Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ILEUS OBSTRUKTIF POST OP LAPARATOMY

A. KONSEP DASAR TEORI


1. PENGERTIAN
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana
merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi
usus (Sabara, 2007).
Pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ileus obstruktif adalah penyumbatan
yang terjadi secara parsial atau komplit, mekanik atau fungsional, yang terjadi bisa
diusus halus ataupun diusus besar, dapat mengakibatkan terhambatnya pasase
cairan, flatus, dan makanan.

2. Etiologi
Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian menurut jenis
obstruksi usus, yaitu:
1) Mekanis
Faktor mekanis yaitu terjadi obstruksi intramunal atau obstruksi munal
dari tekanan pada usus, diantaranya :
a. Intususepsi
b. Tumor dan neoplasma
c. Stenosis
d. Striktur
e. Perlekatan (adhesi)
f. Hernia
g. Abses
2) Fungsional
Yaitu akibat muskulator usus tidak mampu mendorong isi sepanjang
usus. (Brunner and Suddarth, 2008)

3. MANIFESTASI KLINIK
a. Obstruksi Usus Halus
1) Mual
2) Muntah, pada awal mengandung makanan tak dicerna,selanjutnya muntah air
dan mengandung empedu, hitam dan fekal.
3) Nyeri seperti kram pada perut, disertai kembung, nyerinya bisa berat dan
menetap.
4) Demam sering terjadi, terutama bila dinding usus mengalami perforasi.
Perforasi dengan cepat dapat menyebabkan perdangan dan infeksi yang berat serta
menyebabkan syok.
5) Tidak adanya flatus
b. Obstruksi Usus Besar
1) Distensi berat
2) Nyeri biasanya terasa didaerah epigastrium, nyeri yang hebat dan terus
menerus menunjukkan adanya iskemi atau peritonitis.
3) Konstipasi dan obstipasi adalah gambaran umum obstruksi komplet
4) Muntah fekal laten
5) Dehidrasi
6) Penyumbatan total menyebabkan sembelit yang parah, sementara
penyumbatan sebagian menyebabkan diare.

Manifestasi Klinik Laparatomi:


1. Nyeri tekan
2. Perubahan tekanan darah, nadi dan pernafasan
3. Kelemahan
4. Konstipasi
5. Mual dan muntah, anoreksia

4. PATOFISIOLOGI
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama,
tanpa memandang apakah obtruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik
atau fungsional. Perbedaan utamanya pada obstruksi paralitik dimana peristaltik
dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis peristaltik mula-mula
diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dana
gas (70 % dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intra lumen, yang
menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen usus ke darah. Oleh karena
sekitar 8 liter cairan disekresi kedalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya
absorbsi dapat mengakibatkan penimbunan intra lumen yang cepat.Muntah dan
penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama
cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan cairan dan elektrolit adalah
penciutan ruang cairan ekstra sel yang mengakibatkan hemokonsentrasi,
hipovolemia, insufisiensi ginjal, syok-hipotensi, pengurangan curah jantung,
penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik dan kematian bila tidak dikoreksi.
Peregangan usus yang terus menerus menyebabkan penurunan absorbsi
cairan dan peningkatan sekresi cairan kedalam usus.Efek lokal peregangan usus
adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis,
disertai absorbsi toksin-toksin/bakteri kedalam rongga peritonium dan sirkulasi
sistemik.Pengaruh sistemik dari distensi yang mencolok adalah elevasi diafragma
dengan akibat terbatasnya ventilasi dan berikutnya timbul atelektasis.Aliran balik
vena melalui vena kava inferior juga dapat terganggu.Segera setelah terjadinya
gangguan aliran balik vena yang nyata, usus menjadi sangat terbendung, dan darah
mulai menyusup kedalam lumen usus. Darah yang hilang dapat mencapai kadar
yang cukup berarti bila segmen usus yang terlibat cukup panjang.

5. Komplikasi
1) Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehingga terjadi
peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
2) Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi terlalu lama pada organ
intra abdomen.
3) Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan
cepat.
4) Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
(Brunner and Suddarth, 2008)

6. PENATALAKSANAAN
A. Obstruksi usus halus (letak tinggi)
Selain beberapa perkecualian, obstruksi usus harus ditangani dengan
operasi, karena adanya risiko strangulasi.
1. Persiapan-persiapan sebelum operasi:
a. Pemasangan pipa nasogastrik. Tujuannya adalah untuk mencegah
muntah, mengurangi aspirasi dan jangan sampai usus terus menerus
meregang akibat tertelannya udara (mencegah distensi abdomen).
b. Resusitasi cairan dan elektrolit. Bertujuan untuk mengganti cairan dan
elektrolit yang hilang dan memperbaiki keadaan umum pasien.
c. Pemberian antibiotik, terutama jika terdapat strangulasi.
2. Operasi
Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital
berfungsi secara memuaskan. Perincian operatif tergantung dari penyebab
obstruksi tersebut.Perlengketan dilepaskan atau bagian yang mengalami
obstruksi dibuang.
3. Pasca Bedah:
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan
elektrolit.
B. Obstruksi usus besar (letak rendah)
Tujuan pengobatan yang paling utama adalah dekompresi kolon yang
mengalami obstruksi sehingga kolon tidak perforasi, tujuan kedua adalah
pemotongan bagian yang mengalami obstruksi. Persiapan sebelum operasi sama
seperti persiapan pada obstruksi usus halus, operasi terdiri atas proses sesostomi
dekompresi atau hanya kolostomi transversal.

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Adapun pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan antara lain:
a. Pemeriksaan sinar x: Untuk menunjukan kuantitas abnormal dari gas atau
cairan dalam usus.
b. Pemeriksaan laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah
lengkap) akan menunjukan gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma
dan kemungkinan infeksi.
c. Pemeriksaan radiogram abdomen sangat penting untuk menegakkan diagnosa
obstruksi usus.
Perlengketan, intususepsi, volvulus, hernia dan tumor

Refluks inhibisi spingter Akumulasi gas dan cairan dalam lumen


Klien rawat inap
Terganggu bagian proksimal letak obstruksi

Spingter ani eksterna Distensi abdomen


Reaksi hospitalisasi
Tidak relaksasi

Refluks lama dalam Tekanan intra lumen meningkat


CEMAS
Kolon dan rektum

Konstipasi Iskemia dinding usus

Metabolisme anaerob glukosa


Kontraksi anuler
pylorus Merangsang pengeluaran mediator kimia
(histamin. Bradikinin dan prostaglandin)

Ekspalasi isi lambung Merangsang reseptor nyeri


Proliferasi bakteri yang
ke usofagus

Berlangsung cepat

NYERI
Pelepasan bakteri dan
Gerakan isi lambung Toksin
dari usus yang inpark
Ke mulut Merangsang syaraf otonom
Aktifasi norepineprin
Bakteri melespaskan
Mual/muntah Syaraf simpatis terangsang mengaktifkan endotoksin
dan merangsang
RAS mengaktifkan kerja organ tubuh tubuh
melepaskan zat
Pyrogen oleh leukosit
REM menurun
Intake kurang
Klien terjaga Impuls
disampaikan ke hipotalamus
bagian
termogulator melalui
ductus
toracicus
NUTRISI KURANG DARI
KEBUTUHAN
GANGGUAN POLA TIDUR
HIPERTERMI

Kontraksi otot-otot
abdomen ke diafragma

Kehilangan H2O dan elektrolit


Relaksasi otot-otot
diafragma terganggu

Volume ECF menurun


Ekspansi paru menurun

RESIKO KURANG VOLUME CAIRAN POLA NAPAS


TIDAK EFEKTIF
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
suku dan gaya hidup.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji. Pada
umumnya akan ditemukan klien merasakan nyeri pada abdomennya biasanya
terus menerus, demam, nyeri tekan dan nyeri lepas, abdomen tegang dan kaku.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari pertolongan,
dikaji dengan menggunakan pendekatan PQRST :
P : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan.
Q : Bagaiman keluhan dirasakan oleh klien, apakah hilang, timbul atau
terus- menerus (menetap).
R : Di daerah mana gejala dirasakan
S : Keparahan yang dirasakan klien dengan memakai skala numeric
1 s/d 10.
T : Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang memperberat dan
memperingan keluhan.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien sebelumnya pernah mengalami penyakit pada sistem
pencernaan, atau adanya riwayat operasi pada sistem pencernaan.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama dengan
klien.
c. Pemeriksaan fisik
1. Status kesehatan umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku
pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien.
2. Sistem pernafasan
Peningkatan frekuensi napas, napas pendek dan dangkal
3. Sistem kardiovaskuler
Takikardi, pucat, hipotensi (tanda syok)
4. Sistem persarafan
Tidak ada gangguan pada sistem persyarafan
5. Sistem perkemihan
Retensio urine akibat tekanan distensi abdomen, anuria/oliguria, jika syok
hipovolemik
6. Sistem pencernaan
Distensi abdomen, muntah, bising usus meningkat, lemah atau tidak ada,
ketidakmampuan defekasi dan flatus.
7. Sistem muskuloskeletal
Kelelahan, kesulitan ambulansi
8. Sistem integumen
Turgor kulit buruk, membran mukosa pecah-pecah (syok)
9. Sistem endokrin
Tidak ada gangguan pada sistem endokrin
10. Sistem reproduksi
Tidak ada gangguan pada sistem reproduksi

2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Adapun diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien dengan ileus
obstruksi adalah sebagai berikut : (Doenges, M.E. 2007 dan Wong D.L)
1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat dan ketidak efektifan penyerapan usus halus.
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam kebutuhan cairan
dan elektrolit terpenuhi.
Kriteria hasil :
a.Tanda vital normal
b. Intake dan output cairan seimbang
c.Turgor kulit elastic
d. Mukosa lembab
e. Elektrolit dalam batas normal

Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Kaji kebutuhan cairan pasien 1. Mengetahui kebutuhan cairan pasien.
2. Observasi tanda-tanda vital 2. Perubahan yang drastis pada tanda-tanda
vital merupakan indikasi kekurangan
cairan.
3. Observasi tingkat kesadaran dan tanda- 3. kekurangan cairan dan elektrolit dapat
tanda syok mempengaruhi tingkat kesadaran dan
mengakibatkan syok.
4. Observasi bising usus pasien tiap 1-2 jam
4. Menilai fungsi usus
5. Monitor intake dan output secara ketat
5. Menilai keseimbangan cairan
6. Pantau hasil laboratorium serum elektrolit,
6. Menilai keseimbangan cairan dan
hematokrit
elektrolit
7. Beri penjelasan kepada pasien dan
7. Meningkatkan pengetahuan pasien dan
keluarga tentang tindakan yang dilakukan:
keluarga serta kerjasama antara perawat-
pemasangan NGT dan puasa.
pasien-keluarga.
8. Kolaborasi dengan medik untuk
8. Memenuhi kebutuhan cairan dan
pemberian terapi intravena elektrolit pasien.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam kebutuhan nutrisi
teratasi.
Kriteria hasil :
Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.
Berat badan stabil.
Pasien tidak mengalami mual muntah.

Intervensi :

Intervensi Rasional
1. Tinjau faktor-faktor individual yang 1. Mempengaruhi pilihan intervensi.
mempengaruhi kemampuan untuk mencerna
makanan, mis : status puasa, mual, ileus
paralitik setelah selang dilepas.
2. Menentukan kembalinya peristaltik
2. Auskultasi bising usus; palpasi abdomen;
( biasanya dalam 2-4 hari ).
catat pasase flatus.
3. Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan diet 3. Meningkatkan kerjasama pasien
dengan aturan diet. Protein/vitamin C
dari pasien. Anjurkan pilihan makanan
adalah kontributor utuma untuk
tinggi protein dan vitamin C.
pemeliharaan jaringan dan perbaikan.
Malnutrisi adalah fator dalam
menurunkan pertahanan terhadap
infeksi.
4. Observasi terhadap terjadinya diare; 4. Sindrom malabsorbsi dapat terjadi
makanan bau busuk dan berminyak. setelah pembedahan usus halus,
memerlukan evaluasi lanjut dan
perubahan diet, mis: diet rendah serat.
5. Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan
5. Mencegah muntah. Menetralkan atau
sesuai indikasi: Antimetik, mis: menurunkan pembentukan asam untuk
proklorperazin (Compazine). Antasida dan mencegah erosi mukosa dan
inhibitor histamin, mis: simetidin (tagamet). kemungkinan ulserasi.
3. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam rasa nyeri teratasi
atau terkontrol
Kriteria hasil :
 Pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan; menyatakan nyeri pada
tingkat dapat ditoleransi, menunjukkan rileks.
Intervensi :

Intervensi Rasional
1. Observasi TTV 1. Nyeri hebat yang dirasakan pasien
akibat adanya distensi abdomen dapat
menyebabkan peningkatan hasil TTV.
2. Kaji keluhan nyeri, karakteristik dan skala 2. Mengetahui kekuatan nyeri yang
nyeri yang dirasakan pesien sehubungan dirasakan pasien dan menentukan
dengan adanya distensi abdomen tindakan selanjutnya guna mengatasi
nyeri.
3. Berikan posisi yang nyaman: posisi semi
3. Posisi yang nyaman dapat mengurangi
fowler
rasa nyeri yang dirasakan pasien
4. Ajarkan dan anjurkan tehnik relaksasi tarik 4. Relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri
nafas dalam saat merasa nyeri
5. Anjurkan pasien untuk menggunakan tehnik 5. Mengurangi nyeri yang dirasakan
pengalihan saat merasa nyeri hebat. pasien.
6. Kolaborasi dengan medic untuk terapi 6. Analgetik dapat mengurangi rasa nyeri
analgetik

4. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen


Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pola nafas menjadi
efektif
Kriteria hasil :
 Pasien memiliki pola pernafasan: irama vesikuler, frekuensi

Intervensi :

Intervensi Rasional
1. Observasi TTV 1. Perubahan pada pola nafas akibat
adanya distensi abdomen dapat
mempengaruhi peningkatan hasil TTV.
2. Adanya distensi pada abdomen dapat
2. Kaji status pernafasan: pola, frekuensi, menyebabkan perubahan pola nafas.
kedalaman 3. Berkurangnya/hilangnya bising usus
3. Kaji bising usus pasien menyebabkan terjadi distensi abdomen
sehingga mempengaruhi pola nafas.
4. Mengurangi penekanan pada paru
akibat distensi abdomen.
4. Tinggikan kepala tempat tidur 40-60 derajat 5. Perubahan pola nafas akibat adanya
5. Observasi adanya tanda-tanda hipoksia
distensi abdomen dapat menyebabkan
jaringan perifer: cianosis
oksigenasi perifer terganggu yang
dimanifestasikan dengan adanya
cianosis.
6. Monitor hasil AGD 6. Mendeteksi adanya asidosis
respiratorik.
7. Berikan penjelasan kepada keluarga pasien 7. Meningkatkan pengetahuan dan
tentang penyebab terjadinya distensi kerjasama dengan keluarga pasien.
abdomen yang dialami oleh pasien
8. Laksanakan program medic pemberian 8. Memenuhi kebutuhan oksigenasi
terapi oksigen pasien

DAFTAR PUSTAKA

Inayah, iin. 2007 .Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. 202. EGC. Jakarta.
Brunner and Suddart. 2008 . Buku Ajar Keperawatan . Edisi 3. EGC. Jakarta.
Doengoes , Mailyn . E . 2007. Rencana Asuhan Keperawata. Edisi 3 . EGC . Jakarta.
Harjono . M . 2005. Ilmu Bedah . Jakarta : Erlangga.
Corwin , Mutaqin .2008 . Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medical Bedah . Jakarta : Salemba
Medica
Subiston,D.C.2007 .Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC.
Wilkinson. Judith. M. 2007.Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC, Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai