Oleh:
KELOMPOK 5
ENIK TRISWATI (1613082)
MOCH. OSCAR S.P (1712031)
DEWI SUPRIH S (1712041)
M. RIFQI AMALYA F (1712036)
FITRI KURNIA H (1712051)
1
A. Definisi
gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi pernapasan
lebih dari 60 kali per menit; sianosis; merintih waktu ekspirasi (expiratory
terjadi karena adanya kelainan di dalam atau di luar paru. Beberapa kelainan
B. Etiologi
terbalik dengan usia kehamilan dan berat badan. Artinya semakin muda usia
kehamilan ibu. Semakin tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya
2
semakin tua usia kehamilan, semakin rendah kejadian RDS (Asrining
PMH ini 60-80% terjadi pada bayi yang umur kehamilannya kurang
dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32 dan 36 minggu, sekitar 5% pada
bayi yang lebih dari 37 minggu dan jarang pada bayi cukup bulan. Kenaikan
persalinan cepat, asfiksia, stress dingin dan adanya riwayat bahwa bayi
sebelumnya terkena, insidens tertinggi pada bayi preterm laki-laki atau kulit
3
Faktor persalinan meliputi partus lama, partus dengan tindakan dan lain-lain.
Bayi yang lahir dengan operasi sesar, berapa pun usia gestasinya dapat
mengakibatkan terlambatnya absorpsi cairan paru (Transient Tachypnea of
Newborn)
4
C. Patofisiologi
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya
untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini
merata dan jarang ekspansi paru pada tekanan intraalveolar yang rendah.
tanpa surfaktan, janin tidak dapat menjaga parunya tetap mengembang. Oleh
karena itu, perlu usaha yang keras untuk mengembangkan parunya pada
dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar dengan disertai usaha
inspirasi yang lebih kuat. Akibatnya, setiap kali perapasan menjadi sukar
menyebabkan atelektasis.
5
Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan pulmonary
vaskular resistem (PVR) yang nilainya menurun pada ekspansi paru normal.
pembalikan parsial sirkulasi, darah janin dengan arah aliran dari kanan ke
metabolik pada bayi dan penurunan curah jantung yang menurunkan perfusi
ke organ vital. Akibat lain adalah kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus
penurunan sirkulasi paru dan perfusi alveolar, PaO2 akan menurun tajam, pH
juga akan menurun tajam, serta materi yang diperlukan untuk produksi
6
Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh pH, suhu dan perfusi
surfaktan. Lapisan epitel paru dapat juga terkena trauma akibat kadar oksigen
7
D. Pathway
Primer Sekunder
`
Bayi prematur Perdarahan antepartum, Ibu diabetes Seksio sesaria Aspirasi mekonium Asfiksia Resusitasi Pneumotorak,
hipertensi hipotensi (pneumonia aspirasi) neonatorum neonatus sindrom wilson,
(pada ibu) mikity
Pembentukan Hiperinsulinemia Pengeluaran
membran hialin janin hormon stress oleh Pernapasan intra uterin Janin kekurangan Pemberian kadar
surfaktan paru Gangguan perfusi darah ibu O2 dan kadar CO2 O2 yang tinggi Insufisiensi pada
belum sempurna uterus Sumbatan jalan napas meningkat bayi prematur
Imaturitas paru
parsial oleh air ketuban Trauma akibat
Sirkulasi utero plasenter Mengalir ke janin Gangguan
dan mekonium kadar O2 yang
kurang baik pematangan paru perfusi tinggi
bayi yang berisi air
Kerusakan surfaktan
Bayi prematur; dismaturitas Menekan sintesis
surfaktan
Pertumbuhan surfaktan paru belum matang
dengan berat badan 100-2000 gram atau masa gestasi 30-36 minggu. Jarang
ditemukan pada bayi dengan berat badan lebih dari 2500 gram. Sering
disertai dengan riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda gawat bayi pada
akhir kehamilan. Tanda gangguan pernapasan mulai tampak dalam 6-8 jam
pertama. Setelah lahir dan gejala yang karakteristik mulai terlihat pada umur
24-72 jam. Bila keadaan membaik, gejala akan menghilang pada akhir
minggu pertama.
dan perfusi paru yang menurun. Keadaan ini akan memperlihatkan gambaran
menurun dan karena pirau vena-arteri dalam paru atau jantung, retraksi
hipotermia, tonus otot yang menurun, gejala sentral dapat terlihat bila terjadi
9
F. Klasifikasi
10
hipoglikemia dapat menyebabkan atau
memperberat takipnea
Rontgen toraks
Mengetahui etiologi distress nafas
1. Gambaran radiologis
2. Gambaran laboratorium
diantaranya adalah :
a. Pemeriksaan darah
11
Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya lebih dari
paten, pirau dari kiri ke kanan atau pirau kanan ke kiri (bergantung
sistemik.
3. Gambaran patologi/histopatologi
12
Pada otopsi, gambaran dalam paru menunjukkan adanya atelektasis dan
yang ditemukan yang terdiri dari fibrin dan sel eosinofilik yang mungkin
13
H. Pencegahan
Faktor yang dapat menimbulkan kelainan ini adalah pertumbuhan paru yang
belum sempurna. Karena itu salah satu cara untuk menghindarkan penyakit ini
ialah mencegah kelahiran bayi yang maturitas parunya belum sempurna. Maturasi
paru dapat dikatakan sempurna bila produksi dan fungsi surfaktan telah
berlangsung baik (Gluck, 1971) memperkenalkan suatu cara untuk mengetahui
maturitas paru dengan menghitung perbandingan antara lesitin dan sfigomielin
dalam cairan amnion.
Bila perbandingan lesitin/sfingomielin sama atau lebih dari dua, bayi
yangakan lahir tidak akan menderita penyakit membrane hialin, sedangkan bila
perbandingan tadi kurang dari tiga berati paru-paru bayi belum matang dan akan
mengalami penyakit membrane hialin. Pemberian kortikosteroid dianggap dapat
merangsang terbentuknya surfaktan pada janin. Cara yang paling efektif untuk
menghindarkan penyakit ini ialah mencegah prematuritas.
14
I. Penatalaksanaan
adekuat (70-80%).
retrolental), dll.
secara intravena.
BB/hari.
15
e. Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian
surfaktan eksogen (surfaktan dari luar), obat ini sangat efektif, namun
2. Penatalaksanaan keperawatan
Bayi dengan PMH adalah bayi prematur kecil, pada umumnya dengan
berat badan lahir 1000-2000 gram dan masa kehamilan kurang dari 36
minggu. Oleh karena itu, bayi ini tergolong bayi berisiko tinggi. Apabila
menerima bayi baru lahir yang demikian harus selalu waspada bahaya
2005).
2010):
paling sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan
infus dektrosa 5%
16
e) Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan g.
gangguan nafas
berikutnya
17
Kurangi pemberian O₂ secara bertahap bila ada
2010)
sedang
(>18 jam)
18
darah dan berikan antibiotik untuk terapi kemungkinan
Pada bayi kecil ( berat lahir < 2500 gram atau umur kehamilan
19
satu dua hari berikutnya dan kemudian akan membaik pada
hari ke 4-7.
perbaikan
20
ruangan tanpa pemberian O₂ tidak mengalami
lambunng.
21
J. Komplikasi
1) Ruptur alveoli
penyakit dan kurangnya oksigen yang menuju ke otak dan organ lain.
22
berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang
2) Retinopathy premature
23
ASUHAN KEPERAWATAN
(RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME = RDS)
1.Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama,
tanggal pengkajian.
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat maternal
intrapartus.
a. Cardiovaskuler
Murmur sistolik
b. Integumen
Mottling
24
c. Neurologis
Immobilitas, kelemahan
d. Pulmonary
Nafas grunting
Pernapasan dangkal
Sianosis
e. Status behavioral
Letargi
4. Pemeriksaan Doagnostik
c. Data laboratorium :
25
Lesitin/spingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih mengindikasikan
maturitas paru
Tingkat phospatydylinositol
92%-94%, pH 7,3-7,45.
Diagnosa Keperawatan
kapiler-alveolar
26
27
Rencana Asuhan Keperawatan
28
Gas darah arteri normal 14. Regulasi asupan cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan cairan
abnormal Tidak Gelisah 15. Posisikan untuk meringankan sesak napas
Gelisah Tidak adanya 16. Monitor status pernapasan dan okseigenasi, sebagaimana mestinya
Hiperkapnia Hiperkapnia
Hipoksemia Tidak adanya Terapi Oksigen
Hipoksia Hipoksemia 1. Bersihkan mulut, hidung, dan sekresi trakea dengan tepat
Iritabilitas Tidak adanya 2. Pertahankan kepatenan jalan napas
Konfusi Hipoksia 3. Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui system humidifier
Napas cuping Tidak adanya 4. Berikan oksigen tambahan seperti yang diperintahkan
hidung Iritabilitas 5. Monitor aliran oksigen
Penurunan Tidak adanya 6. Monitor posisi perangkat (alat) pemberian oksigen
kabondioksida Konfusi 7. Periksa perangkat (alat) pemberian oksigen secara berkala untuk memastikan bahwa
pH arteri Tidak adanya konsentrasi (yang telah) ditentukan sedang diberikan
abnormal Napas cuping 8. Monitor efektifitas terapi oksigen (misalnya, tekanan oksimetri, ABGs) dengan tepat
Pola hidung 9. Pastikan penggantian masker oksigen/kanul nasal setiap kali perangkat diganti
pernapasan Tidak adanya 10. Rubah perangkat pemberian oksigen dari masker ke kanul saat makan
abnormal (mis., Penurunan 11. Amati tanda-tanda hipoventilasi induksi oksigen
kecepatan, kabondioksida 12. Pantau adanya tanda-tanda keracunan oksigen dan kejadian atelektasis
irama, pH arteri normal 13. Monitor peralatan oksigen untuk memastikan bahwa alat tersebut tidak mengganggu
kedalaman) Pola pernapasan upaya pasien untuk bernapas
Sakit kepala normal (mis., 14. Monitor kecemasan pasien yang berkaitan dengan kebutuhan mendapatkan terapi
29
saat bangun kecepatan, irama, 15. Monitor kerusakan kulit terhadap adanya gesekan perangkat oksigen
Somnolen kedalaman) 16. Sediakan oksigen ketika pasien dibawa/dipindahkan
Takikardia Tidak adanya 17. Konsultasi dengan tenaga kesehatan lain mengenai penggunaan oksigen tambahan
Warna kulit Sakit kepala saat selama kegiatan dan atau tidur
abnormal (mis., bangun 18. Anjurkan pasien dan keluarga mengenai penggunaan oksigen di rumah
pucat, Tidak adanya 19. Rubah kepada pilihan peralatan pemberian oksign lainnya untuk meningkatkan
kehitaman) Somnolen kenyamanan dengan tepat
Tidak adanya
Takikardia Monitor Pernapasan
Warna kulit 1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernapas
normal 2. Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot bantu napas dan
retraksi pada supraclaviculas dan interkosta
3. Monitor suara tambahan seperti ngorok atau mengi
4. Monitor pola napas (misalnya, bradipneu, takipneu, hiperventilasi, pernapasan kusmaul,
pernapasan 1:1, apneustik, respirasi biot, pola ataxic
5. Monitor saturasi oksigen pada pasien tersedasi (seperti SaO₂, SvO₂, SpO₂) sesuai
dengan protocol yang ada
6. Pasang sensor pemantauan oksigen non-invasif (misalnya, pasang alat pada jari, hidung,
dan dahi) dengan mengatur alarm pada pasien berisiko tinggi sesuai dengan prosedur
tetapo yang ada
7. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
30
8. Perkusi torak anterior dan posterior, dari apeks ke basis paru, kanan dan kiri
9. Catat lokasi trakea
10. Monitor kelelahan otot-otot diapragma dengan pergerakan parasoksikal
11. Auskultasi suara napas, catat area dimana terjadi penurunan atau tidak adanya ventilasi
dan keberadaan suara napas tambahan
12. Kaji perlunya penyedotan jalan napas dengan auskultasi suara nafas ronki di paru
13. Auskultasi suara napas setelah tindakan, untuk dicatat
Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas
2 Definisi: Inspirasi tindakan keperawatan Buka jalan napas dengan teknik chin lift atau jaw thrust,
dan/atau ekspirasi yang selam … X 24 jam Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
tidak memberi ventilasi diharapkan Identifikasi kebutuhan actual/potensial pasien untuk memasukkan alat membuka jalan
adekuat. napas
Berhubungan dengan Status Pernapasan : Masukkan alat nasopharyngeal (NPA) atau oropharingeal airway (OPA), sebagaimana
keletihan otot Ventilasi mestinya
pernafasan ditandai Lakukan fisioterapi dada, sebagaimana mestinya
dengan: Tidak adanya Buang secret dengan menyedot lender
Bradipnea Auskultasi suara napas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak ada dan adanya
Batasan karakteristik: suara tambahan
Tidak adanya
Lakukan penyedotan melalui endotrakea atau nasotrakea, sebagaimana mestinya
Bradipnea Dispnea
Kelola pemberian bronkodilator, sebagaimana mestinya
31
Dispnea tidak memanjang Kelola nebulizer ultrasonic, sebagaimana mestinya
Kelola udara atau oksigen yang dilembabkan, sebagaimana mestinya
Fase ekspirasi Tidak adanya
Ambil benda asing dengan forcep McGill, sebagaimana mestinya
memanjang Ortopnea
Regulasi asupan cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan cairan
32
tekanan Penurunan Catat lokasi trakea
ekspirasi tekanan ekspirasi Monitor kelelahan otot-otot diapragma dengan pergerakan parasoksikal
Auskultasi suara napas, catat area dimana terjadi penurunan atau tidak adanya ventilasi
Penurunan Tidak adanya
dan keberadaan suara napas tambahan
tekanan Penurunan
Kaji perlunya penyedotan jalan napas dengan auskultasi suara nafas ronki di paru
inspirasi tekanan inspirasi
Auskultasi suara napas setelah tindakan, untuk dicatat
33
frekuensi, (mis., irama,
kedalaman) frekuensi,
kedalaman)
Takipnea
Tidak adanya
Takipnea
34
Contoh Kasus:
A. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada tanggal 31 Mei 2013 pukul 07.00 WIB pada bayi
1. Identitas pasien
Agama : Islam
No.RM : 780763
KPD
2. Penanggung jawab
Nama : Tn. S
Usia : 29 Tahun
Agama : Islam
35
Jenis kelamin : Laki-laki
3. Keluhan Utama
Bayi Ny. W I lahir pada tanggal 29 Mei 2013 jam Wib, karena bayi Ny. W
7. Riwayat Psikososial
neonates
8. Riwayat Antenatal
36
Ny. W I mengatakan selama hamil rutin memeriksakan kandungannya ke
9. Riwayat Natal
Bayi Ny. W I lahir pada tanggal 29 Mei 2013 jam 15.05 WIB secara
karena air ketubannya sudah keluar, maka oleh dokter bayi Ny. W I harus
segera dikeluarkan.
a) Apgar Skor
Skor
jantung
teratur
rangsang
37
ujung-
ujung
biru
Jumlah 5 7
c) Lingkar kepala : 30 cm
e) Panjang badan : 40 cm
f) Lingkar dada : 26 cm
g) Lingkar perut : 25 cm
h) Anus : positif
a) Pola pernapasan
38
c) Pola Eliminasi
pempers. Bayi Ny. W I sudah BAK dan BAB warna hitam lembek
(mekonium).
Ny. W I tidak merokok, tidak memiliki kebiasaan untuk diet ketat, Ny.
alkohol/minuman keras.
f) Hubungan Psikologis
bersamanya
g) Persepsi-Kognitif
dalam kondisi tidak baik, dan terlihat sesak nafas sampai tulang
39
disusui karena reflek menelannya dan menghisap masih kurang
Suhu = 36 7 ºC
Pemeriksaan tubuh :
kering.terpasang OGT.
40
Thorax : Simetris (kanan kiri sama), tarikan intercosta (+),
retraksi dada (+), dada cekung kebawah (di bawah px), RR=
Cardio : HR = 184x/menit
Anus : Tidak ada lesi, tak ada iritasi perineal, warna feces
hitam lembek.
Ekstremitas : Akral dingin, Jumlah jari tangan 5/5, Jumlah jari kaki
Reflek :
sempurna ASI yang diberikan dan selalu ada ASI yang keluar
dari mulutnya
41
c) Reflek Grasping (Menggenggam) ; ketika perawat meletakkan
4 HCT 42,5 % 47 – 75
5 MCV 107,6+ fL 80 – 99
6 MCH 36,2+ fL 27 – 31
42
14. Terapi
Infus TPN IL
(hari 2)
43
ANALISA DATA:
Suhu = 36,70 C
HR = 186 x/menit
RR 68 X/Menit (adanya
takipnea )
sianosis
Terpasang O2 NCPAP 40
% PEEP 5 l/mnt
KU: Lemah
Suhu = 36,70 C
HR = 186 x/menit
44
RR 68 X/Menit (adanya
takipnea )
sianosis
Terpasang O2 NCPAP 40
% PEEP 5 l/mnt
45
Intervensi Keperawatan:
Diagnosa Intervensi
No. Keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil (NOC) (NIC)
(NANDA)
Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan
1 gas berhubungan keperawatan selam 3 X 24 jam Napas
dengan perubahan diharapkan 1. Buka jalan napas
membran kapiler- dengan teknik
alveolar ditandai Status Pernapasan : chin lift atau jaw
dengan: Pertukaran Gas thrust,
Ds: - sebagaimana
DO: Ku: Baik mestinya
KU: Lemah TTV: 2. Posisikan pasien
RR: 40 – 60 untuk
Suhu = 36,70
x/menit memaksimalkan
C
HR: 120 –130 ventilasi
HR = 186 x/menit 3. Identifikasi
Suhu: 36, 5 – 37, kebutuhan
x/menit
5 ºC actual/potensial
RR 68 Tidak ada retraksi dada pasien untuk
46
intercosta Tidak terpasang 0₂ sebagaimana
mestinya
Ada retraksi
5. Lakukan
dalam
fisioterapi dada,
suara nafas sebagaimana
mestinya
ronki
6. Buang secret
sianosis dengan menyedot
Terpasang O2 lender
7. Auskultasi suara
NCPAP 40 %
napas, catat area
PEEP 5 l/mnt yang ventilasinya
t menurun atau
tidak ada dan
adanya suara
tambahan
8. Lakukan
penyedotan
melalui
endotrakea atau
nasotrakea,
sebagaimana
mestinya
9. Kelola pemberian
bronkodilator,
sebagaimana
mestinya
10. Kelola
47
pengobatan
aerosol,
sebagaimana
mestinya
11. Kelola nebulizer
ultrasonic,
sebagaimana
mestinya
12. Kelola udara atau
oksigen yang
dilembabkan,
sebagaimana
mestinya
13. Ambil benda
asing dengan
forcep McGill,
sebagaimana
mestinya
14. Regulasi asupan
cairan untuk
mengoptimalkan
keseimbangan
cairan
15. Posisikan untuk
meringankan
sesak napas
16. Monitor status
pernapasan dan
48
okseigenasi,
sebagaimana
mestinya
Terapi Oksigen
1. Bersihkan mulut,
hidung, dan
sekresi trakea
dengan tepat
2. Pertahankan
kepatenan jalan
napas
3. Siapkan peralatan
oksigen dan
berikan melalui
system humidifier
4. Berikan oksigen
tambahan seperti
yang
diperintahkan
5. Monitor aliran
oksigen
6. Monitor posisi
perangkat (alat)
pemberian
oksigen
7. Periksa perangkat
(alat) pemberian
49
oksigen secara
berkala untuk
memastikan
bahwa
konsentrasi (yang
telah) ditentukan
sedang diberikan
8. Monitor
efektifitas terapi
oksigen
(misalnya,
tekanan
oksimetri, ABGs)
dengan tepat
9. Pastikan
penggantian
masker
oksigen/kanul
nasal setiap kali
perangkat diganti
10. Rubah perangkat
pemberian
oksigen dari
masker ke kanul
saat makan
11. Amati tanda-
tanda
hipoventilasi
50
induksi oksigen
12. Pantau adanya
tanda-tanda
keracunan
oksigen dan
kejadian
atelektasis
13. Monitor peralatan
oksigen untuk
memastikan
bahwa alat
tersebut tidak
mengganggu
upaya pasien
untuk bernapas
14. Monitor
kecemasan pasien
yang berkaitan
dengan kebutuhan
mendapatkan
terapi
15. Monitor
kerusakan kulit
terhadap adanya
gesekan
perangkat oksigen
16. Sediakan oksigen
ketika pasien
51
dibawa/dipindahk
an
17. Konsultasi
dengan tenaga
kesehatan lain
mengenai
penggunaan
oksigen tambahan
selama kegiatan
dan atau tidur
18. Anjurkan pasien
dan keluarga
mengenai
penggunaan
oksigen di rumah
19. Rubah kepada
pilihan peralatan
pemberian oksign
lainnya untuk
meningkatkan
kenyamanan
dengan tepat
Monitor
Pernapasan
1. Monitor
kecepatan, irama,
kedalaman dan
52
kesulitan
bernapas
2. Catat pergerakan
dada, catat
ketidaksimetrisan,
penggunaan otot-
otot bantu napas
dan retraksi pada
supraclaviculas
dan interkosta
3. Monitor suara
tambahan seperti
ngorok atau
mengi
4. Monitor pola
napas (misalnya,
bradipneu,
takipneu,
hiperventilasi,
pernapasan
kusmaul,
pernapasan 1:1,
apneustik,
respirasi biot,
pola ataxic
5. Monitor saturasi
oksigen pada
pasien tersedasi
53
(seperti SaO₂,
SvO₂, SpO₂)
sesuai dengan
protocol yang ada
6. Pasang sensor
pemantauan
oksigen non-
invasif (misalnya,
pasang alat pada
jari, hidung, dan
dahi) dengan
mengatur alarm
pada pasien
berisiko tinggi
sesuai dengan
prosedur tetapo
yang ada
7. Palpasi
kesimetrisan
ekspansi paru
8. Perkusi torak
anterior dan
posterior, dari
apeks ke basis
paru, kanan dan
kiri
9. Catat lokasi
trakea
54
10. Monitor
kelelahan otot-
otot diapragma
dengan
pergerakan
parasoksikal
11. Auskultasi suara
napas, catat area
dimana terjadi
penurunan atau
tidak adanya
ventilasi dan
keberadaan suara
napas tambahan
12. Kaji perlunya
penyedotan jalan
napas dengan
auskultasi suara
nafas ronki di
paru
13. Auskultasi suara
napas setelah
tindakan, untuk
dicatat
Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan
2 efektif berhubungan keperawatan selam … X 24 Napas
dengan kelelahan jam diharapkan Buka jalan napas
otot pernafasan dengan teknik
55
Status Pernapasan : Ventilasi chin lift atau jaw
DS: - Ku: Baik thrust,
TTV: Posisikan pasien
DO :
RR: 40 – 60 untuk
x/menit memaksimalkan
KU: Lemah
HR: 120 –130 ventilasi
Suhu = 36,70
x/menit Identifikasi
C Suhu: 36, 5 – 37, kebutuhan
5 ºC actual/potensial
HR = 186
Tidak ada retraksi dada pasien untuk
x/menit
Tidak ada tarikan memasukkan alat
RR 68 intercosta membuka jalan
dalam mestinya
Buang secret
suara nafas
dengan menyedot
ronki lender
Auskultasi suara
sianosis
56
Terpasang O2 napas, catat area
NCPAP 40 % yang ventilasinya
PEEP 5 l/mnt menurun atau
t tidak ada dan
adanya suara
tambahan
Lakukan
penyedotan
melalui
endotrakea atau
nasotrakea,
sebagaimana
mestinya
Kelola pemberian
bronkodilator,
sebagaimana
mestinya
Kelola
pengobatan
aerosol,
sebagaimana
mestinya
Kelola nebulizer
ultrasonic,
sebagaimana
mestinya
Kelola udara atau
oksigen yang
57
dilembabkan,
sebagaimana
mestinya
Ambil benda
asing dengan
forcep McGill,
sebagaimana
mestinya
Regulasi asupan
cairan untuk
mengoptimalkan
keseimbangan
cairan
Posisikan untuk
meringankan
sesak napas
Monitor status
pernapasan dan
okseigenasi,
sebagaimana
mestinya
Monitor
Pernapasan
Monitor
kecepatan, irama,
kedalaman dan
kesulitan
58
bernapas
Catat pergerakan
dada, catat
ketidaksimetrisan,
penggunaan otot-
otot bantu napas
dan retraksi pada
supraclaviculas
dan interkosta
Monitor suara
tambahan seperti
ngorok atau
mengi
Monitor pola
napas (misalnya,
bradipneu,
takipneu,
hiperventilasi,
pernapasan
kusmaul,
pernapasan 1:1,
apneustik,
respirasi biot,
pola ataxic
Monitor saturasi
oksigen pada
pasien tersedasi
(seperti SaO₂,
59
SvO₂, SpO₂)
sesuai dengan
protocol yang ada
Pasang sensor
pemantauan
oksigen non-
invasif (misalnya,
pasang alat pada
jari, hidung, dan
dahi) dengan
mengatur alarm
pada pasien
berisiko tinggi
sesuai dengan
prosedur tetapo
yang ada
Palpasi
kesimetrisan
ekspansi paru
Perkusi torak
anterior dan
posterior, dari
apeks ke basis
paru, kanan dan
kiri
Catat lokasi
trakea
Monitor
60
kelelahan otot-
otot diapragma
dengan
pergerakan
parasoksikal
Auskultasi suara
napas, catat area
dimana terjadi
penurunan atau
tidak adanya
ventilasi dan
keberadaan suara
napas tambahan
Kaji perlunya
penyedotan jalan
napas dengan
auskultasi suara
nafas ronki di
paru
Auskultasi suara
napas setelah
tindakan, untuk
dicatat
61
DAFTAR PUSTAKA
Nelson. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Volume I. Edisi 15. Jakarta : EGC.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Buku Kuliah 3. Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI.
Suriadi & Yuliani. 2006. Buku Pegangan Praktik Klinik. Asuhan keperawatan pada
Anak Edisi 2. Jakarta : Sagung Seto.
62