LIMFOMA MALIGNA
CI LAHAN CI INSTITUSI
(………………………..) (…..……………………)
Sistem limfatik adalah bagian dari sistem imun. Sistem limfatik terdiri
dari :
1) Pembuluh limfe
Sistem limfatik memiliki jaringan terhadap pembuluh-pembuluh limfe.
pembuluh-pembuluh limfe tersebut yang kemudian akan bercabang-
cabang ke semua jaringan tubuh.
2) Limfe
Pembuluh-pembuluh limfe membawa cairan jernih yang disebut limfe.
Limfe terdiri dari sel-sel darah putih, khususnya limfosit seperti sel B
dan sel T.
3) Nodus Limfatikus
Pembuluh-pembuluh limfe terhubung ke sebuah massa kecil dan bundar
dari jaringan yang disebut nodus limfatikus. Kumpulan dari nodus
limfatikus ditemukan di leher, bawah ketiak, dada, perut, dan lipat paha.
Nodus limfatikus dipenuhi sel-sel darah putih. Nodus limfatikus
menangkap dan membuang bakteri atau zat-zat berbahaya yang berada
di dalam limfe.
4) Bagian sistem limfe lainnya
Bagian sistem limfe lainnya terdiri dari tonsil, timus, dan limpa. Sistem
limfatik juga ditemukan di bagian lain dari tubuh yaitu pada lambung,
kulit, dan usus halus.
Nodus dan nodulus limfoid adalah massa dari jaringan limfatik;
mempunyai ukuran dan lokasi bervariasi. Nodus biasanya lebih besar,
panjangnya nodus berkisar 10 - 20 mm dan mempunyai kapsul;
sedangkan nodulus panjangnya antara sepersekian milimeter sampai
beberapa milimeter dan tidak mempunyai kapsul.8
Nodus limfoid ditemukan berkelompok sepanjang jalur vassa
limfatika, dan limf mengalir melewati nodus-nodus ini dalam
perjalanannya menuju vena subklavia. Limf memasuki suatu nodus
melalui beberapa vasa limfatika aferen dan meninggalkannya lewat satu
atau dua pembuluh eferen.
b. Fisiologi Sistem Limfatik
1) Pembentukan cairan limfe
Konsentrasi protein didalam cairan interstisial rata-rata 2 gr/ 100
ml. konsetrasi protein cairan limfe yang mengalir kebanyakan berasal
dari jaringan perifer dan mendekati nilai ini atau lebih pekat. Sebaliknya
cairan limfe yang terbentuk dalam hati mempunyai konsentrasi protein 6
gr/100ml dan limfe yang terbentuk dalam usus mempunyai konsetrasi
protein 3-5 gr/100ml karena lebih dari separuh limfe berasal dari hati
dan usus maka cairan limfe duktus torasicus merupakan campuran dari
semua daerah tubuh yang mempunyai konsentrasi protein sebesar 3-5
gr/100ml.
2) Kecepatan total aliran limfe
Kira-kira 100 ml limfe mengalir melalui duktus torasicus per jam.
Pada manusia yang sedang beristirahat, cairan limfe mengalir ke dalam
sirkulasi yang lain sekitar 20 ml /jam. Total aliran limfe 120 ml/jam.
Aliran limfe relatip kecil jika dibandingkan dengan pertukaran cairan
total diantara plasma dan cairan interstisial. Faktor yang menentukan
keseimbangan pertukaran cairan pada membran kapiler darah membantu
pergerakan cairan ke dalam intestinum untuk meningkatkan volume
cairan interstisial dan cairan limfe selurunya pada saat yang bersamaan.
3) Faktor Penentu Kecepatan Aliran Limfe
- Tekanan cairan interstisial. Peningkatan tekanan cairan bebas
interstisial diatas tingkat normal.
- Pompa limfe. Katup-katup ada secara periodic dalam semua saluran
limfe. Pembuluh limfe dapat ditekan oleh kontraksi dinding
pembuluh limfe itu sendiri atau tekanan struktur sekitarnya.
( kontraksi otot, gerakan bagian-bagian tubuh, fulsasi arteri,
penekanan jaringan objek diluar tubuh )
4) Kekuatan pengerak cairan limfe
Kekuatan utama yang menentukan apakah cairan akan bergerak
keluar dari darah dan masuk ke dalam cairan interstisial atau ke arah
yang berlawanan akan ditentukan oleh beberapa faktor yaitu tekanan
kapiler, tekanan cairan interstisial, tekanan osmotik koloid plasma dan
tekanan osmotik koloid cairan interstisial.
Fungsi Sistem limfatik sebagai berikut :
1) Pembuluh limfatik mengumpulkan cairan berlebih atau cairan limfe dari
jaringan sehingga memungkinkan aliran cairan segar selalu bersirkulasi
dalam jaringan tubuh.
2) Merupakan pembuluh untuk membawa kembali kelebihan protein
didalam cairan jaringan ke dalam aliran darah.
3) Nodus menyaring cairan limfe dari infeksi bakteri dan bahan-bahan
berbahaya.
4) Nodus memproduksi limfosit baru untuk sirkulasi
5) Pembuluh limfatik pada organ abdomen membantu absorpsi nutrisi yang
telah dicerna, terutama lemak.
3. PENGERTIAN
Limfoma maligna adalah kelompok neoplasma maligna/ganas yang muncul
dalam kelenjar limfe atau jaringan limfoid ekstranodal yang ditandai dengan
proliferasi atau akumulasi sel-sel asli jaringan limfoid (limfosit, histiosit dengan
pra-sel dan derivatnya).
Pengertian tentang limfoma maligna antara lain menurut Danielle, (2011)
bahwa limfoma adalah malignansi yang timbul dari sistem limfatik. Pengertian
lain tentang limfoma maligna menurut Susan Martin Tucker, (2014) adalah
suatu kelompok neoplasma yang berasal dari jaringan limfoid. Sedangkan
menurut Suzanne C. Smeltzer, ( 2013), mengemukakan bahwa limfoma maligna
adalah keganasan sel yang berasal dari sel limfoid. Pengertian lain tentang
limfoma maligna menurut Doenges (2012) adalah kanker kelenjar limfoid.
Limfoma maligna (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk keganasan dari
sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T dan histiosit sehingga
muncul istilah limfoma maligna (maligna = ganas). Ironisnya, pada orang sehat sistem
limfatik tersebut justru merupakan komponen sistem kekebalan tubuh. Ada dua jenis
limfoma maligna yaitu Limfoma Hodgkin (HD) dan Limfoma non-Hodgkin (LNH)
(Vinjamaran, 2017).
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa limfoma maligna
adalah suatu jaringan tumor padat yang berasal dari sel limfoid dan bersifat
ganas.
4. KLASIFIKASI
Ada dua jenis penyakit yang termasuk limfoma malignum yaitu penyakit
Hodgkin (PH) dan limfoma non Hodgkin (LNH). Keduanya memiliki gejala yang
mirip. Perbedaannya dibedakan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi dimana
pada PH ditemukan sel Reed Sternberg, dan sifat LNH lebih agresif.
a. Limfoma Non-Hodgkin
Dapat bersifat indolen(low grade), hingga progresif(high grade). Pada
LNH indolen, gejalanya dapat berupa: pembesaran KGB (Kelemjar Getah
Bening), tidak nyeri, dapat terlokalisir atau meluas, dan bisa melibatkan sum-
sum tulang. Pada LNH progresif, terdapat pembesaran KGB baik intra
maupun extranodal, menimbulkan gejala "konstitusional" berupa, penurunan
berat badan, febris, dan keringat malam, serta pada limfoma burkitt, dapat
menyebabkan rasa penuh di perut.
Stadium limfoma maligna
Stadium limfoma maligna menurut Stadium Ann Arbor Cotswell yang
telah dimodifikasi (Nurarif & Kusuma, 2016)
Stadium Karakteristik
Stadium I Penykit mengenai satu regio kelenjar getah bening yang
terletak di atas atau di bawah diafragma, atau satu organ
atau letak ekstralimfatik (IE)
Stadium II Penyakit mengenai lebih dari dua regio yang berdekatan
atau dua regio yang letaknya jauh pada satu sisi diafragma
tetapi dengan satu atau lebih regio kelenjar getah bening di
sisi yang sama pada diafragma (IIE)
Stadium III Penyakit di atas dan di bawah diafragma tetapi tebatas pada
kelenjar getah bening, dan ditambah dengan organ atau
tempat ektralimfatik (IIIE) atau limfa (IIIES)
Stadium IV Keterlibatan difus atau diseminata pada satu atau lebih
organ atau jaringan ekstralimfatik, seperti sumsum tulang
atau hati. Subklasifikasi: lebih jauh menunjukkan tidak ada
(A) atau adanya (B) gejala sistemik: penurunan berat badan
> 10% BB, demam, dan keringat malam hari
Staging ini penting untuk penatalaksanaan, dimana untuk stadium Ia, Ib,
maupun IIa, diberikan radioterapi, sementara untuk stadium IIb hingga
stadium IV, diberikan kemoterapi.
Untuk kemoterapi, regimen yg biasa digunakan adalah:
- Untuk Low grade NHL : regimen CVP (cyclophospamide, vincristin, dan
prednison), Fludarabin, Rituximab
- Untuk High grade NHL : Regimen CHOP (cyclophospamide,
Doxorubicyn, vincristin, dan prednison), Regimen CHOP + Rituximab,
transplantasi sum-sum tulang.
b. Limfoma Hodgkin
Terbagi atas 4 jenis, yaitu:
- Nodular Sclerosing limfosit
- mixed cellularity
- rich limphocyte
- limphocyte depletio
Perjalanan
Jenis Gambaran Mikroskopik Kejadian
Penyakit
Limfosit Sel Reed-Stenberg sangat sedikit tapi 3% dari
Lambat
Predominan ada banyak limfosit kasus
Sejumlah kecil sel Reed-Stenberg &
Sklerosis 67% dari
campuran sel darah putih lainnya; Sedang
Noduler kasus
daerah jaringan ikat fibrosa
Sel Reed-Stenberg dalam jumlah
Selularitas 25% dari
yang sedang & campuran sel darah Agak cepat
Campuran kasus
putih lainnya
Banyak sel Reed-Stenberg & sedikit
Deplesi 5% dari
limfosit Cepat
Limfosit kasus
jaringan ikat fibrosa yang berlebihan
5. ETIOLOGI
Penyebab pasti belum diketahui. Empat kemungkinan penyebabnya adalah:
a. faktor keturunan
b. kelainan sistem kekebalan
c. infeksi virus atau bakteria (HIV, virus human T-cell leukemia/lymphoma
(HTLV), Epstein-Barr virus (EBV), Helicobacter Sp)
d. toksin lingkungan (herbisida, pengawet dan pewarna kimia).
Dari keempat faktor diatas, terdapat faktor predisposisi yang memicu
munculnya limfoma pada seseorang, yaitu sebagai berikut :
a. Usia. Penyakit limfoma maligna banyak ditemukan pada usia dewasa muda
yaitu antara 18 – 35 tahun dan pada orang diatas 50 tahun
b. Jenis kelamin. Penyakit limfoma maligna lebih banyak diderita oleh pria
dibandingkan wanita
c. Gaya hidup yang tidak sehat. Risiko Limfoma Maligna meningkat pada
orang yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan
yang terkena paparan UV
d. Pekerjaan. Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan dengan resiko
tinggi terkena limfoma maligna adalah peternak serta pekerja hutan dan
pertanian. Hal ini disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut
organik.
6. PATOFISIOLOGI
Ada empat kelompok gen yang menjadi sasaran kerusakan genetik pada sel-
sel tubuh manusia, termasuk sel-sel limfoid, yang dapat menginduksi terjadinya
keganasan. Gen-gen tersebut adalah proto-onkogen, gen supresor tumor, gen
yang mengatur apoptosis, gen yang berperan dalam perbaikan DNA.
Proto-onkogen merupakan gen seluler normal yang mempengaruhi
pertumbuhan dan diferensiasi, gen ini dapat bermutasi menjadi onkogen yang
produknya dapat menyebabkan transformasi neoplastik, sedangkan gen supresor
tumor adalah gen yang dapat menekan proliferasi sel (antionkogen). Normalnya,
kedua gen ini bekerja secara sinergis sehingga proses terjadinya keganasan dapat
dicegah. Namun, jika terjadi aktivasi proto-onkogen menjadi onkogen serta
terjadi inaktivasi gen supresor tumor, maka suatu sel akan terus melakukan
proliferasi tanpa henti.
Gen lain yang berperan dalam terjadinya kanker yaitu gen yang mengatur
apoptosis dan gen yang mengatur perbaikan DNA jika terjadi kerusakan. Gen
yang mengatur apoptosis membuat suatu sel mengalami kematian yang
terprogram, sehingga sel tidak dapat melakukan fungsinya lagi termasuk fungsi
regenerasi. Jika gen ini mengalami inaktivasi, maka sel-sel yang sudah tua dan
seharusnya sudah mati menjadi tetap hidup dan tetap bisa melaksanakan fungsi
regenerasinya, sehingga proliferasi sel menjadi berlebihan. Selain itu, gagalnya
gen yang mengatur perbaikan DNA dalam memperbaiki kerusakan DNA akan
menginduksi terjadinya mutasi sel normal menjadi sel kanker.
Usia, gender, ras, paparan zat kimia dan radiasi, infeksi virus, penyakit
autoimun dan sistem imun yang lemah dapat menyebapkan terjadinya
pembesaran kelenjar getah bening. Poliferasi jaringan limfoid yang tidak
terkendali karena faktor-faktor risiko diatas menyebabkan terjadinya perubahan
rangsangan imunologik yang nantinya akan menimbulkan masalah yaitu adanya
ancaman status kesehatan, proses penyakit yang akan mengakibatkan destruksi
gangguan saraf serta menimbulkan gangguan metabolisme tubuh.
Masalah ancaman perubahan status kesehatan akan mengakibatkan fungsi
peran pasien berkurang sehingga pola interaksi juga menurun. Penurunan pola
interaksi menyebapkan terjadinya perolehan informasi yang kurang mengenai
penyakitnya sehingga biasanya pasien akan cemas.
Proses penyakit yaitu pembesaran kelenjar limfoid akan menyebapkan terjadi
gangguan pada saraf yaitu adanya tekanan pada saraf oleh kelenjar yang
membesar/tumor sehingga akan memunculkan rasa nyeri.
Perubahan rangsangan imunologik secara tidak langsung akan mempengaruhi
metabolisme tubuh, sehingga ketika rangsangan imunologik berubah menjadi
tidak baik, maka akan terjadi gangguan pada metabolisme tubuh. Gangguan
metabolisme ini akan menimbulkan perasaan mual, kurang nafsu makan, maupun
iritasi lambung karena proses metabolisme yang terganggu. Semua hal tersebut
mengakibatkan pemasukan nutrisi untuk tubuh menjadi terganggu yang akan
mengakibatkan penurunan berat badan, sehingga memunculkan masalah
gangguan nutrisi.
b. Demam
f. Anemia, infeksi, dan perdarahan dapat dijumpai pada kasus yang mengenai
sumsum tulang secara difus
g. Kelemahan, keletihan
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Untuk mendeteksi limfoma harus dilakukan biopsi dari kelenjar getah bening
yang terkena, untuk menemukan adanya sel Reed-Sternberg. Untuk mendeteksi
Limfoma memerlukan pemeriksaan seperti sinar-X, CT scan, PET scan, biopsi
sumsum tulang dan pemeriksaan darah. Biopsi atau penentuan stadium adalah
cara mendapatkan contoh jaringan untuk membantu dokter mendiagnosis
Limfoma.
Ada beberapa jenis biopsy untuk mendeteksi limfoma maligna, yaitu sebagai
beikut :
a. Biopsi kelenjar getah bening, jaringan diambil dari kelenjar getah bening
yang membesar
b. Biopsi aspirasi jarum-halus, jaringan diambil dari kelenjar getah bening
dengan jarum suntik. Ini kadang-kadang dilakukan untuk memantau respon
terhadap pengobatan
Biopsi sumsum tulang di mana sumsum tulang diambil dari tulang panggul
untuk melihat apakah Limfoma telah melibatkan sumsum tulang.
9. PENATALAKSANAAN
a. MEDIK
Terapi yang digunakan biasanya melalui pendekatan multidisiplin. Terapi
yang dapat dilakukan adalah : .
1) Derajat Keganasan Rendah (DKR)/indolen
Pada prinsipnya simptomatik :
a) Kemoterapi : obat tunggal atau ganda (per oral), jika dianggap perlu
diberikan COP (Cyclophosphamide, Oncovin dan Prednison)
b) Radioterapi : Limfoma Non-Hodgkin sangat radiosensitif.
Radioterapi ini dapat dilakukan untuk lokal dan paliatif.
2) Derajat Keganasan Menengah (DKM) / Agresif Limfoma
a) Stadium I : kemoterapi pemberian CHOP (Cyclophosphamide,
Hydroxydouhomycin, Oncovine, Prednisone)
b) Stadium II-IV : kemoterapi parenteral kombinasi, radioterapi
berperan untuk paliasi.
3) Derajat Keganasan Tinggi (LNH Lympoblastic)
a) Selalu diberika pengobatan seperti Leukimia Limfoblastik
Akut
b) Re-evaluasi hasil dilakukan pada :
- Setelah siklus kemoterapi ke-4
- Setelah siklus pengobatan lengkap
c) Therapy Medik
- Konsultasi dengan ahli onkology medik ( di RS type A dan B)
- Limfoma non hodkin derajat keganasan rendah (IWF)
- Tanpa keluhan : tidak perlu therapy
- Bila ada keluhan dapat diberi obat tunggal siklofosfamide
dengan dosis permulaan po tiap hari atau 1000 mg/m 2 iv selang
3 – 4 minggu.
- Bila resisten dapat diberi kombinasi obat COP, dengan cara
pemberian seperti pada LH diatas
4) Limfona non hodgkin derajat keganasan sedang (IWF)
a) Untuk stadium I B, IIB, IIIA dan B, IIE A da B, terapi medik adalah
sebagai terapy utama
b) Untuk stadium I A, IE, IIA diberi therapy medik sebagai therapy
anjuran
c) Minimal : seperti therapy LH
d) Ideal : Obat kombinasi cyclophospamide, hydrokso – epirubicin,
oncovin, prednison (CHOP) dengan dosis :
C : Cyclofosfamide 800 mg/m 2 iv hari I
H : hydroxo – epirubicin 50 mg/ m 2 iv hari I
O : Oncovin 1,4 mg/ m 2 iv hari I
P : Prednison 60 mg/m 2 po hari ke 1 – 5
Perkiraan selang waktu pemberian adalah 3 – 4 minggu
5) Lymfoma non – hodgkin derajat keganasan tinggi (IWF)
- Stadium IA : kemotherapy diberikan sebagai therapy adjuvant
- Untuk stadium lain : kemotherapy diberikan sebagai therapy
utama
- Minimal : kemotherapynya seperti pada LNH derajat keganasan
sedang (CHOP)
- Ideal : diberi Pro MACE – MOPP atau MACOP – B
b. KEPERAWATAN
Penatalaksanaan Keperawatan ( Netrina, Sandra M.2001 )
1) Untuk melindungi kulit dari radiasi, hindari mengusap, memberi bedak,
deodoran, lotion atau salep kecuali doresepkan atau kompres
panas/dingin
2) Anjurkan pasien untuk tetap bersih dan kering dan untuk memandikan
area yang terkena radiasi dengan lembut menggunakan air hangat dan
sabun yang ringan.
3) Anjurkan memakai pakaian yang longgar dan untuk melindungi kulit
dari pemencaran sinar matahari, kerosin dan suhu ekstrim
4) Untuk melindungi membran mukosa oral dan traktus gastrointestinal,
anjurkan makan sedikit tapi sering, menggunakan diet lemak pada suhu
dingin.
5) Ajari pasien untuk menghindari konsumsi alkohol, tembakau, bumbu
makanan pedas, panas.
6) Berikan dan ajari penggunaan obat-obat nyeri atau anti emetik sebelum
makan dan minum (kalau perlu).
7) Anjurkan perawatan mulut sedikitnya 2 kali, sikat dengan lembut.
8) Untuk diare ganti diet rendah sisa dan berikan anti diare
10. KOMPLIKASI
Ada dua jenis komplikasi yang dapat terjadi pada penderita limfoma
maligna, yaitu komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dan komplikasi
karena penggunaan kemoterapi. Komplikasi karena pertumbuhan kanker itu
sendiri dapat berupa pansitopenia, perdarahan, infeksi, kelainan pada jantung,
kelainan pada paru-paru, sindrom vena cava superior, kompresi pada spinal cord,
kelainan neurologis, obstruksi hingga perdarahan pada traktus gastrointestinal,
nyeri, dan leukositosis jika penyakit sudah memasuki tahap leukemia. Sedangkan
komplikasi akibat penggunaan kemoterapi dapat berupa pansitopenia, mual dan
muntah, infeksi, kelelahan, neuropati, dehidrasi setelah diare atau muntah,
toksisitas jantung akibat penggunaan doksorubisin, kanker sekunder, dan
sindrom lisis tumor.
Intervensi Keperawatan
Intervensi 1 : (1.08238) Manajemen Nyeri
Observasi:
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
Identifikasi skala nyeri
Identifikasi respon nyeri non verbal
Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik :
Berikan teknik nonfarmakolgis untuk mengurangi rasa nyeri ( mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedband, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres air hangat/dingin,
terapi bermain).
Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaaan, kebisingan)
Fasilitasi istirahat dan tidur
Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredahkan nyeri
Edukasi :
Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
Jelaskan strategi meredakan nyeri
Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
Anjurkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Intervensi Keperawatan
Intervensi 1 : ( I.15506 ) Manajemen Hipertermia
Observasi :
Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi, terpapar lingkungan
panas, penggunaan inkubator)
Monitor suhu tubuh
Monitor kadar elektrolit
Monitor saluran urine
Monitor komplikasi akibat hipertermia
Terapeutik :
Sediakan lingkungan yang dingin
Longgarkan atau lepaskan pakaian
Basahi dan kipasi permukaan tubuh
Berikan cairan oral
Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidrois
(keringat berlebih)
Lakukan pendinginan eksternal (mis. Selimut hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi :
Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
Intervensi Keperawatan
Intervensi 1 : (L.03119) Manajemen Nutrisi
Observasi :
Identifikasi status nutrisi
Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Identifikasi makanan yang disukai
Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
Monitor berat badan
Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik :
Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
Berikan suplemen makanan, jika perlu
Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi :
Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
Intervensi Keperawatan
Intervensi 1 : ( I.01011) Manajemen Jalan Napas
Observasi :
Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, weezing, ronkhi
kering)
Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik :
Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-
thrust jika curiga trauma cervical)
Posisikan semi-Fowle r atau Fowler
Berikan minum hangat
Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
Lakukan hiperoksigenasi sebelum
Penghisapan endotrakeal
Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsepMcGill
Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi :
Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi.
Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu.
Intervensi Keperawatan
Intervensi 1 : (I.01006) Latihan Batuk Efektif
Observasi :
Identifikasi kemampuan batuk
Monitor adanya retensi sputum
Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
Monitor input dan utput cairan (mis, jumlah dan karakteristik)
Terapeutik :
Atur posisi semi-Fowler atau Forwler
Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
Buang sekret pada tempat sputum
Edukasi :
Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik, kemudian dikeluarkan dari mulut dengan bibir
mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam yang
ke – 3
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu
7) Perfusi perifer tidak efektif
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
pasien diharapkan menunjukkan status Perfusi Perifer meningkat
Kriteria hasil : (L.02011)
Denyut nadi perifer membaik
Penyembuhan luka meningkat
Warna kulit pucat menurun
Edema perifer menurun
Nyeri ekstremitas menurun
Paratesia menurun
Kelemahan otot menurun
Kram otot menurun
Bruit fernoralis menurun
Nekrosis menurun
Pengisian kapiler membaik
Akral membaik
Turgor kulit membaik
Tekanan darah sistolik membaik
Tekanan darah diastolik membaik
Tekanan arteri rata-rata
Indeks ankle branchial membaik
Intervensi Keperawatan
Intervensi 1 : (I.02079) perawatan Sirkulasi
Observasi :
Periksa sirkulasi perifer(mis. Nadi perifer, edema, pengisian kalpiler,
warna, suhu, angkle brachial index)
Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi (mis. Diabetes, perokok,
orang tua, hipertensi dan kadar kolesterol tinggi)
Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstremitas
Terapeutik :
Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area keterbatasan
perfusi
Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas pada keterbatasan
perfusi
Hindari penekanan dan pemasangan torniquet pada area yang cidera
Lakukan pencegahan infeksi
Lakukan perawatan kaki dan kuku
Lakukan hidrasi
Edukasi :
Anjurkan berhenti merokok
Anjurkan berolahraga rutin
Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah, antikoagulan,
dan penurun kolesterol, jika perlu
Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara teratur
Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta
Ajurkan melahkukan perawatan kulit yang tepat(mis. Melembabkan
kulit kering pada kaki)
Anjurkan program rehabilitasi vaskuler
Anjurkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi( mis. Rendah
lemak jenuh, minyak ikan, omega3)
Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan( mis.
Rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)