langsung pada aktifitas fibroplastik.
b. Mekanisme Kerja
c.Bevacizumab merupakan antibodi rekombinan monoklonal dengan jenis
imunoglobulin IgG1 yang spesifik terhadap Vascular Endothelial Growth Factor
(VEGF) pada manusia. Mekanisme kerjanya berikatan dengan VEGF sehingga dapat
menghambat aktivasi reseptor VEGF (VEGFR). VEGF pada sel kanker berperan
dalam merangsang pertumbuhan sel dan pembuluh darah. Oleh karena itu,
penghambatan VEGF dengan bevacizumab dapat mengganggu pertumbuhan dan
penyebaran sel kanker.
d. Rumus Struktur
e. Farmakokinetik
Bevacizumab mengikat VEGF dan mencegah interaksi VEGF dengan reseptornya
(Flt-1 dan KDR) di permukaan sel endotel. Interaksi VEGF dengan reseptornya
mengarah pada proliferasi sel endotel dan baru pembentukan pembuluh darah dalam
model in vitro angiogenesis. Administrasi bevacizumab ke xenotransplant model
kanker menyebabkan pengurangan pertumbuhan mikrovaskuler dan penghambatan
perkembangan penyakit metastasis.
f. Indikasi : Karsinoma kolorektat
g. Efek Samping : Penyembuhan luka yang buruk, proteinuria, dan alergi
h. Mekanisme Resistensi
Stabilisasi penyakit sementara atau regresi tumor oleh VEGF (R), tercermin oleh
perpanjangan PFS, kelangsungan hidup secara keseluruhan sering tidak (atau hanya
diabaikan) diperpanjang pada individu-individu ini. Misalnya, terapi bevacizumab
plus paclitaxel pada pasien kanker payudara metastatik atau monoterapi bevacizumab
pada pasien kanker memperpanjang PFS tetapi tidak bertahan hidup secara
keseluruhan.
i. Toksisitas : Terjadinya pendarahan perforasi, hipertensi, dan thrombosis.
Sumber :
Ciardicello F. Tortora G. A novel approach in the treatment of cancer targeting the
epidermal growth factor receptor. Clin Cancer Res 2001: 7: 2958-70.
xix. Prednisone
a. Mekanisme kerja
Fredison bekerja dengan menekan respon sistem kekebalan tubuh sehingga
mengurangi peradangan.
b. Target kerja : sistem imun
c. Struktur Molekul
d. Farmakokinetik :
Pada proses distribusi kortikosteroid dengan cepat dihapus dari darah dan
didistribusikan ke otot, hati, kulit, usus, dan kidneys.c Didistribusikan ke dalam ASI
dan lintas placenta.kortikosteroid dimetabolisme di sebagian besar jaringan, tetapi
terutama dalam hati, untuk tidak aktif compounds. Populasi Khusus Pada pasien
dengan hypothyroidism, izin metabolisme kortikosteroid menurun.Pada pasien
dengan hipertiroidisme, izin metabolisme kortikosteroid meningkat. Perubahan status
tiroid mungkin memerlukan penyesuaian dosis glukokortikoid
e. Efek samping : Obat prednisone dapat menyebabkan efek samping yang sering
terjadi jika dikonsumsi, seperti: mual, muntah, kehilangan nafsu makan, nyeri ulu
hati, kesulitan tidur, peningkatan keringat, masalah mata (katarak subkapsular,
glaukoma, infeksi), perubahan hasil lab darah (leukositosis, eusinopenia, polisitemia,
limfopenia), dan gangguan toleransi glukosa.
f. Indikasi : Sebagai obat antiinflamasi prednison dapat digunakan pada pengobatan
beberapa penyakit berikut ini: Reaksi inflamasi akut,Penyakit rematoid artitis,
Penyakit asma bronkhial, Penyakit lupus eritematosus, Penyakit pada kulit karena
peradangan atau alergi, Penyakit pada mata karena peradangan atau alergi, Penyakit
keganasan sistem limfatik neoplastis, Sindroma adrenogenital
g. Mekanisme resistensi : terjadinya resistensi terhadap pemberian rutin prednison
pada pasien yang menderita Idiopathic Thrombocytopenia Purpura autoimun
h. Toksisitas Glukokortikoid: Ada dua kategori efek toksik akibat dari pemakaian
glukokortikoid
• Akibat penghentian terapi steroid
• Akibat penggunaan dosis tinggi ( suprafisiologis ) dan lama
1. Akibat yang bisa terjadi pada penghentian terapi steroid adalah Kambuhnya
kembali penyakit yang kita obati Yang paling berat adalah insuffisiensi adrenal akut
akibat penghentian terapi mendadak setelah terapi steroid yang lama sehingga sudah
terjadi supresi aksis HPA( Hypothalamus -Pituitary-Adrenal ) yang tidak dapat segera
berfungsi dengan baik( 1,3,,4,5 )Terdapat variasi dari tiap individu mengenai berat
dan lama supresi adrenal sesudah terapi kortikosteroid sehingga sulit menentukan
resiko relatif untuk terjadinya krisis adrenal pada tiap individu.
2. Akibat terapi steroid dosis suprafisiologis : Selain supresi aksis HPA akibat
pemberian dosis suprafisiologis banyak kelainan-kelainan lain yang bisa terjadi.
Sumber :
Willey. 2014. Handbook Of therapeutic antibodies. Germany.
xx. Tamoxifen
a.Target kerja : Reseptor estrogen pada tumor
b.Mekanisme kerja
Tamoxifen, turunan triphenylethylene, menghasilkan kompleks nuklir dengan
mengikat secara kompetitif pada reseptor estrogen pada tumor dan target jaringan
lainnya, sehingga mengurangi sintesis DNA dan menghambat efek estrogen. Ini
adalah sitostatik daripada sitosidal karena akumulasi sel dalam fase G0 dan G1.
c.Struktur kimia
d.Farmakokinetik
Penyerapan: Diserap dengan baik dari saluran GI. Waktu untuk memuncak
konsentrasi plasma: 4-7 jam.
Distribusi: Didistribusikan ke dalam rahim, jaringan endometrium dan payudara.
Pengikatan protein plasma: 99%.
Metabolisme: Dimetabolisme secara luas oleh isoenzim CYP3A4, CYP2C9 dan
CYP2D6; dikonversi menjadi N-desmethyltamoxifen. Ini mengalami Store antara
20-25 ° C. Lindungi dari cahaya.
e. Indikasi: Hormonal terapi premenopause, kanker payudara
f. Efek samping: Kanker endometrium, Katarak, dan Perimenopausal symptoms: hot
flushes dan mood changes
g. Mekanisme resistensi
Estrogen mengikat reseptor hormonal dan menyebabkan peningkatan proliferasi
jaringan payudara. Tamoxifen menghambat estrogen melalui penghambatan pada
reseptor ini terutama pada jaringan payudara. Tamoxifen memiliki afinitas yang
rendah pada reseptor estrogen dan dalam prosesnya dikonversikan menjadi metabolit
aktif dan inaktif yang memiliki afinitas yang lebih tinggi pada reseptor-reseptor
tersebut. Kemampuan tamoxifen dalam menghambat proliferasi kanker payudara
yang mengekspresikan reseptor estrogen α (Erα) didapat melalui interaksi dengan
korepresornya. Nuclear receptor co-repressor (NcoR) dan silencing mediator for
retinoid and thyroid receptors (SMRT) merupakan protein korepresor yang direkrut
oleh 4-hidroksi-tamoxifen. Mekanisme korepresi dari NCoR dan SMRT masih belum
jelas, tetapi diperkirakan aktivitas histon deasetilasi berperan dalam represi
transkripsi. Represi dari aktivitas estrogen merupakan korepresor yang dipotensiasi
oleh 4-hidroksi-tamoxifen. Ketika distimulasi, resveratrol berkompetisi dengan
koaktifator untuk berikatan dengan estrogen yang terikat pada reseptornya dan
menghasilkan efek antagonis estrogen dari 4-hidroksi-tamoxifen.
h. Toksisitas
Dapat meningkatkan resiko terjadinya penggumpalan darah jika dikonsumsi dengan
antikanker lain seperti doxorubicin. Meningkatkan resiko pendarahan jika digunakan
dengan obat antiplatelet seperti aspirin.
Sumber :
Ardhiansyah, Azril Okta. 2015. Surgery Mapping Seri Onkologi 2 Breast Cancer.
Surabaya: Airlangga University Press.
The Monthly Index of Medical Specialities (MIMS)