Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN BERAT BAYI LAHIR RENDAH (BBLR)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktek Klinik Keperawatan Anak

Dosen Pengampu : Walin SST., M.Kes.

Disusun Oleh :

Khadrotul Istiwai Sangidah

P1337420218023

II A

POLITEKNIK KESEHATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO

2020
Persiapan praktek diruang : Perinatologi
Nama Mahasiswa : Khadrotul Istiwai sangidah
NIM : P1337420218023
Nama Pembimbing :
Tanda tangan :

PENDAHULUAN
Latar belakang
Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko
mengalami permasalahan pada sistem tubuh, karena kondisi tubuh yang tidak stabil.
Kematian perinatal pada bayi BBLR adalah 8 kali lebih besar dari bayi normal.
Prognosis bayi dengan BBLR akan lebih buruk bila berat badan semakin rendah.
Kematian sering disebabkan karena komplikasi neonatal seperti asfiksia, aspirasi,
penumonia, perdarahan intra kranial, hipoglikemia. Apabila bayi mampu bertahan
hidup dapat terjadi kerusakan saraf, gangguan bicara dan tingkat kecerdasan yang
rendah. Prognosis ini juga tergantung dari keadaan sosial ekonomi, pendidikan orang
tua, perawatan selama kehamilan, persalinan dan postnatal, pengaturan suhu
lingkungan, resusitasi, makanan, pencegahan infeksi dan lain-lain (Proverawati &
Ismawati, 2010).
Di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal pada tahun
pertama kehidupannya dan dua pertiganya meninggal pada bulan pertama. Dua
pertiga dari yang meninggal pada bulan pertama meninggal pada minggu pertama.
Dua pertiga dari yang meninggal pada minggu pertama, meninggal pada hari pertama.
Penyebab utama kematian pada minggu pertama kehidupan adalah komplikasi
kehamilan dan persalinan seperti asfiksia, sepsis dan komplikasi berat lahir rendah.
Kurang lebih 99% kematian ini terjadi di negara berkembang dan sebagian besar
kematian ini dapat dicegah dengan pengenalan dini dan pengobatan yang tepat
(Proverawati & Ismawati, 2010).
Diperkirakan sekitar 23% seluruh angka kematian neonatus di seluruh dunia
disebabkan oleh asfiksia neonatorum, dengan proporsi lahir mati yang lebih besar.
Laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/ WHO)
menyebutkan bahwa sejak tahun 2000-2003 asfiksia menempati urutan ke-6, yaitu
sebanyak 8%, sebagai penyebab kematian anak di seluruh dunia setelah pneumonia,
malaria, sepsis neonatorum dan kelahiran prematur. Diperkirakan 1 juta anak yang
bertahan setelah mengalami asfiksia saat lahir kini hidup dengan morbiditas jangka
panjang seperti cerebral palsy, retardasi mental dan gangguan belajar. Menurut hasil
riset kesehatan dasar tahun 2007, tiga penyebab utama kematian perinatal di Indonesia
adalah gangguan pernapasan atau respiratory disorders (35,9%), prematuritas (32,4%)
dan sepsis neonatorum (12.0%) (Sofyan, 2010).
Indonesia masih harus berjuang keras untuk memperbaiki indikator
pembangunan kesehatan, khususnya tingkat kematian bayi, karena tren angka
kematian bayi selama empat tahun terakhir belum menurun. Rata-rata angka kematian
bayi pada periode 2003-2007 relatif stagnan di kisaran 34 per 1.000 kelahiran. Dari
total angka kematian bayi yang masih sangat tinggi itu, sekitar 80-90 persen dapat
dicegah dengan teknologi sederhana yang tersedia di tingkat Puskesmas dan
jaringannya (Sofyan, 2010).
Setiap janin akan mengalami hipoksia relatif pada saat segera setelah lahir dan
bayi akan berusaha beradaptasi, sehingga bayi mulai bernafas dan 3 menangis.
Asfiksia merupakan kelanjutan dari hipoksia ibu dan janin intrauterine yang
disebabkan oleh banyak faktor. Faktor ibu yang dapat menyebabkan terjadinya
asfiksia neonaturum adalah hipoksia ibu, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari
35 tahun, gravida lebih dari 4, sosial ekonomi rendah, penyakit pembuluh darah yang
dapat mengganggu pertukaran dan pengangkutan oksigen (hipertensi, hipotensi),
gangguan kontraksi uterus dan lain-lain (Muslihatun, 2010).
Faktor plasenta juga dapat menyebabkan terjadinya asfiksia, diantaranya
adalah placenta yang tipis, placenta tidak menempel sempurna, solusio placenta,
placenta presia dan lain-lain. Faktor janin/ bayi baru lahir yang dapat menyebabkan
asfiksia adalah prematur, berat badan lahir rendah, IUGR (intra uteri growth
retardation), gemelli, tali pusat menumbung, kelainan kongenital, dan lain-lain. Faktor
persalinan juga dapat menyebabkan terjadinya asfiksia yaitu partus lama dan partus
dengan tindakan (Muslihatun, 2010).

A. KONSEP DASAR
1. Definisi Berat Bayi Lahir Rendah
Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) adalah bila berat badannya kurang dari
2500 gram (sampai dengan 2499 gram). Bayi yang dilahirkan dengan BBLR
umumnya kurang mampu meredam tekanan lingkungan yang baru sehingga dapat
mengakibatkan pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan, bahkan dapat
menggangu kelangsungan hidupnya (Prawirohardjo, 2006). BBLR dapat terjadi
pada bayi kurang bulan (< 37 minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine
growth restriction) (Pudjiadi, dkk., 2010).
2. Etiologi
Beberapa penyebab dari bayi dengan berat bayi lahir rendah (Proverawati dan
Ismawati, 2010), yaitu:
a. Faktor Orang Tua
1) Penyakit
a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan
antepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual,
hipertensi, HIV/AIDS, TORCH(Toxoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus (CMV) dan Herpes simplex virus), danpenyakit
jantung.
c) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
2) Ibu
a) Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah kehamilan pada usia
< 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1
tahun).
c) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
3) Keadaan sosial ekonomi
a) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini
dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang.
b) Aktivitas fisik yang berlebihan.
c) Perkawinan yang tidak sah.
b. Faktor janin
Faktor janin meliputi : kelainan kromosom, infeksi janin kronik
(inklusi sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.
c. Faktor plasenta
Faktor plasenta disebabkan oleh : hidramnion, plasenta previa, solutio
plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban
pecah dini.
d. Faktor lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh antara lain : tempat tinggal di dataran
tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.
3. Tanda dan gejala
a. Memiliki berat badan lahir yang lebih rendah dari bayi normal
b. Lebih kurus.
c. Memiliki lemak tubuh yang lebih sedikit.
d. Memiliki ukuran kepala yang besar dibanding ukuran tubuh lainnya.
4. Klasifikasi/macam/jenis
Menurut Deslidel et al. (2011: 108) klasifikasi BBLR, yaitu :
a. BBLR prematur atau kurang bulan
1) Sindrom gangguan pernafasan ideopatik (penyakit membran hialin)
2) Pnemonia aspirasi karena refkek menelan dan batuk belum sempurna,
bayi belum dapat menyusu.
3) Perdarahan periventrikuler dan perdarahan intraventrikuler (P/IVH)
otak lateral akibat anoksia otak (erat kaitannya dengan gangguan
pernafasan)
4) Hipotermia karena sumber panas bayi prematur baik lemak subkutan
yang masih sedikit maupun brown fat belum terbentuk. Beberapa ciri
jika seorang bayi terkena hipotermi antara lain :
a) Bayi menggigil
b) Kulit anak terlihat belang, merah putih atau timbul bercak-bercak.
c) Anak terlihat apatis atau diam saja.
d) Gerakan bayi kurang dari normal.
e) Lebih parah lagi jika anak menjadi biru yang bisa dilihat pada bibir
dan ujung-ujung jarinya. (Walyani, 2015 : 161).
5) Hiperbilirubinemia karena fungsi hati belum matang.
b. BBLR tidak sesuai usia kehamilan atau dimatur
1) Sindrom aspirasi mekonium
2) Hiperbilirubinemia
3) Hipoglikemia
4) Hipotermia
5. Patofisiologi Berat Bayi Lahir Rendah
Menurut Maryanti, et al (2012:169) faktor yang mempengaruhi terjadinya
BBLR terdiri dari faktor ibu yang meliputi penyakit ibu, usia ibu, keadaan sosial
ekonomi dan sebab lain berupa kebiasaan ibu, faktor janin, dan faktor lingkungan.
BBLR dengan faktor risiko paritas terjadi karena sistem reproduksi ibu sudah
mengalami penipisan akibat sering melahirkan Hal ini disebabkan oleh semakin
tinggi paritas ibu, kualitas endometrium akan semakin menurun. Kehamilan yang
berulang-ulang akan mempengaruhi sirkulasi nutrisi ke janin dimana jumlah
nutrisi akan berkurang dibandingkan dengan kehamilan sebelumnya (Mahayana et
al., 2015 : 669).
Menurut Samuel S Gidding dalam Amirudin & Hasmi (2014:85-
86) mekanisme pajanan asap rokok terhadap kejadian BBLR dan berat plasenta
dengan beberapa mekanisme yaitu kandungan tembakau seperti nikotin, CO
dan polysiklik hydrokarbon, diketahui dapat menembus plasenta.
Carbonmonoksida mempunyai afinitas berikatan dengan hemoglobin membentuk
karboksihemoglobin, yang menurunkan kapasitas darah mengangkut oksigen ke
janin. Sedangkan nikotin menyebabkan vasokontriksi arteri umbilikal dan
menekan aliran darah plasenta. Perubahan ini mempengaruhi aliran darah di
plasenta. Kombinasi hypoxia intrauterine dan plasenta yang tidak sempurna
mengalirkan darah diyakini menjadi penghambat pertumbuhan janin.
Faktor yang juga mempengaruhi terjadinya BBLR adalah penyakit pada ibu
hamil. Anemia pada ibu hamil dapat mengakibatkan penurunan suplai oksigen ke
jaringan, selain itu juga dapat merubah struktur vaskularisasi plasenta, hal ini akan
mengganggu pertumbuhan janin sehingga akan memperkuat risiko terjadinya
persalinan prematur dan kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah terutama
untuk kadar hemoglobin yang rendah mulai dari trimester awal
kehamilan (Cunningham, et al., 2010). Selain anemia, implantasi plasenta
abnormal seperti plasenta previa berakibat terbatasnya ruang plasenta untuk
tumbuh, sehingga akan mempengaruhi luas permukaannya. Pada keadaan ini
lepasnya tepi plasenta disertai perdarahan dan terbentuknya jaringan parut sering
terjadi, sehingga meningkatkan risiko untuk terjadi perdarahan
antepartum (Prawirohardjo, 2008). Apabila perdarahan banyak dan kehamilan
tidak dapat dipertahankan, maka terminasi kehamilan harus dilakukan pada usia
gestasi berapapun. Hal ini menyebabkan tingginya kejadian prematuritas yang
memiliki berat badan lahir rendah disertai mortalitas dan morbiditas yang tinggi.
Keadaan sosial ekonomi secara tidak langsung mempengaruhi kejadian
BBLR, karena pada umumnya ibu dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah
akan mempunyai intake makan yang lebih rendah baik secara kualitas maupun
secra kuantitas, yang berakibat kepada rendahnya status gizi pada ibu
hamil (Amalia, 2011 : 258). Selain itu, gangguan psikologis selama kehamilan
berhubungan dengan terjadinya peningkatan indeks resistensi arteri uterina. Hal
ini disebabkan karena terjadi peningkatan konsentrasi noradrenalin dalam plasma,
sehingga aliran darah ke uterus menurun dan uterus sangat sensitif terhadap
noradrenalin sehingga menimbulkan efek vasokonstriksi.
Mekanisme inilah yang mengakibatkan terhambatnya proses pertumbuhan dan
perkembangan janin intra uterin sehingga terjadi BBLR (Hapisah, et al., 2010 :
86-87).
Menurut Maryanti et al. (2012:169) penyebab BBLR dapat dipengaruhi dari
faktor janin berupa hidramnion atau polihidramnion, kehamilan ganda, dan
kelainan koromosom. Hidramnion merupakan kehamilan dengan jumlah air
ketuban lebih dari 2 liter. Produksi air ketuban berlebih dapat merangsang
persalinan sebelum kehamilan 28 minggu, sehingga dapat menyebabkan kelahiran
prematur dan dapat meningkatkan kejadian BBLR. Pada kehamilan ganda berat
badan kedua janin pada kehamilan tidak sama, dapat berbeda 50-1000 gram, hal
ini terjadi karena pembagian darah pada plasenta untuk kedua janin tidak sama.
Pada kehamilan kembar distensi (peregangan) uterus berlebihan, sehingga
melewati batas toleransi dan sering terjadi persalinan prematur (Amirudin &
Hasmi, 2014 : 110-111). Menurut Saifuddin dalam Amirudin & Hasmi (2013 :
111-112) kelainan kongenital atau cacat bawaan merupakan kelaianan dalam
pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur.
Bayi yang lahir dengan kelainan kongenital, umumnya akan dilahirkan sebagai
BBLR atau bayi kecil.
Pada BBLR ditemukan tanda dan gejala berupa disproporsi berat badan
dibandingkan dengan panjang dan lingkar kepala, kulit kering pecah-pecah dan
terkelupas serta tidak adanya jaringan subkutan (Mitayani, 2013 : 176). Karena
suplai lemak subkutan terbatas dan area permukaan kulit yang besar dengan berat
badan menyebabkan bayi mudah menghantarkan panas pada
lingkungan (Sondakh, 2013 : 152). Sehingga bayi dengan BBLR dengan cepat
akan kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia (Maryanti, 2012 : 171).
Selain itu tipisnya lemak subkutan menyebabkan struktur kulit belum matang dan
rapuh. Sensitivitas kulit yang akan memudahkan terjadinya kerusakan integritas
kulit, terutama pada daerah yang sering tertekan dalam waktu yang
lama (Pantiawati, 2010 : 28). Pada bayi prematuritas juga mudah sekali terkena
infeksi, karena daya tahan tubuh yang masih lemah, kemampuan leukosit masih
kurang dan pembentukan antibodi belum sempurna (Maryanti, 2012 : 172).
Kesukaran pada pernafasan bayi prematur dapat disebabakan belum
sempurnanya pembentukan membran hialin surfaktan paru yang merupakan suatu
zat yang dapat menurunkan tegangan dinding alveoli paru. Defisiensi surfaktan
menyebabkan gangguan kemampuan paru untuk mempertahankan stabilitasnya,
alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi sehingga untuk pernafasan
berikutnya dibutuhkan tekanan negative intratoraks yang lebih besar yang disertai
usaha inspirasi yang kuat. Hal tersebut menyebakan ketidakefektifan pola
nafas (Pantiawati, 2010 : 24-25).
Alat pencernaan bayi BBLR masih belum sempurna, lambung kecil, enzim
pencernaan belum matang (Maryanti et al., 2012 : 171). Selain itu jaringan lemak
subkutan yang tipis menyebabkan cadangan energi berkurang yang menyebabkan
malnutrisi dan hipoglikemi. Akibat fungsi organ-organ belum baik terutama pada
otak dapat menyebabkan imaturitas pada sentrum-sentrum vital yang
menyebabkan reflek menelan belum sempurna dan reflek menghisap lemah. Hal
ini menyebabkan diskontinuitas pemberian ASI (Nurarif & Kusuma, 2015 54-55).
6. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul akibat berat badan lahir rendah (BLBR), antara
lain adalah:
a. Gangguan perkembangan paru-paru atau organ lainnya.
b. Masalah pernapasan, seperti sindrom gangguan pernapasan bayi.
c. Masalah neurologis, seperti perdarahan di dalam otak.
d. Masalah gastrointestinal, seperti necrotizing enterocolitis.
e. Kematian mendadak.
7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan skor ballard
b. Tes kocok ( shake test ) dianjurkan untuk bayi kurang bulan
c. Darah rutin, glukosa darah
d. Kadar elektrolit dan analisis gas darah
e. Foto rotgen dada diperlukan pada bayi baru lahir dengan umur kehamilan
kurang bulan dan mengalami sindrom gangguan napas.
f. USG kepala terutama pada bayi umur kehamilan < 35 minggu, dimulai
pada umur 3 hari dan dilanjutkan sesuai hasil yang didapat.
8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan berat badan lahir rendah berfokus pada terapi suportif, yaitu
pemberian nutrisi untuk mengejar target berat badan, mempertahankan suhu tubuh
normal, dan menjaga kebersihan tali pusat dan kulit. Penatalaksanaan medis:
a. Pemberian O2
b. Mempertahankan suhu dengan ketat. BBLR mudah mengalami hipotermi,
oleh sebab itu suhu tubunya harus dipertahankan dengan ketat
c. Mencegah infeksi dengan ketat. BBLR sangat rentan dengan infeksi,
perhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi termasuk mencuci tangan
sebelum memegang bayi
d. Pengawasan nutrisi/ASI. Reflek menelan BBLR belum sempurna, oleh
sebab itu pemberian nutrisi harus dilakukan dengan cermat
e. Penimbangan ketat. Adanya perubahan berat badan mencerminkan kondisi
gizi/nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh,oleh sebab itu
penimbangan berat badan harus dilakukan dengan ketat
f. Kain yang basah secepatnya diganti dengan kain yang kering dan
bersih,pertahankan suhu tetap hangat
g. Tali pusat harus dalam keadaan bersih
h. Beri minum dengan sonde/tetes dengan pemberian ASI

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian fokus
a. Biodata
Terjadi pada bayi prematur yang dalam pertumbuhan di dalam kandungan terganggu
b. Keluhan utama
Menangis lemah, reflek menghisap lemah, bayi kedinginan atau suhu tubuh
rendah
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Lahir spontan, SC umur kehamilan antara 24 sampai 37 minnggu ,berat
badan kurang atau sama dengan 2.500 gram, apgar pada 1 sampai 5 menit, 0
sampai 3 menunjukkan kegawatan yang parah, 4 sampai 6 kegawatan sedang, dan 7-10
normal
e. Riwayat penyakit dahulu
Ibu memliki riwayat kelahiran prematur,kehamilan ganda,hidramnion
f. Riwayat penyakit keluarga
Adanya penyakit tertentu yang menyertai kehamilan seperti DM,TB Paru,
tumor kandungan, kista, hipertensi
g. ADL
1) Pola Nutrisi : reflek sucking lemah, volume lambung kurang, daya
absorbsi kurang atau lemah sehingga kebutuhan nutrisi terganggu
2) Pola Istirahat tidur: terganggu oleh karena hipotermia
3) Pola Personal hygiene: tahap awal tidak dimandikan
4) Pola Aktivitas : gerakan kaki dan tangan lemas
5) Pola Eliminasi: BAB yang pertama kali keluar adalah mekonium,
produksi urin rendah
h. Pemeriksaan
1) Pemeriksaan Umum
a) Kesadaran compos mentis
b) Nadi : 180X/menit pada menit, kemudian menurun sampai 120-
140X/menit
c) RR : 80X/menit pada menit, kemudian menurun sampai 40X/menit
d) Suhu : kurang dari 36,5 C
2) Pemeriksaan Fisik
1) Sistem sirkulasi/kardiovaskular : Frekuensi dan irama jantung rata-
rata 120 sampai 160x/menit, bunyi jantung (murmur/gallop), warna
kulit bayi sianosis atau pucat, pengisisan capilary refill (kurang dari 2-
3 detik).
2) Sistem pernapasan : Bentuk dada barel atau cembung, penggunaan
otot aksesoris, cuping hidung, interkostal; frekuensi dan keteraturan
pernapasan rata-rata antara 40-60x/menit, bunyi pernapasan adalah
stridor, wheezing atau ronkhi.
3) Sistem gastrointestinal : Distensi abdomen (lingkar perut bertambah,
kulit mengkilat), peristaltik usus, muntah (jumlah, warna,
konsistensi dan bau), BAB (jumlah, warna, karakteristik, konsistensi
dan bau), refleks menelan dan mengisap yang lemah.
4) Sistem genitourinaria : Abnormalitas genitalia, hipospadia, urin
(jumlah, warna, berat jenis, dan PH).
5) Sistem neurologis dan musculoskeletal : Gerakan bayi, refleks moro,
menghisap, mengenggam, plantar, posisi atau sikap bayi fleksi,
ekstensi, ukuran lingkar kepala kurang dari 33 cm, respon pupil,
tulang kartilago telinga belum tumbuh dengan sempurna, lembut dan
lunak.
6) Sistem thermogulasi (suhu) : Suhu kulit dan aksila, suhu lingkungan.
7) Sistem kulit : Keadaan kulit (warna, tanda iritasi, tanda lahir, lesi,
pemasangan infus), tekstur dan turgor kulit kering, halus, terkelupas.
8) Pemeriksaan fisik : Berat badan sama dengan atau kurang dari 2500
gram, panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm, lingkar
kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm, lingkar dada sama
dengan atau kurang dari 30cm, lingkar lengan atas, lingkar perut,
keadaan rambut tipis, halus, lanugo pada punggung dan wajah, pada
wanita klitoris menonjol, sedangkan pada laki-laki skrotum belum
berkembang, tidak menggantung dan testis belum turun., nilai
APGAR pada menit 1 dan ke 5, kulitkeriput.
3) Pengkajian Reflek Bayi
1) Reflek moro (kaget)
Timbulnya pergerakan tangan yang simetris apabila kepala tiba-tiba
digerakkan.
2) Reflek rooting (mencari)
Bayi menoleh kearah benda yang menyentuh pipi.
3) Refleks sucking (isap)
Terjadi apabila terdapat benda menyentuh bibir, yang disertai refleks
menelan.
4) Reflek Swallowing
Terjadi apabila bayi menelan Air susu ibu.
5) Refleks Tonikneck
Terjadi apabila kepala bayi kita angkat dan mendapat tahanan pada
kepala bayinya.
6) Refleks Plantar
Terjadi apabila tangan kita dapat di genggam oleh tangan bayi
7) Refleks Babinsky
Terjadi apabila telapak kaki bayi kita sentuh dan akan terjadi kerutan
pada telapak kaki bayinya itu menandakan turgor kulit bayi negative
/ jelek , sebaliknya apabila tidak ada kerutan pada telapak kaki
bayinya berarti turgor kaki bayi negative /baik .
8) Reflek Walking
Terjadi apabila bayinya kita angkat akan terjadi reaksi pada kakinya
seperti berjalan.
4) Pengkajian APGAR
a) Penilaian APGAR Score
Penilaian APGAR score ini biasanya dilakukan sebanyak 2 kali.
Yaitu 5 menit pertama bayi baru lahir dan 5 menit kedua atau 10
menit pertama bayi baru lahir. Secara garis besar, penilaian APGAR
score ini dapat disimpulkan seperti berikut ini.
b) Appearance atau warna kulit:
Nilai APGAR 0 jika kulit bayi biru pucat atau sianosis
Nilai APGAR 1 jika tubuh bayi berwarna merah muda atau kemerah
merahan sedangkan ekstremitas ( tangan dan kaki) berwarna biru
pucat. Nilai APGAR 2jika seluruh tubuh bayi berwarna merah muda
atau kemerahan
c) Pulse atau denyut jantung:
Nilai APGAR 0 jika bunyi denyut jantung tidak ada atau tidak
terdengar
Nilai APGAR 1 jika bunyi denyut jantung lemah dan kurang dari
100 x/menit
Nilai APGAR 2 jika denyut jantung bayi kuat dan lebih dari 100
x/menit
Gremace atau kepekaan reflek bayi
Nilai APGAR 0 jika bayi tidak berespon saat di beri stimulasi
Nilai APGAR 1 jika bayi meringis, merintih atau menangis lemah
saat di beri stimulasi
Nilai APGAR 2 jika bayi menangis kuat saat bayi diberi stimulasi
d) Activity atau tonus otot
Nilai APGAR 0 jika tidak ada gerakan
Nilai APGAR 1 jika gerakan bayi lemah dan sedikit
Nilai APGAR 2 jika gerakan bayi kuat
e) Respiration atau pernafasan
Nilai APGAR 0 jika tidak ada pernafasan
Nilai APGAR 1 jika pernafasan bayi lemah dan tidak teratur
Nilai APGAR 2 jika pernafasan bayi baik dan teratur
5) Pengkajian Ballard Score
2. Pathway

3. Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan maturitas pusat pernafasan,
keterbatasan perkembangan otot, penurunan energi/kelelahan,
ketidakseimbangan metabolik.
b. Hipotermi berhubungan dengan kontrol suhu yang imatur dan penurunan lemak
tubuh subkutan.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis yang kurang
4. Perencanaan

Diagnosa Keperawatan NOC NIC


Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan - Observasi pola Nafas.
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam - Observasi frekuensi dan bunyi
maturitas pusat diharapkan status pernafasan pasien nafas
pernafasan, teratasi dengan kriteria: - Observasi adanya sianosis.
keterbatasan - RR 30-60 x/mnt - Monitor dengan teliti hasil
perkembangan otot, - Spo2 diatas 93% pemeriksaan gas darah.
penurunan - Sianosis (-) - Tempatkan kepala pada posisi
energi/kelelahan, - Sesak (-) hiperekstensi.
ketidakseimbangan - Ronchi (-) - Beri O2 sesuai program dokter
metabolik. - Whezing (-) - Observasi respon bayi terhadap
ventilator dan terapi O2.
- Atur ventilasi ruangan tempat
perawatan klien.
- Kolaborasi dengan tenaga
medis lainnya
Hipotermi berhubungan Setelah dilakukan tindakan - Observasi tanda-tanda vital.
dengan kontrol suhu keperawatan selama 3x24 jam - Tempatkan bayi pada
yang imatur dan diharapkan termoregulasi: baru incubator.
penurunan lemak tubuh lahir pasien teratasi dengan kriteria - Awasi dan atur control
subkutan. hasil: temperature dalam
- Kulit hangat incubator sesuai kebutuhan.
- Sianosis (-) - Monitor tanda-tanda
- Ekstremitas hangat Hipertermi.
- Suhu dalam rentang - Hindari bayi dari pengaruh
normal 36-37C yang dapat menurunkan
suhu tubuh.
- Ganti pakaian setiap basah
- Observasi adanya sianosis.
Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan - Kaji tanda-tanda infeksi.
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam - Isolasi bayi dengan bayi lain.
pertahanan imunologis diharapkan keparahan infeksi:baru - Cuci tangan sebelum dan
yang kurang lahir pasien teratasi dengan kriteria: sesudah kontak dengan bayi.
- Suhu dalam rentang normal - Gunakan masker setiap kontak
36-37C dengan bayi.
- Tidak ada tanda-tanda infeksi - Cegah kontak dengan orang
(kemerahan/nanah) pada yang terinfeksi.
umbilikus - Pastikan semua perawatan
- Leukosit 5.000-10.000 yang kontak dengan bayi
dalam keadaan bersih/steril.
- Kolaborasi dengan dokter.
- Berikan antibiotic sesuai
program.
Daftar Pustaka
Anonymuous, 2015. http://www.pediatric.com/. Di akses Tanggal 10 April 2015.
Arizona Health Matters. 2015. Babies with Low Birth
Weight. http://www.arizonahealthmatters.org/modules.php?op=modload&name=NS-
Indicator&file=indicator&iid=17275074. Di akses Tanggal 10 April 2015.
Arief, Nurhaeni. 2008. Panduan Lengkap Kehamilan dan Kelahiran Sehat.
Yogyakarta : AR Group.
Betz, LC dan Sowden, LA. 2002. Keperawatan Pediatrik - Edisi 3. Jakarta : EGC.
Bobak, Irene M. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta :
EGC.
Doenges, E.Marilynn. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan - Edisi 3. Jakarta : EGC.
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta : EGC.
Maryunani, Anik. 2009. Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. Jakarta : TIM.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi NANDA NIC NOC.
Yogyakarta : Media Action Publishing.
Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta : Bina Pustaka
Wilkinson, Judith M. 2013. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai