Anda di halaman 1dari 35

Laporan pendahuluan pada Tn.

Dengan

1
BAB 1

KONSEP DASAR MEDIS

A. DEFINISI

Batu ginjal merupakan batu saluran kemih (urolithiasis), sudah dikenal sejak

zaman Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung

kemih mummi. Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih

mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ini

mungkin terbentuk di di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau

memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis urine

seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang terbentu

di dalam divertikel uretra.

Batu di dalam saluran kemih (Urinary Calculi) adalah massa keras

seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan

nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di

dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). 

Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis (litiasis renalis, nefrolitiasis).

Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,

infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis serta keseluruh kaliks

ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan

gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut staghorn. Kelainan atau

obstruksi pada sistem pelvikalises ginjal (penyempitan infundibulum dan stenosis

ereteropelvik) mempermudah timbulnya batu saluran kemih (Purnomo, 2014).

Batu ginjal adalah suatu keadaan terdapatnya batu (kalkuli) di ginjal. Batu

yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis

ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi

2
pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal membrikan gambaran menyerupai tanduk

rusa sehingga disebut batu staghorn (Muttaqin, 2012).

B. ETIOLOGI

Urolithiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) di traktus urinarius. Batu

terbentuk di traktus urinarius ketika konsentrasi substansi tertentu seperti kalsium

oksalat, kalsium fosgat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika

terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti sirat yang secara normal mencegah

kritalisasi dalam urin. Kondisi lain yang mempengaruhi pembentukan batu

mencakup pH urin dan status cairan pasien (batu cenderung terjadi pada pasien

dehidrasi) (Brunner&Suddarth, 2002).

Secara epidemiologis, terdapat beberapa faktor yang mempermudah

terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor

ekstrinsik.

a. Faktor intrinsik

1) Faktor genetik

Faktor genetik berperan penting dalam terjadinya batu ginjal pasa

seseorang. Menurut Mange K.C (1999), seseorang yang mempunyai

keluarga penderita batu ginjal mempunyai risiko mengalami penyakit

batu ginjal sebesar 25 kali dibandingkan dengan seseorang yang tidak

mempunyai garis keturunan penyakit batu ginjal. Hiperkalsiuria idiopatik

( penyebanya tidak diketahui) bersifat familial atau genetik. Berdasarkan

penelitian dilaporkan bahwa 50% pasien dengan hiperkalsiura idiopatik

bersifat diturunkan.

2) Riwayat sakit batu ginjal sebelumnya

3
Penyakit batu ginjal bersifat kumat-kumatan. Artinya, pasien

yang pernah menderita batu ginjal sekalipun batunya pernah keluar

secara spontan atau dikeluarkan oleh dokter, suatu saat nanti dapat

mengalami kekambuhan.

3) Usia

Usia yang paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.

semakin bertambah usia, tubuh pun mengalami risiko kerusakan lebih

besar, tak terkecuali ginjal.

4) Jenis kelamin

Jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien

wanita. Karena saluran kemih pria yang lebih sempit. Juga karena

aktivitas pria yang cenderung lebih padat dari wanita.

5) Kelainan anatomi ginjal dan salurannya

Insidensi batu ginjal lebih sering terjadi pada seseorang yang

mengalami kelainan anatomi ginjal. Hal ini berhubungan dengan

terlambatnya aliran air kemih. Misalnya pada ginjal tapal kuda

(horseshoe kidney), penyempitan ureter, penyempitan dikaliks, dan

sebagainya.

b. Faktor Ekstrinsik

1) Jumlah minum sedikit

Kurang minum, aktivitas yang banyak mengeluarkan

keringat, dan cuaca/iklim panas menyebabkan volume cairan tubuh

berkurang. Akibatnya, jumlah air kemih yang terbentuk juga lebih

sedikit. Keadaan ini juga menciptakan supersaturasi atau kejunuhan

ginjal.

2) Meningkatnya konsentrasi mineral pembentuk batu dalam air kemih.

4
Pengeluaran mineral yang berlebihan melalui air kemih

menciptakan kejenuhan air kemih dan berpotensi menyebabkan

terbentuknya batu ginjal. Misalnya :hiperkalsiura (pengeluaran kalsium

yang berlebihan bersama air kemih), hiperoksaluria (pengeluaran

oksalat yang berlebihan bersamaan air kemih), dan hiperuricosuria

(pengeluaran asam urat yang berlebuhan bersamaan air kemih).

3) Jenis pekerjaan dan hobi yang memicu dehidrasi

Seseorang dengan pekerjaan sehari0hari lebih banyak

menggunakan kekuatan fisik dan yang terlebih lagi tinggal di daerah

yang beriklim panas serta terpapar matahari memiliki peluang lebih

besar untuk mendapatkan batu ginjal. Mereka yang mempunyai hobi

berolah raga tanpa diimbangi dengan jumlah minum yang memadai

yang termasuk golongan yang berpotensi menderita batu ginjal.

4) Penyakit dan gangguan metabolik

Kelainan metabolik tertentu menyebabkan pembuangan

mineral tubuh meningkatkan misalnya penyakit hiperparateriodisme

(terjadi hiperkalsiura, penyakit rematik asam urat/gout artritis (terjadi

hiperuricosuria), penyakit usus (menurunnya kadar sitrat), dan penyakit

asidosis tubuler ginjal (kehilangan sitrat melalui air kemih).

5) Geografi

Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang

lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone

belt (sabuk batu).

6) Diet

Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah

terjadinya batu saluran kemih.

5
Menurut Brunner dan Suddath (2002), ada beberapa faktor yang dapat

menyebabkan batu ginjal, yaitu :

1) Infeksi

2) Stasis urin

3) Periode imobilitas (drainase renal yang lambat dari perubahan

metabolism kalsium)

4) Hiperkalsemia (kalsium serum tinggi) dan hiperkalsuira (kalsium urin

tinggi).

C. PATOFISIOLOGI

Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi dan

infeksi saluran kemih. Manifestasi obstruksi pada saluran kemih bagian bawah

adalah retensi urine atau keluhan miksi yang lain sedangkan pada batu saluran

kemih bagian atas dapat menyebabkan hidroureter atau hidrinefrosis. Batu yang

dibiarkan di dalam saluran kemih dapat menimbulkan infeksi, abses ginjal,

pionefrosis, urosepsis dan kerusakan ginjal permanen (gagal ginjal).

Mekanisme pembentukan batu ginjal atau saluran kemih tidak diketahui

secara pasti, akan tetapi beberapa buku menyebutkan proses terjadinya batu dapat

disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :

a. Adanya presipitasi garam-garam yang larut dalam air seni, dimana apabila

air seni jenuh akan terjadi pengendapan.

b. Adanya inti ( nidus ). Misalnya ada infeksi kemudian terjadi tukak, dimana

tukak ini menjadi inti pembentukan batu, sebagai tempat menempelnya

partikel-partikel batu pada inti tersebut.

c. Perubahan pH atau adanya koloid lain di dalam air seni akan menetralkan

muatan dan meyebabkan terjadinya pengendapan.

Teori Terbentuknya Batu Saluran Kemih:

6
a. Teori nukleasi

Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu atau sabuk batu

(nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan kelewat jenuh akan

mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti

bantu dapat berupa kristal atau benda asing saluran kemih.

b. Teori matriks

Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin

dan mukoprotein) sebagai kerangka tempat mengendapnya kristal-kristal

batu.

c. Penghambat kristalisasi

Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal

yakni magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika

kadar salah satu atau beberapa zat ini berkurang akan memudahkan

terbentuknya batu dalam saluran kemih.

Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi

dan infeksi saluran kemih. Manifestasi obstruksi pada saluran kemih bagian

bawah adalah retensi urine atau keluhan miksi yang lain sedangkan pada batu

saluran kemih bagian atas dapat menyebabkan hidroureter atau hidrinefrosis.

Batu yang dibiarkan di dalam saluran kemih dapat menimbulkan infeksi,

abses ginjal, pionefrosis, urosepsis dan kerusakan ginjal permanen (gagal

ginjal).

Mekanisme terbentuknya batu pada saluran kemih atau dikenal

dengan urolitiasis belum diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor

predisposisi terjadinya batu antara lain : Peningkatan konsentrasi larutan urin

akibat dari intake cairan yang kurang dan juga peningkatan bahan-bahan

organik akibat infeksi saluran kemih atau stasis urin menyajikan sarang

7
untuk pembentukan batu.Supersaturasi elemen urin seperti kalsium, fosfat,

oxalat, dan faktor lain mendukung pembentukan batu meliputi : pH urin yang

berubah menjadi asam, jumlah solute dalam urin dan jumlah cairan urin.

Masalah-masalah dengan metabolisme purin mempengaruhi pembentukan

batu asam urat.pH urin juga mendukung pembentukan batu. Batu asam urat

dan batu cystine dapat mengendap dalam urin yang asam.Batu kalsium fosfat

dan batu struvite biasa terdapat dalam urin yang alkalin.Batu oxalat tidak

dipengaruhi oleh pH urin.

Imobilisasi yang lama akan menyebabkan pergerakan kalsium

menuju tulang akan terhambat. Peningkatan serum kalsium akan menambah

cairan yang akan diekskresikan. Jika cairan masuk tidak adekuat maka

penumpukan atau pengendapan semakin bertambah dan pengendapan ini

semakin kompleks sehingga terjadi batu.Batu yang terbentuk dalam saluran

kemih sangat bervariasi, ada batu yang kecil dan batu yang besar. Batu yang

kecil dapat keluar lewat urin dan akan menimbulkan rasa nyeri, trauma pada

saluran kemih dan akan tampak darah dalam urin. Sedangkan batu yang

besar dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih yang menimbulkan

dilatasi struktur, akibat dari dilatasi akan terjadi refluks urin dan akibat yang

fatal dapat timbul hidronefrosis karena dilatasi ginjal. Kerusakan pada

struktur ginjal yang lama akan mengakibatkan kerusakan pada organ-organ

dalam ginjal sehingga terjadi gagal ginjal kronis karena ginjal tidak mampu

melakukan fungsinya secara normal. Maka dapat terjadi penyakit GGK yang

dapat menyebabkan kematian.

Menurut Muttaqin (2012) mengatakan pelepasan ADH menyebabkan

peningkatan konsentrasi zat pembentuk batu melalui peningkatan konsentrasi

urin. Kelarutan bergantung pada pH urin.Fospat mudah larut dalam urin yang

8
asam, tetapi sukar larut pada urin yang alkalis. Jadi, fosfat baru bisa hanya

ditemukan pada urin yang alkalis. Sebaliknya, asam urat lebih mudah larut

jika terdisosiasi dari pada yang tidak terdisosiasi, dan asam urat baru lebih

cepat terbentuk pada urin yang asam. Jika pembentukan Nh3 berkurang, urin

harus lebih asam untuk dapat mengeluarkan asam, dan hal ini meningkatkan

pembentukan batu garam asam urat. Faktor lain yang juga penting adalah

beberapa lama sebenarnya kristal yang telak terbentuk tetap berada di dalam

urin yang sangat jenuh. Lama waktu bergantung pada diuresis dan kondisi

aliran dari saluran kemih bagian bawah, misal dapat menyebabkan kristal

menjadi terperangkap. Batu yang terletak pada ureter maupun sistem

pelviskalises yang menimbulkan obstruksi saluran kemih dan menimbulkan

kelainan struktur saluran kemih sebelah atas. Obstruksi saluran kemih akan

terjadi hidronefritis. Pada keadaan yang lanjut dapat terjadi kerusakan ginjal

apabila berlanjut menyebabkan gagal ginjal permanen.

D. MANIFESTASI KLINIS

Menurut Purnomo (2014) dan Brunner & Suddarth (2002) beberapa tanda

dan gejala yang dapat ditemukan dan dirasakan pada pasien batu ginjal yaitu :

a. Nyeri

Nyeri mungkin bisa berupa nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik

terjadi akrena aktivitas peristaltic otot polos sistem kalises ataupunn ureter

meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih.

b. Batu di ginjal dapat menimbulkan obstruksi dan infeksi.

c. Hematuria yang disebabkan akibat trauma mukosa saluran kemih karena

batu.

9
d. Demam

e. Perubahan dalam Buang air kecil dan warna urin

Salah satu fungsi ginjal adalah membuat air kencing (urin) ,apabila ginjal

manusia mengalami gangguan,maka akan terjadi lah gangguan pada

pembentukan urin,baik dari warna,bau dan karakterisitiknya. Akibat dari

gangguan ini,maka terjadilah perubahan dalam frekuensi buang air

kecil.mungkin  buang air kecil lebih sering dan lebih banyak dari pada

biasanya dengan warna urin yang pucat. Dan mungkin buang air kecil dalam

jumlah sedikit dari biasanya dengan urin yang berwarna gelap.

f. Tubuh  mengalami pembengkakan

Ketika ginjal gagal untuk melakukan fungsinya, yakni mengeluarkan cairan

atau toksin dalam tubuh , maka tubuh  akan dipenuhi cairan yang

mengakibatkan pembengkakan terhadap beberapa bagian tubuh , diantaranya

di bagian kaki, pergelangan kaki, wajah dan atau tangan.

g. Tubuh  cepat  lelah / kelelahan

Ginjal yang sehat memproduksi hormon yang disebut dengan erythropoietin

yang mempunyai fungsi sebagai memerintahkan tubuh untuk membuat

oksigen yang membawa sel darah merah. Ketika tubuh  mengalami gagal

ginjal, maka ginjal  hanya memproduksi sedikit. Dengan demikian karena

sel-sel darah merah pembawa oksigen tadi berkurang sehingga otot dan otak

tubuh  menjadi cepat lelah. Kondisi ini disebut juga sebagai anemia. Oleh

karena itu, apabila  mengalami anemia yang berkelanjutan, hati-hati karena

hal tersebut bisa saja merupakan gejala penyakit ginjal.

h. Bau Mulut / ammonia breath

10
Penumpukan limbah dalam darah (disebut juga sebagai uremia)  karena

adanya gagal ginjal dapat membuat rasa tidak enak dalam makanan dan bau

mulut yang busuk.juga bisa mendadak berhenti menyukai daging dan

kehilangan berat badan drastis. Di beberapa kasus ada juga yang merasa bau

mulutnya seperti meminum cairan besi.

i. Gangguan gastrointestinal: Rasa Mual dan Ingin Muntah

Gejala penyakit ginjal yang lainnya adalah rasa mual berkelanjutan dan

selalu ingin muntah. Gejala ini muncul disebabkan karena uremia tadi

(penumpukan limbah dalam darah). Gejala ini berhubungan dengan gejala

penyakit ginjal sebelumnya yakni bau mulut. Karena bau mulut,akan

mengalami mual yang berakibat sulit makan dan kehilangan berat badan

yang sangat drastis.

11
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG

Menurut Purnomo (2014) pemeriksaan penunjang untuk mengetahui batu

ginjal dapaat dilaksanakan melalui beberapa pemeriksaan, yaitu :

a. Foto polos abdomen

Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan

adanya batu radio-opak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan

kalsium fosfat bersifat radio-opak dan paling sering dijumpai diantara batu

jenis lain, sedangkan batu asam urat bersifat non opak (radio-lusen).

b. Pielografi Intra Vena (IVU)

Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi fungsi ginjal.

Selain itu IVU dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non

opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos perut. Jika IVU belum dapat

menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akbiat adanya penurunan fungsi

ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograde.

c. Ultrasonografi (USG)

USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan

IVU, yaitu pada keadaan-keadaan: alergi terhadap kontras, faal ginjal yang

menurun, dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat

menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan sebagai

echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau pengerutan ginjal.

Diagnosis dapat juga ditegaakan dengan uji kimia darah dan urin 24

jam untuk mengukur kadar kalsium, asam urat, kreatinin, naatrium, pH, dan

volume total merupakan bagian dari upaya diagnostic. Riwayat diet dan

medikasi serta riwayat adanya batu ginjal dalam keluarga didapatkan untuk

mengidentifikasi faktor yang mencetuskan terbentuknya batu pada pasien

(Brunner & Suddarth, 2002).

12
F. KOMPLIKASI

a. Sumbatan atau obstruksi akibat adanya pecahan batu.

b. Infeksi, akibat diseminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat obstruksi.

c. Kerusakan fungsi ginjal akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan atau

pengangkatan batu ginjal.

d.  Obstruksi

e.  Hidronephrosis.

G. PENATALAKSANAAN

Menurut Purnomo (2014) beberapa penatalaksanaan pada batu ginjal yaitu :

a. Medikamentosa

Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari

5 mm, karna diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan

bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan

pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu

keluar dari saluran kemih.

b. ESWL (Extracorporeal Shockwae Lithotripsy)

Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh

Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter

proksimal, atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa

pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah

dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak jarang pecahan batu yang sedang

keluar menimbulkan perasaan nyeri kolik dan hematuria.

c. Endourologi

Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk

mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan

kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan

13
langsung kedalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau

melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat

dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidraulik, energi

gelombang suara, atau dengan energi laser. Beberapa tindakan endourologi

yaitu :

1) PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) adalah usaha mengeluarkan batu

yang berada di dalam saluran ginjal degna cara memasukkan alat

endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian

dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.

2) Litotripsi adalah memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan

memasukkan alat pemecah batu ke dalam buli-buli. Pecahan batu

dikeluarkan dengan evakuator Ellik.

3) Ureteroskopi atau ureto-renoskopi adalah dengan memasukkan alat

utereskopi per-uretram guna melihat keadaan ureter atau sistem

pielokaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada di

dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntutan

uteroskopi/uterorenoskopi ini.

4) Ektraksi dormia adalah mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya

melalui alat keranjang Dormia.

d. Bedah Laparoskopi

Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini

sedang berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.

e. Bedah terbuka

Di klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk

tindakan-tindakan endourologi, laparaskopi, maupun ESWL, pengambilan batu

masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara

14
lain adalah pielolitotomi atau nefrolitotomi unutk mengambil batu pada saluran

ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus

menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah

tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteks sudah sangat tipis, atau

mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih yang menimbulkan

obstruksi dan infeksi yang menahun.

H. PROGNOSIS

Menurut data yang dihimpun Kementerian Kesehatan Indonesia

(Kemenkes) pada tahun 2013, diperkirakan prevalensi penderita yang terdiagnosa

batu ginjal untuk umur di atas 15 tahun adalah sebesar 0,6 persen dari total

penduduk Indonesia. Lima provinsi yang menduduki posisi tertinggi masalah

penyakit batu ginjal di antaranya adalah DI Yogyakarta, Aceh, Jawa Barat, Jawa

Tengah, dan Sulawesi Tengah.

Dalam mendiagnosis batu ginjal, biasanya pertama-tama dokter akan

menanyakan pada pasien mengenai seputar gejala-gejala yang telah dialami. Dokter

juga bisa menanyakan apakah pasien pernah menderita batu ginjal sebelumnya,

memiliki riwayat keluarga berpenyakit sama, atau apakah pasien sering

mengonsumsi makanan atau suplemen yang bisa memicu terbentuknya batu ginjal.

Setelah keterangan dikumpulkan, dokter biasanya akan melakukan sejumlah

tes untuk memperkuat bukti. Tes-tes tersebut bisa berupa pemeriksaan urine,

pemeriksaan darah, dan pemindaian (misalnya USG, rontgen, CT scan,

dan intravenous urogram/IVU).

15
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

a. Identitas

Nama               : Dengan inisial

Umur               : Paling sering 30 – 50 tahun

Jenis kelamin   :  Lebih banyak pada pria

Alamat            :  Tinggal di daerah panas

b. Riwayat Keperawatan

c. Keluhan Utama : Biasanya keluhan utama klien merasakan nyeri, akut/kronik

dan kolik yang menyebar ke paha dan genetelia.

1) Riwayat Penyakit Dahulu : Biasanya klien yang menderita penyakit batu

ginjal, pernah menderita penyakit  infeksi saluran kemih.

2) Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga menderita batu ginjal dan hipertensi

d. Fungsional Gordon

1) Pola persepsi dan management

Pola ini akan menjelaskan bagaimana penderita batu ginjal ini mengatasi

penyakit yang di deritanya,apakah langsung di bawa ke rumah sakit atau

tidak.

2)  Pola nutrisi dan metabolik

Menjelaskan bagaimana makan klien, apakah mengalami muntah. Dan

biasanya klien sering mengalami hidrasi

3) Pola eliminasi

16
Klien akan mengalami gangguan pada keseimbangan cairan dan elektrolit.

Dan biasanya klien terserang diare

4) Pola aktivitas dan latihan

Aktivitas dan latihan klien akan terganggu, karena klien mengalami nyeri

dan bengkak pada tungkai

5) Pola kognitif dan perceptual

Biasanya klien yang menderita batu ginjal tidak mengalami gangguan pada

penglihatan, dan pendengaran

6) Pola istirahat dan tidur

Biasanya tidur dan istirahat klien terganggu, karena merasakan nyeri yang

sangat hebat pada daerah tungkai

7) Pola konsep diri dan persepsi

Biasanya klien sering merasa cemas akan penyakitnya

8) Pola peran dan hubungan

Klien lebih sering menutup diri, dan sering mengabaikan perannya baik

sebagai suami, maupun ayah.

9)  Pola reproduksi dan seksual

Biasanya klien yang menderita batu ginjal mengalami gangguan reproduksi

dan seksual nya, sehingga iya tidak dapat memenuhi kebutuhan seksualnya.

10) Pola coping dan toleransi

Klien yang menderita batu ginjal cenderung stres, karena cemas memikirkan

penyakitnya, yang tak kunjung sembuh.

11) Pola nilai dan keyakinan

Klien agak susah melakukan aktivitas ibadah nya, karena dirumah

sakit klien menggunakan kateter.

17
Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu

dikaji adalah:

1)  Aktivitas/istirahat:

Gejala:

  Riwayat pekerjaan monoton, aktivitas fisik rendah, lebih banyak

duduk.

 Riwayat bekerja pada lingkungan bersuhu tinggi.

 Keterbatasan mobilitas fisik akibat penyakit sistemik lainnya (cedera

serebrovaskuler, tirah baring lama).

2) Sirkulasi

Tanda:

 Peningkatan TD, HR (nyeri, ansietas, gagal ginjal)

 Kulit hangat dan kemerahan atau pucat

3) Eliminasi

Gejala :

  Riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya

 Penurunan volume urine

 Rasa terbakar, dorongan berkemih

 Diare

Tanda:

  Oliguria, hematuria, piouria

 Perubahan pola berkemih

 Makanan dan cairan:

4) Nutrisi

Gejala:

18
  Mual/muntah, nyeri tekan abdomen

 Riwayat diet tinggi purin, kalsium oksalat dan atau fosfat

 Hidrasi yang tidak adekuat, tidak minum air dengan cukup

Tanda:

  Distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus

 Muntah

5)  Nyeri dan kenyamanan:

Gejala:

a) Nyeri hebat pada fase akut (nyeri kolik), lokasi nyeri tergantung

lokasi batu (batu ginjal menimbulkan nyeri dangkal konstan)

Tanda:

 Perilaku berhati-hati, perilaku distraksi

 Nyeri tekan pada area ginjal yang sakit

6) Keamanan:

Gejala:

 Penggunaan alkohol

 Demam/menggigil

19
7) Penyuluhan/pembelajaran:

Gejala:

 Riwayat batu saluran kemih dalam keluarga, penyakit ginjal,

hipertensi, gout, ISK kronis

 Riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya,

hiperparatiroidisme

 Penggunaan antibiotika, antihipertensi, natrium bikarbonat,

alopurinul, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin.

Menurut Brunner & Suddarth (2002) pasien yang diduga mengalami batu

ginjal dikaji terhadap adanya nyeri dan ketidaknyamanan. Keparahan dan lokasi

nyeri ditentukan bersamaan dengan radiasi nyeri. Pasien juga dikaji akan adanya

gejala yang berhubungan seperti mual, muntah, diare, dan distensi abdomen.

Pengkajian keperawatan mencakup obserasi tanda-tanda infeksi traktus urinarius

(menggigil, demam, disuria, sering berkemih, dan hesitancy) dan obstruksi

(berkemih sering dengan jumlah urin sedikit, oliguria, atau anuria). Selain itu, urin

diobsevrasi akan adanya darah dan disaring untuk kemungkinan adanya batu atau

kerikil.

Riwayat difokuskan pada faktor predisposisi penyebab terbentuknya batu

di traktus urinarius atau faktor pencertus episode kolik renal atau ureteral. Faktor

predisposisi penyebab terbentuknya batu mencakup riwayat adanya batu dalam

keluarga, kanker atau gangguan pada sumsum tulang,atau diet tinggi kalsium atau

purine. Faktor yang dapat mencetuskan pembentukan batu pada pasien yang

terkena batu ginjal mencakup episode dehidrasi, imobilisasi yang lama dan infeksi.

Pengetahuan pasien tentang batu renal dan upaya unutk mencegah kejadian dan

kekambuan juga dikaji.

20
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Nyeri akut

Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan

kerusakan jaringan aktual fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan

berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.

b. Resiko Ketidakseimbangan Cairan

Definisi : Penurunan cairan intravascular, interstitial, dan/atau intraseluler.

Ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa perubahan kadar

natrium.

c. Gangguan eliminasi urin

Definisi : disfungsi eliminasi urin

d. Risiko infeksi

Definisi : Rentan mengalami invasi dan multiplikasi organism patogenik yang

dapat mengganggu kesehatan.

e. Ansietas

Definisi : Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai

respons otonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh

individu), perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal

ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan

adanya bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi

ancaman.

21
3. Intervensi Keperawatan

N DIAGNOSA NOC NIC RASIONAL

1 Nyeri Akut Kontrol Nyeri 1. Catat lokasi, 1. Membantu

Klien diharapkan mampu lamanya/intensitas evaluasi

untuk : nyeri (skala 1-10) tempat

 Menilai factor penyebab dan obstruksi dan

 Menilai gejala dari nyeri penyebarannya. kemajuan

 Gunakan tanda tanda Perhatiakn tanda gerakan batu.

vital memantau non verbal seperti:

perawatan peningkatan TD 2. Melaporkan

 Laporkan tanda / gejala dan DN, gelisah, nyeri secara

nyeri pada tenaga meringis, dini

kesehatan professional merintih, memberikan

 Gunakan catatan nyeri menggelepar. kesempatan

Tingkat Kenyamanan pemberian

 Klien diharapkan mampu analgesi

untuk pada waktu

 Melaporkan 2. Jelaskan yang tepat

Perkembangan Fisik penyebab nyeri dan

 Melaporkan dan pentingnya

perkembangan kepuasan melaporkan 3. Meningkatka

 Melaporkan kepada staf n relaksasi

perkembangan psikologi perawatan setiap dan

22
 Mengekspresikan perubahan menurunkan

perasaan dengan karakteristik nyeri ketegangan

lingkungan fisik sekitar yang terjadi. otot.

 Mengekspresikan

kepuasan dengan Kontrol 4. Mengalihka

nyeri 3. Lakukan n perhatian

Tingkatan Nyeri tindakan yang dan

Klien diharapkan mampu mendukung membantu

untuk: kenyamanan relaksasi

 Melaporkan Nyeri (seperti masase otot.

 Ekspresi  nyeri lisan ringan/kompres

 Ekspresi wajah  saat hangat pada

nyeri punggung, 5. Aktivitas

 Melindungi bagian tubuh lingkungan yang fisik dan

yang nyeri tenang) hidrasi yang

 Perubahan frekuensi adekuat

pernapasan 4. Bantu/dorong meningkatka

pernapasan dalam, n lewatnya

bimbingan batu,

imajinasi dan mencegah

aktivitas stasis urine

terapeutik. dan

mencegah

5. Batu/dorong pembentukan

peningkatan batu

aktivitas selanjutnya.

23
(ambulasi aktif)

sesuai indikasi 6. Obstruksi

disertai asupan lengkap

cairan sedikitnya ureter dapat

3-4 liter perhari menyebabka

dalam batas n perforasi

toleransi jantung. dan

ekstravasasi

6. Perhatikan urine ke

peningkatan/mene dalam area

tapnya keluhan perrenal, hal

nyeri abdomen. ini

merupakan

kedaruratan

bedah akut.

7. Kolaborasi

pemberian obat 7. Analgetik

sesuai program (gol.

terapi: narkotik)

- Analg biasanya

etik diberikan

- Antis selama

pasmodik episode akut

- Korti untuk

kosteroid menurunkan

kolik ureter

24
dan

meningkatka

n relaksasi

otot/mental.

2 Resiko Keseimbangan Elektrolit 1.  Awasi asupan 1. Mengeva

Ketidakseimb Asam dan Basa dan haluaran luasi adanya

angan Cairan Klien diharapkan mampu 2. Catat insiden dan stasis

untuk: karakteristik urine/kerusak

 Denyut jantung muntah, diare. an ginjal.

 Irama jantung 3. Tingkatkan 2. Mual/mu

 Pernapasan asupan cairan 3-4 ntah dan diare

 Irama napas liter/hari. secara umum

 Kekuatan otot 4. Awasi tanda vital. berhubungan

Keseimbangan Cairan 5. Timbang berat dengan kolik

Klien diharapkan mampu badan setiap hari. ginjal karena

untuk: 6. Kolaborasi saraf ganglion

 Tekanan darah pemeriksaan seliaka

 Tekanan arteri HB/Ht dan menghubungk

 Tekanan vena sentral elektrolit. an kedua

 Palpasi nadi perifer 7. Berikan cairan ginjal dengan

 Kesimbangan intake & infus sesuai lambung.

output (24jam) program terapi. 3. Mempert

 Kestabilan berat badan 8. Kolaborasi ahankan

 Konfusi yang tidak pemberian diet keseimbangan

tampak sesuai keadaan cairan untuk

25
 Hidrasi kulit klien. homeostasis,

Hidrasi 9. Berikan obat juga

Klien diharapkan mampu sesuai program dimaksudkan

untuk: terapi sebagai upaya

 Hidrasi kulit (antiemetik membilas

 Kelembaban membran misalnya batu keluar.

mukosa Proklorperasin/ 4. Indikator

 Haus yang abormal (-) Campazin). hiddrasi/volu

 Perubahan suara napas me sirkulasi

(-) dan

 Napas pendek (-) kebutuhan

 Mata yang cekung (-) intervensi.

 Demam (-) 5. Peningka

 Keringat tan BB yang

cepat

mungkin

berhubungan

dengan

retensi.

6. Mengkaji

hidrasi dan

efektiviatas

intervensi.

7. Mempertaha

nkan volume

sirkulasi

26
(bila asupan

per oral tidak

cukup)

8. Makanan

mudah cerna

menurunkan

aktivitas

saluran

cerna,

mengurangi

iritasi dan

membantu

mempertaha

nkan cairan

dan

keseimbanga

n nutrisi.

9. Antiemetik

mungkin

diperlukan

untuk

menurunkan

mual/muntah

3 Gangguan Eliminasi Urin 1. 1. Memberikan

Eliminasi Klien diharapkan mampu haluaran, informasi

27
Urin untuk: karakteristik tentang

 Pola eliminasi urine, catat fungsi ginjal

 Bau urin adanya keluaran dan adanya

 Jumlah urin batu. komplikasi.

 Warna urin Penemuan

 Partikel urin yang 2. batu

bebas berkemih normal memungkink

 Kejernihan urin klien dan an

 Pencernaan cairan perhatikan variasi identifikasi

yang adekuat yang terjadi. tipe batu dan

 Keseimbangan intake mempengaru

dan output dalam 24 hi pilihan

jam 3. terapi.

 Urin yang keluar tidak peningkatan 2. Batu saluran

disertai nyeri asupan cairan. kemih dapat

 Urin yang tak lancar menyebabka

keluar 4. n

 Urin yang keluar perubahan status peningkatan

dengan tergesa-ge mental, perilaku eksitabilitas

 Pengawasan urin atau tingkat saraf

 Pengosongan kandung kesadaran. sehingga

kemih dengan lengkap menimbulka

 Tahu akan keluarnya n sensasi

urin 5. kebutuhan

pemeriksaan berkemih

laboratorium segera.

28
(elektrolit, BUN, Biasanya

kreatinin) frekuensi dan

urgensi

6. meningkat

sesuai indikasi: bila batu

- Aseta mendekati

zolamid pertemuan

(Diamox), uretrovesikal

Alupurinol .

(Ziloprim) 3. Peningkatan

- Hidro hidrasi dapat

klorotiazid membilas

(Esidrix, bakteri,

Hidroiuril), darah, debris

Klortalidon dan

(Higroton) membantu

- Amon lewatnya

ium klorida, batu.

kalium atau 4. Akumulasi

natrium fosfat sisa uremik

(Sal-Hepatika) dan

- Agen ketidakseimb

antigout mis: angan

Alupurinol elektrolit

(Ziloprim) dapat

- Antib menjadi

29
iotika toksik pada

- Natri SSP.

um bikarbonat 5. Peninggian

BUN,

7. kreatinin dan

patensi kateter tak elektrolit

menetap menjukkan

(uereteral, uretral disfungsi

atau nefrostomi). ginjal.

6. Meningkatka

8. n ph urine

larutan asam atau (alkalinitas)

alkali sesuai untuk

indikasi. menurnkan

pembentukan

batu asam.

9. 7. Mengasamka

bantu prosedur n urine untuk

endoskopi. mencegah

berulangnya

pembentukan

batu alkalin.

8. Mengubah

ph urien

dapat

membantu

30
pelarutan

batu dan

mencegah

pembentukan

batu

selanjutnya.

9. Berbagai

prosedur

endo-urologi

dapat

dilakukan

untuk

mengeluarka

n batu.

4 Risiko infeksi Kontrol Resiko 1. 1. M

 Mengetahui resiko setiap sebelum eminimalisir

 Memonitor faktor dan sesudah resiko

resiko lingkungan tindakan terjadinya

 Memonitor faktor keperawatan infeksi.

resiko dari tingkah laku 2. 2. M

 Mengembangkan pengunjung engurangi

strategi control secara bila perlu tingkat

efektif 3. kontaminasi

kepada pasien

pengunjung dengan

untuk mencuci orang lain.

31
tangan saat 3. M

berkunjung dan encegah

setelah terjadinya

berkunjung infeksi

meninggalkan silang

pasien 4. M

4. engetahui

dan membran terjadinya

mukosa infeksi dan

terhadap menjadi

kemerahan, dasar

panas, penentuan

drainase intervensi

5. selanjutnya

intake nutrisi 5. N

6. utrisi yang

kepada pasien adekuat

untuk minum dapat

antibiotik memperkuat

sesuai resep sistem

imunitas

tubuh

6. M

encegah

terjadinya

infeksi

32
5 Ansietas a. Anxiety control NIC 1. M

b. Coping Anxiety Reduction emberikan

c. Impulse control (penurunan rasa

Setelah dilakukan kecemasan) nyaman

tindakan keperawatan 1. kepada

selama …. Pasien pendekatan pasien

bertoleransi terhadap yang

aktivitas dengan menenangkan 2. A

Kriteria Hasil : 2. gar klien

1. Klien mampu prosedur dan dapat

mengidentifikasi apa yang mengerti

dan mengungkapkan dirasakan dan

gejala cemas selama memahami

2. Mengidentifikasi, prosedur prosedur

mengungkapkan dan 3. yang akan

menunjukkan tehnik kepada pasien dilaksanak

untuk mengontol untuk an

cemas menggunakan 3. D

3. Vital sign dalam teknik apat

batas normal relaksasi mengurangi

Postur tubuh, 4. kecemasan

ekspresi wajah, keluarga pasien

bahasa tubuh dan untuk 4. S

tingkat aktivitas mendampingi upport

menunjukkan pasien dari

berkurangnya 5. keluarga

33
kecemasan pemberian dapat

obat anti mengurangi

cemas kecemasan

pasien

5. P

emberian

obat cemas

dapat

menurunkan

kecemasan

pasien

DAFTAR PUSTAKA

Brunner &Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta

Johnson, Meridian Maas, & Sue Moorhead. 2013. Nursing Outcame

Clasification. Mosby. Philadelphia

McCloskey & Gloria M Bulechek. 2013. Nursing Intervention


Clasification. Mosby. USA

Mubin, Halim. 2013. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam. EGC.

Jakarta

Muttaqin Arif dan Kumala Sari. 2012. Asuhan keperawatan gangguan sistem

perkemihan. Salemba medika. Jakarta.

NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-

2017. EGC. Jakarta

34
PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Tim Pokja SDKI PPNI.

Jakarta

Purnomo, Basuki. 2014. Dasar-dasar Urologi. Sagung Seto. Jakarta

35

Anda mungkin juga menyukai