Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS TUMOR PARU

DI RUANG IC LANTAI 3 RSUP WAHIDIN


SUDIRHUSODO MAKASSAR

DISUSUN OLEH:

MOHAMAD RIFALDI ALI


21.04.046

CI LAHAN CI INSTITUSI

(...........................................) (...........................................)

YAYASAN PERAWAT SELAWESI SELATAN


STIKES PANAKUKANG MAKASSAR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2021/2022
A. KONSEP DASAR
1. Anatomi Fisiologi

Paru-paru ada dua, merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru mengisi


rongga dada, terletak di sebelah kanan dan kiri dan ditengah di pisahkan oleh
jantung beserta pembuluh darah dan struktur lainnya yang terletak di dalam
mediastinum. Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan apek
(puncak) di atas dan muncul sedikit lebih tinggi dari klavikula di dalam dasar
leher.
a. Lobus paru-paru (belahan paru-paru)
Paru-paru di bagi menjadi beberapa belahan atau lobus oleh fisura. Paru-
paru kanan mempunyai tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus. Setiap
lobus tersusun atas lobula. Sebuah pipa bronchial kecil masuk kedalam
setiap lobula dan semakin ia bercabang, semakin menjadi tipis dan
akhirnya berakhir kantong kecil-kecil, yang merupakan kantong udara
paru-paru. Jaringan paru-paru adalah elastis, berpori dan seperti spon. Di
dalam air paru-paru mengapung karena udara yang ada di dalamnya.
b. Bronkus pulmonalis
Trakea terbelah menjadi dua bronkus utama, bronkus ini bercabang lagi
sebelum masuk paru-paru. Dalam percabangannya menjelajah paru-paru
bronkus-bronkus pulmonalis bercabang dan beranting lagi banyak sekali.
Saluran yang besar mempertahankan struktur serupa dengan yang dari
trakea, mempunyai dinding fibrusa berotot yang mengandung bahan
tulang rawan dan dilapisi epitelium bersilia, makin kecil salurannya,
makin berkurang tulang rawannya dan akhirnya tinggal di dinding fibrusa
berotot dan lapisan silia.
2. Definisi
Tumor adalah kondisi pertumbuhan sel yang tidak normal sehingga
membentuk suatu lesi atau dalam banyak kasus membentuk benjolan di
bagian tubuh (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2015).
Tumor adalah suatu benjolan atau pembengkakan yang abnormal
dalam tubuh yang disebabkan oleh berbagai penyakit seperti keganasan dan
infeksi. Tumor paru merupakan tumor pada jaringan paru yang bersifat jinak
ataupun ganas. Tumor ganas paru merupakan tumor yang berasal dari tumor
ganas epitel primer saluran pernafasan yang menginvasi struktur jaringan
disekitarnya dan dapat menyebar keseluruh tubuh melalui aliran darah dan
sistem limfatik. (Siregar, 2015).
3. Klasifikasi
1. Karsinoma epidermoid (skuamosa)
Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel
termasuk metaplasia, atau dysplasia akibat merokok jangka panjang, secara
khas mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus, dan
menonjol kedalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui
beberapa centimeter dan cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah
bening halus, dinding dada dan mediastinum (Muttaqin, 2011).
2. Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat)
Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki. Tumor
ini timbul dari sel-sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus.
Terbentuk dari sel-sel kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma
sedikit. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar limfe hilus, demikian
pula dengan penyebaran hematogen ke organ-organ distal (Muttaqin,
2011).
3. Adenokarsinoma (termasuk kersinoma sel alveolar)
Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat
mengandung mucus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen bronkus
dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut local pada paru-
paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi seringkali meluas melalui
pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan secara klinis tetap tidak
menunjukkan gejala-gejala sampai terjadinya metastasis yang jauh
(Muttaqin, 2011).
4. Karsinoma sel besar
Merupakan sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk
dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel
ini cenderung untuk timbul pada jaringan pau-paru perifer,tumbuh cepat
dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang jauh
(Muttaqin, 2011).
4. Etiologi
Meskipun etiologi sebenarnya dari tumor paru belum diketahui, tetapi ada
beberapa faktor yang bertanggung jawab dalam peningkatan insiden kanker
paru :
a. Merokok
Tidak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan
statistic yang difenitif telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua
puluh batang sehari) dan kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok
seperti ini mempunyai kecenderungan sepuluh kali lebih besar dari pada
perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan
telah meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan
perokok dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah
ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang jika dikenakan pada kulit
hewan, menimbulkan tumor.
b. Radiasi
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di
Schneeberg dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 %
meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif
dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen etiologi operatif.
c. Kanker paru akibat kerja
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan
karbonil nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja
pemecah hematite (paru-paru hematite) dan orang-orang yang bekerja
dengan asbestos dan dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden.
d. Polusi udara
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih
tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui
adanya karsinogen dari industry dan uap diesel dalam atmosfer di kota.
e. Genetik
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker
paru, yakni:
1. Tumor suppressor gene.
2. Proton oncogene.
3. Gene encoding enzyme.
f. Diet
Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, selenium dan
vitamin A menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru (Lewis,
2014).
5. Patofisiologi
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus
menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan
karsinogen maka menyebabksan metaplasia, hyperplasia dan dysplasia. Bila
lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan dysplasia
menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi
langsung pada kosta dan korpus vertebra (Smeltzer, 2010).
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang
terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti
dengan sapurasi di bagian distal. Gejala- gejala yang timbul dapat berupa
batuk, hemoptysis, despneu, demam, dan dingin. Wheezing unilateral dapat
terdengar pada auskultasi (Batticaca, 2008).
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan
adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke
struktur-struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esophagus,
pericardium, otak, tulang rangka. (Muttaqin, 2011).
6. Manifestasi Klinis
a) Gejala awal
Stridor local, mengi (wheezing), dan dyspnea ringan yang mungkin
disebabkan oleh obstruksi bronkus.
b) Gejala umum
1. Batuk
Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk
mulai sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi
berkembang sampai titik dimana dibentuk sputum yang kental dan
purulent dalam berespon terhadap infeksi sekunder.
2. Hemoptysis
Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang
mengalami ulserasi.
3. Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan
7. Komplikasi
a) sesak napas
b) batuk darah
c) rasa nyeri akibat penyebaran kanker
d) penumpukan cairan di dada (efusi pleura)
e) penyebaran kanker ke organ tubuh lainnya (metastasis)
f) kematian (aladokter, 2016)
8. Pemeriksaan Dianostik
1. Radiologi
a. Foto thorax posterior-anterior (PA) dan lateral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya
kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat
menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelectasis
erosi tulang rusuk atau vertebra.
b. Bronkhografi
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
2. Laboratorium
a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/tahap karsinoma.
b. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan
ventilasi.
c. Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat diketahui untuk mengevaluasi kompetensi imin (umum pada
kanker paru).
3. Histopatologi
a) Bronkoskopi
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian, dan pembersihan sitology
lesi (besarnya karsinoma bronkogenetik dapat diketahui).
b) Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan
ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90-95 %.
c) Torakoskopi
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan
cara torakoskopi.
d) Mediastinosopi
Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang
terlibat.
e) Torakotomi
Torakotomi untuk diagnostik kanker paru dikerjakan bila bermacam-
macam prosedur non invasif dan invasive sebelumnya gagal
mendaptkan sel tumor.
4. Pencitraan
1. CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
2. MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.
9. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain,
untuk mengangkat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan
sebanyak mungkin fungsi paru-paru yang tidak terkena kanker (Smeltzer,
2013).
a. Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasikan diagnose tersangka penyakit paru atau
toraks khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsi.
b. Pneumonektomi pengangkatan paru
Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi
bisa diangkat.
c. Lobektomi (pengangkatan lobus paru)
Karisnoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis
bleb atau bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak
tuberkulois.
d. Resesi segmental
Merupakan pengangkatan satu atau lebih paru.
e. Reseji baji.
Tumor jinak dengan batang tegas,tumor metas metik,atau penyakit
peradangan yang terlokalisir.Merupakan pengangkatan dari permukaan
paru-paru berbentuk biji (potongan es).
f. Dekortikasi
Merupakan pengangkatan bahan-bahan fibrin dari pleura viscelaris
2. Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif
dan bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan
komplikasi, seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap
pembuluh darah/ bronkus.
3. Kemoterapi
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor,
untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi
luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
1. Riwayat  penyakit  sekarang
Keluhan  utama
Keluhan  yang  biasa  muncul  pada  klien  Kanker paru – paru biasanya
batuk terus menerus, dahak berdarah, sesak nafas dan pendek – pendek,
sakit kepala.
2. Riwayat  kesehatan terdahulu
Kemungkinan yang muncul pada riwayat kesehatan terdahulu pada pasien
dengan Ca Paru antara lain, perokok berat, lingkungan tempat tinggal di
daerah yang tercemar polusi udara, pernah menglami bronchitis kronik,
pernah terpajan bahan kimia seperti asbestos.
3. Riwayat  penyakit  keluarga
Di keluarga pasien ada yang pernah mengidap penyakit kanker paru – paru.
4. Riwayat  psikososial
Kaji  adanya emosi  kecemasan, pandangan klien terhadap dirinya, serta
interaksi sosial yang mungkin terhambat akibat gejala penyakit seperti
batuk yang berkepanjangan.
5. Pola – pola  fungsi  kesehatan    
a. Aktivitas/istirahat.: Kelemahan, ketidakmampuan, mempertahankan
kebiasaan rutin, dispnoe karena aktivitas , kelesuan biasanya tahap
lanjut.
b. Sirkulasi Peningkaran Vena Jugulari, Bunyi jantung: gesekan
perikordial ( menunjukan efusi ) tachycardia, disritmia, jari tabuh.
c.  Integritas Ego : Ansietas, takut akan kematian, menolak kondisi yang
berat, gelisah, insomnia, pertanyan yang diulang-ulang.
d. Eliminasi ; Diare yang hilang timbul (ketidakseimbngan hormonal)
Peningkatan frekuesnsi/jumlah urine (Ketidakseimbngan Hormonal ).
e. Makanan/cairan : Penurunan Berat badan, nafsu makan buruk,
penurunan masukan makanan, kesulitan menelan, haus/peningkatan
masukan cairan. Kurus, kerempeng, atau penampilan kurang bobot
(tahap lanjut 0, Edema  wajah, periorbital (ketidakseimbangan
hormonal), Glukosa dalam urine.
f. Ketidaknyamanan/nyeri: nyeri dada, dimana tidak/dapat dipengaruhi
oleh perubahan posisi.Nyeri bahu/tangan, nyeri tulang/sendi, erosi
kartilago sekunder terhadap peningkatan hormon pertumbuhan.Nyeri
abdomen hilang/timbul.
g. Pernafasan : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya ,
peningkatan produksi sputum, nafas pendek, pekerja terpapar bahan
karsinogenik, serak, paralisis pita suara, dan riwayat merokok. Dsipnoe,
meningkat dengan kerja, peningkatan fremitus taktil, krekels/mengi
pada inspirasi atau ekspirasi (ganguan aliran udara). Krekels/mengi yang
menetap penyimpangan trakeal (area yang mengalami lesi) Hemoptisis.
h. Keamanan : Demam,  mungkin ada/tidak, kemerahan, kulit pucat.
i. Seksualitas : Ginekomastia, amenorea, atau impoten.
j. Penyuluhan/pembelajaran : Faktor resiko keluarga, : adanya riwayat
kanker paru, TBC. Kegagalan untuk membaik.
6. Pemeriksaaan Fisik
a) Inspeksi
 Pola, frekuensi, kedalaman,jenis nafas, durasi inspirasi ekspirasi.
 Kesimetrisan dada,
 Retraksi otot-otot dada,
 penggunaan otot-otot bantu pernafasan
 Penggunaan otot bantu napas, yang terlihat dengan mengangkat
bahu, menunjukan peningkatan kerja pernapasan.
 Kaji postur tubuh,
 Pasien dengan penyakit paru obstruktif sering duduk dan
menyangga diri dengan tangan atau menyangga dengan siku di meja
sebagai upaya untuk tetap mengangkat klavikula sehingga
memperluas kernampuan ekspansi dada.
 Sianosis (kebiruan)
 Pada pasien dengan kanker paru – paru biasanya terjadi sianosis
akibat dari gangguan pola nafas yang menyebabkan terjadinya
hipoksia
 bentuk kuku
pada pasien dengan kanker paru – paru biasanya memiliki kuku
berbentuk tabuh
 kaji adanya edema
 Biasanya terjadi edema pada muka, leher,dan lengan\
  kulit pucat
  akibat kesulitan bernafas
 frekuensi batuk
 batuk biasanya terus-menerus
 karakteristik sputum
b) Palpasi
 Nyeri pada dada
 Ketika pemeriksa menekan bagian dada, pasien akan merasa nyeri
 Taktil fremitu
Pada pasien normal vibrasi taktil fremitus ada. Ini dapat menurun
atau tidak ada bila terdapat sesuatu dintara tangan pemeriksa dan
paru pasien serta dinding dada. Sebagai contoh, bila ada efusi pleural,
penebalan pleural atau pnemotorak akan menyebabkan pemeriksa
tidak mungkin merasakan vibrasi ini atau vibrasi menurun
 Denyut nadi,frekuensi,irama dan kekuatan
 Capillary refill
c) Perkusi
 Mengetuk dada memastikan adanya pembesaran organ paru
 Ada penumpukan cairan (sekret)
d) Auskultasi
 Suara nafas
Pada obstruksi jalan napas seperti penyakit paru obstruksi menahun
(PPOM) atau atelektasis, intensitas bunyi napas menurun. Pada
penebalan pleural, efusi pleural, pneumotoraks, dan kegemukan ada
substansi abnormal Jaringan fibrosa, cairan, udara, atau lemak) antara
stetoskop dan paru di bawahnya; substansi ini menyekat bunyi napas
dari stetoskop, membuat bunyi napas menjadi tidak nyaring.
 Suara tambahan nafas
Bunyi napas bronkial, selain terdengar pada trakea orang normal,
juga terdengar pada beberapa situasi dimana ada konsolidasi-
contohnya pneumonia. Bunyi napas bronkial juga terdengar di atas
efusi pleural dimana paru normal tertekan. Bunyi crackles terjadi
pada pneumonia, gagal jantung kongestif, dan fibrosis pulmonalis.
Baik crackles inspirasi maupun ekspirasi dapat terauskultasi pada
bronkiektaksis. Bunyi ekstra seperti mengi berarti adanya
penyempitan jalan napas. Ini dapat disebabkan oleh asma, benda
asing, mukus di jalan napas, stenosis, dan lain-lain.
a. Tekanan darah
b. Denyut jantung
Pengelompokan Data
1. Data Subjektif
Perasaan lemah, Sesak nafas, nyeri dada, Batuk tak efektif, Serak,
haus, Anoreksia, disfalgia, berat badan menurun, Peningkatan
frekuensi/jumlah urine, Takut.
2. Data Objektif
Batuk produktif, Tachycardia/disritmia, Menunjukkan efusi, Sianosis,
pucat, Edema, Demam Gelisah
2. Diagnosa keperawatan
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi bronkus,deformitas
dinding dada,keletihan otot pernapasan.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan
napas.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen (anemis).
4. Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan makanan,anoreksia,kelelahan dan dyspnea.
5. Nyeri akut berhubungan dengan cidera (karsinoma), penekanan saraf oleh
tumor paru.

3. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI
NO KEPERAWATAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN (SIKI)
(SDKI) (SLKI)
1. Pola napas tidak efektif Setelah diberikan asuhan Pemantauan respirasi
berhubungan dengan keperawatan selama Observasi :
obstruksi bronkus,
3x24 jam diharapkan 1. Monitor frekuensi, irama,
deformitas dinding dada,
inspirasi dan atau kedalaman dan upaya napas
keletihan otot
ekspirasi yang tidak 2. Monitor pola napas (seperti
pernapasan
memberikan ventilasi bradipnea, takipnea,
adekuat membaik hiperventilasi, kussmaul,
Kriteria hasil : cheyne-stokes, biot, ataksik)
1. Dipsnea menurun 3. Auskultasi bunyi napas
2. Penggunaan otot 4. Monitor saturasi bunyi
bantu napas oksigen
membaik Terapeutik :
3. Frekuensi napas 1. Atur interval pemantauan
membaik respirasi sesuai kondisi
4. Kedalaman napas pasien
membaik. 2. Dokumentasi hasil
pemantauan

Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Terapi Oksigen
Observasi :
1. Monitor kecepatan aliran
oksigen
2. Monitor posisi alat terapi
oksigen
3. Monitor efektifitas terapi
oksigen (mis.oksimetri,
analisa gas darah),jika perlu
4. Monitor tingkat mukosa
hidung akibat pemasangan
oksigen

Terapeutik :
1. Pertahankan kepatenan
jalan napas
2. Siapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen
3. Gunakan perangkat oksigen
yang sesuai dengan tingkat
mobilitas pasien

Edukasi :
1. Ajarkan pasien dan keluarga
cara menggunakan oksigen di
rumah

Kolaborasi :
1. Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
2. Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas
dan/atau tidur.

2. Bersihan jalan nafas Setelah diberikan asuhan Manajemen jalan napas


tidak efektif keperawatan selama Observasi :
berhubungan dengan
3x24 jam diharapkan 1. Monitor pola napas
obstruksi jalan napas
oksigenasi dan/atau 2. Monitor bunyi napas
eliminasi karbondioksida tambahan
pada membrane alveolus- 3. Monitor sputum (jumlah,
kapiler normal. warna, aroma)
Kriteria hasil :
Terapeutik :
1. Batuk efektif
1. Pertahankan kepatenan jalan
menurun
napas
2. Produksi sputum
2. Posisikan semi fowler atau
menurun
fowler
3. Mengi menurun
3. Lakukan fisioterapi dada, jika
4. Wheezing menurun
perlu
5. Dyspnea menurun
4. Lakukan pengisapan lender
6. Sianosis menurun
7. Frekuensi napas kurang dari 15 detik
membaik 5. Berikan oksigen, jika perlu
8. Pola napas membaik
Edukasi :
1. Anjurkan asupan cairan
2000ml/hari, jika tidak
kontraindikasi

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

Pemantauan respirasi
Observasi :
1. Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas
2. Monitor pola napas (seperti
bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, kussmaul,
cheyne-stokes, biot, ataksik)
3. Monitor kemampuan batuk
efektif
4. Monitor adanya produksi
sputum
5. Monitor adanya sumbatan
jalan napas
6. Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi bunyi
oksigen
9. Monitor nilai AGD

10. monitor hasil x-ray thoraks

Terapeutik :
1. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
2. Dokumentasi hasil
pemantauan

Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
3. Intoleransi aktivitas Setelah diberikan asuhan Dukungan Mobilisasi
berhubungan dengan keperawatan selama Observasi :
ketidak seimbangan
3x24 jam diharapkan 1. Identifikasi adanya nyeri atau
antara suplai dan
Intoleransi klien keluhan fisik lainnya
kebutuhan oksigen
meningkat.
(anemis). 2. Identifikasi toleransi fisik
Kriteria hasil :
melakukan pergerakan
1. Pergerakan
ekstremitas 3. Monitor frekuensi jantung
meningkat dan tekanan darah sebelum
memulai mobilisasi
2. Keluhan lelah
meningkat 4. Monitor kondisi umum
selama melakukan mobilisasi
3. Dispnea saat aktivitas
meningkat Terapeutik :
1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
4. Dispnea setelah dengan alat bantu.
aktivitas meningkat
2. Fasilitasi melakukan
pergerakan,jika perlu

3. Libatkan keluarga untuk


membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan

Edukasi :
1. Jel
askan tujuan dan prosedur
mobilisasi

2. An
jurkan melakukan mobilisasi
dini

3. An
jurkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan.

4. Defisit nutrisi kurang dari Setelah diberikan asuhan Manajemen Nutrisi


kebutuhan tubuh keperawatan selama Observasi :
berhubungan dengan
3x24 jam diharapkan 1. Identifikasi status nutrisi
ketidakmampuan
status nutrisi klien
menelan 2. Identifikasi alergi dan
membaik.
makanan,anoreksia,kelel intoleransi makanan
ahan dan dyspnea. Kriteria hasil :
1. Porsi makanan yang 3. Identifikasi makanan yang
dihabiskan meningkat disukai

2. Pengetahuan tentang 4. Identifikasi kebutuhan


standar asupan nutrisi kalori dan jenis nutrien
yang tepat meningkat
5. Identifikasi perlunya
3. Indeks masa tubuh penggunaan selang
membaik nasogastrik

4. Nafsu makan 6. Monitor asupan makanan


membaik
7. Monitor berat badan
5. Bising usus membaik
8. Monitor hasil pemeriksaan
6. Frekuensi makan laboraturium
membaik
Terapeutik :
1. Lakukan oral hygiene
sebelum makan, bila perlu

2. Fasilitasi menetukan
pedoman diet

3. Sajikan makanan secara


menarik dan suhu yang
sesuai

4. Berikan makanan tinggi


serat untuk mencegah
konstipasi

5. Berikan makanan tinggi


kalori dan tinggi protein

6. Berikan suplemen makanan


bila perlu

7. Hentikan pemberian
makanan melalui selang
nasogatrik jika asupan oral
dapat ditoleransi

Edukasi :
1. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu

2. Ajarkan diet yang


diprogramkan

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan

2. Kolaborasi dengan ahli gizi


untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan,bila perlu

5. Nyeri akut berhubungan Setelah diberikan asuhan Manajemen Nyeri


dengan cidera Observasi :
keperawatan selama
1. Identifikasi lokasi,
(karsinoma), penekanan
3x24 jam diharapkan
saraf oleh tumor paru.
karakteristik, durasi,
tingkat nyeri menurun.
frekuensi, kualitas, intensitas
Kriteria hasil :
nyeri
1. Frekuensi nadi
membaik 2. Identifikasi skala nyeri

2. Pola napas membaik


3. Identifikasi respons nyeri non
3. Keluhan nyeri
verbal
menurun
4. Meringis menurun 4. Identifikasi faktor yang

5. Gelisah menurun. memperberat dan


memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri

6. Identifikasi pengaruh budaa


terhadap respon nyeri

7. Identifikasi respon nyeri pada


kualitas hidup

8. Monitor keberhasilan terapi


komplementer yang sudah
diberikan

9. Monitor efek samping


penggunaan analgetik.

Terapeutik :
1. Berikan tehnik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

2. Kontrol lingkungan yang


memperberat rasa nyeri

3. Fasilitasi istirahat dan tidur

4. Pertimbangkan jenis dan


sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri

3. Anjurkan memonitor nyeri


secara mandiri

4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat

5. Anjurkan tehnik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana
rencana keperawatan dilaksananakan, melaksanakan intervensi yang telah
ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk melakukan intervensi yang telah
dicatat dalam rencana keperawatan klien. Agar implementasi perencanaan
dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya, pertama-tama harus
mengidentifikasi priorotas perawatan klien, kemudian bila perawatan telah
dilaksanakan, memantau dan mencatat respon klien terhadap setiap intervensi
dan mengkomunikasikan informasi ini pada penyedia perawatan kesehatan
lainya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat mengevaluasi dan
merevisi rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan berikutnya.

5. Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil
yang diinginkan dan respon pasien terhadap keefektifan intervensi
keperawatan, kemudian mengganti rencana perawatan jika diperlukan. Tahap
akhir dari proses keperawatan perawat mengevaluasi kemampuan pasien
kearah pencapaian.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/document/535571241/Lp-Dan-Askep-igd-CA-Paru

https://id.scribd.com/document/266305421/Askep-Tumor-Paru

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) Edisi 1. Jakarta


selatan: DPP PPNI

PPNI. (2018). Standar intervensi keperawatan indonesia (SIKI) cetakan II. Jakarta
selatan: DPP PPNI

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan indonesia (SLKI) Cetakan II. Jakarta
selatan: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai