Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN

LIMFOMA MALIGNA

ULFAH MUTHMAINNAH DERIYANTI


2104041

CI LAHAN CI INSTITUSI

(………………………..) (…..……………………)

YAYASAN PERAWAT SELAWESI SELATAN


STIKES PANAKUKANG MAKASSAR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2021/2022
1. PENDAHULUAN
Limfoma maligna adalah tumor ganas primer dari kelenjar limfe dan jaringan
limfatik di organ lainnya. Limfosit yang merupakan bagian integral proliferasi sel
pada penyakit ini diduga merupakan manifestasi reaksi kekebalan seluler
terhadap sel ganas tersebut. Berdasarkan adanya sel Reed-Sternberg dibedakan
menjadi limfoma Hodgkin (LH) dan limfoma non-Hodgkin (LNH) (Kemenkes,
2015a).
Insidensinya di seluruh dunia meningkat 3-4% dalam 4 dekade terakhir
dengan insiden LNH 6% pada laki-laki dan 4,1% pada wanita (Mengko &
Surarso, 2009; Kemenkes, 2015a; Pufall, 2015; Setyowati et al., 2017). The
American Cancer Society tahun 2019, memperkirakan terdapat 74.200 kasus baru
(4.2 %) dan 19.970 (3.3 %) di antaranya meninggal dunia akibat LNH serta
harapan hidup 5 tahun ke depan sebesar 72 % (ACS, 2019). Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia tahun 2013, menunjukkan bahwa angka kejadian
limfoma di Indonesia sebesar 0.06% dengan estimasi 14.905 pasien dan 2.296
pasien diantaranya berasal dari Provinsi Jawa Timur (Kemenkes, 2015a;
Setyowati et al., 2017). Data ini menunjukkan LNH merupakan keganasan yang
banyak terjadi dengan tingkat mortalitas yang cukup dan usia harapan hidup yang
tinggi. Modalitas terapi pada pasien LNH yaitu kemoterapi dan radiasi.

2. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM LIMFATIK


a. Anatomi Sistem Limfatik
Sistem limfatik adalah sistem saluran limfe yang meliputi seluruh
tubuh yang dapat mengalirkan isinya ke jaringan dan kembali sebagai
transudat ke sirkulasi darah. Yang membentuk sistem limfatik dan cairan
yang mengisis pembuluh ini disebut limfe. 
Gambar Sistem Vassa Limfatika dan kelompok nodus limfoid utama

Sistem limfatik adalah bagian dari sistem imun. Sistem limfatik terdiri
dari :
1) Pembuluh limfe
Sistem limfatik memiliki jaringan terhadap pembuluh-pembuluh limfe.
pembuluh-pembuluh limfe tersebut yang kemudian akan bercabang-
cabang ke semua jaringan tubuh.
2) Limfe
Pembuluh-pembuluh limfe membawa cairan jernih yang disebut limfe.
Limfe terdiri dari sel-sel darah putih, khususnya limfosit seperti sel B
dan sel T.
3) Nodus Limfatikus
Pembuluh-pembuluh limfe terhubung ke sebuah massa kecil dan bundar
dari jaringan yang disebut nodus limfatikus. Kumpulan dari nodus
limfatikus ditemukan di leher, bawah ketiak, dada, perut, dan lipat paha.
Nodus limfatikus dipenuhi sel-sel darah putih. Nodus limfatikus
menangkap dan membuang bakteri atau zat-zat berbahaya yang berada
di dalam limfe.
4) Bagian sistem limfe lainnya
Bagian sistem limfe lainnya terdiri dari tonsil, timus, dan limpa. Sistem
limfatik juga ditemukan di bagian lain dari tubuh yaitu pada lambung,
kulit, dan usus halus.
Nodus dan nodulus limfoid adalah massa dari jaringan limfatik;
mempunyai ukuran dan lokasi bervariasi. Nodus biasanya lebih besar,
panjangnya nodus berkisar 10 - 20 mm dan mempunyai kapsul;
sedangkan nodulus panjangnya antara sepersekian milimeter sampai
beberapa milimeter dan tidak mempunyai kapsul.8
Nodus limfoid ditemukan berkelompok sepanjang jalur vassa
limfatika, dan limf mengalir melewati nodus-nodus ini dalam
perjalanannya menuju vena subklavia. Limf memasuki suatu nodus
melalui beberapa vasa limfatika aferen dan meninggalkannya lewat satu
atau dua pembuluh eferen.
b. Fisiologi Sistem Limfatik
1) Pembentukan cairan limfe
Konsentrasi protein didalam cairan interstisial rata-rata 2 gr/ 100
ml. konsetrasi protein cairan limfe yang mengalir kebanyakan berasal
dari jaringan perifer dan mendekati nilai ini atau lebih pekat. Sebaliknya
cairan limfe yang terbentuk dalam hati mempunyai konsentrasi protein 6
gr/100ml dan limfe yang terbentuk dalam usus mempunyai konsetrasi
protein 3-5 gr/100ml karena lebih dari separuh limfe berasal dari hati
dan usus maka cairan limfe duktus torasicus merupakan campuran dari
semua daerah tubuh yang mempunyai konsentrasi protein sebesar 3-5
gr/100ml.
2) Kecepatan total aliran limfe
Kira-kira 100 ml limfe mengalir melalui duktus torasicus per jam.
Pada manusia yang sedang beristirahat, cairan limfe mengalir ke dalam
sirkulasi yang lain sekitar  20 ml /jam. Total aliran limfe 120 ml/jam.
Aliran limfe relatip kecil jika dibandingkan dengan pertukaran cairan
total diantara plasma dan cairan interstisial. Faktor yang menentukan
keseimbangan pertukaran cairan pada membran kapiler darah membantu
pergerakan cairan ke dalam intestinum untuk meningkatkan volume
cairan interstisial dan cairan limfe selurunya pada saat yang bersamaan.
3) Faktor Penentu Kecepatan Aliran Limfe
- Tekanan cairan interstisial. Peningkatan tekanan cairan  bebas
interstisial diatas tingkat normal.    
- Pompa limfe. Katup-katup ada secara periodic dalam semua saluran
limfe. Pembuluh limfe dapat ditekan oleh kontraksi dinding
pembuluh limfe itu sendiri atau tekanan struktur sekitarnya.
( kontraksi otot, gerakan bagian-bagian tubuh, fulsasi arteri,
penekanan jaringan objek diluar tubuh )
4) Kekuatan pengerak cairan limfe
Kekuatan utama yang menentukan apakah cairan akan bergerak
keluar dari darah dan masuk ke dalam cairan interstisial atau ke arah
yang berlawanan akan ditentukan oleh beberapa faktor yaitu tekanan
kapiler, tekanan cairan interstisial, tekanan osmotik koloid plasma dan
tekanan osmotik koloid cairan interstisial. 
Fungsi Sistem limfatik sebagai berikut :
1) Pembuluh limfatik mengumpulkan cairan berlebih atau cairan limfe dari
jaringan sehingga memungkinkan aliran cairan segar selalu bersirkulasi
dalam jaringan tubuh.
2) Merupakan pembuluh untuk membawa kembali kelebihan protein
didalam cairan  jaringan ke dalam aliran darah.
3) Nodus menyaring cairan limfe dari infeksi bakteri dan bahan-bahan
berbahaya.
4) Nodus memproduksi limfosit baru untuk sirkulasi
5) Pembuluh limfatik pada organ abdomen membantu absorpsi nutrisi yang
telah dicerna, terutama lemak.

3. PENGERTIAN
Limfoma maligna adalah kelompok neoplasma maligna/ganas yang muncul
dalam kelenjar limfe atau jaringan limfoid ekstranodal yang ditandai dengan
proliferasi atau akumulasi sel-sel asli jaringan limfoid (limfosit, histiosit dengan
pra-sel dan derivatnya).
Pengertian tentang limfoma maligna antara lain menurut Danielle, (2011)
bahwa limfoma adalah malignansi yang timbul dari sistem limfatik. Pengertian
lain tentang limfoma maligna  menurut Susan Martin Tucker, (2014) adalah
suatu kelompok neoplasma yang berasal dari jaringan limfoid. Sedangkan
menurut Suzanne C. Smeltzer, ( 2013), mengemukakan bahwa limfoma maligna
adalah keganasan sel yang berasal dari sel limfoid. Pengertian lain tentang
limfoma maligna menurut Doenges (2012) adalah kanker kelenjar limfoid.
Limfoma maligna (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk keganasan dari
sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T dan histiosit sehingga
muncul istilah limfoma maligna (maligna = ganas). Ironisnya, pada orang sehat sistem
limfatik tersebut justru merupakan komponen sistem kekebalan tubuh. Ada dua jenis
limfoma maligna yaitu Limfoma Hodgkin (HD) dan Limfoma non-Hodgkin (LNH)
(Vinjamaran, 2017).
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa limfoma maligna
adalah suatu jaringan tumor padat yang berasal dari sel limfoid dan bersifat
ganas.
4. KLASIFIKASI
Ada dua jenis penyakit yang termasuk limfoma malignum yaitu penyakit
Hodgkin (PH) dan limfoma non Hodgkin (LNH). Keduanya memiliki gejala yang
mirip. Perbedaannya dibedakan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi dimana
pada PH ditemukan sel Reed Sternberg, dan sifat LNH lebih agresif.
a. Limfoma Non-Hodgkin
Dapat bersifat indolen(low grade), hingga progresif(high grade). Pada
LNH indolen, gejalanya dapat berupa: pembesaran KGB (Kelemjar Getah
Bening), tidak nyeri, dapat terlokalisir atau meluas, dan bisa melibatkan sum-
sum tulang. Pada LNH progresif, terdapat pembesaran KGB baik intra
maupun extranodal, menimbulkan gejala "konstitusional" berupa, penurunan
berat badan, febris, dan keringat malam, serta pada limfoma burkitt, dapat
menyebabkan rasa penuh di perut.
Stadium limfoma maligna
Stadium limfoma maligna menurut Stadium Ann Arbor Cotswell yang
telah dimodifikasi (Nurarif & Kusuma, 2016)
Stadium Karakteristik
Stadium I Penykit mengenai satu regio kelenjar getah bening yang
terletak di atas atau di bawah diafragma, atau satu organ
atau letak ekstralimfatik (IE)
Stadium II Penyakit mengenai lebih dari dua regio yang berdekatan
atau dua regio yang letaknya jauh pada satu sisi diafragma
tetapi dengan satu atau lebih regio kelenjar getah bening di
sisi yang sama pada diafragma (IIE)
Stadium III Penyakit di atas dan di bawah diafragma tetapi tebatas pada
kelenjar getah bening, dan ditambah dengan organ atau
tempat ektralimfatik (IIIE) atau limfa (IIIES)
Stadium IV Keterlibatan difus atau diseminata pada satu atau lebih
organ atau jaringan ekstralimfatik, seperti sumsum tulang
atau hati. Subklasifikasi: lebih jauh menunjukkan tidak ada
(A) atau adanya (B) gejala sistemik: penurunan berat badan
> 10% BB, demam, dan keringat malam hari
Staging ini penting untuk penatalaksanaan,  dimana untuk stadium Ia, Ib,
maupun IIa, diberikan radioterapi, sementara untuk stadium IIb hingga
stadium IV, diberikan kemoterapi.
Untuk kemoterapi, regimen yg biasa digunakan adalah:
- Untuk Low grade NHL :  regimen CVP (cyclophospamide, vincristin, dan
prednison), Fludarabin, Rituximab
- Untuk High grade NHL : Regimen CHOP (cyclophospamide,
Doxorubicyn, vincristin, dan prednison), Regimen CHOP + Rituximab,
transplantasi sum-sum tulang. 
b. Limfoma Hodgkin
Terbagi atas 4 jenis, yaitu: 
- Nodular Sclerosing limfosit
- mixed cellularity
- rich limphocyte
- limphocyte depletio

Perjalanan
Jenis Gambaran Mikroskopik Kejadian
Penyakit
Limfosit Sel Reed-Stenberg sangat sedikit tapi 3% dari
Lambat
Predominan ada banyak limfosit kasus
Sejumlah kecil sel Reed-Stenberg &
Sklerosis 67% dari
campuran sel darah putih lainnya;  Sedang
Noduler kasus
daerah jaringan ikat fibrosa
Sel Reed-Stenberg dalam jumlah
Selularitas 25% dari
yang sedang & campuran sel darah Agak cepat
Campuran kasus
putih lainnya
Banyak sel Reed-Stenberg & sedikit
Deplesi 5% dari
limfosit  Cepat
Limfosit kasus
jaringan ikat fibrosa yang berlebihan

LH lebih bersifat lokal, berekspansi dekat, cenderung intra nodal, hanya


di mediastinum, dan jarang metastasis ke sumsum tulang. ia juga dapat terjadi
metastasis melalui darah. Jika dibandingkan dengan NHL, NHL lebih bersifat
tidak lokal, expansi jauh, cenderung extranodal, berada di abdomen, dan
sering metastasis ke sum-sum tulang. Secara staging, dan pengobatan, sama
saja dengan NHL.

5. ETIOLOGI
Penyebab pasti belum diketahui. Empat kemungkinan penyebabnya adalah:
a. faktor keturunan
b. kelainan sistem kekebalan
c. infeksi virus atau bakteria (HIV, virus human T-cell leukemia/lymphoma
(HTLV), Epstein-Barr virus (EBV), Helicobacter Sp)
d. toksin lingkungan (herbisida, pengawet dan pewarna kimia).
Dari keempat faktor diatas, terdapat faktor predisposisi yang memicu
munculnya limfoma pada seseorang, yaitu sebagai berikut :
a. Usia. Penyakit limfoma maligna banyak ditemukan pada usia dewasa muda
yaitu antara 18 – 35 tahun dan pada orang diatas 50 tahun
b. Jenis kelamin. Penyakit limfoma maligna lebih banyak diderita oleh pria
dibandingkan wanita
c. Gaya hidup yang tidak sehat. Risiko Limfoma Maligna meningkat pada
orang yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan
yang terkena paparan UV
d. Pekerjaan. Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan dengan resiko
tinggi terkena limfoma maligna adalah peternak serta pekerja hutan dan
pertanian. Hal ini disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut
organik.
6. PATOFISIOLOGI
Ada empat kelompok gen yang menjadi sasaran kerusakan genetik pada sel-
sel tubuh manusia, termasuk sel-sel limfoid, yang dapat menginduksi terjadinya
keganasan. Gen-gen tersebut adalah proto-onkogen, gen supresor tumor, gen
yang mengatur apoptosis, gen yang berperan dalam perbaikan DNA.
Proto-onkogen merupakan gen seluler normal yang mempengaruhi
pertumbuhan dan diferensiasi, gen ini dapat bermutasi menjadi onkogen yang
produknya dapat menyebabkan transformasi neoplastik, sedangkan gen supresor
tumor adalah gen yang dapat menekan proliferasi sel (antionkogen). Normalnya,
kedua gen ini bekerja secara sinergis sehingga proses terjadinya keganasan dapat
dicegah. Namun, jika terjadi aktivasi proto-onkogen menjadi onkogen serta
terjadi inaktivasi gen supresor tumor, maka suatu sel akan terus melakukan
proliferasi tanpa henti.
Gen lain yang berperan dalam terjadinya kanker yaitu gen yang mengatur
apoptosis dan gen yang mengatur perbaikan DNA jika terjadi kerusakan. Gen
yang mengatur apoptosis membuat suatu sel mengalami kematian yang
terprogram, sehingga sel tidak dapat melakukan fungsinya lagi termasuk fungsi
regenerasi. Jika gen ini mengalami inaktivasi, maka sel-sel yang sudah tua dan
seharusnya sudah mati menjadi tetap hidup dan tetap bisa melaksanakan fungsi
regenerasinya, sehingga proliferasi sel menjadi berlebihan. Selain itu, gagalnya
gen yang mengatur perbaikan DNA dalam memperbaiki kerusakan DNA akan
menginduksi terjadinya mutasi sel normal menjadi sel kanker.
Usia, gender, ras, paparan zat kimia dan radiasi, infeksi virus, penyakit
autoimun dan sistem imun yang lemah dapat menyebapkan terjadinya
pembesaran kelenjar getah bening. Poliferasi jaringan limfoid yang tidak
terkendali karena faktor-faktor risiko diatas menyebabkan terjadinya perubahan
rangsangan imunologik yang nantinya akan menimbulkan masalah yaitu adanya
ancaman status kesehatan, proses penyakit yang akan mengakibatkan destruksi
gangguan saraf serta menimbulkan gangguan metabolisme tubuh.
Masalah ancaman perubahan status kesehatan akan mengakibatkan fungsi
peran pasien berkurang sehingga pola interaksi juga menurun. Penurunan pola
interaksi menyebapkan terjadinya perolehan informasi yang kurang mengenai
penyakitnya sehingga biasanya pasien akan cemas.
Proses penyakit yaitu pembesaran kelenjar limfoid akan menyebapkan terjadi
gangguan pada saraf yaitu adanya tekanan pada saraf oleh kelenjar yang
membesar/tumor sehingga akan memunculkan rasa nyeri.
Perubahan rangsangan imunologik secara tidak langsung akan mempengaruhi
metabolisme tubuh, sehingga ketika rangsangan imunologik berubah menjadi
tidak baik, maka akan terjadi gangguan pada metabolisme tubuh. Gangguan
metabolisme ini akan menimbulkan perasaan mual, kurang nafsu makan, maupun
iritasi lambung karena proses metabolisme yang terganggu. Semua hal tersebut
mengakibatkan pemasukan nutrisi untuk tubuh menjadi terganggu yang akan
mengakibatkan penurunan berat badan, sehingga memunculkan masalah
gangguan nutrisi. 

7. TANDA DAN GEJALA


Gejala klinis dari penyakit limfoma maligna menurut Sudoyo & dkk (2009)
adalah sebagai berikut:
a. Limfodenopati superficial. Sebagian besar pasien datang dengan pembesaran
kelenjar getah bening asimetris yang tidak nyeri mudah digerakkan (pada
leher, ketiak, atau pangkal paha)

b. Demam

c. Sering keringat malam

d. Penurunan nafsu makan

e. Kehilangan berat badan lebih dari 10% selama 6 bulan (anorexia)

f. Anemia, infeksi, dan perdarahan dapat dijumpai pada kasus yang mengenai
sumsum tulang secara difus
g. Kelemahan, keletihan

8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Untuk mendeteksi limfoma harus dilakukan biopsi dari kelenjar getah bening
yang terkena, untuk menemukan adanya sel Reed-Sternberg. Untuk mendeteksi
Limfoma memerlukan pemeriksaan seperti sinar-X, CT scan, PET scan, biopsi
sumsum tulang dan pemeriksaan darah. Biopsi atau penentuan stadium adalah
cara mendapatkan contoh jaringan untuk membantu dokter mendiagnosis
Limfoma.
Ada beberapa jenis biopsy untuk mendeteksi limfoma maligna, yaitu sebagai
beikut :
a. Biopsi kelenjar getah bening, jaringan diambil dari kelenjar getah bening
yang membesar
b. Biopsi aspirasi jarum-halus, jaringan diambil dari kelenjar getah bening
dengan jarum suntik. Ini kadang-kadang dilakukan untuk memantau respon
terhadap pengobatan
Biopsi sumsum tulang di mana sumsum tulang diambil dari tulang panggul
untuk melihat apakah Limfoma telah melibatkan sumsum tulang.

9. PENATALAKSANAAN
a. MEDIK
Terapi yang digunakan biasanya melalui pendekatan multidisiplin. Terapi
yang dapat dilakukan adalah  : .
1) Derajat Keganasan Rendah (DKR)/indolen
Pada prinsipnya simptomatik :
a) Kemoterapi : obat tunggal atau ganda (per oral), jika dianggap perlu
diberikan COP (Cyclophosphamide, Oncovin dan Prednison)
b) Radioterapi : Limfoma Non-Hodgkin sangat radiosensitif.
Radioterapi ini dapat dilakukan untuk lokal dan paliatif.
2) Derajat Keganasan Menengah (DKM) / Agresif Limfoma
a) Stadium I : kemoterapi pemberian CHOP (Cyclophosphamide,
Hydroxydouhomycin, Oncovine, Prednisone)
b) Stadium II-IV : kemoterapi parenteral kombinasi, radioterapi
berperan untuk paliasi.
3) Derajat Keganasan Tinggi (LNH Lympoblastic)
a) Selalu diberika pengobatan seperti Leukimia Limfoblastik
Akut
b) Re-evaluasi hasil dilakukan pada :
- Setelah siklus kemoterapi ke-4
- Setelah siklus pengobatan lengkap
c) Therapy Medik
- Konsultasi dengan ahli onkology medik ( di RS type A dan B)
- Limfoma non hodkin derajat keganasan rendah (IWF)
- Tanpa keluhan : tidak perlu therapy
- Bila ada keluhan dapat diberi obat tunggal siklofosfamide
dengan dosis permulaan po tiap hari atau 1000 mg/m 2 iv selang
3 – 4 minggu.
- Bila resisten dapat diberi kombinasi obat COP, dengan cara
pemberian seperti pada LH diatas
4) Limfona non hodgkin derajat keganasan sedang (IWF)
a) Untuk stadium I B, IIB, IIIA dan B, IIE A da B, terapi medik adalah
sebagai terapy utama
b) Untuk stadium I A, IE, IIA diberi therapy medik sebagai therapy
anjuran
c) Minimal : seperti therapy LH
d) Ideal : Obat kombinasi cyclophospamide, hydrokso – epirubicin,
oncovin, prednison (CHOP) dengan dosis :
C         : Cyclofosfamide          800 mg/m 2 iv hari I
H         : hydroxo – epirubicin 50 mg/ m 2 iv hari I
O         : Oncovin                     1,4 mg/ m 2 iv hari I
P          : Prednison                  60 mg/m 2 po hari ke 1 – 5
Perkiraan selang waktu pemberian adalah 3 – 4 minggu
5) Lymfoma non – hodgkin derajat keganasan tinggi (IWF)
- Stadium IA : kemotherapy diberikan sebagai therapy adjuvant
- Untuk stadium lain : kemotherapy diberikan sebagai therapy
utama
- Minimal : kemotherapynya seperti pada LNH derajat keganasan
sedang (CHOP)
- Ideal : diberi Pro MACE – MOPP atau MACOP – B
b. KEPERAWATAN
Penatalaksanaan Keperawatan ( Netrina, Sandra M.2001 )
1) Untuk melindungi kulit dari radiasi, hindari mengusap, memberi bedak,
deodoran, lotion atau salep kecuali doresepkan atau kompres
panas/dingin
2) Anjurkan pasien untuk tetap bersih dan kering dan untuk memandikan
area yang terkena  radiasi dengan lembut menggunakan air hangat dan
sabun yang ringan.
3) Anjurkan memakai pakaian yang longgar dan untuk melindungi kulit
dari pemencaran sinar matahari, kerosin dan suhu ekstrim
4)  Untuk melindungi membran mukosa oral dan traktus gastrointestinal,
anjurkan makan sedikit tapi sering, menggunakan diet lemak pada suhu
dingin.
5) Ajari pasien untuk menghindari konsumsi alkohol, tembakau, bumbu
makanan pedas, panas.
6) Berikan dan ajari penggunaan obat-obat nyeri atau anti emetik sebelum
makan dan minum (kalau perlu).
7) Anjurkan perawatan mulut sedikitnya 2 kali, sikat dengan lembut.
8) Untuk diare ganti diet rendah sisa dan berikan anti diare

10. KOMPLIKASI
Ada dua jenis komplikasi yang dapat terjadi pada penderita limfoma
maligna, yaitu komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dan komplikasi
karena penggunaan kemoterapi. Komplikasi karena pertumbuhan kanker itu
sendiri dapat berupa pansitopenia, perdarahan, infeksi, kelainan pada jantung,
kelainan pada paru-paru, sindrom vena cava superior, kompresi pada spinal cord,
kelainan neurologis, obstruksi hingga perdarahan pada traktus gastrointestinal,
nyeri, dan leukositosis jika penyakit sudah memasuki tahap leukemia. Sedangkan
komplikasi akibat penggunaan kemoterapi dapat berupa pansitopenia, mual dan
muntah, infeksi, kelelahan, neuropati, dehidrasi setelah diare atau muntah,
toksisitas jantung akibat penggunaan doksorubisin, kanker sekunder, dan
sindrom lisis tumor.

11. PENGKAJIAN KEPERAWATAN


Pengkajian
a. Identitas : Nama, umur, jenis kelamin, agama , suku dana kebangsaan,
pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor regester, tanggal Masuk Rumah Sakit ,
diagnosa medis.
b. Keluhan Utama : Pembesaran kelenjar getah bening dan malaise umum.
Berat badan menurun 10% dalam waktu 6 bulan. Demam tinggi 38 °C 1
minggu tanpa sebab. Keringat malam. Keluhan anemia. Keluhan organ (mis
lambung, nasofaring). Penggunaan obat.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pada umumnya pasien dengan limfoma didapat keluhan benjolan terasa
nyeri bila ditelan kadang-kadang disertai dengan kesulitan bernafas,
gangguan penelanan, berkeringat di malam hari. Pasien biasanya mengalami
demam dan disertai dengan penurunan BB.
d. Riwayat kesehatan Dahulu
Pada Limfoma biasanya diperoleh riwayat penyakit seperti pembesaran pada
area   leher , ketiak dan lain-lain. pasien dengan transplantasi ginjal atau
jantung.
Kebutuhan dasar :
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Kelelahan, kelemahan atau malaise umum Kehilangan produktifitas
dan penurunan toleransi latihan Kebutuhan tidaur dan istirahat lebih bantak
Tanda : Penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan lamban dan tanda lain
yang menunjukkan kelelahan
b. Sirkulasi 
Gejala : Palpitasi, angina/nyeri dada
Tanda : Takikardia, disritmia. Sianosis wajah dan leher (obstruksi drainase
vena karena pembesaran nodus limfa adalah kejadian yang jarang)
Ikterus sklera dan ikterik umum sehubungan dengan kerusakan hati dan
obtruksi duktus empedu dan pembesaran nodus limfa(mungkin tanda lanjut)
Pucat (anemia), diaforesis, keringat malam.
c. Integritas Ego
Gejala : Faktor stress, misalnya sekolah, pekerjaan, keluarga Takut/ansietas
sehubungan dengan diagnosis dan kemungkinan takut mati Takut
sehubungan dengan tes diagnostik dan modalitas pengobatan (kemoterapi
dan terapi radiasi) Masalah finansial : biaya rumah sakit, pengobatan mahal,
takut kehilangan pekerjaan sehubungan dengan kehilangan waktu kerja.
Status hubungan : takut dan ansietas sehubungan menjadi orang yang
tergantung pada keluarga.
Tanda : Berbagai perilaku, misalnya marah, menarik diri, pasif
d. Eliminasi
Gejala : Perubahan karakteristik urine dan atau feses. Riwayat Obstruksi
usus, contoh intususepsi, atau sindrom malabsorbsi (infiltrasi dari nodus
limfa retroperitoneal)
Tanda : Nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan pembesaran pada palpasi
(hepatomegali), Nyeri tekan pada kudran kiri atas dan pembesaran pada
palpasi (splenomegali), Penurunan haluaran urine urine gelap/pekat, anuria
(obstruksi uretal/ gagal ginjal). Disfungsi usus dan kandung kemih
(kompresi batang spinal terjadi lebih lanjut)
e. Makanan/Cairan
Gejala : Anoreksia/kehilangna nafsu makan Disfagia (tekanan pada
easofagus). Adanya penurunan berat badan yang tak dapat dijelaskan sama
dengan 10% atau lebih dari berat badan dalam 6 bulan sebelumnya dengan
tanpa upaya diet.
Tanda : Pembengkakan pada wajah, leher, rahang atau tangan kanan
(sekunder terhadap kompresi venakava superior oleh pembesaran nodus
limfa)
Ekstremitas : edema ekstremitas bawah sehubungan dengan obtruksi vena
kava inferior dari pembesaran nodus limfa intraabdominal (non-Hodgkin).
Asites (obstruksi vena kava inferior sehubungan dengan pembesaran nodus
limfa intraabdominal)
f. Neurosensori
Gejala : Nyeri saraf (neuralgia) menunjukkan kompresi akar saraf oleh
pembesaran nodus limfa pada brakial, lumbar, dan pada pleksus sakral
Kelemahan otot, parestesia.
Tanda : Status mental : letargi, menarik diri, kurang minatumum terhadap
sekitar. Paraplegia (kompresi batang spinaldari tubuh vetrebal, keterlibatan
diskus pada kompresiegenerasi, atau kompresi suplai darah terhadap batng
spinal)
g. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan/nyeri pada nodus limfa yang terkena misalnya, pada
sekitar mediastinum, nyeri dada, nyeri punggung (kompresi vertebra), nyeri
tulang umum (keterlibatan tulang limfomatus). Nyeri segera pada area yang
terkena setelah minum alkohol.
Tanda : Fokus pada diri sendiri, perilaku berhati-hati.
h. Pernapasan
Gejala : Dispnea pada kerja atau istirahat; nyeri dada.
Tanda : Dispnea, takikardia Batuk kering non-produktif Tanda distres
pernapasan, contoh peningkatan frekwensi pernapasan dan kedaalaman
penggunaan otot bantu, stridor, sianosis. Parau/paralisis laringeal (tekanan
dari pembesaran nodus pada saraf laringeal).
i. Keamanan
Gejala : Riwayat sering/adanya infeksi (abnormalitasimunitas seluler
pwencetus untuk infeksi virus herpes sistemik, TB, toksoplasmosis atau
infeksi bakterial), Riwayat monokleus (resiko tinggi penyakit Hodgkin pada
pasien yang titer tinggi virus Epstein-Barr). Riwayat ulkus/perforasi
perdarahan gaster. Pola sabit adalah peningkatan suhu malam hari terakhir
sampai beberapa minggu (demam pel Ebstein) diikuti oleh periode demam,
keringat malam tanpa menggigil. Kemerahan/pruritus umum
Tanda : Demam menetap tak dapat dijelaskan dan lebih tinggi dari 38oC
tanpa gejala infeksi.Nodus limfe simetris, tak nyeri,membengkak/membesar
(nodus servikal paling umum terkena, lebih pada sisi kiri daripada kanan,
kemudian nodus aksila dan mediastinal) Nodus dapat terasa kenyal dan
keras, diskret dan dapat digerakkan. Pembesaran tosil Pruritus umum.
Sebagian area kehilangan pigmentasi melanin (vitiligo) 
j. Seksualitas
Gejala  : Masalah tentang fertilitas/ kehamilan (sementara penyakit tidak
mempengaruhi, tetapi pengobatan mempengaruhi)
Penurunan libido
12. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
b. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
c. Defisit Nutrisi Berubungan dengan factor psikologis
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
e. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energy
f. Bersihan jalan nafas tidak efektif
g. Perfusi perifer tidak efektif

13. PERENCANAAN KEPERAWATAN


a. INTERVENSI KEPERAWATAN
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
pasien diharapkan menunjukkan status tingkat nyeri menurun
Kriteria hasil : (L.08066) Tingkat Nyeri
 Kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat

 Keluhan nyeri menurun


 Tidak ada lagi Meringis
 Sikap protektif menurun
 Gelisah menurun
 Kesulitan tidur menurun
 Menarik diri menurun
 Berfokus pada diri sendiri menurun
 Diaphoresis menurun
 Perasaan depresi ( tertekan ) menurun
 Perasaan takut mengalami cedera berulang menurun
 Anoreksia menurun
 Tekanan perineum menurun
 Uterus teraba membulat
 Ketegangan otot menurun
 Menurunya dilatasi pupil
 Muntah menurun
 Mual menurun

 Frekuwensi nadi membaik


 Pola napas membaik
 Tekanan darah membaik
 Proses berpikir membaik
 Focus membaik
 Fungsi berkemih membaik
 Perilaku membaik
 Nafsu makan kembali membaik
 Pola tidur membaik

Intervensi Keperawatan
Intervensi 1 : (1.08238) Manajemen Nyeri
Observasi:
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respon nyeri non verbal
 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik :
 Berikan teknik nonfarmakolgis untuk mengurangi rasa nyeri ( mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedband, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres air hangat/dingin,
terapi bermain).
 Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredahkan nyeri
Edukasi :
 Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Anjurkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Intervensi 2 : (1.12452) Edukasi Teknik Napas


Observasi :
 Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Terapeutik :
 Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
 Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
 Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan manfaat teknik napas
 Jelaskan prosedur teknik napas
 Anjurkan memposisikan tubuh senyaman mungkin (mis. Duduk,
baring)
 Anjurkan menutup mata dan berkonsentrasi penuh
 Anjurkan melakukan inspirasi dengan menghirup udara melalui hidung
secara perlahan
 Anjurkan melakukan ekspirasi dengan menghembuskan udara mulut
mencucu secara perlahan
 Demonstrasikan menarik napas selama 4 detik, menahan napas selama
2 detik dan menghembuskan napas selama 8 detik.

2) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama ..x..jam, Diharapakan
termoregulasi membaik
Kriteria hasil : (L.14134) Termoregulasi
 Menggigil dari meningkat jadi menurun
 Kulit merah menurun
 Kejang menurun
 Akrosianosis menurun
 Konsumsi oksigen menurun
 Piloereksi menurun
 Vasokonstriksi perifer menurun
 Kutis memorata menurun
 Pucat menurun
 Takikardi menurun
 Takipnea menurun
 Bradikardi menurun
 Dasar kuku sianosis menurun
 Hipoksia menurun
 Suhu tubuh membaik
 Suhu kulit membaik
 Kadar glukosa darah membaik
 Pengisiaan kapiler membaik
 Ventilasi membaik
 Tekanan darah membaik

Intervensi Keperawatan
Intervensi 1 : ( I.15506 ) Manajemen Hipertermia
Observasi :
 Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi, terpapar lingkungan
panas, penggunaan inkubator)
 Monitor suhu tubuh
 Monitor kadar elektrolit
 Monitor saluran urine
 Monitor komplikasi akibat hipertermia
Terapeutik :
 Sediakan lingkungan yang dingin
 Longgarkan atau lepaskan pakaian
 Basahi dan kipasi permukaan tubuh
 Berikan cairan oral
 Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidrois
(keringat berlebih)
 Lakukan pendinginan eksternal (mis. Selimut hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
 Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
 Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi :
 Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu

Intervensi 2 : (I.14578) Regulasi Temperatur


Observasi :
 Monitor suhu bayi sampai stabil (36,50C-37,50C)
 Monitor suhu tubuh anak tiap dua jam, jika perlu
 Monitor tekanan darah, frekuensi pernapasan dan nadi
 Monitor warna dan suhu kulit
 Monitor dan catat tanda dan gejala hipotermia atau hipertermia
Terapeutik :
 Pasang alat pemantau suhu kontinu, jika perlu
 Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat
 Bedong bayi segera setelah lahir untuk mencegah kehilangan panas
 Masukkan bayi BBLR ke dalam plastic segera setelah lahir (mis.
Bahan polyethylene, polyurethane)
 Gunakan topi bayi untuk mencegah kehilangan panas pada bayi baru
lahir
 Tempatkan bayi baru lahir di bawah radiant warmer
 Pertahankan kelembapan incubator 50% atau lebih untuk mengurangi
kehilangan panas karena proses evaporasi
 Atur suhu incubator sesuai kebutuhan
 Hangatkan terlebuh dahulu bahan-bahan yang akan kontak dengan
bayi (mis. Selimut, kain bedongan, stetoskop)
 Hindari meletakkan bayi di dekat jendela terbuka atau di area aliran
pendingin ruangan atau kipas angina
 Gunakan matras penghangat, selimut hangat, dan penghangat ruangan
untuk menaikkan suhu tubuh, jika perlu
 Gunakan kasur pendingin, water circulating blankets, ice pack atau
gel pad dan intravascular cooling catheterization untuk menurunkan
suhu tubuh
Edukasi :
 Jelaskan cara pencegahan heat exhaustion dan heat stroke
 Jelaskan cara penceghan hipotermi karena terpapar udara dingin
 Demonstrasikan teknik perawatan metode kangguru (PMK) untuk bayi
BBLR
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu

3) Defisit Nutrisi Berubungan dengan factor psikologis


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..x.. jam, pasien
diharapkan menunjukkan status nutrisi membaik
Kriteria hasil : (L.03030) Status Nutrisi
 Porsi makanan yang dihabiskan
 Kekuatan otot mengunyah meningkat
 Kekuatan otot menelan meningkat
 Serum albumin meningkat
 Verbalisasi keinginan untuk meningkakan nutrisi meningkat
 Pengetahuan tentang pilihan makanan yang sehat meningkat
 Pengetahuan tentang pilihan minuman yang sehat meningkat
 Pengetahuan tentang standar asupan nutrisi yang tepat meningkat
 Penyiapan dan penyimpanan makanan yang aman meningkat
 Penyiapan dan penyimpanan minuman yang aman meningkat
 Sikap terhadap makanan/minuman sesuai dengan tujuan kesehatan
meningkat
 Perasaan cepat kenyang menurun
 Nyeri abdomen menurun
 Sariawan menurun
 Rambut rontok menurun
 Diare menurun

 Berat badan membaik


 Indeks Massa Tubuh (IMT) membaik
 Frekuensi makan membaik
 Nafsu makan membaik
 Bising usus membaik
 Tebal lipatan kulit trisep membaik
 Membran mukosa membaik

Intervensi Keperawatan
Intervensi 1 : (L.03119) Manajemen Nutrisi
Observasi :
 Identifikasi status nutrisi
 Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
 Identifikasi makanan yang disukai
 Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
 Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
 Monitor berat badan
 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik :
 Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
 Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
 Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
 Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan, jika perlu
 Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi :
 Anjurkan posisi duduk, jika mampu
 Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu

Intervensi 2 : (1.03136) Promosi Berat Badan


Observasi :
 Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang
 Monitor adanya mual dan muntah
 Monitor jumlah kalori yang dikomsumsi sehari-hari
 Monitor berat badan
 Monitor albumin, limfosit, dan elektrolit serum
Terapeutik :
 Berikan perawatan mulut sebelum pemberian makan, jika perlu
 Sediakan makan yang tepat sesuai kondisi pasien( mis. Makanan
dengan tekstur halus, makanan yang diblander, makanan cair yang
diberikan melalui NGT atau Gastrostomi, total perenteral nutritition
sesui indikasi)
 Hidangkan makan secara menarik
 Berikan suplemen, jika perlu
 Berikan pujian pada pasien atau keluarga untuk peningkatan yang
dicapai
Edukasi :
 Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namun tetap terjangkau
 Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan

4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..x.. jam, pasien
diharapkan menunjukkan status Toleransi Aktivitas Meningkat
Kriteria hasil : (L.05047) Toleransi aktivitas
 Frekuensi nadi meningkat
 Saturasi oksigen meningkat
 Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat
 Kecepatan berjalan meningkat
 Jarak berjalan meningkat
 Kekuatan tubuh bagian atas meningkat
 Kekuatan tubuh bagian bawah meningkat
 Keluhan Lelah menurun
 Dyspnea saat aktivitas menurun
 Dyspnea setelah aktivitas menurun
 Perasaan lemah menurun
 Aritmia saat aktivitas menurun
 Aritmia setelah aktivitas menurun
 Sianosis menurun
 Warna kulit membaik
 Tekanan darah membaik
 Frekuensi napas membaik
Intervensi Keperawatan
Intervensi 1 : (I.05178) Manajemen Energi
Observasi :
 Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
 Monitor kelelahan fisik dan emosional
 Monitor pola dan jam tidur
 Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
Terapeutik :
 Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis.
Cahaya,suara,kunjungan)
 Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
 Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
 Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi :
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
 Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
 Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi :
 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan

5) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energy


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
pasien diharapkan menunjukkan status Pola Napas membaik
Kriteria hasil : (L.01004) Pola Napas
 Penggunaan otot bantu nafas menurun
 Dispnea menurun
 Pemanjangan fase ekspirasi menurun
 Frekuensi nafas membaik
 Kedalaman nafas membaik

Intervensi Keperawatan
Intervensi 1 : ( I.01011) Manajemen Jalan Napas
Observasi :
 Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
 Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, weezing, ronkhi
kering)
 Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik :
 Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-
thrust jika curiga trauma cervical)
 Posisikan semi-Fowle r atau Fowler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
 Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
 Lakukan hiperoksigenasi sebelum
 Penghisapan endotrakeal
 Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsepMcGill
 Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi :
 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi.
 Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu.

Intervensi 2 : (I.01014) Pemantauan Respirasi


Observasi :
 Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
 Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, ataksik0
 Monitor kemampuan batuk efektif
 Monitor adanya produksi sputum
 Monitor adanya sumbatan jalan napas
 Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
 Auskultasi bunyi napas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik :
 Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

6) Bersihan jalan nafas tidak efektif


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
pasien diharapkan menunjukkan status bersihan jalan napas meningkat
Kriteria hasil : (L.01001) Bersihan Jalan Nafas
 Batuk efektif meningkat
 Produksi sputum menurun
 Mengi menurun
 Wheezing menurun
 Meconium menurun
 Dispnea menurun
 Ortopnea menurun
 Sulit bicara menurun
 Sianosis menurun
 Gelisan menurun
 Frekuensi napas membaik
 Pola napas membaik

Intervensi Keperawatan
Intervensi 1 : (I.01006) Latihan Batuk Efektif
Observasi :
 Identifikasi kemampuan batuk
 Monitor adanya retensi sputum
 Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
 Monitor input dan utput cairan (mis, jumlah dan karakteristik)
Terapeutik :
 Atur posisi semi-Fowler atau Forwler
 Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
 Buang sekret pada tempat sputum
Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
 Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik, kemudian dikeluarkan dari mulut dengan bibir
mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
 Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
 Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam yang
ke – 3
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu
7) Perfusi perifer tidak efektif
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
pasien diharapkan menunjukkan status Perfusi Perifer meningkat
Kriteria hasil : (L.02011)
 Denyut nadi perifer membaik
 Penyembuhan luka meningkat
 Warna kulit pucat menurun
 Edema perifer menurun
 Nyeri ekstremitas menurun
 Paratesia menurun
 Kelemahan otot menurun
 Kram otot menurun
 Bruit fernoralis menurun
 Nekrosis menurun
 Pengisian kapiler membaik
 Akral membaik
 Turgor kulit membaik
 Tekanan darah sistolik membaik
 Tekanan darah diastolik membaik
 Tekanan arteri rata-rata
 Indeks ankle branchial membaik
Intervensi Keperawatan
Intervensi 1 : (I.02079) perawatan Sirkulasi
Observasi :
 Periksa sirkulasi perifer(mis. Nadi perifer, edema, pengisian kalpiler,
warna, suhu, angkle brachial index)
 Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi (mis. Diabetes, perokok,
orang tua, hipertensi dan kadar kolesterol tinggi)
 Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstremitas
Terapeutik :
 Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area keterbatasan
perfusi
 Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas pada keterbatasan
perfusi
 Hindari penekanan dan pemasangan torniquet pada area yang cidera
 Lakukan pencegahan infeksi
 Lakukan perawatan kaki dan kuku
 Lakukan hidrasi
Edukasi :
 Anjurkan berhenti merokok
 Anjurkan berolahraga rutin
 Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
 Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah, antikoagulan,
dan penurun kolesterol, jika perlu
 Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara teratur
 Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta
 Ajurkan melahkukan perawatan kulit yang tepat(mis. Melembabkan
kulit kering pada kaki)
 Anjurkan program rehabilitasi vaskuler
 Anjurkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi( mis. Rendah
lemak jenuh, minyak ikan, omega3)
 Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan( mis.
Rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)

Intervensi 2 : (I.06195) Manajemen Sensasi Perifer


Observasi :
 Identifikasi penyebab perubahan sensasi
 Identifikasi penggunaan alat pengikat, prostesis, sepatu, dan pakaian
 Periksa perbedaan sensasi tajam atau tumpul
 Periksa perbedaan sensasi panas atau dingin
 Periksa kemampuan mengidentifikasi lokasi dan tekstur benda
 Monitor terjadinya parestesia, jika perlu
 Monitor perubahan kulit
 Monitor adanya tromboflebitis dan tromboemboli vena
Terapeutik :
 Hindari pemakaian benda-benda yang berlebihan suhunya (terlalu
panas atau dingin)
Edukasi :
 Anjurkan penggunaan termometer untuk menguji suhu air
 Anjurkan penggunaan sarung tangan termal saat memasak
 Anjurkan memakai sepatu lembut dan bertumit rendah
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu
 Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika perlu
PATHWAY LIMFOMA MALIGNA

Abnormalitas genetic, factor KGB Tidak


lingkungan, infeksi virus memproduksi sel Antibody menurun
darah putih

Nyeri Pembesaran kelenjar Gangguan termoregulasi Hipertermi


getah bening Resiko terjadinya Resiko terjadinya
infeksi

Mendesak jaringan sekitar Mendesak pembuluh darah Mendesak sel saraf

Sistem pernapasan Sistem saraf Sistem Sistem Respons psikososial


pencernaan muskuluskletal

Pa O2 menurun Paralisis faringeal Efek hiperventilasi Sesak napas

PCO2 meningkat Penurunan suplai Tindakan invasif


Produksi asam oksigen kejaringan
Sesak napas Kesulitan menelan
lambung
Peningkatan meningkat Koping tidak
produksi sekret Peningkatan efektif
Penurunan nafsu Peristaltik
makan metabolisme
Penurunan menurun
anaerob
imunitas
Kecemasan
Mual, nyeri
Peningkatan produksi
lambung
Pola napas tidak asam laktat Perfusi Perifer tidak
konstipasi
efektif efektif
Jalan nafas tidak
efektif Deficit nutrisi
Kelemahan fisik
umum,odem Intoleransi aktivitas
DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society. (2019). Breast Cancer Facts & Figures 2018-2019
Kemenkes Ri. 2015a. Data Dan Informasi Tahun 2014. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Ri.
Setyowati Et Al. 2017. Ekspresi Latent Membran Protein-1 (Lmp-1) Epstein Barr
Virus (Ebv)Pada Limfoma Maligna. Medical Faculty Of Diponegoro
University.
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan. Medikal
Bedah. Jakarta : Egc. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013)
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A. C. (2012). Rencana Asuhan
Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran Egc.
Vinjamaran. 2017. Lymphoma, Non-Hodgkin. Www.Emedicine.Com. Diakses
Pada Tanggal 06 Desember 2021
Sudoyo, A., & dkk. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal
Publishing.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan


Penerapan Diagnoa, Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus Edisi Revisi
Jilid 2. Jogjakarta: Mediaction.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi Dan


Indikator Diagnostik ((Cetakan Iii) 1 Ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi Dan


Tindakan Keperawatan ((Cetakan II) 1 Ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi Dan


Kreteria Hasil Keperawatan ((Cetakan II) 1 Ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai