PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Cedera kepala akibat trauma sering kita jumpai di lapangan. Di Amerika
Serikat kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000
kasus dari jumlah di atas 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit
dan lebih dari 100.000 penderita menderita berbagai tingkat kecacatan akibat
cedera kepala tersebut (Fauzi, 2002).
Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat cedera
kepala, dan lebih dari 700.000 mengalami cedera cukup berat yang
memerlukan perawatan di rumah sakit. Dua per tiga dari kasus ini berusia di
bawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dari wanita. Lebih dari
setengah dari semua pasien cedera kepala berat mempunyai signifikasi
terhadap cedera bagian tubuh lainnya (Smeltzer and Bare, 2002).
Akibat trauma kepala pasien dan keluarga mengalami perubahan fisik
maupun psikologis, asuhan keperawatan pada penderita cedera kepala
memegang
peranan penting
terutama
dalam pencegahan
komplikasi.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui prinsip implementasi asuhan keperawatan pada pasien
dengan cidera kepala.
b. Dapat mengevaluasi hasil akhir asuhan keperawatan pada pasien cedera
kepala .
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas otak.
Cedera kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk
atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan
(accelerasi descelarasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh
perubahan peningkatan pada percepatan factor dan penurunan percepatan,
serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai
akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
Cedera kepala pada dasarnya dikenal dua macam mekanisme trauma
yang mengenai kepala yakni benturan dan goncangan (Gernardli and Meany,
1996).
Berdasarkan GCS maka cidera kepala dapat dibagi menjadi 3 gradasi
yaitu cidera kepala derajat ringan, bila GCS : 13 15, Cidera kepala derajat
sedang, bila GCS : 9 12, Cidera kepala berat, bila GCS kuang atau sama
dengan 8. Pada penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan misal oleh
karena aphasia, maka reaksi verbal diberi tanda X, atau oleh karena kedua
mata edema berat sehingga tidak dapat di nilai reaksi membuka matanya maka
reaksi membuka mata diberi nilai X, sedangkan jika penderita dilakukan
traheostomy ataupun dilakukan intubasi maka reaksi verbal diberi nilai T.
Prinsip - Prinsip pada Trauma Kepala
Cedera kulit.
GCS 13 15
GCS 9 12
GCS 3 8
B. ETIOLOGI
1. Kecelakaan
2. Jatuh
3. Trauma akibat persalinan
C. PATOFISIOLOGI
Cidera Kepala
TIK - Oedem
- Hematom
Respon Biologi
Hypoxemia
Kelainan Metabolisme
Kontusio
Laserasi
Gangguan Autoregulasi
Rangsangan Simpatis
Stress
Tahanan Vaskuler
Katekolamin
Sistemik & TD
O2 Ggan Metabolisme
Tek. Pemb.Darah
Mual, Muntah
Pulmonal
Asam Laktat
Tek. Hidrostatik
Oedem Otak
Cerebral
Difusi O2 Terhambat
Gangguan
Hiperkapnea
Pola
Napas
Hipoksemia,
Nyeri
Intracerebral
Kerusakan /
Penekanan Sel Otak
Local / Difus
Gangguan
kesadaran
Penurunan GCS
Gangguan Seluruh
Kebutuhan Dasar
(Oksigenasi, Makan,
Minum, Kebersihan
Diri, Rasa Aman,
Gerak, Aktivitas Dll
Dampak Langsung
Komotio Cerebri
Kontutio Cerebri
Lateratio Cerebri
Edema Cerebri
Kejang
Resiko Trauma
Saraf otak
Jaringan otak.
Battle sign.
Hemotympanum.
Periorbital echymosis.
Rhinorrhoe.
Orthorrhoe.
Brill hematom.
Gejala :
-
c)
Hematom epidural.
Perdarahan anatara tulang tengkorak dan duramater.
Lokasi tersering temporal dan frontal.
Sumber : pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus.
Katagori talk and die.
Gejala : (manifestasi adanya proses desak ruang).
Penurunan
(beberapa menit - beberapa jam) ---- penurunan kesadaran hebat --koma, deserebrasi, dekortisasi, pupil an isokor, nyeri kepala hebat,
reflek patologik positip.
d) Hematom subdural.
Akut :
-
Gejala 24 - 48 jam.
PTIK meningkat.
Sub Akut :
-
e)
Kronis :
-
Hematom intrakranial.
Perdarahan intraserebral 25 cc atau lebih.
Selalu diikuti oleh kontosio.
Sistem pernapasan
Sistem kardiovaskuler.
Sistem Metabolisme.
Sistem Pernapasan :
Karena adanya kompresi langsung pada batang otak ---- gejala pernapasan
abnormal :
Chyne stokes.
Hiperventilasi.
Apneu.
Sistem Kardivaskuler :
Trauma kepala --- perubahan fungsi jantung : kontraksi, edema paru, tek.
Vaskuler.
Disritmia.
Fibrilasi.
Takikardia.
Sistem Metabolisme :
Trauma kepala --- cenderung terjadi retensi Na, air, dan hilangnya
sejumlah nitrogen.
Nutrisi berkurang
Penghancuran protein otot sebagai sumber nitrogen utama.
Pengaruh Pada G.I Tract. :
3 hari pasca trauma --- respon tubuh merangsang hipotalamus dan stimulus vagal.
Lambung hiperacidi
Hipotalamus ------ hipofisis anterior
Adrenal
Steroid
Peningkatan sekresi asam lambung
Hiperacidi
Trauma
Stress
Perdarahan lambung
Katekolamin meningkat.
untuk
mencegah
terjadinya
proses
infeksi
tampon
steril
(Consul
ahli
THT)
pada
bloody
otorrhea/otoliquorrhea.
(3). Pada penderita dengan tanda-tanda bloody otorrhea/otoliquorrhea penderita
tidur dengan posisi terlentang dan kepala miring keposisi yang sehat
(Umar Kasan : 2000).
6. Komosio Serebri
Secara definisi komosio serebri adalah gangguan fungsi otak tanpa
adanya kerusakan anatomi jaringan otak akibat adanya cidera kepala.
Sedangkan secara klinis didapatkan penderita pernah atau sedang tidak sadar
selama kurang dari 15 menit, disertai sakit kepala, pusing, mual-muntah
adanya amnesi retrogrde ataupun antegrade. Pada pemeriksaan radiologis CT
scan tidak didapatkan adanya kelainan (Bajamal AH : 1993).
7. Kontusio Serebri
Secara definisi kontusio serebri didefinisikan sebagai gangguan fungsi
otak akibat adanya kerusakan jaringan otak, secara klinis didapatkan penderita
pernah atau sedang tidak sadar selama lebih dari 15 menit atau didapatkan
adanya
kelainan
neurologis
akibat
kerusakan
jaringan
otak
seperti
EDH biasanya baik, kecuali dengan GCS datang kurang dari 8, datang lebih
dari 6 jam umur lebih dari 60 tahun (Bajamal A.H , 1999).
9. Subdural hematom (SDH)
Secara definisi hematom subdural adalah hematom yang terletak
dibawah lapisan duramater dengan sumber perdarahan dapat berasal dari
Bridging vein (paling sering), A/V cortical, Sinus venosus duralis.
Berdasarkan waktu terjadinya perdarahan maka subdural hematom dibagi 3
meliputiSubdural hematom akut terjadi kurang dari 3 hari dari kejadian,
Subdural hematom subakut terjadi antara 3 hari 3 minggu, Subdural
hematom kronis jika perdarahan terjadi lebih dari 3 minggu. Secara klinis
subdural hematom akut ditandai dengan penurunan kesadaran, disertai adanya
lateralisasi yang paling sering berupa hemiparese/plegi. Sedangkan pada
pemeriksaan radiologis (CT Scan) didapatkan gambaran hiperdens yang
berupa
bulan
sabit
(cresent).
Indikasi
operasi
menurut
EBIC
2). Bingung
3). Mengantuk
4). Menarik diri
5). Berfikir lambat
6). Kejang
7). Udem pupil.
10. Intracerebral hematom (ICH)
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan
otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak.
Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadangkadang disertai lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya
daerah hiperdens yang indikasi dilakukan operasi jika Single, Diameter lebih
dari 3 cm, Perifer, Adanya pergeseran garis tengah, Secara klinis hematom
tersebut dapat menyebabkan gangguan neurologis/lateralisasi. Operasi yang
dilakukan biasanya adalah evakuasi hematom disertai dekompresi dari tulang
kepala. Faktor-faktor yang menentukan prognosenya hampir sama dengan
faktor-faktor yang menentukan prognose perdarahan subdural (Bajamal A.H ,
1999).
Cidera Otak Sekunder
Cidera otak sekunder yang terjadi akibat dari cidera otak primer yang tidak
mendapat penanganan dengan baik (sehingga terjadi hipoksia) serta adanya proses
metabolisme dan neurotransmiter serta respon inflamasi pada jaringan otak maka
cidera otak primer berubah menjadi otak sekunder yang meliputi Edema serebri,
Infrark serebri, Peningkatan tekanan intra kranial (Bajamal A.H , 1999).
1. Edema serebri
Adalah penambahan air pada jaringan otak / sel sel otak, pada kasus
cidera kepala terdapat 2 macam edema serebri Edema serebri vasogenik,
Edema serebri sitoststik (Sumarmo Markam et.al ,1999).
tumor,
abses)
maka
sebagian
dari
komponen
tersebut
mengalami
perdarahan ditempat lain, karena cidera kepala single pada orang dewasa
hampir tidak pernah menimbulkan shock. Terjadinya shock pada cidera kepala
meningkatkan angka kematian 2x. Pada pemeriksaan disability/kelainan
kesadaran pemeriksaan kesadaran memakai glasgow coma scale,
Periksa
kedua pupil bentuk dan besarnya serta catat reaksi terhadap cahaya langsung
maupun tidak langsung, Periksa adanya hemiparese/plegi, Periksa adanya
reflek patologis kanan kiri, Jika penderita sadar baik tentukan adanya
gangguan sensoris maupun fungsi misal adanya aphasia. Setelah fungsi vital
stabil (ABC stabil baru dilakukan survey yang lain dengan cara melakukan
sekunder survey/ pemeriksaan tambahan seperti skull foto, foto thorax, foto
pelvis, CT Scan dan pemeriksaan ini sebenarnya dikerjakan secara stimultan
dan seksama) (ATLS , 1997).
J. Glasgow Coma Scale (GCS)
Untuk mendapatkan keseragaman dari penilaian tingkat kesadaran
secara kwantitatif (yang sebelumnya tingkat kesadaran diukur secara kwalitas
seperti apatis, somnolen dimana pengukuran seperti ini didapatkan hasil yang
tidak seragam antara satu pemeriksaan dengan pemeriksa yang lain) maka
dilakukan pemeriksaan dengan skala kesadaran secara glasgow, ada 3 macam
indikator yang diperiksa yaitu reaksi membuka mata, Reaksi verbal, Reaksi
motorik.
Nilai
Nilai
5
4
3
2
Nilai
6
5
4
3
2
1
:gangguan ventilasi-difusi
: gangguan perfusi/sirkulasi
: anemia
Hb
1,34 = koefisien tetap (angka Huffner) beberapa penulis menyebut 1,36 atau
1,39
pO2
SVR
VR
normal VR = CO
Available O2 = CO x Ca O2
Available O2 : oksigen tersedia (untuk jaringan)
Ca O2
3.
O. PROGNOSIS
Hal-hal yang dapat membantu menentukan prognosis :
Usia dan lamanya koma pasca traumatik, makin muda usia, makin
berkurang pengaruh lamanya koma terhadap restitusimental.
Apnea, pupil tak ada reaksi cahaya, gerakan refleks mata negatif, tak ada
gerakan apapun merupakan tanda-tanda brain death.
P. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem
persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi,
jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu
didapati adalah sebagai berikut :
1. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis
kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah,
pengahasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab.
2. Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea /
takipnea, sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala,
paralise, akumulasi sekret pada saluran napas, adanya liquor dari hidung
dan telinga dan kejang
Riwayat
penyakit
dahulu
haruslah
diketahui
baik
yang
Pembedahan.
5. Pemeriksaan Penujang
pernapasan
Penatalaksanaan
Konservatif:
Bedrest total
Pemberian obat-obatan
Prioritas Perawatan:
1. Maksimalkan perfusi / fungsi otak
2. Mencegah komplikasi
3. Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke fungsi normal
4. Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga
5. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana
pengobatan, dan rehabilitasi.
Tujuan:
1. Fungsi otak membaik : defisit neurologis berkurang/tetap
2. Komplikasi tidak terjadi
3. Kebutuhan sehari-hari dapat dipenuhi sendiri atau dibantu orang lain
4. Keluarga dapat menerima kenyataan dan berpartisipasi dalam perawatan
5. Proses penyakit, prognosis, program pengobatan dapat dimengerti oleh
keluarga sebagai sumber informasi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan yang biasanya muncul adalah:
1. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas
di otak.
2. Tidakefektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan
sputum.
3. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
4. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos coma)
5. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi,
tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
INTERVENSI
Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat
napas di otak.
Tujuan :
Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.
Kriteria evaluasi :
Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tandatanda hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas normal.
Rencana tindakan :
Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari
pasien dapat menimbulkan alkalosis respiratori dan pernapasan lambat
meningkatkan tekanan Pa Co2 dan menyebabkan asidosis respiratorik.
Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit), adanya obstruksi dapat
menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan
Tidak
efektifnya
kebersihan
jalan
napas
sehubungan
dengan
penumpukan sputum.
Tujuan :
Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi
Kriteria Evaluasi :
Suara napas bersih, tidak terdapat suara sekret pada selang dan bunyi
alarm karena peninggian suara mesin, sianosis tidak ada.
Rencana tindakan :
1. Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas. Obstruksi dapat
disebabkan pengumpulan sputum, perdarahan, bronchospasme atau
masalah terhadap tube.
2. Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ). Pergerakan
yang simetris dan suara napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang
tepat dan tidak adanya penumpukan sputum.
3. Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum
banyak. Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi
untuk mencegah hipoksia.
4. Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan ventilasi untuk
semua bagian paru dan memberikan kelancaran aliran serta pelepasan
sputum.
Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
Tujuan :
Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.
Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial.
Rencana tindakan :
1) Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode GCS.
6. Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.
7. Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.
8. Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8
jam.
9. Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam
dengan menggunakan H2O2.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hafid, M. Sajid Darmadiputra, Umar Kasan, (1989), Strategy Dasar
Penanganan Cidera Otak, Warta IKABI Cab. Surabaya.
Asikin
(1991)
Simposium
Keperawatan
Penderita
Cedera
Kepala.
BAB III
PENUTUP
Dibicarakan mengenai cedera otak dan dasar-dasar pengelolaannya,
sehubungan dengan makin meningkatnya korban kecelakaan lalu lintas dimana
banyak diantaranya mengalami cedera otak.
Akibat benturan kepala, terjadi cedera pada otak dan jaringan sekitarnya
yang disebut dengan lesi primer. Bila korban dapat tetap bertahan, terjadi proses
lebih lanjut yang dipengaruhi oleh faktor-faktor intrakranial maupun sistemik.
Proses iniakan menghasilkan kerusakan-kerusakan yang disebut lesi sekunder.
Mekanisme terjadinya cedera akibat benturan kepala dan patofisiologik
proses selanjutnya telah dibicarakan; juga kerusakan-kerusakan pada jaringan
sekitar otak.
Pengelolaan meliputi pemeriksaan, observasi dan pengobatan penderita baik
secara konservatif maupun yang memerlukan tindakan operasi darurat. Dengan
pengelolaan yang cepat, terutama pada saat proses terjadinya lesi-lesi sekunder,
diharapkan dapat diperoleh hasil yang sebaik-baiknya bagi penderita.