Anda di halaman 1dari 42

ASUHAN KEPERAWATAN

HIPERBILIRUBIN

OLEH:
Ni Wayan Luh Tarini (20520250)
Irdawati (20720018)
Zuli Fentariani (20520044)
Lili (20420348)
Dodi Arisandi Ludji (20520229)
Rosyeveld Van Harling (20520437)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
DENPASAR
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERBILIRUBINEMIA (IKTERUS NEONATORUM)

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi / Pengertian
Hiperbilirubinemia / Ikterus neonatorum) adalah keadaan ikterus yang terjadi
pada bayi baru lahir yaitu meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan
ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya
berwarna kuning ( Ngastiyah, 1997).

2.Epidemiologi ( insiden kasus )


Pada sebagian besar neonatus, ikterik akan ditemukan dalam minggu pertama
kehidupannya. Dikemukan bahwa angka kejadian iketrus terdapat pada 60 % bayi
cukup bulan dan 80 % bayi kurang bulan. Ikterus ini pada sebagian penderita dapat
berbentuk fisiologik  dan sebagian lagi patologik yang dapat menimbulkan
gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian.

3. Klasifikasi
Ikterus neonatorum dibagi menjadi ikterus fisiologis dan patologis
( Ngastiyah,1997).
a. Ikterus Fisiologis
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah
Ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut (Hanifa, 1987, Ngastiyah, ):
 Timbul pada hari ke-2 dan ke-3 dan tampak jelas pada hari ke-5 dan ke-6.
 Kadar Bilirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada
neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan.
 Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari
 Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %
 Ikterus hilang pada 10 hari pertama
 Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis tertentu
 Bayi tampak biasa, minum baik, berat badan naik.

b. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia
Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu
nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak
ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang
patologis.
Karakteristik ikterus patologis (Ngastiyah,1997 ) sebagai berikut :
 Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan. Ikterus menetap sesudah
bayi berumur 10 hari ( pada bayi cukup bulan) dan lebih dari 14 hari pada
bayi baru lahir BBLR.
 Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg % pada bayi kurang bulan
(BBLR) dan 12,5 mg% pada bayi cukup bulan.
 Bilirubin direk lebih dari 1mg%.
 Peningkatan bilirubin 5 mg% atau lebih dalam 24 jam.
 Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi
enzim G-6-PD, dan sepsis).
Ada juga pendapat ahli lain tentang hiperbilirubinemia yaitu Brown
menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12 mg% pada
cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg%
dan 15 mg%.

4. Penyebab ( Faktor Predisposisi )


a. Penyebab Ikterus fisiologis
- Kurang protein Y dan Z
- Enzim glukoronyl transferase yang belum cukup jumlahnya.
b. Penyebab ikterus patologis
1) Peningkatan produksi :
 Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus
dan ABO.
 Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
 Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik
yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
 Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
 Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20
(beta) , diol (steroid).
 Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin
Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah.
 Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
2) Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya
pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya
Sulfadiasine, sulfonamide, salisilat, sodium benzoat, gentamisisn,dll.
3) Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme
atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti
Infeksi , Toksoplasmosis, Sifilis, rubella, meningitis,dll.
4) Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5) Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif,
hirschsprung.

5 . Patofisiologi Ikterus
Untuk lebih memahami tentang patofisiologi ikterus maka terlebih dahulu akan
diuraikan tentang metabolisme bilirubin
a. Metabolisme Bilirubin
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin
yang larut dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam
hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan
kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin binding site). Pada
bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan
menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum
Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.

Diagram Metabolisme Bilirubin

ERITROSIT

HEMOGLOBIN

HEM GLOBIN

BESI/FE BILIRUBIN INDIREK Terjadi pada


( tidak larut dalam air ) Limpha, Makrofag

BILIRUBIN BERIKATAN Terjadi dalam


DENGAN ALBUMIN plasma darah

MELALUI HATI

BILIRUBIN BERIKATAN Hati


DENGAN GLUKORONAT/
GULA RESIDU BILIRUBIN
DIREK
( larut dalam air )

BILIRUBIN DIREK
DIEKSRESI KE KANDUNG
EMPEDU
Melalui
Duktus Billiaris
KANDUNG EMPEDU KE
DUODENUM
BILIRUBIN DIREK DI
EKSKRESI MELALUI URINE
& FECES
b. Patofisiologi Hiperbilirubinemia

Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan .


Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban
Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.
Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan
kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z
berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan
peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar
atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran
empedu.
Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan
tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar
larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya
efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah
otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya
dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila
kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak
hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui
sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah ,
Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH, Markum,1991).

6. Komplikasi
Komplikasi dari hiperbilirubin dapat terjadi Kern Ikterus yaitu suatu kerusakan
otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama pada Korpus
Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan
Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.Gambaran klinik dari kern ikterus adalah :
- Pada permulaan tidak jelas , yang tampak mata berputar-putar
- Letargi, lemas tidak mau menghisap.
- Tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya epistotonus
- Bila bayi hidup, pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme otot, epistotonus,
kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.
- Dapat terjadi tuli, gangguan bicara dan retardasi mental.

7. Diagnosis
Anamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat membantu dalam
menegakkan diagnosis hiperbilirubnemia pada bayi. Termasuk anamnesis
mengenai riwayat inkompabilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar
pada bayi sebelumnya. Disamping itu faktor risiko kehamilan  dan persalinan juga
berperan dalam diagnosis dini ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi. Faktor risiko
itu antara lain adalah kehamilan dengan komplikasi, obat yang diberikan pada ibu
selama hamil/persalinan, kehamilan dengan diabetes mellitus, gawat janin,
malnutrisi intrauterine, infeksi intranatal, danlain-lain.
Secara klinis ikterus pada bayi dapat dilihat segera setelah lahir atau setelah
beberapa hari kemudian. Pada bayi dengan peninggian bilirubin indirek, kulit
tampak berwarna kuning terang sampai jingga, sedangkan pada penderita dengan
gangguan obstruksi empedu warna kuning kulit tampak kehijauan. Penilaian ini
sangat sulit dikarenakan ketergantungan dari warna kulit bayi sendiri. Tanpa
mempersoalkan usia kehamilan atau saat timbulnya ikterus, hiperbilirubinemia
yang cukup berarti  memerlukan penilaian diagnostic lengkap, yang mencakup
penentuan fraksi bilirubin langsung (direk) dan tidak langsung (indirek)
hemoglobin, hitung lekosit, golongan darah, tes Coombs dan pemeriksaan apusan
darah tepi. Bilirubinemia indirek, retikulositosis dan sediaan apusan
memperlihatkan petunjuk adanya hemolisis akibat nonimunologik. Jika terdapat
hiperbilirunemia direk, adanya hepatitis, fibrosis kistis dan sepsis. Jika hitung
retikulosit, tes Coombs dan bilirubin indirek normal, maka mungkin terdapat
hiperbilirubinemia indirek fisiologis atau patologis.

Ikterus fisiologis.
Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat
adalah 1 – 3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dl /24
jam; dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2 -3, biasanya mencapai
puncak antara hari ke 2 – 4, dengan kadar 5 – 6 mg/dl untuk selanjutnya menurun
sampai kadar  5 – 6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadarnya lebih
rendah dari 2 mg/dl antara hari ke 5 – 7 kehidupan.

Hiperbilirubin patologis.
Makna hiperbilirubinemia terletak pada insiden kernikterus yang tinggi ,
berhubungan dengan kadar bilirubin serum yang lebih dari 18 – 20 mg/dl pada
bayi aterm. Pada bayi dengan berat badan lahir rendah akan memperlihatkan
kernikterus pada kadar yanglebihrendah(10–15mg/dl) .    
 
Diagnosis.Banding
Ikterus yang timbul 24 jam pertama kehidupan mungkin akibat eritroblstosis
foetalis, sepsis, rubella atau toksoplasmosis congenital. Ikterus yang timbul setelah
hari ke 3 dan dalam minggu pertama, harus dipikirkan kemungkinan septicemia
sebagai penyebabnya. Ikterus yang permulaannya timbul setelah minggu pertama
kehidupan memberi petunjuk adanya septicemia, atresia kongental saluran
empedu, hepatitis serum homolog, rubella, hepatitis herpetika, anemia hemolitik
yang disebabkan oleh obat-obatan dan sebagainya.
Ikterus yang persisten selama bulan pertama kehidupan memberi petunjuk adanya
apa yang dinamakan “inspissated bile syndrome”. Ikterus ini dapat dihubungkan
dengan nutrisi parenteral total. Kadang bilirubin fisiologis dapat berlangsung
berkepanjangan sampai beberapa minggu seperti pada bayi yang menderita
penyakit hipotiroidisme atau stenosis pylorus.

8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan sesuai dengan waktu timbulnya
ikterus, yaitu :
a. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.
Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan
dapat disusun sbb:
 Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.
 Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-kadang
Bakteri)
 Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan:


 Kadar Bilirubin Serum berkala.
 Darah tepi lengkap (blood smear perifer ) untuk menunjukkan sel darah
merah abnormal atau imatur, eritoblastosisi pada penyakit Rh atau sferosis
pada inkompatibilitas ABO.
 Golongan darah ibu dan bayi untuk mengidentifikasi inkompeten ABO.
 Test Coombs pada tali pusat bayi baru lahir
Hasil positif test Coomb indirek membuktikan antibody Rh + anti A dan
anti B dalam darah ibu. Hasil positif dari test Coomb direk menandakan
adanya sensitisasi ( Rh+, anti A, anti B dari neonatus )
 Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi Hepar
bila perlu.

b. Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir.


 Biasanya Ikterus fisiologis.
 Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, atau
golongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat
misalnya melebihi 5mg% per 24 jam.
 Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih mungkin.
 Polisetimia.
 Hemolisis perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis, pendarahan
Hepar, sub kapsula dll).
Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan yang
perlu dilakukan:
 Pemeriksaan darah tepi.
 Pemeriksaan darah Bilirubin berkala.
 Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.
 Pemeriksaan lain bila perlu.

c. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama.
 Sepsis.
 Dehidrasi dan Asidosis.
 Defisiensi Enzim G6PD.
 Pengaruh obat-obat.
 Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.

d. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya:


 Karena ikterus obstruktif.
 Hipotiroidisme
 Breast milk Jaundice.
 Infeksi.
 Hepatitis Neonatal.
 Galaktosemia.
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:
 Pemeriksaan Bilirubin berkala.
 Pemeriksaan darah tepi.
 Skrining Enzim G6PD.
 Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.

9. Penatalaksanaan Medis
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manajemen bayi dengan
Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari
Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
 Menghilangkan Anemia
 Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
 Meningkatkan Badan Serum Albumin
 Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi
Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.
a. Fototherapi
Fototerapi diberikan jika kadar bilirubin darah indirek lebih dari 10 mg%.
Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada
24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
Cara kerja terapi sinar yaitu menimbulkan dekomposisi bilirubin dari suatu
senyawaan tetrapirol yang sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang
mudah larut dalam air sehingga dapt dikeluarkan melalui urin dan faeces. Di
samping itu pada terapi sinar ditemukan pula peninggian konsentrasi bilirubin
indirek dalam cairan empedu duodenum dan menyebabkan bertambahnya
pengeluaran cairan empedu ke dalam usus sehingga peristaltic usus meningkat dan
bilirubin keluar bersama faeces. Dengan demikian kadar bilirubin akan menurun.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemberian terapi sinar adalah :
1) Pemberian terapi sinar biasanya selama 100 jam.
2) Lampu yang dipakai tidak melebihi 500 jam. Sebelum digunakan cek
apakah lampu semuanya menyala. Tempelkan pada alat terapi sinar
,penggunaan yang keberapa pada bayi itu untuk mengetahui kapan
mencapai 500 jam penggunaan.
3) Pasang label , kapan mulai dan kapan selesainya fototerapi.

Komplikasi fototerapi :
1) Terjadi dehidrasi karena pengaruh sinar lampu dan mengakibatkan
peningkatan Insensible Water Loss (IWL) (penguapan cairan). Pada BBLR
kehilangan cairan dapat meningkat 2-3kali lebih besar.
2) Frekuensi defikasi meningkat sebagai meningkatnya bilirubin indirek dalam
cairan empedu dan meningkatnya peristaltik usus.
3) Timbul kelainan kulit sementara pada daerah yang terkena sinar ( berupa
kulit kemerahan) tetapi akan hilang setelah terapi selesai.
4) Gangguan retina bila mata tidak ditutup.
5) Kenaikan suhu akibat sinar lampu. Jika hal ini terjadi sebagian lampu
dimatikan, terapi diteruskan. Jika suhu terus naik lampu semua dimatikan
sementara, bayi dikompres dingin dan diberikan ekstra minum.
6) Komplikasi pada gonad yang diduga menimbulkan kemandulan.

Sumber : http://drakeiron.wordpress.com/2008/12/03/info-ikterus-neonatorum

b. Tranfusi Pengganti
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
 Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
 Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
 Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
 Tes Coombs Positif
 Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
 Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
 Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
 Bayi dengan Hidrops saat lahir.
 Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel
darah merah terhadap Antibodi Maternal.
Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
Menghilangkan Serum Bilirubin
Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan
Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang
dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen
A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek.
Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.

c. Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang
meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik
diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum
melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan
karena efek sampingnya (letargi).
Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine
sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
Untuk memberikan keperawatan yang paripurna digunakan proses
keperawatan yang meliputi Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan,
Pelaksanaan dan Evaluasi.
1. Pengkajian
a. Riwayat orang tua :
Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO,
Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.
b. Pemeriksaan Fisik :
Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking, refleks
menyusui yang lemah, iritabilitas.
c. Pengkajian Psikososial :
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa
bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak.
d. Pengetahuan Keluarga meliputi :
Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal
keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan
mempelajari Hiperbilirubinemia .
Analisa Data :
Data Subyektif Data Obyektif
1.Ibu mengatakan anak rewel, daya 1. Kulit dan sklera terlihat kuning
hisap lemah . 2. Bayi iritabel, letargi
2. Ibu mengatakan merasa khawatir 3. Kadar bilirubin indirek lebih dari 12,5
dan takut karena tidak bisa terus mg% pada bayi cukup bulan dan pada bayi
bersama- sama dengan bayinya. BBLR lebih dari 10 mg%
4. Kulit tampak kemerahan.
5. Frekuensi bab meningkat.

2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


a. Risiko/ defisit volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake
cairan, serta peningkatan Insensible Water Loss (IWL) dan defikasi sekunder
fototherapi.
b. Risiko /gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi bilirubin, efek
fototerapi.
c. Risiko hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi.
d. Gangguan parenting ( perubahan peran orang tua ) berhubungan dengan
perpisahan dan penghalangan untuk gabung.
e. Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi yang diberikan pada bayi.
f. Risiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototherapi
g. Risiko tinggi komplikasi (trombosis, aritmia, gangguan elektrolit, infeksi)
berhubungan dengan tranfusi tukar.
h. PK : Kern Ikterus
3. Rencana Asuhan Keperawatan .
a. Dx Keperawatan :
Risiko /defisit volume cairan b/d tidak adekuatnya intake cairan serta
peningkatan IWL dan defikasi sekunder fototherapi
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi
deficit volume cairan dengan kriteria :
1) Jumlah intake dan output seimbang
2) Turgor kulit baik, tanda vital dalam batas normal
3) Penurunan BB tidak lebih dari 10 % BBL
Intervensi & Rasional :
1) Kaji reflek hisap bayi ( Rasional/R : mengetahui kemampuan hisap bayi )
2) Beri minum per oral/menyusui bila reflek hisap adekuat (R: menjamin
keadekuatan intake )
3) Catat jumlah intake dan output , frekuensi dan konsistensi faeces( R :
mengetahui kecukupan intake )
4) Pantau turgor kulit, tanda- tanda vital ( suhu, HR ) setiap 4 jam (R : turgor
menurun, suhu meningkat HR meningkat adalah tanda-tanda dehidrasi )
5) Timbang BB setiap hari (R : mengetahui kecukupan cairan dan nutrisi).

b. Dx Perawatan :
Risiko/hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi
hipertermi dengan kriteria suhu aksilla stabil antara 36,5-37 0 C.
Intervensi dan rasionalisasi :
1) Observasi suhu tubuh (aksilla) setiap 4-6 jam (R : suhu terpantau secara rutin )
2) Matikan lampu sementara bila terjadi kenaikan suhu, dan berikan kompres
dingin serta ekstra minum ( R : mengurangi pajanan sinar sementara )
3) Kolaborasi dengan dokter bila suhu tetap tinggi ( R : Memberi terapi lebih
dini atau mencari penyebab lain dari hipertermi ).
c. Diagnosa Keperawatan :
Risiko /Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi bilirubin, efek
fototerapi
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi
gangguan integritas kulit dengan kriteria :
1) tidak terjadi decubitus
2) Kulit bersih dan lembab
Intervensi :
1) Kaji warna kulit tiap 8 jam (R : mengetahui adanya perubahan warna kulit )
2) Ubah posisi setiap 2 jam (R : mencegah penekanan kulit pada daerah
tertentu dalam waktu lama ).
3) Masase daerah yang menonjol (R : melancarkan peredaran darah sehingga
mencegah luka tekan di daerah tersebut ).
4) Jaga kebersihan kulit bayi dan berikan baby oil atau lotion pelembab ( R :
mencegah lecet )
5) Kolaborasi untuk pemeriksaan kadar bilirubin, bila kadar bilirubin turun
menjadi 7,5 mg% fototerafi dihentikan (R: untuk mencegah pemajanan
sinar yang terlalu lama )

d. Diagnosa Keperawatan :
Gangguan parenting ( perubahan peran orangtua) berhubungan dengan
perpisahan dan penghalangan untuk gabung.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan orang tua
dan bayi
menunjukan tingkah laku “Attachment” , orang tua dapat mengekspresikan
ketidak mengertian proses Bounding.
Intervensi :
1) Bawa bayi ke ibu untuk disusui ( R : mempererat kontak sosial ibu dan
bayi )
2) Buka tutup mata saat disusui (R: untuk stimulasi sosial dengan ibu )
3) Anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya (R: mempererat kontak
dan stimulasi sosial ).
4) Libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan ( R:
meningkatkan peran orangtua untuk merawat bayi ).
5) Dorong orang tua mengekspresikan perasaannya (R: mengurangi beban
psikis orangtua)

e. Diagnosa Keperawatan :
Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi yang diberikan pada bayi.
Tujuan :
Setelah diberikan penjelasan selama 2x15 menit diharapkan orang tua
menyatakan mengerti tentang perawatan bayi hiperbilirubin dan kooperatif
dalam perawatan.
Intervensi :
1) Kaji pengetahuan keluarga tentang penyakit pasien ( R : mengetahui
tingkat pemahaman keluarga tentang penyakit )
2) Beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning, proses terapi dan
perawatannya ( R : Meningkatkan pemahaman tentang keadaan penyakit )
3) Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi dirumah (R :
meningkatkan tanggung jawab dan peran orang tua dalam erawat bayi)

f. Diagnosa Keperawatan :
Risiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototherapi
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak
terjadi injury akibat fototerapi ( misal ; konjungtivitis, kerusakan jaringan
kornea )
Intervensi :
1) Tempatkan neonatus pada jarak 40-45 cm dari sumber cahaya ( R :
mencegah iritasi yang berlebihan).
2) Biarkan neonatus dalam keadaan telanjang, kecuali pada mata dan daerah
genetal serta bokong ditutup dengan kain yang dapat memantulkan cahaya
usahakan agar penutup mata tidak menutupi hidung dan bibir (R :
mencegah paparan sinar pada daerah yang sensitif 0
3) Matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji adanya konjungtivitis
tiap 8 jam (R: pemantauan dini terhadap kerusakan daerah mata )
4) Buka penutup mata setiap akan disusukan. ( R : memberi kesempatan pada
bayi untuk kontak mata dengan ibu ).
5) Ajak bicara dan beri sentuhan setiap memberikan perawatan ( R : memberi
rasa aman pada bayi ).

g. Diagnosa Keperawatan :
Risiko tinggi terhadap komplikasi berhubungan dengan tranfusi tukar
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 1x24 jam diharapkan tranfusi
tukar dapat dilakukan tanpa komplikasi
Intervensi :
1) Catat kondisi umbilikal jika vena umbilikal yang digunakan (R : menjamin
keadekuatan akses vaskuler )
2) Basahi umbilikal dengan NaCl selama 30 menit sebelum melakukan
tindakan ( R : mencegah trauma pada vena umbilical ).
3) Puasakan neonatus 4 jam sebelum tindakan (R: mencegah aspirasi )
4) Pertahankan suhu tubuh sebelum, selama dan setelah prosedur ( R :
mencegah hipotermi
5) Catat jenis darah ibu dan Rhesus memastikan darah yang akan
ditranfusikan adalah darah segar ( R : mencegah tertukarnya darah dan
reaksi tranfusi yang berlebihan 0
6) Pantau tanda-tanda vital, adanya perdarahan, gangguan cairan dan
elektrolit, kejang
selama dan sesudah tranfusi (R : Meningkatkan kewaspadaan terhadap
komplikasi dan dapat melakukan tindakan lebih dini )
7) Jamin ketersediaan alat-alat resusitatif (R : dapat melakukan tindakan
segera bila terjadi kegawatan )
h. Dx perawatan :
PK Kern Ikterus
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tanda-tanda
awal kern ikterus bisa dipantau
Intervensi :
1) Observasi tanda-tanda awal Kern Ikterus ( mata berputar, letargi ,
epistotonus, dll )
2) Kolaborasi dengan dokter bila ada tanda-tanda kern ikterus.

4. Aplikasi Discharge Planing.


Pertumbuhan dan perkembangan serta perubahan kebutuhan bayi dengan
hiperbilirubin (seperti rangsangan, latihan, dan kontak sosial) selalu menjadi
tanggung jawab orang tua dalam memenuhinya dengan mengikuti aturan dan
gambaran yang diberikan selama perawatan di Rumah Sakit dan perawatan
lanjutan dirumah.
Faktor yang harus disampaikan agar ibu dapat melakukan tindakan yang
terbaik dalam perawatan bayi hiperbilirubinemia (Waley &Wong, 1994):
1. Anjurkan ibu mengungkapkan/melaporkan bila bayi mengalami gangguan-
gangguan kesadaran seperti : kejang-kejang, gelisah, apatis, nafsu menyusui
menurun.
2. Anjurkan ibu untuk menggunakan alat pompa susu selama beberapa hari untuk
mempertahankan kelancaran air susu.
3. Memberikan penjelasan tentang prosedur fototherapi pengganti untuk
menurunkan kadar bilirubin bayi.
4. Menasehatkan pada ibu untuk mempertimbangkan pemberhentian ASI dalam
hal mencegah peningkatan bilirubin.
5. Mengajarkan tentang perawatan kulit :
 Memandikan dengan sabun yang lembut dan air hangat.
 Siapkan alat untuk membersihkan mata, mulut, daerah perineal dan daerah
sekitar kulit yang rusak.
 Gunakan pelembab kulit setelah dibersihkan untuk mempertahankan
kelembaban kulit.
 Hindari pakaian bayi yang menggunakan perekat di kulit.
 Hindari penggunaan bedak pada lipatan paha dan tubuh karena dapat
mengakibatkan lecet karena gesekan
 Melihat faktor resiko yang dapat menyebabkan kerusakan kulit seperti
penekanan yang lama, garukan .
 Bebaskan kulit dari alat tenun yang basah seperti: popok yang basah karena
bab dan bak.
 Melakukan pengkajian yang ketat tentang status gizi bayi seperti : turgor
kulit, capilari reffil.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah :


1. Cara memandikan bayi dengan air hangat (37 -38  celsius)
2. Perawatan tali pusat / umbilikus
3. Mengganti popok dan pakaian bayi
4. Menangis merupakan suatu komunikasi jika bayi tidak nyaman, bosan, kontak
dengan sesuatu yang baru
5. Temperatur / suhu
6. Pernapasan
7. Cara menyusui
8. Eliminasi
9. Imunisasi
10. Tanda-tanda dan gejala penyakit, misalnya :
 letargi ( bayi sulit dibangunkan )
 demam ( suhu > 37  celsius)
 muntah (sebagian besar atau seluruh makanan sebanyak 2 x)
 diare ( lebih dari 3 x)
 tidak ada nafsu makan.
11. Keamanan
 Mencegah bayi dari trauma seperti; kejatuhan benda tajam (pisau, gunting)
yang mudah dijangkau oleh bayi / balita.
 Mencegah benda panas, listrik, dan lainnya
 Menjaga keamanan bayi selama perjalanan dengan menggunakan mobil
atau sarana lainnya.
PATHWAY
Pembentukan bilirubin 
Ggn konjugasi bilirubin
Ggn trasportasi bilirubin
Ggn ekresi bilirubin

hiperbilirubinemia

Bilirubin direk Terapi Bilirubin indirek

Hepatomegali fototerapi Bilirubin


tranfusi
menumpuk
tukar dlm otak

anoreksia IWL & defikasi Pajanan sinar pemisahan


PK. Kentdgn
Ikterus
orang tua

Intake nutrisi Ggn integritas kulit Hipertermi


Ggn
Resti parenting
komplikasi

Risk/ Defisit vol. cairan


Resti injuri

Daftar pustaka

Suriadi, Yuliani,2001, Asuhan Keperawatan Pada Anak. CV Sagung Seto, Jakarta


Staf Pengajar FKUI, 2000. Ilmu Kesehatan Anak, Buku Kuliah 3. Infomedika;Jakarta

Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit. EGC,Jakarta


Betz & Sowden,2000, Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. EGC ,Jakarta:
Wong and Whaley,. 1995 , Clinical Manual of Pediatric Nursing, Mosby,
Philadelphia

Drakeiron,2008, Info Iterus


Neonatorumhttp://drakeiron.wordpress.com/2008/12/03/info-ikterus-neonatorum/
( 10 April 2009 )
ASUHAN KEPERAWATAN BY. K.E.
DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA
DI RUANG CEMPAKA BAYI RSUP SANGLAH
TANGGAL 20-21 MEI 2010

A. PENGKAJIAN
Nama mahasiswa : Kolompok III A
Ruang : Cempaka Bayi
Tanggal pengkajian : 20 Mei 2020 pk 12.30
Tanggal praktek : 20 Mei – 21 Mei 2020

1. Identitas Klien
Nama : By. K.E.
Tempat/tanggal lahir : RSUP Sanglah/ 12 Mei 2020 pk 01.00 WITA
Umur : 8 hari
No Register : 01381514
Diagnosa Medis : Bayi Cukup Bulan ( BCB ) + Hiperbilirubinemia
Nama Ayah/ibu : N.S. / K.E.
Pekerjaan Ayah : Sopir
Pendidikan Ayah : SMA
Pekerjaan Ibu : Penjahit
Pendidikan Ibu : SMP
Alamat : Jln. Dewi Suparba No. 59 Denpasar
Agama : Hindu

2. Keluhan Utama
Pasien adalah rujukan dari RSU Wangaya dengan keluhan kuning pada mata dan
seluruh tubuh sejak tiga hari
3. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
a. Prenatal
Ibu melakukan ANC di bidan dengan kunjungan sebanyak 7 kali kunjungan dan
pernah satu kali memeriksakan diri ke dokter saat umur kehamilan tiga bulan dan
dilakukan USG. HPHT ibu mengatakan lupa. Ibu mengatakan tidak pernah
mendapatkan pendidikan kesehatan tentang kehamilan, selama kehamilan tidak
pernah menderita demam, atau keluhan yang dapat mengganggu kehamilannya,
hanya minum obat-obatan/vitamin dari bidan ( nama obat ibu tidak tahu ). Saat hamil
bekerja sebagai tukang jarit di Kuta dan masih bekerja sampai sehari sebelum
bayinya lahir. Riwayat penyakit Rubella, GO, Herpes, Hepatitis, CMV, HIV, DM ,
jantung, asma dan hipertensi disangkal. Ibu mengatakan tidak mengetahui golongan
darahnya.
b. Natal
Berdasarkan data rekam medis pasien dan hasil wawancara dengan ibu bayi
didapatkan data bahwa bayi K.E. lahir dengan cara sectio (SC), lahir tanggal 12 Mei
2010 pukul 01.00 Wita di RSU Wangaya. Bayi merupakan anak pertama dengan
umur kehamilan 30 minggu, bayi lahir segera menangis kuat dengan BB 2600 gram,
PB 47 cm jenis kelamin laki-laki.
c. Postnatal
Ibu bayi mengatakan bahwa setelah lahir dengan operasi kondisi bayi sehat
dengan BBL 2600 gram dan diperbolehkan pulang. Tanggal 20 Mei 2020 ibu
mengajak bayinya kontrol ke RSU Wangaya dengan keluhan sejak 3 hari bayinya
kuning mata mata dan seluruh tubuh, kemudian dirujuk ke RSUP Sanglah. Terapi
yang diberikan saat di IRD RSUP Sanglah yaitu:
 Kebutuhan cairan 1000 cc/kgBB/hari
 PASI on demand
 Bila tidak mau minum beri minum per NGT
 Sementara stop ASI
 Fototerapi 2x24jam
 Pukul 12.00 bayi dipindahkan ke R. Cempaka Bayi
4. Riwayat Keluarga
Riwayat pada keluarga dengan penyakit yang sama tidak ada. Riwayat penyakit
hepatitis ataupun penyakit lain dalam keluarga ayah maupun ibu tidak ada.

5. Genogram

8 hr

Keterangan:
↗ : Klien/bayi

: tinggal serumah
5. Riwayat sosial
Orang tua bayi tinggal satu rumah dengan kakak dari suami di Denpasar dengan
lingkungan yang bersih, keluarga besar ada di Dawan Klungkung. Pasien berasal dari
keluarga yang sederhana, Ayah bayi bekerja sebagai sopir dan ibu bekerja sebagai
tukang jarit Keluarga terdekat yang bisa dihubungi di Denpasar adalah kakak dari
suami. Bayi ini merupakan anak pertama dari keluarga. Selama bayi dirawat di ruang
Cempaka, ibu tampak punya hubungan baik dengan bayinya baik dalam hal
menyentuh, memeluk, berbicara maupun kontak mata. Ibu tidur terpisah dengan anak
karena anak dirawat di ruangan observasi. Sedangkan ayah bayi berkunjung setiap
sore setelah bekerja tapi ayah tidak diperkenankan untuk masuk ruangan sehingga
ayah hanya bisa menyentuh, memeluk, berbicara,kontak mata dalam waktu yang
singkat di dekat pintu masuk ruang perawatan.
6. Keadaan Kesehatan Saat Ini
a. Diagnosa Medis : NCB + Hiperbilirubinemia
b. Tindakan operasi : Post SC
c. Saat pengkajian bayi dikeluhkan minumnya mulai menurun sejak tadi malam
tanggal 19 Mei 2020, sesak (-), reflek hisap baik, kebutuhan caiaran bayi 1200
cc/kgBB/hari
Terapi pada saat pengkajian:
 Cairan : 1200cc/kgBB/hari
 Fototerapi 2x24 jam
 Sementara berikan susu formula minimal 40 cc/3jam
 Stop ASI sementara /2hari
 Bila tidak mau mandi pasang sonde
 Hub + Albumin post fototerapi

 Observasi vital sign dan dehidrasi


Keadaan umum bayi baik, gerak dan tangis kuat, bayi tampak kuning pada
sklera, seluruh tubuh. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan adalah
merawat bayi dengan penyinaran fototerapi, kedua mata bayi ditutup dan bayi
telanjang, memberikan bayi susu formula 40 cc.
Hasil Laboratorium :
Tgl 20 Mei 2020
Bilirubin Direk : 3,5 mg %
Bilirubin Indirek : 8,5 mg%
Bilirubin total : 12,0 mg%
Pemeriksaan penunjang lain tidak ada
7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
- Kesadaran baik, Suhu axilla 37,3 0C, HR 130x/mnt, RR 42x/mnt, Sat. O 2 100
%.
- BB Lahir 2600gr, BB saat ini 2400 gr
- PB Lahir 47 cm, saat ini .47 cm.
- Lingkar Kepala Lahir 34 cm, saat ini 34 cm.
- Reflek : Moro +, menggenggam +, menghisap +
- Tonus : aktif, tangis keras
- Kepala dan leher : Fontanel anterior lunak, sutura sagitalis
tepat,gambaran wajah simetris, holding caput
succedaneum, bila kulit di wajah ditekan tampak berwarna
kuning.
- Mata : sklera tampak kuning, sekret tidak ada, tanda
konjungtivitis tidak ada
- THT : telinga normal, hidung bilateral, palatum normal,
sekret dari lubang hidung dan telinga tidak ada.
- Abdomen : lunak, tidak kembung, lingkar perut 34 cm, bila kulit
abdomen ditekan tampak berwarna kuning, liver kurang dari 2
cm.
- Thorax : Simetris, retraksi derajat 1, klavikula normal, bila
kulit ditekan tampak warna kuning.
- Paru-paru : Suara nafas sama kanan kiri, ronchi tidak ada, bunyi
nafas terdengar di semua lapang paru, respirasi spontan 42
x/mnt.
- Jantung : bunyi normal sinus rhytm 132 x /mnt, capillary refill
kurang dari 2 detik baik pada extremitas maupun batang tubuh,
nadi perifer pada brakhial kanan , brakhial kiri, femoral kanan
dan femoral kiri kuat.
- Extremitas : gerak aktif di semua extremitas
- Umbilikus : normal,tali pusat sudah lepas.
- Genital : laki-laki normal.
- Anus : paten
- Spina : normal
- Kulit : kulit tampak kuning ( jaundice ).
- Suhu : bayi dirawat di boks terbuka di bawah lampu fototerapi
berkekuatan 160 watt. Suhu kulit hangat.

8. Analisa Data
Tgl/jam Data Fokus Masalah Penyebab
1 2 3 4
20/5/2020 DO :
Pk 13.00 1. Kulit tampak kuning, 1. Risiko kerusakan Pigmentasi
sklera ikterus integritas kulit (joundice),
2. Hasil lab : Ekskresi
Bilirubin direk 3,5 mg % bilirubin urine.
BilirubinIndirek 8,5mg %
Bilirubin total : 12,0 mg%
DS : -
20/5/2020 DO : 2. Risiko kerusakan Pemajanan
Pk.14.00 Bayi tidur di boks di bawah integritas kulit. lampu
lampu fototerapi, mata 3. Risiko defisit fototerapi,
ditutup dengan bantalan mata, volume cairan. kehilangan aktif
suhu 37,3 0C 4. Risiko volume cairan.
DS : ”Bayi tiang sejak hipertermi
kemarin malam mimik ASI
menurun”
20/5/2020 DO : Bayi tidur di boks di 5. Kecemasan ibu Joundice
Pk. 14.30 bawah lampu bayi /kuning pada
fototerapi, mata ditutup bayi, tindakan
dengan bantalan mata, fototerapi
Ibu tidur terpisah
dengan anak.
DS : ”Tiang bingung dan sedih
dengan anak tiang
yang kuning takut
terjadi apa-apa”
DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS
1. Risiko/ defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan aktif volume
cairan dan defikasi sekunder fototherapi.
2. Risiko hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi
3. Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan Pigmentasi (joundice),
ekskresi bilirubin, efek fototerapi.
4. Kecemasan ibu bayi berhubungan dengan terjadinya kuning pada bayinya dan
tindakan fototerapi
C. RENCANA TINDAKAN

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


Perawatan Kriteria Hasil
1 2 3 4 5
1 .Risiko/ Setelah diberikan 1) Kaji reflek hisap 1. Mengetahui kemampuan hisap bayi
defisit tindakan perawatan bayi 2. Menjamin keadekuatan intake
volume selama 2x24 jam 2) Beri minum per
cairan diharapkan tidak terjadi oral bila reflek 3.Mengetahui kecukupan intake
berhubunga defisit volume cairan. hisap adekuat
n dengan Kriteria hasil : 3) Catat jumlah 4. Turgor menurun, suhu meningkat HR meningkat adalah tanda-tanda dehidrasi )
kehilangan 4) Jumlah intake dan intake dan output , 5.Mengetahui kecukupan cairan dan nutrisi
aktif output seimbang frekuensi dan
volume 5) Turgor kulit baik, konsistensi faeces
cairan dan tanda vital dalam 4) Pantau turgor
defikasi batas normal kulit, tanda- tanda
sekunder 6) Penurunan BB vital.
fototherapi. tidak lebih dari 10 5) Timbang BB
. % BBL setiap hari
1 2 3 4 5
2 Risiko Setelah diberikan 1) Observasi suhu 1) Suhu terpantau secara rutin
hipertermi tindakan perawatan tubuh ( aksilla )
berhubungan selama 3x24 jam setiap 2 jam 2) Mengurangi pajanan sinar sementara )
dengan diharapkan tidak 2) Matikan lampu
fototerapi terjadi hipertermi. sementara bila
Kriteria hasil : terjadi kenaikan 3) Memantau tingkat kesadaran
 suhu tubuh stabil suhu, dan berikan
antara 36,5-37 0 C. kompres dingin 4) Memberi terapi lebih dini atau mencari penyebab lain dari hipertermi ).
 Nadi dan pernafasan serta ekstra minum
dalam batas normal 3) Monitor warna
kulit, nadi dan
pernafasan
4) Kolaborasi dengan
dokter bila suhu
tetap tinggi.
3 Risiko Setelah diberikan 1) Jaga kebersihan 1. Mencegah lecet pada kulit oleh keringat/kotoran.
/gangguan tindakan perawatan kulit bayi agar tetap
integritas selama 2x24 jam bersih dan kering
kulit diharapkan tidak serta berikan baby 2. Mencegah penekanan kulit pada daerah tertentu dalam waktu lama ).
berhubungan terjadi gangguan oil atau lotion 3.Melancarkan peredaran darah sehingga mencegah luka tekan di daerah tersebut
dengan integritas kulit dengan pelembab. 4. Mengetahui adanya perubahan warna kulit
Pigmentasi kriteria : 2) Mobilisasi bayi 5. Mencegah pemajanan sinar yang terlalu lama.
(joundice), 3) tidak terjadi luka (Ubah posisi bayi)
ekskresi pada kulit setiap 2 jam
bilirubin, 4) Kulit bersih dan 3) Masase daerah yang
efek lembab menonjol
fototerapi.
4) Kaji warna kulit
tiap 8 jam
5) Kolaborasi untuk
pemeriksaan kadar
bilirubin, bila kadar
bilirubin turun
menjadi 7,5 mg%
fototerafi dihentikan
4 Kecemasan Setelah diberikan 1) Kaji pengetahuan 1) Mengetahui tingkat pemahaman keluarga tentang penyakit
ibu bayi tindakan perawatan keluarga tentang 2) Meningkatkan pemahaman tentang keadaan penyakit
berhubungan selama 2x10 menit penyakit pasien .
dengan diharapkan ibu bayi 2) Beri pendidikan 3) meningkatkan tanggung jawab dan peran orang tua dalam merawat bayi)
terjadinya tidak cemas dengan kesehatan penyebab
kuning pada kreteria evaluasi: dari kuning, proses
bayinya dan  Orangtua terapi dan
tindakan mengerti tentang perawatannya
fototerapi kuning pada bayi 3) Beri pendidikan
dan perawatan kesehatan mengenai
fisioterapi cara perawatan bayi
 Cemas orang tua dirumah .
berkurang
 Orang tua dapat
menyampaikan
gejala-gejala
yang muncul
selama fisioterapi
pada tim
kesehatan
D. CATATAN PERKEMBANGAN
Tgl No. Jam Implementasi Evaluasi
Diagnosa
20 1 13.30 - Mengkaji reflek S(Ibu) : -
Mei hisap bayi O : Reflek hisap kuat, turgor kulit baik, S=37,30 C HR 130x/mnt,RR 40x/mnt, Sao2 100%, BB=2400 g
2020 - Memantau turgor A : Masalah tidak terjadi
kulit, tanda- tanda P : Lanjutkan askep
vital, menimbang BB
- Memberikan bayi
susu peroral dengan
dot 40 cc
- Menganjurkan ibu
bayi memberikan bayi
susu formula minimal
40 cc tiap 3 jam
- Memberitahukan ibu
bayi agar
menghentikan
pemberian ASI
sementara selam 2
hari sesuai advise
dokter
- Menimbang BB tiap
hari
2, 3 14.30 - Mengkaji warna S : -
kulit O: Kulit terlihat lembab, kuning, tanda iritasi ( -), tanda decubitus( –), S=37,30 C HR 130x/mnt,RR 40x/m
- Membersihkan kulit Sao2 100%,
bayi dan mem A : Masalah 2 dan3 tidak terjadi
berikan minyak P : Lanjutkan Askep
kelapa.
- Mengubah posisi
pasien miring ke
kanan.
- Melakukan masase
daerah yang
menonjol

4 17.30 - Membuka penutup S : ” Bagaimana bayi saya, Kapan bayi saya boleh pulang ?”
mata sebelum bayi O : Ibu tampak melakukan kontak mata, berkomunikasi verbal dengan bayi dan terlihat antusias
disusui penjelasan.
- Memberi penjelasan A : Masalah teratasi sebagian
pada ibu tentang P : Lanjutkan Askep
kondisi bayi saat ini,
pemberian ASI,
pentingnya fototerapi,
peran ibu dalam
merawat bayinya di
rumah sakit.
21 1,2,3 08.00 - Mengobservasi S : ”Tiap 3 jam sudah tiang beri susu formula, mimiknya kuat, habis setiap pemberian dot susu.
Mei kuning Ikterus tubuh O : kuning pada sklera dan kulit tubuh sudah mulai berkurang, tanda-tanda gangguan integritas kulit tida
2020 bayi reflek hisap baik, S=36,8 0 C, HR 143 x/mnt,RR 48 x/menit, Sao2 100%,
- Melakukan tindakan A : Masalah teratasi
kolaborasi dengan P : Lanjutkan Askep
dokter untuk
pemeriksaan lab.
Bilirubin
- Memandikan pasien
+ masase bayi
dan melatih ibu
untuk memandikan
bayi.
- Mengobservasi
tanda-tanda
gangguan integritas
kulit
- Menganjurkan ibu
untuk memberikan
susu formula
minimal 40 cc tiap 3
jam dan
mempertahankan
kontak sosial
dengan bayi
( kontak mata ,
berbicara dan
sentuhan dengan
membuka penutup
mata setiap kali
memberikan minum
susu
- Mengobservasi
reflek hisap bayi
- Mengobservasi vital
sign
4 10.00 - Memberikan S : ”kuning pada matanya sudah berkurang pak, mimiknya baik ”
penjelasan kepada O:, kuning pada sklera dan kulit tubuh sudah mulai berkurang S=36,80 C HR 132x/mnt,RR 42x/mnt, Sao
ibu bayi tentang ibu \tampak tidak lagi murung
gejala kuning dari A : Masalah teratasi
mata dan tubuh P : Lanjutkan Askep
pasien.
- Menjelaskan
pentingnya dan
manfaat dari
pemberian
Fototerapi
- Mengarahkan ibu
bayi agar rutin
memperhatikan
keadaan bayi
dibawah sinar
fototerapi dan
memastikan penutup
mata tetap terpasang

Anda mungkin juga menyukai