Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PELATIHAN PERAWAT ANASTESI DASAR

ASUHAN KEPERAWATAN PERIANESTESI PADA KLIEN DENGAN


MULTIPLE LIMPHADENOPATHY REGIO COLLI D SUSPECT NHL
DENGAN ANASTESI TOTAL INTRAVENA ANASTESIA (TIVA)
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR PROVINSI JAWA TIMUR

OLEH :

NAMA INDAH KURNIATI


DARI RSUD PROF Dr. SOEKANDAR MOJOKERTO

INSTALASI ANESTESI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SAIFUL ANWAR
PROVINSI JAWA TIMUR
2023
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PERIANESTESI PADA Tn A. DENGAN DIAGNOSA


MULTIPLE LIMPHADENOPATHY REGIO COLLI D SUSPECT NHL
DENGAN ANESTESI TOTAL INTRAVENA ANASTESIA (TIVA)

DI IBS RSUD Dr SAIFUL ANWAR PROVINSI JAWA TIMUR

Telah Disetujui pada :

Hari :

Tanggal :

Tempat :

Malang, 2023
Peserta Pelatihan Pembimbing

( ) ( )
BAB I
KONSEP DASAR TENTANG PENYAKIT

1.1 Konsep Dasar Penyakit Limfadenopati


1.1.1 Penyakit Limfadenopati
Limfadenopati merupakan pembesaran Sistem Limfatik dengan
ukuran lebih dari 1 cm. Berdasarkan lokasinya limfadenopati terbagi
menjadi limfadenopati generalisata dan limfadenopati lokalisata (Oehadian,
A 2013).
Sebuah penelitian oleh AW Bazemore tahun 2002 (Oehadian 2013)
limfadenopati adalah abnormalitas ukuran atau karakter kelenjar getah
bening. Terabanya kelenjar getah bening supraklavikula, iliak atau poplitea
dengan ukuran berapa pun dan terabanya kelenjar epitroklear dengan
ukuran lebih besar dari 5 mm yang merupakan keadaan abnormal.
Berdasarkan kedua definisi tersebut penulis menyimpulkan bahwa
Limfadenopati merupakan suatu keadaan dimana Sistem Limfatik
mengalami pembesaran dengan ukuran lebih dari 1 cm dan terabanya
kelenjar epitroklear dengan ukuran lebih besar dari 5 mm yang merupakan
keadaan abnormal.

1.1.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Limfatik


1.1.2.1Anatomi Limfatik
Definisi jaringan limfatik (atau yang sering disebut jaringan
limfoid) adalah jaringan penyambung retikuler yang diinfiltrasi oleh
limfosit. Jaringan limfoid ini terdistribusi luas di seluruh tubuh baik
sebagai organ limfoid ataupun sebagai kumpulan limfosit difus dan
padat. Organ limfoid sendiri merupakan massa atau sekumpulan
jaringan limfoid yang dikelilingi oleh kapsul jaringan penyambung
atau dilapisi oleh epitelium. (Wardhani, 2011).
Secara garis besar sistem limfatik tubuh dapat dibagi atas
sistem konduksi, jaringan limfoid dan organ limfoid. Sistem konduksi
mentransportasi limfe dan terdiri atas pembuluh - pembuluh tubuler
yaitu pembuluh limfe, kelenjar limfe atau nodus limfe, saluran limfe,
jaringan limfoid dan organ limfoid. Hampir semua jaringan tubuh
memiliki pembuluh atau saluran limfe yang mengalirkan cairan dari
ruang interstisial. (Pearce, Evelyn C, 2016).
a. Pembuluh limfe
Semakin ke dalam ukuran pembuluh limfe makin besar dan
berlokasi dekat dengan vena. Seperti vena, pembuluh limfe
memiliki katup yang mencegah terjadinya aliran balik. Protein
yang dipindahkan dari ruang interstisial tidak dapat direabsorbsi
dengan cara lain. Protein dapat memasuki kapiler limfe tanpa
hambatan karena struktur khusus pada kapiler limfe tersebut, di
mana pada ujung kapiler hanya tersusun atas selapis sel-sel
endotel dengan susunan pola saling bertumpang sedemikian
rupa seperti atap sehingga tepi yang menutup tersebut bebas
membuka ke dalam membentuk katup kecil yang membuka ke
dalam kapiler. Otot polos di dinding pembuluh limfe
menyebabkan kontraksi beraturan guna membantu pengaliran
limfe menuju ke duktus torasikus.

b. Kelenjar limfe atau nodus limfe


Kelenjar limfe atau nodus limfe berbentuk kecil lonjong atau
seperti kacang dan terdapat di sempanjang pemnuluh limfe.
Kerjanya sebagai penyaring dan dijumpai di tempat – tempat
terbentuknya limfosit. Kelompok – kelompok utama terdapat di
dalam leher, aksila, toraks, abdomen dan lipat paha.

c. Saluran limfe
Struktur pembuluh limfe serupa vena kecil, tetapi memiliki
lebih banyak katup sehingga pembuluh limfe tampaknya seperti
rangkaian merjan. Pembuluh limfe yang terkecil atau kapiler limfe
lebih besar dari pada kapiler darah dan terdiri atas selapis
endothelium. Pembuluh limfe bermula sebagai jalinan halus
kapiler yang sangat kecil atau sebagai rongga – rongga limfe di
dalam jaringan berbagai organ. Sejenis pembuluh limfe khusus
disebut lakteal (kilus) dijumpai dalam vili usus kecil. Terdapat dua
batang saluran limfe yang utama yaitu ductus torasikus dan
batang saluran kanan. (Pearce, 2016) :
Duktus toraksikus bermula sebagai reseptakulum kili atau
sisternakili di depan vertebra lumbalis. Kemudian berjalan ke atas
melalui abdomen dan torak menyimpang ke sebelah kiri kolumna
vertebralis, kemudian bersatu dengan vena – vena besar di
sebelah bawah kiri leher dan menuangkan isinya ke dalam vena
– vena itu.
Ductus toraksikus mengumpulkan limfe dari semua bagian
tubuh, kecuali dari bagian yang menyalurkan limfenya ke ductus
limfe kanan (batang saluran kanan).
Ductus limfe kanan ialah saluran yang jauh lebih kecil dan
mengumpulkan limfe dari sebelah kanan kepala dan leher,
lengan kanan dan dada sebelah kanan dan menuangkan isinya
ke dalam vena yang berada di sebelah bawah kanan leher.
Pada waktu infeksi, pembuluh limfe dan kelenjar dapat
meradang. Pembengkakan kelenjar yang sakit tampak ketiak
atau lipat paha jika sebuah jari tangan atau jari kaki terkena
infeksi.

d. Jaringan limfoid
Jaringan limfoid terdiri atas nodus dan nodulus limfoid yang
mempunyai ukuran dan lokasi bervariasi. Ukuran nodus biasanya
lebih besar, panjangnya berkisar 10 - 20 mm dan mempunyai
kapsul; sedangkan nodulus panjangnya antara sepersekian
milimeter sampai beberapa milimeter dan tidak mempunyai
kapsul. Dalam tubuh manusia terdapat ratusan nodus limfoid ini
(kelenjar limfe atau kelenjar getah bening) yang tersebar dengan
ukuran antara sebesar kepala peniti hingga biji kacang. Meskipun
ukuran kelenjar-kelenjar ini dapat membesar atau mengecil
sepanjang umur manusia, tiap kelenjar yang rusak atau hancur
tidak akan beregenerasi. Jaringan limfoid berfungsi sebagai
sistem kekebalan tubuh yang bertugas untuk menyerang infeksi
dan menyaring cairan limfe (atau cairan getah bening).

e. Organ limfoid
Menurut tahapan perkembangan dan maturasi limfosit yang
terlibat di dalamnya, organ limfoid terbagi atas:
1) Organ limfoid primer atau sentral, yaitu kelenjar timus dan
bursa fabricius atau sejenisnya seperti sumsum tulang.
Membantu menghasilkan limfosit virgin dari immature
progenitor cells yang diperlukan untuk pematangan,
diferensiasi dan proliferasi sel T dan sel B sehingga menjadi
limfosit yang dapat mengenal antigen.
2) Organ limfoid sekunder atau perifer, yang mempunyai fungsi
untuk menciptakan lingkungan yang memfokuskan limfosit
untuk mengenali antigen, menangkap dan mengumpulkan
antigen dengan efektif, proliferasi dan diferensiasi limfosit
yang disensitisas. oleh antigen spesifik serta merupakan
tempat utama produksi antibodi. Organ limfoid sekunder yang
utama adalah sistem imun kulit atau skin associated
lymphoid tissue (SALT), mucosal associated lymphoid tissue
(MALT), gut associated lymphoid tissue (GALT), kelenjar
limfe, dan lien.

1.1.2.2 Fisiologi Sistem Limfatik


Sistem limfatik merupakan suatu jalan tambahan tempat
cairan dapat megalir dari ruang interstitial ke dalam darah sebagai
transudat di mana selanjutnya ia berperan dalam respon imun
tubuh. Secara umum sistem limfatik memiliki tiga fungsi yaitu :
1) Mempertahankan konsentrasi protein yang rendah dalam cairan
interstitial sehingga protein-protein darah yang difiltrasi oleh
kapiler akan tertahan dalam jaringan, memperbesar volume
cairan dan meninggikan tekanan cairan interstitial. Peningkatan
tekanan menyebabkan pompa limfe memompa cairan interstitial
masuk kapiler limfe membawa protein berlebih yang terkumpul
tersebut. Jika sisrtem ini tidak berfungsi maka dinamika
pertukaran cairan pada kapiler akan menjadi abnormal dalam
beberapa jam hingga menyebabkan kematian.
2) Absorbsi asam lemak, transport lemak dan kilus (chyle) ke sistem
sirkulasi.
3) Memproduksi sel-sel imun (seperti limfosit, monosit dan selsel
penghasil antibodi yang disebut sel plasma). Nodus limfoid
mempersiapkan lingkungan tempat limfosit akan menerima
paparan pertamanya terhadap antigen asing (virus, bakteri,
jamur) yang akan mengaktivasi limfosit untuk melaksanakan
fungsi imunitas. (Wardhani, 2011).

1.1.3 Etiologi
Banyak keadaan yang dapat menimbulkan limfadenopati. Keadaan –
keadaan tersebut dapat diingat dengan mnemonik MIAMI : malignancies
(keganasan), infections (infeksi), autoimmune disorders (kelainan
autoimun), miscellaneous and unusual conditions (lain – lain dan kondisi tak
lazim) dan iatrogenic causes (sebab – sebab iatrogenic).
Tabel 2.1 Etiologi (Oehadian, 2013)

Penyebab Karakteristik Diagnostik


a. Keganasan
1) Limfoma Demam, keringat Biopsi kelenjar.
malam, penurunan BB,
asimptomatik.

2) Leukemia Memar, splenomegaly. Pemeriksaan


hematologi, aspirasi
sumsung tulang.
3) Neoplasma Lesi kulit karakteristik. Lesi
kulit Biopsi lesi.
4) Sarcoma kulit karakteristik.
Kaposi Biopsi lesi.
5) Metastasis Bervariasi tergantung
tumor primer. Biopsi.

b. Infeksi
1) Bruselois Demam, menggigil,
2) Cat – scratch malaise. Kultur darah , serologi.
disease Demam, menggigil atau Diagnosis klinis, biops.
3) CMV asimptomatik.
Hepatitis, pneumonitis, Antibodi CMV, PCR.
asimptomatik,
4) HIV, infeksi primer influenza-like illness.
5) Limfogranulo ma Nyeri, promiskuitas HIV RNA.
venereum seksual. Diagnosis klinis, titer
6) Mononukleosis Demam, malaise, MIF.
splenomegali. Pemeriksaan hematologi,
Demam, eksudat Monospot, serologi EBV.
7) Faringitis orofaringeal. Kultur tenggo rokkan.
8) Rubela Ruam karakteristik, Serologi.
demam.
Demam, keringat malam,
9) Tuberkulosis hemoptysis, riwayat PPD, kultur sputum, foto
kontak. thoraks.
10) Tularemia Demam, ulkus pada tempat Kultur darah,
gigitan. serologi.
Demam, konstipasi, diare,
11) Demam tifoid sakit kepala, nyeri perut, Kultur darah, kultur
rose spot. sumsum tulang.
12) Sifilis Ruam, ulkus tanpa nyeri. Rapid plasma reagin.
13) Hepatitis virus Demam, mual, muntah, Serologi hepatitis, uji
diare, ikterus. fungsi hati.
Artritis, nefritis, anemia, ruam,
penurunan BB.
c. Autoimun
1) Lupus Artitis simetris, kaku pada Klinis, ANA, DNA, LED,
eritematosus pagi hari, demam. hematologi.
sistemik

2) Artritis Perubahankulit, kelemahan Klinis, radiologi, faktor


rheumatoid otot proksimal. rheumatoid, LED,
hematologi.

3) Dermatomiosit is Kerato konjungtivitis, EMG, kreatinin kinase


gangguan ginjal, serum, biopsi otot.
vasculitis.
4) Sindrom Uji Schimmer, biopsi
Sjogren Demam, konjungtivitis, bibir, LED, hematologi.
strawberry tongue.

d. Lain – lain/ kondisi


tak lazim
1) Penyakit Kriteria klinis.
Kawasaki Perubahan kulit,
dyspnea, adenopati
2) Sarcoidosis hilar. ACE serum, foto toraks,
Demam, urtikaria, biopsi paru/ kelenjar
fatigue. hilus.
e. Iatrogenik
1) Serum sickness Klinis, kadar
Limfadenopati asimptomatik. komplemen.

2) Obat Penghentian obat.

1.1.4 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis yang sering terjadi pada penderita Limfadenopati
seperti demam yang berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38,0OC, sering
keringat malam, kehilangan Berat Badan (BB) lebih dari 10% dalam 6 bulan,
timbul benjolan di daerah Sub Mandibular, ketiak dan lipat paha. Gejala pada
Limfadenopati atau pembesaran KGB seperti klien mungkin mengalami gejala
Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA), merasa agak lembut kelenjar di
bawah kulit di sekitar telinga, di bawah dagu, di bagian atas dari leher, ada
beberapa yang mengalami infeksi kulit, infeksi (mononucleosis atau “mono”
HIV, dan jamur atau parasite infeksi) dan gangguan kekebalan tubuh seperti
lupus atau rheumatoid arthritis. (Oktarizal, 2019)
1.1.5 Patofisiologi

Sebuah penelitian oleh Price tahun 1995 (dikutip dalam Setyorini 2014)
Sistem limfatik berperan pada reaksi peradangan sejajar dengan sistem
vaskular darah. Biasanya ada penembusan lambat cairan interstisial kedalam
saluran limfe jaringan, dan limfe yang terbentuk dibawa kesentral dalam
badan dan akhirnya bergabung kembali kedarah vena. Bila daerah terkena
radang, biasanya terjadi kenaikan yang menyolok pada aliran limfe dari
daerah itu. Telah diketahui bahwa dalam perjalanan peradangan akut, lapisan
pembatas pembuluh limfe yang terkecil agak meregang, sama seperti yang
terjadi pada venula, dengan demikian memungkinkan lebih banyak bahan
interstisial yang masuk kedalam pembuluh limfe. Bagaimanapun juga, selama
peradangan akut tidak hanya aliran limfe yang bertambah, tetapi kandungan
protein dan sel dari cairan limfe juga bertambah dengan cara yang sama
Sebaliknya, bertambahnya aliran bahan-bahan melalui pembuluh limfe
menguntungkan karena cenderung mengurangi pembengkakan jaringan yang
meradang dengan mengosongkan sebagian dari eksudat. Sebaliknya, agen-
agen yang dapat menimbulkan cedera dapat dibawa oleh pembuluh limfe dari
tempat peradangan primer ketempat yang jauh dalam tubuh. Dengan cara ini,
misalnya, agen-agen yang menular dapat menyebar. Penyebaran sering
dibatasi oleh penyaringan yang dilakukan oleh kelenjar limfe regional yang
dilalui oleh cairan limfe yang bergerak menuju kedalam tubuh, tetapi agen
atau bahan yang terbawa oleh cairan limfe mungkin masih dapat melewati
kelenjar dan akhirnya mencapai aliran darah.
Sebuah penelitian oleh Harrison tahun 1999 (dikutip dalam Setyorini
2014) Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik dapat menghasilkan petunjuk
tentang kemungkinan diagnosis ini dan evaluasi lebih lanjut secara langsung
(misalnya hitung darah lengkap, biakan darah, foto rontgen, serologi, uji kulit).
Jika adenopati sistemik tetap terjadi tanpa penyebab yang jelas tanpa
diketahui, biopsi kelenjar limfe dianjurkan.
Biopsi kelenjar jika diputuskan tindakan biopsi, idealnya dilakukan pada
kelenjar yang paling besar, paling dicurigai dan paling mudah diakses dengan
pertimbangan nilai diagnostiknya. KGB inguinal mempunyai nilai diagnostik
paling rendah. KGB supraklavikular mempunyai nilai diagnostik paling tinggi.
Adanya gambaran arsitektur kelenjar pada biopsi merupakan hal yang penting
untuk diagnostic yang tepat, terutama untuk membedakan limfoma dengan
hyperplasia reaktif yang jinak. (Oehadian, 2013).
Gambar 1.1 : Pathway Limpadenopaty

1.1.6. Pemeriksaan Penunjang


a. Biopsi Eksisi :biopsi eksisi merupakan gold standardari pemeriksaan
limphadenopaty namun tidak semua pusat layanan Kesehatan dapat melakukan
prosedur ini karena keterbatasansarana dan tenaga medis,disampingitu metode
biopsy eksisi ini tergolong infasif dan mahal
b. Biopsi Aspirasi Jarum Halus: biopsy jarum merupakan penunjang yang cukup
baik dalam menggantikan jika pusat pelayanan Kesehatan memiliki keterbatasan
sarana dan tenaga medis meskipun biopsi aspirasi jarum halus adalah diagnosis
pertamayang cukup untuk diagnosis formal lymphoma Ketika Teknik analitik lebih
lanjut tidak tersedia
c. Pemeriksaan Laboratorium;pemeriksaan laboratorium limphadenopati terutama
dilihat dari Riwayat dan pemeriksaan fisik berdasarkan ukuran dan karakteristik
lain dari noduldan pemeriksaan klinis keseluruhan dari pasien.pemeriksaan
laboratorium dari limphadenopaty diantara nya adalah complete blood cell count
(CBC),differential,lactate dehiddrogenase (LDH) specific serologies on based on
exsposure and symptoms (ESR) dan tuberculin skin testing (TST).
d. Ultrasonografi:ultrasonografi bisa berguna untuk diagnosis dan monitor pasien
dengan limphadenopaty ,terutama jika mereka memiliki kanker tiroidatau
Riwayat terapi radiasi saat muda
e. MRI
f. CT Nodul Limfa :CT Nodul limpha dilakukan bersamaan selama pemeriksaan CT
terhadap sebagaian besar tumor suprahyoid dan infrahyoid atau peradangan
BAB II

KONSEP DASAR ANESTESI.

2.1. Anestesi
2.1.1 Pengertian Anestesi

“Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa"


dan aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum
berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit
pada tubuh. Anastesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasri
berbagai tindakan meliputi pemberian anastesi maupun analgetik,
pengawasan keselamatan pasien di operasi maupun tindakan lainnya,
bantuan hidup (resusitasi), perawatan intensif pasien gawat, pemberian
terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun.

” Sebuah penelitian oleh Oswari tahun 2000 (dikutip dalam Setyorini


2014) Anestesi umum menyebabkan mati rasa karena obat ini masuk
kejaringan otak dengan tekanan setempat yang tinngi. Pada awal
pembiusan ukuran pupil masih biasa, reflek pupil masih kuat, pernafasan
tidak teratur, nadi tidak teratur, sedangkan tekanan darah tidak berubah,
seperti biasa.

2.1.2 Total Intra Venous Anesthesia (TIVA)


TIVA (Total Intra Venous Anesthesia) adalah teknik anestesi umum di
mana induksi dan pemeliharaan anestesi didapatkan dengan hanya
menggunakan kombinasi obat-obatan anestesi yang dimasukkan lewat jalur
intra vena tanpa penggunaan anestesi inhalasi termasuk N2O.4,5 TIVA
dalam anestesi umum digunakan untuk mencapai 4 komponen penting
dalam anestesi yaitu ketidaksadaran, analgesia, amnesia dan relaksasi
otot. Namun tidak ada satupun obat tunggal yang dapat memenuhi kriteria
di atas, sehingga diperlukan pemberian kombinasi dari beberapa obat untuk
mencapai efek yang diinginkan tersebut.
Pada tahun 1975, Savege et al, mengkombinasikan agen steroid
Altesin dengan meperidine yang berguna untuk menjaga suplemen oksigen
pada pasien dengan nafas spontan. Menjadikan titik tolak perkembangan
dan ketertarikan anestesiologist terhadap tehnik TIVA, yang diikuti dengan
perkembangan dan penemuan obat lainnya seperti tiopental, metohexital,
etomidat, propofol dan ketamin. Kecuali ketamin, obat anestesi intra vena
yang lain tidak mempunyai efek analgesia.
Sifat fisik dan farmakologis anestetika intra vena yang ideal meliputi:
1. Larut dalam air dan stabil di dalam larutan
2. Tidak menimbulkan nyeri saat penyuntikkan dan tidak merusak jaringan
saat digunakan ekstravaskuler maupun intra arteri.
3. Tidak melepas histamin atau mencetuskan reaksi hipersensitifitas
4. Onset hipnotis yang cepat dan lembut tanpa menimbulkan aktifi tas
eksitasi
5. Metabolisme inaktivasi metabolit obat yang cepat
6. Memiliki hubungan dosis dan respon yang curam untuk meningkatkan
kefektifan titrasinya dan meminimalisir akumulasi obat di jaringan
7. Depresi pada respirasi dan jantung yang minimal
8. Menurunkan metabolisme serebral dan tekanan intra kranial
9. Pemulihan kesadaran dan kognitif yang cepat dan lembut
10. Tidak menimbulkan postoperative nausea and vomiting (PONV),
amnesia, reaksi psikomimetik, pusing, nyeri kepala maupun waktu sedasi
yang memanjang (hangover eff ects)
Salah satu kemajuan pesat dalam tehnik TIVA saat ini adalah
penemuan target controlled infusions (TCI) yang memungkinkan ahli
anestesi dapat menentukan target kadar obat anestetik yang dibutuhkan
baik di dalam darah maupun lokasi efek obat di otak (effect-site). Dengan
target pada effect-site, sistem TCI memanipulasi konsentrasi darah untuk
memberikan konsentrasi effect-site yang diinginkan secepat mungkin.
Ketika target konsentrasi effect-site meningkat, sistem TCI menghitung
konsentrasi puncak yang optimal dalam darah yang menyebabkan gradient
konsentrasi antara darah dan effect-site yang cukup untuk menghasilkan
peningkatan konsentrasi effect-site secara cepat, tetapi tidak melampaui
target konsentrasi effect-site.
Beberapa keuntungan dari farmakologi TIVA bila dibandingkan dengan
agen anestesi inhalasi yaitu :
1. Induksi anestesi yang lebih lembut tanpa batuk ataupun cegukan
2. Mudah dalam mengendalikan kedalaman anestesi ketika menggunakan
obat dengan waktu kesetimbangan darah-otak yang singkat
3. Hampir semua agen TIVA memilki onset yang cepat dan dapat
diprediksi dengan efek hangover yang minimal
4. Angka kejadian PONV yang rendah
5. Sebagian besar menurunkan CBF dan CMRO2 sehingga ideal untuk
bedah saraf
6. Tingkat toksisitas organ yang rendah

2.1.3 Induksi Anestesi Tiva

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan induksi dengan


metode TIVA, meliputi dosis induksi dan interaksi dari kombinasi obat yang
digunakan. Onset efek anestesi ditentukan oleh konsentrasi obat di otak,
dapat dicapai secara cepat maupun perlahan. Pencapaian yang cepat
biasanya dapat disertai efek samping yang nyata seperti hipotensi,
bradikardia dan depresi pernafasan. Semakin besar gradien konsentrasi
antara darah dan otak, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk
tercapainya induksi anestesi.

2.1.4 Obat-Obatan Anestesi Intra Vena


Pemilihan obat anestesi umum didasarkan atas beberapa
pertimbangan, yaitu keadaan pasien (umur, status fisik prabedah), sifat
anestetik umum, jenis operasi, peralatan, serta obat yang tersedia.
Beberapa jenis obat anestesi intravena yang sering digunakan (MMN:
2023):
1. Barbiturat/thiopental
a. Bersifat sangat alkalis (ph 9) dan dapat mengiritasi jaringan jika
disuntikkan ekstravaskuler, ia tidak menyebabkan nyeri dan
iritasi pada vena saat disuntikkan
b. Merupakan hipnotik yang sangat kuat
c. Induksi nya cepat,lancer dan tidak diikuti oleh eksitasi
d. Pola respirasi tenang dan bisa hipoventilasi
e. Tidak mempunyai efek analgetic
f. Tidak menimbulkan relaksasi otot
g. Pemulihan cepat, tetapi masih ada rasa mengantuk
h. Efek samping mual muntah jarang dijumpai

Dosis induksi : thiopental (konsentrasi 2,5%)3-6 mg/kg BB


diberikan secara intravena dengan perlahan-lahan
Kontra indikasi: tidak boleh diberikan pada pasien yang menderita
penyakit paru obstruktif kronik,dekompensasi kordis,syok
berat,insufisiensi adrenokortikal,status asmatikus,porfiria

Efek samping: hipoventilasi sampai henti nafas,resiko spasme


laring dan bronkus,depresi kardiovaskular,dapat menimbulkan
nekrosis sentral hati.

2. Midazolam
Midazolam mempunyai keunggulan dibandingkan diazepam
dan lorazepam untuk induksi anestesi, karena ia mempunyai onset
yang lebih cepat. Kecepatan onset midazolam dan barbiturat
lainnya ketika digunakan untuk induksi anestesi ditentukan oleh
dosis, kecepatan injeksi, tingkat premedikasi sebelumnya, umur,
status fisik ASA dan kombinasi obat anestetik lain yang digunakan.
Pada pasien yang sehat yang telah diberi premedikas sebelumnya,
midazolam 0,2 mg/kg dengan kecepatan injeksi 5-15 detik akan
menginduksi pasien dalam waktu 28 detik. Pasien dengan usia
lebih dari 55 tahun dan dengan status fisik ASA III memerlukan
pengurangan dosis midazolam sebesar 20% atau lebih untuk
induksi

3. Ketamin
Ketamin memiliki sifat analgesic,anastetik dan kataleptik dengan
kerja singkat.Ketamin memiliki sifat simpatomimetik sehingga dapat
meningkaktkan tekanan darah dan denyut jantung.oleh karena itu
harus digunakan secara hati hati pada pasien dengan penyakit
jantung coroner,hipertensi yang tidak terkontrol,gagal jantung
kongestif,atau aneurisma arteri.Ketamin juga dapat menimbulkan
dilatasi bronkus sehingga merupakan obat pilihan pada pasien
asma.Namun sifat unik ketamin ,seperti analgesic yang sangat baik
,stimulasi system saraf simpatetik,bronkodilatasi dan depresi
pernafasan yang minimal yang membuat ketamin jadi alternatif
penting terhadap obat anastesi intravena yang lain dan adjuvant
pilihan pada beberapa kasus.
Dosis:induksi intravena:1-2 mg/kg BB
Pemeliharaan : 10-20 mcg/kgBB/menit
Analgesia atau sedasi:2,5-15mcg/kg BB/menit
4. Propofol
Propofol dikemas dalam caira emulsi lemak berwarna putih
susu.sebagai obat induksi,propofol memiliki mula kerja yang cepat.
Propofol memiliki efek hipnotik.propofol tidak mempunyai efek
analgetic maupun relaksasi otot,suntikan intravena sering
menyebabkan nteri sehingga beberapa detik sebelumnya dapat
diberikan lidokain 20-40 mg secara intravena.Kelebihan propofol
adalah bekerja lebih cepat daripada thiopental,konfusi pasca bedah
minimal,mual muntah pasca bedah minimal.
Dosis Propofol untuk :
-induksi : injeksi intravena 1-2,5 mg/kg BB
-infus untuk pemeliharaan : 50-200 mcg/kg BB/menit
-infus untuk sedasi :25-100 mcg/kg BB/menit
Propofol sering digunakan untuk induksi anastesi .dosis propofol
dikurangi pada pasien tua,pasien dengan fungsi kardiovaskular
yang menurun.
Efek samping : Hipotensi,apnea sementara selama induksi.

Fentanyl/Sufentanyl
Fentanyl /sufentanyl termasuk golongan opioid.golongan opioid
merupakan golongan analgetic yang kuat yang digunakan intra
operatif.opioid merupakan turunan opium,dapat merupakan obat
natural ,sintetik atau semi sintetik.opioid bekerja dengan cara
berikatan dengan bebagai reseptor opioid yang tersebar dalam
berbagai sel dan jaringan di dalam tubuh.pemilihan obat opioid
dalam berbagai Teknik anastesia selain harus mempertimbangkan
efek,sifat,dan cara kerja tiap jenis opioid ,juga harus dilihat dari cara
pemberian obat opioid karena cara pemberian obat opioid
mempengaruhi absorbs sistemik,intensitas,dan lama nya kerja.rute
kerja opioid fentanyl pada intravena merupakan pilihan utama
karena titrasi opioid dalam darah dapat terjadi secara cepat
sehingga efek analgesia yang diinginkan juga dapat tercapai dalam
waktu singkat.
Dosis: Fentanyl intraoperative : 2-50 mcg/kgBB
Fentanyl postoperative :0.5-1.5 mcg/kgBB
Dosis Sufentanyl intraoperative: 0,25-20mcg/kgBB
Efek samping opioid:
- Efek sedative hipnoyik
- Efek epileptogenic
- Depresi nafas
- Efek terhadap ppupil:menyebabkan pupil miosis
- Kaku otot
- Mual dan muntah
- Efek pada tractus gastrointestinal: penurunan motalitas lambung
dan usus ,peningkatan absorbs air sehingga terjadi konstipasi
- Efek tractus urinarius : menurunkan tonus pada detrusor
kandung kemih,meningkatkan tonus spingter urinarius sehingga
menyebabkanretensi urine
- Efek pada system kardiovaskular.efek samping minimal.dapat
menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah sehingga terjadi
penurunan preload,afterload,dan tekanan darah.

2.1.5 Persiapan pasien, alat dan obat


1. Persiapan pasien.
a) Beritaukan pasien/KIE tentang tindakan yang akan dilakukan.
b) Minta persetujuan keluarga/ informed consent
c) Berikan support mental
d) Hisap cairan atau sisa makanan dari naso gastric tube
e) Yakinkan pasien terpasang IV line dan infuse menetes dengan
lancar
2. Persiapan alat
a) Bag and mask + slang 02 dan 02
b) Laryngoscope lengkap dengan blade sesuai ukuran pasien dan
lampu harus menyala dengan terang
c) Alat-alat untuk suction ( yakinkan berfungsi dengan baik )
d) Xillocain jelli/ xyllocain spraydan ky jelli
e) Naso/ orotracheal tube sesuai ukuran pasien
f) Laki-laki dewasa no 7, 7.5, 8
g) Perempuan dewasa no 6.5, 7, 7.5
h) Anak-anak usia ( dalam tahun ) + 4 dibagi 4
i) Konektor yang cocok dengan tracheal tube yang disiapkan
j) Stilet/ mandarin
k) Magyll forcep
l) Oropharingeal tube ( mayo tube )
m) Stethoscope
n) Spuit 20 cc untuk mengisi cuff
o) Flester untuk fiksasi
p) Gunting bantal kecil setinggi 12 cm
3. Persiapan obat anastesi dan obat emergency
a. Obat induksi
- Midazolam 1mg/cc
- Propofol 10mg/cc
b. Obat analgesic
- Fentanyl 50 mcg/cc
- Sufenta 5mcg/cc
- Ketamin 10 mg/cc
c. Obat relaksan :
- Atracurium 10 mg/cc
d. Obat emergency :
- Ephineprin 1 mg/cc
- Efedrin 50 mg/cc
- Sulfas atropine 0,25mg/cc
- Dexamethason 5 mg/cc
- Aminophylin 24 mg/cc
- Lidocain 20 mg/cc
4. Tata laksana /Teknik anastesi
Pasien di posisikan dengan supine.pasien dipasang alat monitoring
hemodinamik,oksigenasi menggunakan NRBM 10 lpm
a. Premedikasi
Premedikasi pada pasien dengan anastesi TIVA pada pasien Biopsi
limphadenopaty regio coli menggunakan midazolam 2 mg.
b. Pemeliharaan analgetiknya dengan menggunakan Sufentanyl 50
mcg (dosis 0,25-20 mcg/kgbb), Paracetamol 1gr, Ketorolac 30 mg,
Lidocain 60 mg.
c. Obat obatan lain : injeksi ondancentron 4 mg dan Asam
traneksamat/Kalnex 1 gr, Dexamethasone 5 mg.
BAB III

PENGKAJIAN KEPERAWATAN ANESTESI


PADA FASE PERIANESTESI

Nama Pasien : Tn.A No.Register :11510557


Umur : 31 tahun Dokter Operator : dr.Atta
Ruang Rawat : Galunggung Asisten Operasi : Ns.Tri
Diagnosa Medis: Multiple Limphadenopaty Perawat Instrumen : -
Regio Coli D Suspect Perawat Sirkuler : Ns Slamet
NHL Dokter Anestesi : dr.Tiara
Tindakan : Open Biopsi Perawat Anestesi : Ns.Afrur
Tgl. Pengkajian : 9-03-2023 Tanggal Operasi :09-03-2023
Jam Mulai OP. : 08.45 Jam Selesai OP. : 10.15

PENGKAJIAN PRE ANESTESI


DATA SUBYEKTIF
 Keluhan Utama :Benjolan di leher sebelah kanan

 Riwayat penyakit saat ini: Pasien mengatakan ada benjolan di leher sejak 6
bulan yang lalu,awal nya kecil sebesar biji jagung semakin membesar sampai
saat ini.leher terasa kaku

 Riwayat penyakit yang lalu: pasien mengatakan pernah ada benjolan kecil di lidah
dan sudah dilakukan operasi kurang lebih 1 tahun yang lalu

 Riwayat anestesi/ operasi terdahulu : Pasien mengatakan pernah melakukan


pengambilan benjolan kecil di lidah kurang lebih1 tahun yang lalu di rumah sakit
daerah Sumber pucung-Malang dengan anastesi total.

 Riwayat kebiasaan pasien (Perokok, alcohol, obat obatan) : pasien mengatakkan


tidak punya kebiasaan merokok sejak sakit yang dahulu,pasien juga mengatakan
tidak mengkonsumsi obat-obatan
DATA OBYEKTIF
a. Sistem Pernafasan (B1)
Jalan Nafas : Paten / Obstruksi
Sesak nafas : Ya / tidak, terpasang O2 : lpm
Artificial airway : Oro/Nasofaringeal tube/ ETT / Tracheocanule
RR : 20 x / menit
SpO2 : 99 %
Gigi : Palsu ( - ) Cakil ( - ) Tongos ( - ) Ompong ( - )
Buka Mulut : 3 jari
MALAMPATTI : 1 / 2 / 3 / 4
Jarak Mentothyroid : 6 cm
Gerak leher : Flexy / Ekstensi
Suara nafas : Vesikuler / Bronkovesikuler
Ronchi : Whezing :

Riwayat Asthma : Ya / Tidak


Lain lain :
a. Sistem Kardiovaskuler (B2)
Tensi :120/85 mmhg
Nadi : 90 x/m
Suhu : 36,60 c
CRT : <2’ , >2’
Sirkulasi : S1 S2 Tunggal (reguler / irreguler) / extra systole / Gallop
Lain2 : -
Konjungtiva : Anemis / Pink pale
Sianosis : Ya / Tidak
Perfusi : Hangat Kering Merah

b. Sistem Persyarafan (B3)


Keadaan Umum : Cukup
GCS : 4-5-6
Skala nyeri : 3
Reflek pupil : Isokor / Anisokor / Miosis / Pint point / Midriasis
Reflek cahaya : + / +
Motorik : 5 5
5 5
Plegi : Ya ( Tetra D S / Hemi D S ) Tidak
Parese : Ya ( Tetra D S / Hemi D S ) Tidak
Lain lain :-

c. Sistem Perkemihan (B4)


Produksi urine : kencing spontan
Keluhan : Kencing menetes ( - ), Inkontinensia ( - ), Retensi Urine ( - )
Oliguri ( - ),Anuria ( - ), Hematuri ( - ),
Disuria ( - ), Poliuria ( - ), tidak ada keluhan ( + )
Warna urine : kuning jernih
Kandung Kemih : Membesar / Tidak
Kateter : Terpasang / Tidak
Blass punctie : Terpasang / Tidak

d. Sistem Pencernaan (B5)


Mukosa bibir : Lembab / Kering
Abdomen : Supel / Distended / Nyeri tekan
Bising Usus : 20 x / menit
Terpasang NGT : Tidak / Ya
Terpasang Drain : Tidak /Ya
Diare : Tidak / Ya Frekuensi :
Lain-lain :

e. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)


Pergerakan sendi : Bebas / terbatas
Fraktur : Tidak / Ya lokasi :
Kompartemen Syndrom : Tidak / Ya lokasi :
Turgor : Baik / Kurang / Jelek
Hiperpigmentasi : Tidak / Ya
Dekubitus : Tidak / Ya
Ikterik : Tidak / Ya
Lain -lain :-
Keadaan Umum : cukup
Tanda Vital : Tensi :120/85 Nadi : 90x/m Suhu : 36,60 c
RR : 20x/m SpO2 : 99%
TB / BB : 165 cm / 53 kg
Surat Persetujuan Operasi: Tidak ada/ Ada
Protese dan Gigi Palsu : Tidak ada / Ada
Cat kuku dan Lensa Kontak : Tidak ada / Ada
Perhiasan : Tidak pakai / Pakai
Folley Catheter : Tidak ada / Ada produksi : cc ( Ditampung / Dibuang )
NGT : Tidak ada / Ada
Persiapan Skiren / Cukur : Tidak / Ya
Huknah / Gliserin : Tidak / Ya Jam :
Persiapan darah : Tidak ada / Ada, Berapa kantong ( )
Contoh darah : Tidak ada / Ada
IV line : Tidak ada / Ada ( TaKa / TaKi )
Lokasi : Vena perifer / Central / Lain-lain ...............
Jenis Cairan : Kristaloid / Koloid / Darah Tetesan : 20 tpm
Terakhir makan & minum : Makan : 24.00 Minum 24.00
Obat yang telah dikonsumsi : Tidak ada / Ada Jenis :
Alergi obat : Tidak ada / Ada Jenis :
Obat Premedikasi : Tidak ada / Ada
Jenis : Ranitidin 50 mg, metoclopramide 10 mg
Jam : 07.00
Status ASA : 1 2 3 4 5
Jenis Operasi : Emergency/ Elektif
Pemeriksaan Penunjang
Data Penunjang Laboratorium
Darah Lengkap: Hb:13,10 gr/dl eritrosit: 6,01 juta Leukosit:8,33 10 3/mm Hematokrit;
45,10% Trombosit: 439,00 103/mm3

Serum Elektrolit: Natrium(Na): 134 m mol/L Kalium(K) : 4,23 m mol/L Clorida (Cl):
112 m mol/L

Faal Hemostatis: -
Faal Ginjal: Ureum : 11,7 mg/dl kreatinin : 0,87 mg/dl eGFR: 114,9998 ml/m

Faal Hati : Bill total ; 0,47 mg/dl Bill direk ; 0,17 mg/dl Bill indirek : 0,30 mg/dl
AST/SGOT : 24 U/L ALT/SGPT : 11 U/L Albumin :5,09 g/dl
GDS : 92 mg/dl

Data Penunjang :
Foto Rontgen : COR/PUL dalam batas normal

CT Scan :-

MRI : -

EKG : -
ANALISA DATA ( PRE ANESTESI)

NO DATA PENYEBAB MASALAH


DS : - pasien mengatakan Kurang terpapar Ansietas
bagaimana proses informasi tetntang berhubungan
operasi dan pembiusan prosedur dan dengan kurang
nya? tindakan operasi terpapar informasi
tentang prosedur
DO: - pasien tampak dan Tindakan
cemas,raut muka tampak operasi
tegang
Td :120/85
Nadi : 90x/m
Rr : 20x/m
Suhu : 36,60c
Sp02 : 99%
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama : Tn. A
No RM : 11515057
Tanggal : 08-03-2023

NO Diagnosis Luaran Intervensi

1. Ansietas berhubungan Setelah dilakukan Tindakan Reduksi Ansretas:


dengan kurang keperawatan selama 15 menit 1. Observasi
terpapar informasi ansietas menurun dengan kriteria - Identifikasi saat tingkat ansietas berubah – monitor tanda tanda
tentang prosedur dan luaran : ansietas

Tindakan operasi kriteria hasil; - Identifikasi saat tingkat anseitas berubah (mis.kondisi,waktu,

- verbalisasi menurun khawatir stersor)

akibat kondisi yang dihadapi 2. Teraprutik


- Ciptakan suasana teraputik untuk menumbuhkan kepercayaan
- perilaku menurun gelisah
- Temani pasien untuk mengurangi kecemasan jika
- perilaku menurun tegang
memungkinkan
- Pahami situasi yang membuat ansietas ,dengarkan dengan
penuh perhatiaan
- Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
3. Edukasi
- Jelaskan prosedur termasuk sensasi yang mungkin terjadi
- Informasiakan secara factual tentang diagnosis,pengobatan dan
prognosis
- Latih Teknik relaksasi.
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI
Nama (Inisial) : Tn.A
No RM : 11515057
OK : 606

TGL/ TINDAKAN KEPERAWATAN TGL / EVALUASI PPA


JAM JAM
8/3/2023 Observasi 8/3/2023  S : Pasien mengatakan sudah lebih tenang dan Indah
08:15 1. Mengidentifikasi saat tingkat ansietas 08:30 mengerti,rasa cemas berkurang Kurniati
berubah(kondisi,waktu,stressor)
2. Melupakan monitoring tanda-tanda ansietas
Terapeutik  O : Pasien tampak lebih tenang/rileks setelah
1. Menciptakan susasana terapeutik untuk pemberiaan informasi /edukasi
menumbuhkan kepercayaan. Td; 122/71 nadi; 82x/m suhu;36,60c
2. Menemani pasien untuk mengurangi
kecemasan jika memungkinkan Spo2 ; 99% Rr: 18x/m
3. Memahami situasi yang membuat ansietas
dengarkan dengan penuh perhatiaan
4. Menggunakan pendekatan yang tenang dan
meyakinkan  A :Masalah teratasi Sebagian
Edukasi
1. Menjelaskan prosedur dan sensasi yang
mungkin terjadi
2. Menginformasikan secara factual tentang
diagnosis,pengobatan dan prognosis
3. Melatih Teknik relaksasi  P : Intervensi dihentikan
INTRA ANESTESI
Anestesi mulai : 08.45 s/d 10.15 wib

Pembedahan mulai : 08.45 s/d 10.15 wib


Jenis pembiusan : General : a. Intubasi Endotracheal Tube
b. Laringeal Mask Airway (LMA)
c. Face Mask
d. Total Intravena Anestesi (TIVA)
Regional : a. Sub Arachnoid Block (SAB)
b. Epidural Block
c. Combined Subarachnoid-epidural (CSE)
d. Block Ganglion / saraf perifer
e. Kaudal
Lain – Lain :
Jenis Operasi : 1. Bersih 2. Bersih kontaminasi
3. Kotor 4. Kontaminasi
Golongan Operasi : 1. Khusus 2. Besar 3. Sedang 4. Kecil
Plate Diathermi : Lokasi : 1. Bokong 2. Tungkai kaki 3. Bahu
4. Tangan 5. Paha
Dipasang oleh : perawat sirkuler
Pemeriksaan sebelumnya : 1. Utuh 2. Menggelembung
Pemeriksaan sesudah : 1. Utuh 2. Menggelembung
Monitor Anestesi : 1. Tidak 2. Ya 3. Standby
Mesin Anestesi : 1. Tidak 2. Ya 3. Standby
Persiapan Statics : 1. Lengkap. 2. Belum Lengkap
Anestesi Dengan : 1. Induksi :-
2. Analgesik : sufentanyl 50 mcg Ketorolac 30 mg Paracetamol 1 gr
Ibuprofen inj 400mg lidocaine 60 mg

3. Maintenance :-
Relaksasi dengan :-
Ukuran ETT & kedalaman : -
Mode (Presure/Volume) :-
Teknik Anestesi : Total Intravena Anestesi (TIVA)

Stadium Anestesi : Sadar


Lembar observasi Intra operasi
Tabel 3.3 Obat obatan

Jam Nama Obat/ Dosis jam Nama Obat/ Dosis Jam Nama Obat/dosis
08.45 Sufentanyl 50 mcg 09.00 Ondancentron 4 mg
08.45 Ketorolac 30mg 09.15 Asam tranexamat 1 gr
08.45 Paracetamol 1 gr
08.45 Ibuprofen inj 400mg
08.55 Lidocaine 60 mg
09.00 Dexametason 10 mg

08.45 09.45 1015

N TD

220
200
180
180
160
160
140
140
120
120
100
100
80
80
60
60
40
20
Keseimbangan Cairan
BALANCE CAIRAN 1 2 3 4 5 6
BB : 53kg
Kristaloid 1000  1200     
Hb :13,10gr/dl
EBV : 3975 Koloid -  -     
Input
ABL : hb 10 = 940
Darah - -     
hb 8 =1547
M :83 Urine -  -     
O :106 Output Darah -  400     
  M+O 189 378     
Defisit / Defisit / -378 Defisit / Defisit / Defisit Defisit
TOTAL Excess+811 Excess Excess Excess /Excess /Excess
       

BALANCE CAIRAN 7 8 9 10 11 12
BB: Hb: Kristaloid        
EBV : Input Koloid        
ABL : Darah        
M : Urine        
O : Output Darah        
  M+O        
Defisit / Defisit / Defisit / Defisit / Defisit Defisit
TOTAL Excess Excess Excess Excess /Excess /Excess
       
ANALISA DATA (INTRA ANESTESI)

NO DATA PENYEBAB MASALAH


DS :- akibat adanya luka Resiko perdarahan
DO : - Pasien tampak tegang incisi( pembedahan) akibat luka incisi
- Perdarahan kurang lebih 400 cc dari pembedahan
- Td:122/67
- nadi;105x/m
- Suhu:36,7oc
- Rr:22x/m
- spo2: 100% dengan O2
NRBM 10 lpm
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama : Tn,A
No RM : 11510557
Tanggal : 08-03-2023

NO Diagnosis Luaran Intervensi

1 Resiko perdarahan Setelah dilakukan tindakan Pencegahan perdarahan


akibat luka kererawatan selama 15 menit Observasi :
incisi( pembedahan) resiko perdarahan berkurang 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan
dengan kriteria luaran 2. Monitor tanda vital ortostatik
-perdarahan berkurang Terapeutik:
-Tensi,nadi membaik 1. pertahankan selama perdarahan
2. batasi Tindakan invasive bila perlu
Edukasi:
1. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
2. Anjurkan segera melapor bila terjadi perdarahan
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberiaan obat pengontrol perdarahan
2. Kolaborasi pemberian produk darah bila perlu
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI
Nama (Inisial) :Tn.A
No RM :11510557
OK : 606

TGL/ TINDAKAN KEPERAWATAN TGL / EVALUASI PPA


JAM JAM
8/3/2023 Pencegahan Perdarahan : 8/3/2023  S : - indah
10:20 Observasi 10:40
1. Monitor tanda dan gejala perdarahan
2. Memonitor tanda vital ortostatik  O : Pasien tampak tegang
Td:122/67 nadi:90x/m suhu:36,6oc rr:22x/m
Terapeutik spo2:100% dengan o2 NRBM 10 lpm
1. Mempertahankan bedrest selama perdarahan
Injeksi asam traneksamat/Kalnek 1 gr/IV
2. Membatasi Tindakan invasive bila perlu

Edukasi
1. Menjelaskan tanda dan gejala perdrahan
2. Menganjurkan segera melapor bila perdarahan  A : Masalah teratasi sebagian

 P : Intervensi dilanjutkan
POST ANESTESI

Data Subyektif : Pasien mengatakan kedinginan


Data Obyektif : Pasien tampak mengigil
( √ ) KU Cukup, GCS 456 TD :118/68 mmHg ( √ ) Skala nyeri = 3
( - ) Sesak (+) Nadi : 82 x/mnt ( + ) Menggigil
( √ ) Terpasang O2 nrbm 10 lpm SpO2 : 100 % ( - ) Mual & Muntah
( - ) RR : 18 x/mnt ( + ) Aldrete/Bromage skore: 10
09.00 10.00 11.00
N TD

220
200
180
180
160 A. Bromage
160
140 score
140
120
120
100 Nilai
100
80 Jika
80
60 terdapat
60
gerakan
40
penuh
20
tungkai
3
Jika mampu fleksikan lutut ttp tidak bisa angkat tungkai 2
Jika tidak mampu memfleksikan lutut 1
Jika tidak mampu memfleksikan pergelangan kaki 0
Pasien boleh pindah ruang jika nilai bromage score ≥ 2

B.  Aldrete Score (dewasa)


Nilai Warna:
 Merah muda     (2)
 ucat                (1)
 Sianosis            (0)
Pernapasan:
 Dapat bernapas dalam dan batuk                     (2)
 Dangkal namun pertukaran udara adekuat      (1)
 Apnoea atau obstruksi                                     (0)
Sirkulasi:
 Tekanan darah menyimpang <20% dari normal         (2)
 Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal     (1)
 Tekanan darah menyimpang >50% dari normal         (0)
Kesadaran:
 Sadar, siaga dan orientasi                                (2)
 Bangun namun cepat kembali tertidur             (1)
 Tidak berespons                                               (0)
Aktivitas:
 Seluruh ekstremitas dapat digerakkan             (2)
 Dua ekstremitas dapat digerakkan                   (1)
 Tidak bergerak                                                 (0)
Jika jumlahnya > 8, pasien dapat dipindahkan ke ruangan.

ANALISA DATA (POST ANESTESI)


NO DATA PENYEBAB MASALAH
DS : Pasien mengatakan Vasodilatasi perifer Hipotermia
kedinginan oleh karena suhu berhubungan
ruangan rendah dengan terpapar
DO:- Pasien tampak menggigil suhu lingkungan
- Td:118/68 mmhg rendah,efek agen
- nadi :90x/m farmakologi
- suhu :36.6oc
- rr:18x/m
- spo2 100%
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama : Tn A
No RM : 11510557
Tanggal : 8-3-2023

NO Diagnosis Luaran Intervensi

1 Hipotermi berhubungn Setelah di lakukan Tindakan Manajemen hipotermia


dengan terpapar suhu keperawatan selama 15 menit Observasi:
rendah ,efek agen termoregulasi membaik dengan 1. Monitor suhu Tubuh.
farmakologi kriteria luaran : 2. Identifikasi penyebab hipotermia
Kritereia hasil 3. Monitor tanda dan gejala hipotermia
1. Tidak menggigil Terapeutik:
2. Suhu tubuh membaik 1. Sediakan linkungan yang hangat
3. Kulit merah tidak pucat 2. Lakukan penghangatan massif
3. Lakukan penghangatan aktif eksternal
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI
Nama (Inisial) : Tn A
No RM : 11510557
OK : 606

TGL/ TINDAKAN KEPERAWATAN TGL / EVALUASI PPA


JAM JAM
8/3/2023 Manajemen hipotermia 8/3/2023  S : pasien mengatakan rasa dinginmulai indah
10.20 Observasi 10.35 berkurang
1. Memonitor suhu tubuh
2. Mengidentifikasi penyebab
hipotermia(terpapar suhu lingkungan  O:- Menggigil berkurang/menurun
rendah,efek pembiusan)
3. Memonitor tanda dan gejala akibat - Akral hangat
hipotermia(mengigil) - Td :118/67
- Nadi : 90x/m
Terapeutik - Suhu :36,6oc
1. Menyediakan lingkungan yang - Rr :20x/m
hangat(mengatur suhu ruangan ) - SpO2 :100% dengan O2 NRBM 10 lpm
2. Melakukan penghangatan
massif(pemberian selimut)
3. Melakukan penghangatan massif
eksternal(menggunakan warmer untuk
menghangatkan suhu sekitar pasien)  A : masalah teratasi sebagian

 P : Intervensi dilanjutkan

`
DAFTAR PUSTAKA

Pearce, Evelyn C. 2016. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

Oehadian, A 2013, Pendekatan Diagnosis Limfadenopati, CDK-209, vol. 40, no. 10,
2013, hlm. 727-732.

Wardhani, Laksmi K, Kentjono Ario Widodo. 2011.“Aliran Limfatik Daerah Kepaladan


Leher serta Aspek Klinisnya” .dalam Jurnal THT – KL (hlm 33-37).
Surabaya Penerbit Buku Kedokteran EGC

Setyorini, A. (2014). Kesehatan Reproduksi & Pelayanan Keluarga Berencana. In Kista


(1st ed., pp. 101–103). Bogor: Penerbit IN MEDIA.

Oswari, E. 2000. Bedah Dan Perawatannya. Edisi 3. Jakarta : balai penerbit FKUI

Medical Mini Notes (2023). Anesthesia & Intensive Care, Edisi 2. Makasar : MMN
Publishing

Anda mungkin juga menyukai