BEDAH
OLEH:
1.1.2 Klasifikasi
Menurut letak sumbatanya maka ileus obstruktif dibagi menjadi dua :
1) ileus letak tinggi, bila mengenai usus halus
2) ileus letal rendah, bila mengenai usus besar
3) sub ileus bila sumbatan hanya sebagian
1.1.3 Etiologi
Ileus obstruktif dapat disebabkan oleh antara lain:
1. Penyebab intraluminal (relatif jarang), antara lain:
a. Benda asing yang tertelan. Meskipun demikian, pada umumnya suatu
benda asing yang telah lolos melewati lubang pylorus (dari lambung
ke usus), tidak akan mengalami kesulitan untuk mencapai usus halus,
kecuali adanya adesi setelah operasi.
b. Bezoars mungkin merupakan faktor.
c. Penyakit parasit, seperti Ascariasis mungkin dapat ditemukan.
d. Batu empedu mungkin terjadi dengan suatu fistula cholecystenteric.
e. Suatu bolus makanan yang besar dapat menjadi penyebab, dengan
material makanan yang sulit dicerna akan berdampak pada usus
bagian bawah. Pada kasus ini kebanyakan pasien pada umumnya
sudah mengalami operasi pada daerah lambung.
f. Cairan mekonium akan menyebabkan obstruksi pada daerah distal
ileum mungkin akibat kista fibrosis yang terjadi pada semua umur.
2. Penyebab intramural, (relatif jarang). Obstruksi yang terjadi sebagai
akibat dari adanya lesi pada dinding usus halus.
a. Atresia dan striktur mungkin juga merupakan penyebab.
b. Penyakit Crohn. Obstruksi yang terjadi mungkin hilang timbul dan
obstruksinya sebagian atau parsial.
c. Tuberkulosis usus. Pada negara-negara tertentu tidak merupakan hal
yang laur biasa.
d. Suatu hematoma yang terjadi diantara dinding usus, akibat trauma
atau pasien yang mendapat pengobatan dengan antikoagulan yang
berlebihan dari dosis yang dibutuhkan.
3. Penyebab ekstramural. Penyebab ini mungkin merupakan penyebab yang
paling umum atau sering:
a. Adesi yang berhubungan dengan pembedahan abdomen atau
peritonitis sering meningkatkan frekuensi ileus obstruktif. Adesi
mudah lengket pada lumen usus dan menyebabkan luka yang
berlokasi dimana-mana.Adesi ini dapat menghalangi peristaltik usus
halus dan menyebabkan angulasi secara akut dan kekusutan pada
usus, sering terjadi beberapa tahun setelah prosedur awal dilakukan.
b. Kelainan intraperitoneal kongenital mungkin dapat mengakibatkan
obstruksi.
1.1.4 Patofisiologi
Peristiwa patofisis yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama
dengan, tanpa memandang apakah obtruksi tersebut diakibatkan oleh
penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utama pada obstruksi paralitik
dimana peristaltik dihambat dari permulaan terjadi, sedangkan pada obstruksi
mekanis peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya
hilang.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh
cairan dana gas (70 % dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intra
lumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen usus ke
darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan disekresi kedalam saluran cerna
setiap hari, tidak adanya absorbsi dapat mengakibatkan penimbunan intra
lumen yang cepat.Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai
merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas
kehilangan cairan dan elektrolit adalah penciutan ruang cairan ekstra sel yang
mengakibatkan hemokonsentrasi, hipovolemia, insufisiensi ginjal, syok-
hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan, asidosis
metabolik dan kematian bila tidak dikoreksi.
Peregangan usus yang terus menerus menyebabkan penurunan
absorbsi cairan dan peningkatan sekresi cairan kedalam usus.Efek lokal
peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas
akibat nekrosis, disertai absorbsi toksin-toksin/bakteri kedalam rongga
peritonium dan sirkulasi sistemik.Pengaruh sistemik dari distensi yang
mencolok adalah elevasi diafragma dengan akibat terbatasnya ventilasi dan
berikutnya timbul atelektasis.Aliran balik vena melalui vena kava inferior
juga dapat terganggu.Segera setelah terjadinya gangguan aliran balik vena
yang nyata, usus menjadi sangat terbendung, dan darah mulai menyusup
kedalam lumen usus. Darah yang hilang dapat mencapai kadar yang cukup
berarti bila segmen usus yang terlibat cukup panjang.
Etiologi
Mekanik Fungsional
Ileus obstruksi
pemetabolism
e
TD: Demam
Hypertermi
Hypertermi
Ketidakseimbangan
cairan elektrolit
penatalaksanaan
Komplikasi
Konservatif : Operatif :
-obat-obatan -laparatomi CA rektum
-bedrest -kolostomi
-diet rendah
lemak
-dekompresi peritonitis
usus (melalui
selang )
-puasa Jika tidak ditangani
Absorpsi toksin
dalam rongga
sepsis
peritonium
Peradangan yang
hebat pada intra
abdomen
Intoleransi
Intoleransi aktivitas
aktivitas perforasi
Kematian
1.1.5 Manifestasi Klinis
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif :
1) Nyeri abdomen
2) Muntah
3) Distensi
4) Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala ileus obstruktif bervariasi tergantung kepada :
1) Lokasi obstruksi
2) Lamanya obstruksi
3) Penyebabnya
4) Ada atau tidaknya iskemia usus
Gejala selanjutnya yang bisa muncul termasuk dehidrasi, oliguria, syok
hypovolemik, pireksia, septikemia, penurunan respirasi dan peritonitis.
Terhadap setiap penyakit yang dicurigai ileus obstruktif, semua kemungkinan
hernia harus diperiksa.
Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian
menjadi bersifat kolik. Ia sekunder terhadap kontraksi peristaltik kuat pada
dinding usus melawan obstruksi. Frekuensi episode tergantung atas tingkat
obstruksi, yang muncul setiap 4 sampai 5 menit dalam ileus obstruktif usus
halus, setiap 15 sampai 20 menit pada ileus obstruktif usus besar. Nyeri dari
ileus obstruktif usus halus demikian biasanya terlokalisasi supraumbilikus di
dalam abdomen, sedangkan yang dari ileus obstruktif usus besar biasanya
tampil dengan nyeri intaumbilikus. Dengan berlalunya waktu, usus
berdilatasi, motilitas menurun, sehingga gelombang peristaltik menjadi
jarang, sampai akhirnya berhenti. Pada saat ini nyeri mereda dan diganti oleh
pegal generalisata menetap di keseluruhan abdomen. Jika nyeri abdomen
menjadi terlokalisasi baik, parah, menetap dan tanpa remisi, maka ileus
obstruksi strangulata harus dicurigai.
Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya ileus obstruksi yang
memuntahkan apapun makanan dan cairan yang terkandung, yang juga diikuti
oleh cairan duodenum, yang kebanyakan cairan empedu.
Muntah tergantung atas tingkat ileus obstruktif. Jika ileus obstruktif
usus halus, maka muntah terlihat dini dalam perjalanan dan terdiri dari cairan
jernih hijau atau kuning. Usus didekompresi dengan regurgitasi, sehingga tak
terlihat distensi.
Konstipasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konstipasi absolut
(dimana feses dan gas tidak bisa keluar) dan relatif (dimana hanya gas yang
bisa keluar). Kegagalan mengerluarkan gas dan feses per rektum juga suatu
gambaran khas ileus obstruktif.
Definisi
Pola ekuilibrium antara volume cairan dan komposisi kimia cairan tubuh yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik dan dapat ditingkatkan
Penyebab
1. Keluaran urin yang berlebihan
2. Diabetes yang tidak terkontrol, diabetes insipidus
3. Peningkatan permeibelitas kapiler dan kehilangan evaporasi pada pasien
luka bakar
4. Demam, diare
5. Peritonitis
6. Drainage abnormal (luka)
7. Mual atau muntah, puasa
8. Menurunnya motivasi untuk minum
9. Disfagia
10. Terkena sinar matahari atau kekeringan yang berlebihan
11. Insufien cairan karena cuaca atau olahraga
12. Penggunaan lakstif atau diuretik yang berlebihan. (Carpenito, 2006)
Definisi
Ekuilibrium antara volume cairan di ruang intraseluler dan ekstraseluler
Ekspetasi Meningkat
Kriteria hasil
Cukup Cukup
meningkat sedang menurun
meningkat menurun
Asupan cairan 1 2 3 4 5
Haluaran urin 1 2 3 4 5
Kelembaban
1 2 3 4 5
membran mukosa
Asupan makanan 1 2 3 4 5
Cukup Cukup
memburuk sedang membaik
memburuk membaik
Edema 1 2 3 4 5
Dehidrasi 1 2 3 4 5
Asites 1 2 3 4 5
Konfusi 1 2 3 4 5
Cukup Cukup
memburuk sedang membaik
memburuk membaik
Tekanan darah 1 2 3 4 5
Denyut nadi radial 1 2 3 4 5
Tekanan arteri rata-
1 2 3 4 5
rata
Membran mukosa 1 2 3 4 5
Mata cekung 1 2 3 4 5
Berat badan 1 2 3 4 5
DAFTAR PUSTAKA
Abd. Wahid & Wahyudi, (2016). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta:
Mitra Wacana Media.
Andarmoyo,(2017). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Jogjakarta: AR-
RUZZ MEDIA.
Rosmalawati, Ni Wayan Dwi & Ns. Kasiati, (2016). Kebutuhan Dasar Manusia
I. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
1. BIODATA :
Nama : Nn. Y No.Reg.
Umur : 20 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Majalengka
Pendidikan : Mahasiswa
Pekerjaan : Belum bekerja
Tanggal MRS : 26 Desember 2012
Tanggal Pengkajian : 26 Desember 2012
Golongan Darah : Tidak terkaji
Diagnosa Medis : Illeus Obstruktif
2. KELUHAN UTAMA
Pasien mengatakan sejak 2 hari yang lalu perut terasa nyeri melilit dari perut
sekitar pusar menyebar ke bagian atas, disertai dengan muntah 2 kali, pasien
tidak bisa buang air besar dan flatus.
Genogram :
Keterangan :
: Perempuan
: Laki-laki
: Meninggal
: Garis Penghubung
: Garis Keturunan
: Tinggal serumah
: Pasien
9. TANDA-TANDA VITAL
Suhu Tubuh : 36,7 ºC
Denyut Nadi : 84 x/menit
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Pernafasan : 24 x/menit
TT / TB : 43 Kg, 158 cm
10.PEMERIKSAAN FISIK
A. Pemeriksaan Kepala dan Leher
Rambut :
I : bentuk kepala simetris, tidak ada benjolan, warna rambut hitam,
terdapat ketombe, penyebaran/pertumbuhan rambut merata
P : Tidak ada nyeri tekan
Hidung
I : Fungsi penciuman baik, tidak ada benjolan, bagian dalam hidung
lembab, tidak ada pernapasan cuping hidung
P : Tidak ada nyeri tekan
Telinga
I : Telinga simetris kanan dan kiri, tidak ada odema,tidak ada benjolan,
tidak ada serumen
P : Tidak ada nyeri tekan
Mata
I : Mata simetris, konjungtiva merah muda, sklera putih, tidak ada
penurunan penglihatan
E. Pemeriksaan Jantung :
I : Ictus cordis tidak terlihat.
P : Ictus cordis teraba pada SIC V LMC sinistra tidak kuat angkat, tidak
ada thrill.
P : Batas atas kiri SIC II LSB, Batas bawah kiri SIC V LMC sinistra
Batas atas kanan SIC II RSB
A : S1 > S2 reguler di apex, suara tambahan bising (-), gallop (-).
F. Pemeriksaan Abdomen :
Status lokalis
Inspeksi : Distensi, darm counter ( + ), tidak ada darm steifung.
Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-)
Hepar/lien tak teraba
Tidak teraba masa tumor
Perkusi : Hipertimpani
Auskultasi : peristaltik meningkat, borboritmik (+), metalic sound ( - )
Rectal toucher : ampula recti kolaps
Pemeriksaan roentgen
- ada hearing bone appearance
- ada gambaran corpal, susuk/ jarum
- tampak distensi usus
H. Pemeriksaan Muskuloskeletal :
Nilai Manual Muscle Testing pada kedua ekstermitas atas kedua ekstermitas
bawah adalah
5 5
S
5 5
S
0=paralisis total
1=tidak ada gerakan, terba / terlihat kontraksi otot
2=gerakan otot penuh menentang gravitasi dengan bantuan/sokongan
3=gerakan nornal untuk melawan gravitasi
4=gerakan normal melawan gravitasi dengan sedikit tahanan
5= gerakan normal penuh melawan gravitasi dengan tahanan penuh
Kesimpulan : pasien dapat bergerak secara normal dan menentang gravitasi
secara penuh
H. Pemeriksaan Neurologi :
Nilai kesadaran pasien composmentis yaitu pasien sadar penuh, pasien dapat
menjawab semua pertanyaan apa yang ditanyakan oleh perawat.
GCS : 4-5-6,
Eyes 4 = dapat membuka mata secara spontan
Erbal 5 = dapat berorientasi dengan baik
Motorik 6 =dapat mengikuti perintah secara baik
Reflek pupil +/+
Reflek pattela +/+
I. Pemeriksaan Status Mental :
Tidak terkaji
ANALISA DATA
DO :
1. Pasien tampak lemah
2. Pasien tampak distensi
abdomen
3. Cairan NGT hijau jumlah
400cc
4. TTV :
S: 36,7 C
N : 84x/menit
RR : 24x/menit
TD : 100/70 mmHg
DO :
1. Pasien tampak kesakitan
2. Pasien tampak menyeringai
3. Distensi abdomen
4. Peristaltik usus 3 kali/menit
3. SIKI :
a. Dipertahankan/ditingkatkan pada
b. Dipertahankan/ditingkatkan pada
c. Dipertahankan/ditingkatkan pada
d. Dipertahankan/ditingkatkan pada
e. Dipertahankan/ditingkatkan pada
f. Dipertahankan/ditingkatkan pada
g. Dipertahankan/ditingkatkan pada
h. Dipertahankan/ditingkatkan pada
i. Dipertahankan/ditingkatkan pada
j. Dipertahankan/ditingkatkan pada
k. Dipertahankan/ditingkatkan pada
Jurnal 3
1. Mengkaji masukan dan keluaran cairan, hitung intake dan
output makanan, ukur berat jenis urine dan observasi
oliguri.
2. Mengkaji tanda vital (tekanan darah, nadi, dan suhu)
3. Mengobservasi kulit kering berlebihan dan membrane
mukosa, penurunan turgor kulit, pengisian kapiler yang
lambat, ukur berat badan.
4. Mempertahankan pembatasan per oral, tirah baring, dan
hindari aktivitas.
5. Memberikan cairan sering dan dalam jumlah kecil untuk
mendorong urinasi terjadi tiap 2 jam (minuman ringan
berkarbonat, minuman suplemen elektrolit)
6. Memberikan cairan parenteral. Transfuse darah sesuai
indikasi.
7. Mengawasi hasil laboratorium (elektrolit dan analisa gas
darah)
8. Memberikan obat sesuai dengan indikasi : anti diare
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN INTERVENSI RASIONAL
(SIKI)
Terapeutik
1. Jelaskan tujuan dan manfaat teknik napas
2. Jelaskan proseduur teknik napas
3. Anjurkan memposisikan tubuh senyaman mungkin (mis.
Duduk, baring)
4. Demonstrasikan menarik napas selama 4 detik, menahan
napas selamma 2 detik dan menghembuskan napas selama 8
detik.
Jurnal 1
1. Observasi TTV tiap shif Jurnal 1
2. Kaji keluhan nyeri, karakteristik dan skala nyeri yang 1. Nyeri hebat yang dirasakan pasien akibat adanya di
dirasakan pesien sehubungan dengan adanya distensi abdomen dapat menyebabkan peningkatan hasil TTV
abdomen 2. Mengetahui kekuatan nyeri yang dirasakan pasie
3. Berikan posisi yang nyaman: posisi semi fowler menentukan tindakan selanjutnya guna mengatasi ny
4. Ajarkan dan anjurkan tehnik relaksasi tarik nafas dalam saat 3. Posisi yang nyaman dapat mengurangi rasa nyeri
merasa nyeri dirasakan pasien
5. Kolaborasi dengan medic untuk terapi analgetik 4. Relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri
5. Analgetik dapat mengurangi rasa nyeri
Jurnal 2
1. Pertahankan tirah baring pada posisi yang nyaman; jangan
menyangga lutut.
2. Kaji lokasi, berat dan tipe nyeri
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN INTERVENSI RASIONAL
(SIKI)
3. Kaji keefektifan dan pantau terhadap efek samping anlgesik;
hindari morfin
4. Berikan periode istirahat terencana.
5. Kaji dan anjurkan melakukan lathan rentang gerak aktif atau
pasif setiap 4 jam.
6. Ubah posisi dengan sering dan berikan gosokan punggung
dan perawatan kulit.
7. Auskultasi bising usus; perhatikan peningkatan kekauan atau
nyeri; berikan enema perlahan bila dipesankan.
8. Berikan dan anjurkan tindakan alternatif penghilang nyeri.
Jurnal 3
1. Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
2. Mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan
3. Menggunakan teknik komunikasi terapeutik
4. Meningkatkan istirahat klien
5. Berkolaborasi dengan dokter jika da keluhan dan tindakan
manajemen nyeri tidak berhasil.
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN INTERVENSI RASIONAL
(SIKI)
TINDAKAN KEPERAWATAN
CATATAN PERKEMBANGAN
NAMA PASIEN : Nn. Y
UMUR : 20 Tahun
NO.REGISTER : -
O:
1. Pasien tampak lemah
2. Pasien tampak distensi abdomen
3. Cairan NGT hijau jumlah 400cc
4. TTV :
S: 36,7 C
N : 84x/menit
RR : 24x/menit
TD : 100/70 mmHg
O:
1. Pasien tampak kesakitan
2. Pasien tampak menyeringai
3. Distensi abdomen
4. Peristaltik usus 3 kali/menit
O:
1. Pasien tampak lemah
2. Pasien tampak distensi abdomen
3. Cairan NGT hijau jumlah 400cc
4. TTV :
S: 36,7 C
N : 84x/menit
RR : 24x/menit
TD : 100/70 mmHg
O:
1. Pasien tampak kesakitan
2. Pasien tampak menyeringai
3. Distensi abdomen
Refrensi :
Mubarak, wahit igbal, SKM, & Ns Nurul chayatin, S.kep. 2011. Buku ajar
Kebutuhan Dasar Manusia Teori & Aplikasi dalam Praktik. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Tingkt nyeri 1. Mengurangi ketegangan otot Relaksasi ini dapat dilakukan kapan saja
2. Merelaksasi otot tidak membutuhkan waktu yang khusus
3. Mengurangi nyeri atau Stress
Posisinya
Bagaimana??
PENGERTIAN
Posisi latihan relaksasi
Teknik relaksasi nafas dalam adalah suatu teknik
hiru udara sedalam – dalamnya melalui hidung dan nafas dalam dapat
mengeluarkan perlahan melalui mulut. dilakukan dengan tiduran
prosedurnya benar
Waktunya Kapan??
Relaksasi ini sebaiknya dilakukan
minimal 3 kali Bagaimana Teknik Relaksasi Nafas???
setiap latihan atau Posisi tidur dengan posisi duduk atau
10 – 15 menit setiap setengah duduk (semifowler) dengan
hari atau saat nyeri lutut ditekuk dan perut tidak boleh
tegang.
Letakkan
tangan diatas perut
Kapan
TUJUAN NAFAS DALAM Dilakukan ???
TEHNIK RELAKSASI NAFAS
DALAM
GOOD LUCK