Anda di halaman 1dari 30

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

“UROLITHIASIS”

Oleh

SRI WIGATI
003.18.026

Preseptor Klinik Preseptor Akademik

(Ns. Restu Berlian, S.Kep) (Ns. Rizki Sari Utami M, S.Kep, M.Kep)

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AWAL BROS BATAM
2018/2019
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PASIEN UROLITHIASIS

A. PENGERTIAN

Definisi (BSK) Batu saluran kemih adalah batu yang terbetuk dari berbagai

macam proses kimia di dalam tubuh manusia dan terletak di dalam ginjal serta saluran

kemih pada manusia seperti ureter (Prabowo dan Pranata, 2014).

Batu saluran kemih (urolithiasis) merupakan obstruksi benda padat pada

saluran kencing yang berbentuk karena faktor presifitasi endapan dan senyawa

tertentu. Batu tersebut bias berbentuk dari berbagai senyawa, misalnya kalsium

oksalat (60%), fosfat (30%), asam urat (5%) dan sistin (1%). Batu saluran kemih

dapat berukuran dari sekecil pasir hingga sebesar buah anggur (Prabowo dan Pranata,

2014).

Batu yang berukuran kecil biasanya tidak menimbulkan gejala dan biasanya

dapat keluar bersama dengan urine ketika berkemih. Batu yang berada di saluran

kemih atas (ginjal dan ureter) menimbulkan kolik dan jika batu berada di saluran

kemih bagian bawah (kandung kemih dan uretra) dapat menghambat buang air kecil

(Prabowo dan Pranata, 2014).

Urolithiasis dapat diklasifikasikan menurut komposisi kimia yang terkandung

dalam batu ginjal atau saluran kemih. Komposisi kimia yang terkandung dalam batu

ginjal atau saluran kemih dapat diketahui dengan menggunakan analisis kimia khusus

untuk mengetahui adanya kalsium, magnesium, amonium, karbonat, fosfat, asam urat

oksalat, dan sistin.


a) Batu kalsium

Kalsium adalah jenis batu yang paling banyak menyebabkan BSK yaitu

sekitar 70%-80% dari seluruh kasus BSK. Batu ini kadang-kadang di jumpai

dalam bentuk murni atau juga bisa dalam bentuk campuran, misalnya dengan batu

kalsium oksalat, batu kalsium fosfat atau campuran dari kedua unsur tersebut.

Terbentuknya batu tersebut diperkirakan terkait dengan kadar kalsium yang tinggi

di dalam urine atau darah dan akibat dari dehidrasi. Batu kalsium terdiri dari dua

tipe yang berbeda, yaitu Whewellite atau monohidrat (batu berbentuk padat, warna

cokat/ hitam dengan konsentrasi asam oksalat yang tinggi pada air kemih),

Kombinasi kalsium dan magnesium menjadi weddllite atau dehidrat (batu

berwarna kuning, mudah hancur daripada whewellite).

b) Batu asam urat

Kurang lebih 5-10% penderita BSK dengan komposisi asam urat. Pasien

biasanya berusia > 60 tahun. Batu asam urat dibentuk hanya oleh asam urat.

Kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi protein mempunyai peluang lebih

besar menderita penyakit BSK, karena keadaan tersebut dapat meningkatkan

ekskresi asam urat sehingga pH air kemih menjadi rendah. Ukuran batu asam urat

bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar sehingga membentuk

staghorn (tanduk rusa). Batu asam urat ini adalah tipe batu yang dapat dipecah

dengan obat-obatan. Sebanyak 90% akan berhasil dengan terapi kemolisis.

c) Batu struvit (magnesium-amonium fosfat)

Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini

disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah

golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim

urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi
amoniak. Kuman yang termasuk pemecah urea di antaranya adalah Proteus spp,

Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus. Ditemukan

sekitar 15-20% pada penderita BSK. Batu struvit lebih sering terjadi pada wanita

daripada laki-laki. Infeksi saluran kemih terjadi karena tingginya konsentrasi

ammonium dan pH air kemih >7. Pada batu struvit volume air kemih yang

banyak sangat penting untuk membilas bakteri dan menurunkan supersaturasi dari

fosfat.

d) Batu Sistin

Batu Sistin terjadi pada saat kehamilan, disebabkan karena gangguan

ginjal. Merupakan batu yang paling jarang dijumpai dengan frekuensi kejadian 1-

2%. Reabsorbsi asam amino, sistin, arginin, lysin dan ornithine berkurang,

pembentukan batu terjadi saat bayi. Disebabkan faktor keturunan dan pH urine

yang asam. Selain karena urine yang sangat jenuh, pembentukan batu dapat juga

terjadi pada individu yang memiliki riwayat batu sebelumnya atau pada individu

yang statis karena imobilitas. Memerlukan pengobatan seumur hidup, diet

mungkin menyebabkan pembentukan batu, pengenceran air kemih yang rendah

dan asupan protein hewani yang tinggi menaikkan ekskresi sistin dalam air kemih.

( Prabowo dan Pranata,2014 ).

B. PENYEBAB DAN FAKTOR PREDISPOSISI

Penyebab pasti pembentukan BSK belum diketahui, oleh karena banyak faktor

yang dilibatkannya, sampai sekarang banyak teori dan faktor yang berpengaruh

terhadap pembentukan BSK yaitu:

a. Teori Nukleasi

Teori ini menjelaskan bahwa pembentukan batu berasal dari inti batu yang

membentuk kristal atau benda asing. Inti batu yang terdiri dari senyawa jenuh
yang lama kelamaan akan mengalami proses kristalisasi sehingga pada urin

dengan kepekatan tinggi lebih beresiko untuk terbentuknya batu karena mudah

sekali untuk terjadi kristalisasi.

b. Teori Matriks Batu

Matriks akan merangsang pembentukan batu karena memacu penempelan partikel

pada matriks tersebut. Pada pembentukan urin seringkali terbentuk matriks yang

merupakan sekresi dari tubulus ginjal dan berupa protein (albumin, globulin dan

mukoprotein) dengan sedikit hexose dan hexosamine yang merupakan kerangka

tempat diendapkannya kristal-kristal batu.

c. Teori Inhibisi yang Berkurang

Batu saluran kemih terjadi akibat tidak adanya atau berkurangnya faktor inhibitor

(penghambat) yang secara alamiah terdapat dalam sistem urinaria dan berfungsi

untuk menjaga keseimbangan serta salah satunya adalah mencegah terbentuknya

endapan batu. Inhibitor yang dapat menjaga dan menghambat kristalisasi mineral

yaitu magnesium, sitrat, pirofosfat dan peptida. Penurunan senyawa penghambat

tersebut mengakibatkan proses kristalisasi akan semakin cepat dan mempercepat

terbentuknya batu (reduce of crystalize inhibitor). Batu terbentuk dari traktus

urinarius ketika konsentrasi subtansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium

fosfat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika terdapat

defisiensi subtansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah kristalisasi

dalam urin. Kondisi lain yang mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup

pH urin dan status cairan pasien (batu cenderung terjadi pada pasien dehidrasi).

Penyebab terbentuknya batu dapat digolongkan dalam 2 faktor antara lain :

1. faktor endogen seperti hiperkalsemia, hiperkasiuria, pH urin yang bersifat

asam maupun basa dan kelebihan pemasukan cairan dalam tubuh yang
bertolak belakang dengan keseimbangan cairan yang masuk dalam tubuh

dapat merangsang pembentukan batu.

2. eksogen seperti kurang minum atau kurang mengkonsumsi air mengakibatkan

terjadinya pengendapan kalsium dalam pelvis renal akibat ketidakseimbangan

cairan yang masuk, tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyaknya

pengeluaran keringat, yang akan mempermudah pengurangan produksi urin

dan mempermudah terbentuknya batu, dan makanan yang mengandung purin

yang tinggi, kolesterol dan kalsium yang berpengaruh pada terbentuknya batu.

( Prabowo dan Pranata 2014 )

C. MANIFESTASI KLINIK ( TANDA DAN GEJALA )

Batu di ginjal tersebut bersifat asimtomatik kecuali apabila batu tersebut

menyebabkan obstruksi atau timbul infeksi (J. Corwin, 2007). Manifestasi klinis

bergantung pada adanya obsrtuksi, infeksi, dan edema. Iritasi batu yang terus-menerus

dapat mengakibatkan terjadinya infeksi (pielonefritis dan sistitis) yang sering disertai

dengan keadaan demam, mengggil dan disuria. (Purnomo, 2013)

1) Batu di piala ginjal

a) Menyebabkan rasa sakit yang dalam dan terus-menerus diarea kostovertebral.

b) Dapat dijumpai hematuria dan piuria.

c) Kolik renal : Nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di seluruh

area kostovertebral, nyeri pinggang, biasanya disertai mual dan muntah

2) Batu di ureter

a) Nyeri luar biasa, akut, kolik yang menyebar ke paha & genitalia

b) Sering merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit urin yang keluar, dan

biasanya mengandung darah.


3) Batu di kandung kemih

a) Nyeri kencing/disuria hingga stranguri

b) Perasaan tidak enak sewaktu kencing

c) Kencing tiba-tiba terhenti kemudian menjadi lancar kembali dengan

perubahan posisi tubuh

d) Nyeri pada saat miksi seringkali dirasakan pada ujung penis, skrotum,

perineum, pinggang, sampai kaki.

4) Batu di uretra

a) Miksi tiba-tiba berhenti hingga terjadi retensi urin

Nyeri dirasakan pada glans penis atau pada tempat batu berada.

b) Batu yang berada pada uretra posterior, nyeri dirasakan di perineum atau

rektum

c) Batu yang terdapat di uretra anterior seringkali dapat diraba oleh pasien

berupa benjolan keras di uretra pars bulbosa maupun pendularis atau kadang-

kadang tampak di meatus uretra eksterna.

(Purnomo, 2013)

D. PATOFIOLOGI

Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada

tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu

sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvik alises,

divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostat berigna,

striktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan

terjadi pembentukan batu.


Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik yang

terlarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable

(tetap larut) kemudian akan mengadakan agregasi dan menarik bahan-bahan lain

sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat

Kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu,

agregat Kristal menempel pada epitel saluran kemih, dan dari sini bahan-bahan lain

diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk

menyumbat saluran kemih.

Kondisi metastable di pengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di

dalam urine, konsentrasi solute di dalam urine, laju aliran di dalam saluran kemih,

atau adanya koloid di dalam urine, kosentrasi solute di dalam saluran kemih, atau

adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.

Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang

berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan

kalsium fosfat, sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium

ammonium fosfat, batu xanthyn, batu sistein, dan batu jenis lainnya. Meskipun

patogenesis pembentukan batu-batu di atas hampir sama, tetapi suasana di dalam

saluran kemih yang memungkinkan terbentuknya jenis batu itu tidak sama. Misalkan

batu asam urat mudah terbentuk dalam suasana asam, sedangkan batu magnesium

amonium fosfat terbentuk karena urine bersifat basa.

(Prabowo dan Pranata,2014).


E. PATWAY KEPERAWATAN

Urolithiasis

Penurunan urine flow Stagnasi urine pada VU

Regangan otot
Iritabilitas mukosa ureter
m.detrusor meningkat

Lesi dan inflamasi Sensifitas meningkat

Nyeri akut

Stress ulcer HCL meningkat Nausea vomiting

Ketidakseimbangan
Nutrisi:kurang dari
kebutuhan tubuh
Robekan vaskuler

Hematuria/gross hematuria Kebocoran plasma

Resiko keseimbangan Absorbsi nutrient


vol.cairan inadekuat

refluks Haluaran inadekuat

Kolinisasi bakteri
Hidronephrosis Retensi urine
meningkat

Gangguan
Resiko gangguan f.ginjal Resiko infeksi
eliminasi urine

Sumber: Prabowo dan Pranata, 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem
Perkemihan. Yogyakarta: Nuha Medika.
F. PENATALAKSANAAN

Tujuan panatalaksanaan medis pada urolithiasis adalah untuk menyingkirkan

batu, menentukan jenis batu, mencegah penghancuran nefron, mengontrol infeksi, dan

mengatasi obstruksi yang mungkin terjadi (Brunner & Suddart, 2015)

Tindakan untuk mengatasi penyakit urolithiasis adalah dengan melakukan :

 Observasi konservatif (batu ureter yang kecil dapat melewati saluran kemih tanpa

intervensi),

 Agen disolusi (larutan atau bahan untuk memecahkan batu),

 Mengurangi obstruksi (DJ stent dan nefrostomi),

 Terapi non invasif Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL),

 Terapi invasif minimal: ureterorenoscopy (URS), Percutaneous

Nephrolithotomy, Cystolithotripsi/ ystolothopalaxy, terapi bedah seperti

nefrolithotomi, nefrektomi, pyelolithotomi, uretrolithotomi, sistolithotomi

(Brunner & Suddart, 2015).

Treatment Indikasi Keterbatasan Komplikasi


ESWL 1. Radiolucent calculi Kurang efektif 1. Obstruksi
2. Batu renal < 2 cm untuk pasien dengan ureter oleh
3. Batu ureter < 1 cm obesitas dan batu karena pecahan
yang keras batu
2. Perinephric
hematoma
Ureteros-copy Batu ureter 1. Invasive Struktur uretera dan
2. Biasanya luka
membutuhkan
stent postoperasi
ureteral
URS Batu renal < 2cm 1. Mungkin akan Striktur uretera dan
kesulitan dalam luka
membersihkan
frgamen.
2. Biasanya
membutuhkan
stent postoperasi
uerteral

PNCL Batu renal > 2 cm Invasive Perdarahan


Batu renal proksimal > 1 Luka pada sistem
cm pengumpulan
Luka pada
(Brunner & Suddart, 2015)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan untuk mengetahui adanya batu ureter

(urolithiasis) menurut Umamy 2007 adalah sebagai berikut:

1) Uji Laboratorium

a) Analisa urin (Urinanalisis)

Analisa ini digunakan untuk menemukan faktor risiko pembentukan batu dan

menunjukkan hasil secara umum terkait dengan hal-hal berikut ini:

 Tes urin lengkap

Suatu pemeriksaan makroskopik, mikroskopik dan kimia urin yang

meliputi pemeriksaan protein dan glukosa. Sedangkan yang dimaksud

dengan pemeriksaan urin lengkap adalah pemeriksaan urin rutin yang

dilengkapi dengan pemeriksaan benda keton, bilirubin, urobilinogen,

darah samar dan nitrit. Warna urin, adanya eritrosit, bakteri yang ada di

dalam urin.
 Kultur urin

Pemeriksaan ini dilakukan dengan indikasi kecurigaan pada klien

dengan adanya ISK karena berguna untuk mendeteksi adanya infeksi

sekunder ataupun infeksi saluran kemih (ISK) akibat adanya pertumbuhan

kuman pemecah vena seperti (Stapilococus aureus, Proteus, Klebsiela,

Pseudomonas).

 Tes urin 24 jam

Tes ini berguna untuk mengetahui kadar pH urin, kreatinin, asam urat,

kalsium, fosfat, oksalat atau sistin yang mungkin meningkat. Kadar

normal pH urin adalah 4,6-6,8. Jika pH asam maka akan meningkatkan

sistin dan batu asam urat. Sedangkan, apabila pH alkali maka dapat

meningkatkan magnesium, fosfat amonium (batu kalsium fosfat). Kadar

BUN normalnya mencapai 5-20 mg/dl, pada pemeriksaan tujuannya untuk

melihat kemampuan ginjal dalam ekskresi sisa yang bernitrogen. BUN

menjelaskan secara kasar perkiraan Glomerular Filtration Rate (GFR).

Hal yang mempengaruhi perubahan kadar BUN adalah diet tinggi protein

serta darah dalam saluran pencernaan yang mengalami katabolisme

(cedera dan infeksi). Sedangkan untuk Kreatinin Serum memiliki tujuan

yang sama dengan pemeriksaan BUN. Kadar normal laki-laki adalah 0,85-

15 mg/dl sedangkan perempuan 0,70-1,25 mg/dl. Jika pada serum tinggi

dan atau urin rendah maka dapat dikatakan sebagai keabnormalitasan

sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal yang dapat

menyebabkan terjadinya iskemia/ nekrosis.


 Kadar klorida, bikarbonat serum, serta hormon paratiroid

Peningkatan kadar klorida dan penurunan kadar bikarbonat

menunjukkan terjadinya asidosis tubulus ginjal. Selain itu, kadar hormon

paratiroid (PTH) juga mungkin meningkat jika terdapat gagal ginjal. (PTH

merangsang reabsorpsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum

dan kalsium urin).

b) Tes darah lengkap (DL)

Leukosit kemungkinan dapat meningkat, hal ini disebabkan adanya

infeksi/septikemia, eritrosit biasanya dalam kadar normal. Sedangkan Hb/Ht

menjadi abnormal bila klien mengalami dehidrasi berat atau polisitemia

(mendorong presipitasi pemadatan) atau anemia (pendarahan, disfungsi/ gagal

ginjal).

c) Analisa batu

Pemeriksaan ini juga disebut dengan tes mikroskopik urin untuk

menunjukkan adanya sel dan benda berbentuk partikel lainnya seperti bakteri,

virus maupun bukan karena infeksi (perdarahan, gagal ginjal). Pemeriksaan ini

juga dapat dipakai untuk mengetahui ada atau tidaknya leukosituria, hematuria

dan kristal-kristal pembentuk batu sepertikalsium oksalat, triple fosfat, asam

urat, sistin (Cystine), leusin dan tirosin, kristal kolesterol, dan kristal lain

meliputi kristal dalam urin asam (natrium urat dan amorf urat), kristal dalam

urin alkali (amonium urat (biurat), Ca-fosfat, amorf fosfat, dan Ca-karbonat),

Kristal akibat sekresi obat dalam urin meliputi kristal sulfadiazin dan kristal

sulfonamida.
2) Tes Radiologi

a) Foto polos abdomen (BOF, KUB)

Radiologi ini dapat dipakai untuk menunjukkan adanya kalkuli dan atau

perubahan anatomik pada area ginjal maupun sepanjang ureter. Plain-film

radiografi dari ginjal, ureter, dan kandung kemih (KUB) hanya dapat

mendokumentasikan ukuran dan lokasi batu kemih radiopak pada batu

kalsium oksalat dan kalsium fosfat, karena memiliki kandungan kalsium

mereka paling mudah dideteksi oleh radiografi.

Pertimbangan keperawatan dalam pemeriksaan ini adalah menganjurkan

klien untuk dilakukan Lavement dengan dulcolax sebagai persiapan

pemeriksaan. Selain itu, pemeriksaan ini berperan untuk menilai kandung

kemih dan ginjal yang ditentukan dari:

 Distribusi udara di dalam usus rata atau tidak

 Bentuk ginjal

 Bayangan batu : dimana dilihat radiopak, radiolusent

 Garis M. Psoas simetris. Jika tidak simetris harus dilakukan transplantasi

ginjal.

Gambar 1 Gambaran Plain Foto (Foto Polos Abdomen / BOF, KUB)


b) IVP (Intra Vena Pielografi) / IVU (Intravenous Urography)

Menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi ureter) dan

garis bentuk kalkuli. IVU/IVP menyediakan informasi yang berguna mengenai

ukuran batu, lokasi, dan radio density. Anatomi Calyceal, derajat obstruksi,

serta unit ginjal kontra lateral juga dapat dinilai dengan akurasi.

IVU/IVP memiliki sensitifitas yang lebih besar (64-87%) dan spesifisitas

(92-94%) lebih besar dibandingkan dengan ultrasonografi abdomen dan KUB

radiografi untuk mendeteksi batu ginjal. Kontras diperlukan untuk melakukan

IVU/IVP.

Pertimbangan keperawatan dalam pemeriksaan ini adalah menyarankan

kepada klien agar melakukan puasa selama 6-8 jam agar pemeriksaan berjalan

dengan lancar, selain itu juga dilakukan lavage. Syarat-syarat pemeriksaan ini

adalah klien tidak memiliki alergi kontras dan fungsi ginjal baik.

Gambar 2. Hasil pemeriksaan dengan IVU/IVP


Indikasi dan kontra indikasi pemeriksaan ini menurut Aziz (2008) dapat
dilihat pada tabel dibawah ini:
Indikasi Kontra indikasi
 Hematuria  Kadar kreatinin >1,5
 ISK yang berulang  Alergi terhadap kontras
 Batu saluran kemih
 Anomali anatomi sistem urinari
 Nyeri pinggang yang tidak bisa
diterangkan penyebabnya
 Nyeri kolik ginjal
 Dicurigai terdapat tumor yang
mengganggu fungsi saluran
kencing-ginjal, ureter, kandung
kemih, dan atau uretra

c) Sistoureteroskopi

Visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat menunjukkan batu dan

atau efek obstruksi (Borley 2006)

d) CT-scan

Pemindaian CT-scan akan menghasilkan gambar yang lebih jelas tentang

ukuran dan lokasi batu. Pemeriksaan ini dipakai untuk mengidentifikasi

kalkuli dan masa lain; ginjal, ureter, dan distensi kandung kemih (Borley
2006). Indikasinya meliputi obstruksi saluran kemih, BSK (Batu saluran

kemih), trauma urinari, alkuli ureter, dan distensi bladder.

Gambar 3 Gambaran CT-scan

e) Ultrasound ginjal (USG)

USG ginjal digunakan untuk menunjukkan perubahan obstruksi, lokasi batu.

Indikasinya meliputi suspek urolithiasis, kolik ginjal, batu ginjal,

hidronefrosis, obstruksi saluran kemih, batu asam urat, dan yeri ginekologi

Gambar 2.8 Gambaran USG Doppler


f) Sistoskopi

Sistoskopi adalah prosedur pemeriksaan dengan menyisipkan sebuah tabung

kecil fleksibel melalui uretra, yang memuat sebuah lensa dan sistem

pencahayaan yang membantu dokter untuk melihat bagian dalam uretra dan

kandung kemih untuk mengetahui kelainan dalam kandung kemih dan saluran

kemih bawah. Dengan prosedur ini, batu ginjal dapat diambil dari ureter,

kandung kemih atau uretra, dan biopsi jaringan dapat dilakukan. Indikasi

pemeriksaan ini yaitu klien dengan kelainan anomali bladder, saluran kemih,

dan batu ginjal.

g) Uroflowmetry dan Urodinamik

Berguna untuk mengukur kecepatan pengeluaran urin, tekanan bladder dan

tekanan abdominal. Serta untuk mendeteksi pancaran kencing sehingga dapat

mengetahui ada tidaknya kelainan pada saluran kencing bawah, seperti adanya

kelainan prostat (BPH) maupun kelainan striktur uretra. Indikasi pemeriksaan

ini adalah BPH (Benign Prostatic Hyperplasia), striktur uretra, dan kelainan

saluran kencing bagian bawah. Interpretasi yang bisa dilakukan yaitu dengan

cara melihat nilai kecepatan pengeluaran urin (minimal 100 cc urin) sebagai

berikut:

 0 – 10 ml/s : Obstruksi

 10-15 ml/s : Border line

 >15 ml/s : Normal

Gambar 4 Mekanisme Uroflowmetry


h) Magnetic Resonance Urography (MRU)

Magnetic resonance urography (MRU) memberikan alternatif untuk NCCT

dalam pengaturan klinis tertentu, termasuk klien anak-anak dan ibu hamil.

(Pearl dan Nakada, 2009).Indikasi pemeriksaan ini adalah hidronefrosis, batu

saluran kemih (BSK), obstruksi saluran kemih, dan striktur uretra.

i) Renogram

Pemeriksaan yang dikhususkan untuk klien yang terkena staghorn stone.

Berguna untuk menilai fungsi ginjal (Umamy 2007).

H. PENGKAJIAN FOKUS

Pengumpulan data antara lain meliputi :

1. Pengkajian

a. Identitas

Nama : Dengan inisial

Umur : Paling sering 30 – 50 tahun

Jenis kelamin : Lebih banyak pada pria

Alamat : Tinggal di daerah panas

b. Riwayat Keperawatan

1) Keluhan Utama

Biasanya keluhan utama klien merasakan nyeri, akut/kronik dan kolik yang

menyebar ke paha dan genetelia.

2) Riwayat Penyakit Dahulu

Biasanya klien yang menderita penyakit batu ginjal, pernah menderita

penyakit infeksi saluran kemih.

3) Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga menderita batu ginjal dan hipertensi.


2. Perubahan Pola Fungsi (Pola Gordon)

1) Pola persepsi dan management

Pola ini akan menjelaskan bagaimana penderita batu ginjal ini mengatasi

penyakit yang di deritanya,apakah langsung di bawa ke rumah sakit atau tidak.

2) Pola nutrisi dan metabolic

Menjelaskan bagaimana makan klien, apakah mengalami muntah. Dan

biasanya klien sering mengalami hidrasi

3) Pola eliminasi

Klien akan mengalami gangguan pada keseimbangan cairan dan elektrolit.

Dan biasanya klien terserang diare

4) Pola aktivitas dan latihan

Aktivitas dan latihan klien akan terganggu, karena klien mengalami nyeri dan

bengkak pada tungkai

5) Pola kognitif dan perceptual

Biasanya klien yang menderita batu ginjal tidak mengalami gangguan pada

penglihatan, dan pendengaran

6) Pola istirahat dan tidur

Biasanya tidur dan istirahat klien terganggu, karena merasakan nyeri yang

sangat hebat pada daerah tungkai

7) Pola konsep diri dan persepsi

Biasanya klien sering merasa cemas akan penyakitnya

8) Pola peran dan hubungan

Klien lebih sering menutup diri, dan sering mengabaikan perannya baik

sebagai suami, maupun ayah

9) Pola reproduksi dan seksual


Biasanya klien yang menderita batu ginjal mengalami gangguan reproduksi

dan seksual nya, sehingga iya tidak dapat memenuhi kebutuhan seksualnya

10) Pola coping dan toleransi

Klien yang menderita batu ginjal cenderung stres, karena cemas memikirkan

penyakitnya, yang tak kunjung sembuh

11) Pola nilai dan keyakinan

Klien agak susah melakukan aktivitas ibadah nya, karena dirumah sakit klien

menggunakan Infus.

3. Pemeriksaan Fisik (Head to toe )

1) Keadaan Umum

2) TTV : (TD, Suhu, RR, Nadi)

3) Kepala dan leher

Inspeksi :

a. Wajah : simetris/tidak

b. Rambut : lurus/keriting

c. Mata : anemis atau ananemis

d. Hidung : bersih atau tidak

e. Telinga : bersih atau tidak

f. Mulut : mukosa bibir

g. Lidah : Mukosa mulut mengalami peradangan atau tidak

4) Dada

a. Inspeksi : simetris atau tidak

b. Palpasi : denyutan jantung teraba cepat/tidak


c. Perkusi :

 Jantung : normal/tidak

 Paru : normal/tidak

d. Auskultasi : apakah terdengar vesikuler, ronchi, dan wheezing

5) Abdomen

a. Inspeksi : asites atau tidak

b. Palpasi : ada nyeri tekan atau tidak

c. Perkusi : timpani

d. Auskultasi : ada bising usus/tidak

4) Kulit

Turgor kulit kuning, pucat,atau kebiruan.

5) Ekstremitas

Tidak terdapat udem pada pada daerah extremitas

4. Pemeriksaan penunjang
a. pemeriksaan Urine

b. Pemeriksaan Laboratorium

c. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL), USG, CT Scan Dll

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa Pre Op :

a. Nyeri berhubungan dengan gesekan pada dinding ureter

b. Deficit volume cairan dan elektroli berhubungan dengan mual, muntah

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan output yang

berlebihan

d. Kecemasan berhubungan dengan tindakan invasive.


Diagnosa Post Op :

1. Nyeri berhubungan dengan pasca bedah

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pasca bedah

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatique

(Nanda, 2015)

J. PERENCANAAN KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan Noc Nic

1 Nyeri berhubungan Noc Nic


dengan gesekan dinding
a. Pain Level, a. Lakukan pengkajian nyeri
ureter
secara komprehensif
· b. Pain control
Definisi : termasuk lokasi,
· c. Comfort level karakteristik, durasi
Pengalaman sensori dan
frekuensi, kualitas dan faktor
emosional yang tidak Kriteria Hasil :
presipitasi.
menyenangkan yang
a. Mampu b. Observasi reaksi nonverbal
muncul akibat kerusakan
mengontrol nyeri dan ketidaknyamanan.
jaringan yang aktual atau
(tahu penyebab c. Gunakan teknik komunikasi
potensial atau
nyeri, mampu terapeutik untuk mengetahui
digambarkan dalam hal
menggunakan pengalaman nyeri pasien.
kerusakan sedemikian
tehnik d. Kaji kultur yang
rupa (International
nonfarmakologi mempengaruhi respon nyeri.
Association for the study
untuk mengurangi e. Evaluasi pengalaman nyeri
of Pain): yang tiba-tiba
nyeri, mencari masa lampau
atau lambat dan
bantuan). f. Evaluasi bersama pasien dan
intensitas ringan hingga
b. Melaporkan bahwa tim kesehatan lain tentang
berat.
nyeri berkurang ketidakefektifan kontrol
Batasan Karakteristik : dengan nyeri masa Iampau.
menggunakan g. Bantu pasierl dan keluarga
a. Perubahan selera
manajemen nyeri untuk mencari dan
makan
c. Mampu mengenali menemukan dukungan.
b. Perubahan tekanan nyeri (skala, h. Kontrol lingkungan yang
darah. intensitas, dapat mempengaruhi nyeri
c. Mengekspresikan frekuensi dan seperti suhu ruangan,
perilaku (mis, gelisah, tanda nyeri. pencahayaan dan kebisingan
merengek, menangis) d. Menyatakan rasa i. Kurangi faktor presipitasi
d. Sikap melindungi area nyaman setelah nyeri
nyeri. nyeri berkurang j. Pilih dan lakukan
e. Fokus menyempit penanganan nyeri
(mis, gangguan (farmakologi, non
persepsi nyeri, farmakologi dan inter
hambatan proses personal).
berfikir, penurunan k. Kaji tipe dan sumber nyeri
interaksi dengan untuk menentukan intervensi.
orang dan l. Ajarkan tentang teknik non
lingkungan). farmakologi.
f. Indikasi nyeri yang m. Berikan anaIgetik untuk
dapat diamati. mengurangi nyeri.
g. Perubahan posisi n. Evaluasi keefektifan kontrol
untuk menghindari nyeri
nyeri o. Tingkatkan istirahat.
h. Melaporkan nyeri p. Kolaborasikan dengan
secara verbal dokter jika ada keluhan dan
i. Gangguan tidur tindakan nyeri tidak berhasil
Faktor Yang q. Monitor penerimaan pasien
Berhubungan : tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
Agen cedera (mis,
biologis, zat kimia, fisik, a. Cek riwayat alergi, Pilih
psikologis) analgesik yang diperlukan
atau kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari satu.
b. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
2. Defisit volume cairan Noc Nic
dan elektrolit
a. Fluid balance Fluid management
berhubungan dengan
b. Hydration
mual, muntah a. Timbang popok/pembalut jika
c. Nutritional
diperlukan.
Definisi : Status:Food and
b. Pertahankan catatan intake dan
Fluid Intake
Berisiko mengalami output yang akurat
Kriteria Hasil :
dehidrasi vaskular, c. Monitor status hidrasi
selular, atau intraselular. a. Mempertahankan (kelembaban membran
urine output sesuai mukosa, nadi adekuat, tekanan
Batasan Karakteristik
dengan usia dan darah ortostatik ), jika
a. Perubahan status BB, BJ urine diperluka.
mental normal, HT normal d. Monitor vital sign.
b. Penurunan tekanan b. Tekanan darah, e. Monitor masukan makanan /
darah nadi, suhu tubuh cairan dan hitung intake kalori
c. Penurunan tekanan dalam batas harian.
nadi normal f. Kolaborasikan pemberian
d. Penurunan volume c. Tidak ada tanda- cairan IV.
nadi tanda dehidrasi, g. Monitor status nutrisi.
e. Penurunan turgor Elastisitas turgor h. Berikan cairan IV pada suhu
kulit kulit baik, ruangan
f. Penurunan turgor membran mukosa i. Dorong masukan oral
lidah lembab, tidak ada j. Berikan penggantian
g. Penurunan haluaran rasa haus yang nesogatrik sesuai output.
urin berlebihan k. Dorong keluarga untuk
h. Penurunan pengisisan membantu pasien makan.
vena l. Kolaborasi dengan dokter
i. Membran mukosa · Atur kemungkinan tranfusi
kering
· Hypovolemia Management
j. Kulit kering
k. Peningkatan a. Monitor status cairan termasuk
hematocrit intake dan ourput cairan,
l. Peningkatan suhu Pelihara IV line
tubuh b. Monitor tingkat Hb dan
m. eningkatan frekwensi hematocrit.
nadi c. Monitor tanda – tamda vital
n. Peningkatan d. Monitor respon pasien
kosentrasi urin terhadap penambahan cairan.
o. Penurunan berat e. Monitor berat badan
badan tiba-tiba f. Dorong pasien untuk
(kecuali pada ruang menambah intake oral.
ketiga) g. Pemberian cairan IV monitor
p. Haus adanya tanda dan gejala
q. Kelemahan kelebihan volume cairan
Faktor Yang h. Monitor adanya tanda gagal
Berhubungan ginjal

a. Kehilangan cairan
aktif, Kegagalan
mekanisme regular
3 Pemenuhan Nutrisir Noc Nic
kurang dari kebutuhan
a. Nutritional Status : Nutrition Management
berhubungan dengan
food and Fluid
output yang berlebihan a. Kaji adanya alergi makanan.
Intake
b. Kolaborasi dengan ahli gizi
Definisi :
b. Nutritional Status: untuk menentukan jumlah
Asupan nutrisi tidak nutrient Intake kalori dan nutrisi yang
cukup untuk memenuhi
· Weight control dibutuhkan pasien.
kebutuhan metabolic. c. Anjurkan pasien untuk
Kriteria Hasil :
meningkatkan intake Fe
Batasan Karakteristik :
a. Adanya d. Anjurkan pasien untuk
a. Nyeri abdomen peningkatan berat meningkatkan protein dan
b. Berat badan 20% atau badan sesuai vitamin C.
lebih dibawah berat dengan tujuan e. Berikan substansi gula
badan ideal. b. Berat badan ideal f. Yakinkan diet yang dimakan
c. Kurang makan sesuai dengan mengandung tinggi serat untuk
d. Kurang minat pada tinggi badan mencegah konstipasi.
makanan. · Mampu. g. Berikan makanan yang
e. Penurunan berat terpilih (sudah dikonsultasikan
c. mengidentifikasi
badan dengan asupan dengan ahli gizi).
kebutuhan nutrisi.
makanan adekuat h. Ajarkan pasien bagaimana
d. Tidak ada tanda-
f. Ketidakmampuan membuat catatan makanan
tanda malnutrisi.
memakan makanan harian.
e. Menunjukkan
Faktor Yang i. Monitor jumlah nutrisi dan
peningkatan fungsi
Berhubungan : kandungan kalori
pengecapan dan
a. Faktor biologis j. Berikan informasi tentang
menelan
b. Faktor ekonomi kebutuhan nutrisi.
f. Tidak terjadi
c. Ketidakmampuan k. Kaji kemampuan pasien untuk
penurunan berat
untuk mengabsorbsi mendapatkan nutrisi yang
badan yang berarti
nutrient dibutuhkan
d. Ketidakmampuan Nutrition Monitoring
untuk mencerna
a. BB pasien dalam batas normal
makanan
b. Monitor adanya penurunan
e. Ketidakmampuan
berat badan
menelan makanan
c. Monitor tipe dan jumlah
· Faktor psikologi
aktivitas yang biasa dilakukan
d. Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
e. Monitor lingkungan selama
makan
f. Jadwalkan pengobatan dan
perubahan pigmentasi
g. Monitor turgor kulit
h. Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
i. Monitor mual dan muntah
j. Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
k. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
l. Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
· Monitor kalori dan intake
nutrisi

· Catat adanya edema, hiperemik

m. hipertonik papila lidah dan


cavitas oral.
n. Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
4 Kecemasan Noc Nic
berhubungan dengan
1. Anxiety Level Anxiety Reduction (penurunan
tindakan invasive
2. Social Axiety kecemasan
Definisi
level 1. Gunakan pendekatan yang
perasaan takut yang Kriteria Hasil : menenangkan
disebabkan oleh 2. Nyatakan dengan jelas harapan
1. Klien mampu
antisipasi terhadap terhadap pelaku pasien
mengidentifikasi
bahaya. Hal ini 3. Jelaskan semua prosedur dan
dan
merupakan isyarat apa yang dirasakan selama
mengungkapkan
kewaspadaan yang prosedur
gejala cemas
memperingati individu 4. Pahami prefektif pasien
2. Mengidentifikasi
akan adanya bahaya dan terhadap situasi stress
dan
kemampuan individu 5. Temani pasien untuk
mengungkapkan
untuk bertindak memberikan keamanan dan
serta menunujukan
menghadapi ancaman. mengurangi takut
teknik untuk
6. Lakukan Back/ Neck rub
mengontrol cemas
7. Dengarkan dengan penuh
3. Vital sign dalam
Faktor yang perhatian
mengontrol cemas
8. Identifikasi tingkat kecemasan
berhubungan: 4. Postur tubuh,
9. Bantu pasien mengenal situasi
1. Perubahan dalam expresi wajah dan
yang menimbulkan kecemasan
tingkat aktifitas
status ekonomi, menunjukan 10. dorong pasien untuk

lingkungan, status berkurangnya mengungkapkan perasaan,


kecemasan. ketkutan dan persepsi
kesehatan, pola
11. Instruksikan pasien
interaksi, fungsi
menggunakan teknik relaxasi
peran, status peran.

1. Pemajanan Toksik Relaxation Therapy


2. Terkait keluarga
1. Jelaskan alasan untuk
3. HereditePenularan mengenal relaxasi dan
per manfaat, batas dan jenis
4. nyakit relaksasi yang tersedia

interpersonal
2. Menciptakan lingkungan yang
5. Krisis maturasi
tenang, dengan cahaya redup
6. Stres ancaman
dan suhu sentyaman mungkin
kematian
7. Ancaman pada status
ekonomi, pola
interaksi, fungsi
peran, status peran
dan konsep diri
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2015). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC

Prabowo dan Pranata, 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Purnomo, B.B. 2013.Pedoman diagnosis & terapi smf urologi LAB ilmu bedah.Malang:
Universitas Kedokteran Brawijaya.

Di ambil pada tanggal kamis 29 November 2018 (11.00 wib).


https://samoke2012.files.wordpress.com/2015/10/askep-bsk.pdf

Nanda, 2015-2017. Diagnosa keperawatan definisi & klasifikasi. Edisi : 10. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai