OLEH :
INSTALASI ANESTESI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SAIFUL ANWAR
PROVINSI JAWA TIMUR
2023
LEMBAR PENGESAHAN
Hari :
Tanggal :
Tempat :
Malang, 2023
Peserta Pelatihan Pembimbing
( ) ( )
BAB I
KONSEP DASAR TENTANG PENYAKIT
c. Saluran limfe
Struktur pembuluh limfe serupa vena kecil, tetapi memiliki
lebih banyak katup sehingga pembuluh limfe tampaknya seperti
rangkaian merjan. Pembuluh limfe yang terkecil atau kapiler limfe
lebih besar dari pada kapiler darah dan terdiri atas selapis
endothelium. Pembuluh limfe bermula sebagai jalinan halus
kapiler yang sangat kecil atau sebagai rongga – rongga limfe di
dalam jaringan berbagai organ. Sejenis pembuluh limfe khusus
disebut lakteal (kilus) dijumpai dalam vili usus kecil. Terdapat dua
batang saluran limfe yang utama yaitu ductus torasikus dan
batang saluran kanan. (Pearce, 2016) :
Duktus toraksikus bermula sebagai reseptakulum kili atau
sisternakili di depan vertebra lumbalis. Kemudian berjalan ke atas
melalui abdomen dan torak menyimpang ke sebelah kiri kolumna
vertebralis, kemudian bersatu dengan vena – vena besar di
sebelah bawah kiri leher dan menuangkan isinya ke dalam vena
– vena itu.
Ductus toraksikus mengumpulkan limfe dari semua bagian
tubuh, kecuali dari bagian yang menyalurkan limfenya ke ductus
limfe kanan (batang saluran kanan).
Ductus limfe kanan ialah saluran yang jauh lebih kecil dan
mengumpulkan limfe dari sebelah kanan kepala dan leher,
lengan kanan dan dada sebelah kanan dan menuangkan isinya
ke dalam vena yang berada di sebelah bawah kanan leher.
Pada waktu infeksi, pembuluh limfe dan kelenjar dapat
meradang. Pembengkakan kelenjar yang sakit tampak ketiak
atau lipat paha jika sebuah jari tangan atau jari kaki terkena
infeksi.
d. Jaringan limfoid
Jaringan limfoid terdiri atas nodus dan nodulus limfoid yang
mempunyai ukuran dan lokasi bervariasi. Ukuran nodus biasanya
lebih besar, panjangnya berkisar 10 - 20 mm dan mempunyai
kapsul; sedangkan nodulus panjangnya antara sepersekian
milimeter sampai beberapa milimeter dan tidak mempunyai
kapsul. Dalam tubuh manusia terdapat ratusan nodus limfoid ini
(kelenjar limfe atau kelenjar getah bening) yang tersebar dengan
ukuran antara sebesar kepala peniti hingga biji kacang. Meskipun
ukuran kelenjar-kelenjar ini dapat membesar atau mengecil
sepanjang umur manusia, tiap kelenjar yang rusak atau hancur
tidak akan beregenerasi. Jaringan limfoid berfungsi sebagai
sistem kekebalan tubuh yang bertugas untuk menyerang infeksi
dan menyaring cairan limfe (atau cairan getah bening).
e. Organ limfoid
Menurut tahapan perkembangan dan maturasi limfosit yang
terlibat di dalamnya, organ limfoid terbagi atas:
1) Organ limfoid primer atau sentral, yaitu kelenjar timus dan
bursa fabricius atau sejenisnya seperti sumsum tulang.
Membantu menghasilkan limfosit virgin dari immature
progenitor cells yang diperlukan untuk pematangan,
diferensiasi dan proliferasi sel T dan sel B sehingga menjadi
limfosit yang dapat mengenal antigen.
2) Organ limfoid sekunder atau perifer, yang mempunyai fungsi
untuk menciptakan lingkungan yang memfokuskan limfosit
untuk mengenali antigen, menangkap dan mengumpulkan
antigen dengan efektif, proliferasi dan diferensiasi limfosit
yang disensitisas. oleh antigen spesifik serta merupakan
tempat utama produksi antibodi. Organ limfoid sekunder yang
utama adalah sistem imun kulit atau skin associated
lymphoid tissue (SALT), mucosal associated lymphoid tissue
(MALT), gut associated lymphoid tissue (GALT), kelenjar
limfe, dan lien.
1.1.3 Etiologi
Banyak keadaan yang dapat menimbulkan limfadenopati. Keadaan –
keadaan tersebut dapat diingat dengan mnemonik MIAMI : malignancies
(keganasan), infections (infeksi), autoimmune disorders (kelainan
autoimun), miscellaneous and unusual conditions (lain – lain dan kondisi tak
lazim) dan iatrogenic causes (sebab – sebab iatrogenic).
Tabel 2.1 Etiologi (Oehadian, 2013)
b. Infeksi
1) Bruselois Demam, menggigil,
2) Cat – scratch malaise. Kultur darah , serologi.
disease Demam, menggigil atau Diagnosis klinis, biops.
3) CMV asimptomatik.
Hepatitis, pneumonitis, Antibodi CMV, PCR.
asimptomatik,
4) HIV, infeksi primer influenza-like illness.
5) Limfogranulo ma Nyeri, promiskuitas HIV RNA.
venereum seksual. Diagnosis klinis, titer
6) Mononukleosis Demam, malaise, MIF.
splenomegali. Pemeriksaan hematologi,
Demam, eksudat Monospot, serologi EBV.
7) Faringitis orofaringeal. Kultur tenggo rokkan.
8) Rubela Ruam karakteristik, Serologi.
demam.
Demam, keringat malam,
9) Tuberkulosis hemoptysis, riwayat PPD, kultur sputum, foto
kontak. thoraks.
10) Tularemia Demam, ulkus pada tempat Kultur darah,
gigitan. serologi.
Demam, konstipasi, diare,
11) Demam tifoid sakit kepala, nyeri perut, Kultur darah, kultur
rose spot. sumsum tulang.
12) Sifilis Ruam, ulkus tanpa nyeri. Rapid plasma reagin.
13) Hepatitis virus Demam, mual, muntah, Serologi hepatitis, uji
diare, ikterus. fungsi hati.
Artritis, nefritis, anemia, ruam,
penurunan BB.
c. Autoimun
1) Lupus Artitis simetris, kaku pada Klinis, ANA, DNA, LED,
eritematosus pagi hari, demam. hematologi.
sistemik
Sebuah penelitian oleh Price tahun 1995 (dikutip dalam Setyorini 2014)
Sistem limfatik berperan pada reaksi peradangan sejajar dengan sistem
vaskular darah. Biasanya ada penembusan lambat cairan interstisial kedalam
saluran limfe jaringan, dan limfe yang terbentuk dibawa kesentral dalam
badan dan akhirnya bergabung kembali kedarah vena. Bila daerah terkena
radang, biasanya terjadi kenaikan yang menyolok pada aliran limfe dari
daerah itu. Telah diketahui bahwa dalam perjalanan peradangan akut, lapisan
pembatas pembuluh limfe yang terkecil agak meregang, sama seperti yang
terjadi pada venula, dengan demikian memungkinkan lebih banyak bahan
interstisial yang masuk kedalam pembuluh limfe. Bagaimanapun juga, selama
peradangan akut tidak hanya aliran limfe yang bertambah, tetapi kandungan
protein dan sel dari cairan limfe juga bertambah dengan cara yang sama
Sebaliknya, bertambahnya aliran bahan-bahan melalui pembuluh limfe
menguntungkan karena cenderung mengurangi pembengkakan jaringan yang
meradang dengan mengosongkan sebagian dari eksudat. Sebaliknya, agen-
agen yang dapat menimbulkan cedera dapat dibawa oleh pembuluh limfe dari
tempat peradangan primer ketempat yang jauh dalam tubuh. Dengan cara ini,
misalnya, agen-agen yang menular dapat menyebar. Penyebaran sering
dibatasi oleh penyaringan yang dilakukan oleh kelenjar limfe regional yang
dilalui oleh cairan limfe yang bergerak menuju kedalam tubuh, tetapi agen
atau bahan yang terbawa oleh cairan limfe mungkin masih dapat melewati
kelenjar dan akhirnya mencapai aliran darah.
Sebuah penelitian oleh Harrison tahun 1999 (dikutip dalam Setyorini
2014) Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik dapat menghasilkan petunjuk
tentang kemungkinan diagnosis ini dan evaluasi lebih lanjut secara langsung
(misalnya hitung darah lengkap, biakan darah, foto rontgen, serologi, uji kulit).
Jika adenopati sistemik tetap terjadi tanpa penyebab yang jelas tanpa
diketahui, biopsi kelenjar limfe dianjurkan.
Biopsi kelenjar jika diputuskan tindakan biopsi, idealnya dilakukan pada
kelenjar yang paling besar, paling dicurigai dan paling mudah diakses dengan
pertimbangan nilai diagnostiknya. KGB inguinal mempunyai nilai diagnostik
paling rendah. KGB supraklavikular mempunyai nilai diagnostik paling tinggi.
Adanya gambaran arsitektur kelenjar pada biopsi merupakan hal yang penting
untuk diagnostic yang tepat, terutama untuk membedakan limfoma dengan
hyperplasia reaktif yang jinak. (Oehadian, 2013).
Gambar 1.1 : Pathway Limpadenopaty
2.1. Anestesi
2.1.1 Pengertian Anestesi
2. Midazolam
Midazolam mempunyai keunggulan dibandingkan diazepam
dan lorazepam untuk induksi anestesi, karena ia mempunyai onset
yang lebih cepat. Kecepatan onset midazolam dan barbiturat
lainnya ketika digunakan untuk induksi anestesi ditentukan oleh
dosis, kecepatan injeksi, tingkat premedikasi sebelumnya, umur,
status fisik ASA dan kombinasi obat anestetik lain yang digunakan.
Pada pasien yang sehat yang telah diberi premedikas sebelumnya,
midazolam 0,2 mg/kg dengan kecepatan injeksi 5-15 detik akan
menginduksi pasien dalam waktu 28 detik. Pasien dengan usia
lebih dari 55 tahun dan dengan status fisik ASA III memerlukan
pengurangan dosis midazolam sebesar 20% atau lebih untuk
induksi
3. Ketamin
Ketamin memiliki sifat analgesic,anastetik dan kataleptik dengan
kerja singkat.Ketamin memiliki sifat simpatomimetik sehingga dapat
meningkaktkan tekanan darah dan denyut jantung.oleh karena itu
harus digunakan secara hati hati pada pasien dengan penyakit
jantung coroner,hipertensi yang tidak terkontrol,gagal jantung
kongestif,atau aneurisma arteri.Ketamin juga dapat menimbulkan
dilatasi bronkus sehingga merupakan obat pilihan pada pasien
asma.Namun sifat unik ketamin ,seperti analgesic yang sangat baik
,stimulasi system saraf simpatetik,bronkodilatasi dan depresi
pernafasan yang minimal yang membuat ketamin jadi alternatif
penting terhadap obat anastesi intravena yang lain dan adjuvant
pilihan pada beberapa kasus.
Dosis:induksi intravena:1-2 mg/kg BB
Pemeliharaan : 10-20 mcg/kgBB/menit
Analgesia atau sedasi:2,5-15mcg/kg BB/menit
4. Propofol
Propofol dikemas dalam caira emulsi lemak berwarna putih
susu.sebagai obat induksi,propofol memiliki mula kerja yang cepat.
Propofol memiliki efek hipnotik.propofol tidak mempunyai efek
analgetic maupun relaksasi otot,suntikan intravena sering
menyebabkan nteri sehingga beberapa detik sebelumnya dapat
diberikan lidokain 20-40 mg secara intravena.Kelebihan propofol
adalah bekerja lebih cepat daripada thiopental,konfusi pasca bedah
minimal,mual muntah pasca bedah minimal.
Dosis Propofol untuk :
-induksi : injeksi intravena 1-2,5 mg/kg BB
-infus untuk pemeliharaan : 50-200 mcg/kg BB/menit
-infus untuk sedasi :25-100 mcg/kg BB/menit
Propofol sering digunakan untuk induksi anastesi .dosis propofol
dikurangi pada pasien tua,pasien dengan fungsi kardiovaskular
yang menurun.
Efek samping : Hipotensi,apnea sementara selama induksi.
Fentanyl/Sufentanyl
Fentanyl /sufentanyl termasuk golongan opioid.golongan opioid
merupakan golongan analgetic yang kuat yang digunakan intra
operatif.opioid merupakan turunan opium,dapat merupakan obat
natural ,sintetik atau semi sintetik.opioid bekerja dengan cara
berikatan dengan bebagai reseptor opioid yang tersebar dalam
berbagai sel dan jaringan di dalam tubuh.pemilihan obat opioid
dalam berbagai Teknik anastesia selain harus mempertimbangkan
efek,sifat,dan cara kerja tiap jenis opioid ,juga harus dilihat dari cara
pemberian obat opioid karena cara pemberian obat opioid
mempengaruhi absorbs sistemik,intensitas,dan lama nya kerja.rute
kerja opioid fentanyl pada intravena merupakan pilihan utama
karena titrasi opioid dalam darah dapat terjadi secara cepat
sehingga efek analgesia yang diinginkan juga dapat tercapai dalam
waktu singkat.
Dosis: Fentanyl intraoperative : 2-50 mcg/kgBB
Fentanyl postoperative :0.5-1.5 mcg/kgBB
Dosis Sufentanyl intraoperative: 0,25-20mcg/kgBB
Efek samping opioid:
- Efek sedative hipnoyik
- Efek epileptogenic
- Depresi nafas
- Efek terhadap ppupil:menyebabkan pupil miosis
- Kaku otot
- Mual dan muntah
- Efek pada tractus gastrointestinal: penurunan motalitas lambung
dan usus ,peningkatan absorbs air sehingga terjadi konstipasi
- Efek tractus urinarius : menurunkan tonus pada detrusor
kandung kemih,meningkatkan tonus spingter urinarius sehingga
menyebabkanretensi urine
- Efek pada system kardiovaskular.efek samping minimal.dapat
menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah sehingga terjadi
penurunan preload,afterload,dan tekanan darah.
Riwayat penyakit saat ini: Pasien mengatakan ada benjolan di leher sejak 6
bulan yang lalu,awal nya kecil sebesar biji jagung semakin membesar sampai
saat ini.leher terasa kaku
Riwayat penyakit yang lalu: pasien mengatakan pernah ada benjolan kecil di lidah
dan sudah dilakukan operasi kurang lebih 1 tahun yang lalu
Serum Elektrolit: Natrium(Na): 134 m mol/L Kalium(K) : 4,23 m mol/L Clorida (Cl):
112 m mol/L
Faal Hemostatis: -
Faal Ginjal: Ureum : 11,7 mg/dl kreatinin : 0,87 mg/dl eGFR: 114,9998 ml/m
Faal Hati : Bill total ; 0,47 mg/dl Bill direk ; 0,17 mg/dl Bill indirek : 0,30 mg/dl
AST/SGOT : 24 U/L ALT/SGPT : 11 U/L Albumin :5,09 g/dl
GDS : 92 mg/dl
Data Penunjang :
Foto Rontgen : COR/PUL dalam batas normal
CT Scan :-
MRI : -
EKG : -
ANALISA DATA ( PRE ANESTESI)
Tindakan operasi kriteria hasil; - Identifikasi saat tingkat anseitas berubah (mis.kondisi,waktu,
3. Maintenance :-
Relaksasi dengan :-
Ukuran ETT & kedalaman : -
Mode (Presure/Volume) :-
Teknik Anestesi : Total Intravena Anestesi (TIVA)
Jam Nama Obat/ Dosis jam Nama Obat/ Dosis Jam Nama Obat/dosis
08.45 Sufentanyl 50 mcg 09.00 Ondancentron 4 mg
08.45 Ketorolac 30mg 09.15 Asam tranexamat 1 gr
08.45 Paracetamol 1 gr
08.45 Ibuprofen inj 400mg
08.55 Lidocaine 60 mg
09.00 Dexametason 10 mg
N TD
220
200
180
180
160
160
140
140
120
120
100
100
80
80
60
60
40
20
Keseimbangan Cairan
BALANCE CAIRAN 1 2 3 4 5 6
BB : 53kg
Kristaloid 1000 1200
Hb :13,10gr/dl
EBV : 3975 Koloid - -
Input
ABL : hb 10 = 940
Darah - -
hb 8 =1547
M :83 Urine - -
O :106 Output Darah - 400
M+O 189 378
Defisit / Defisit / -378 Defisit / Defisit / Defisit Defisit
TOTAL Excess+811 Excess Excess Excess /Excess /Excess
BALANCE CAIRAN 7 8 9 10 11 12
BB: Hb: Kristaloid
EBV : Input Koloid
ABL : Darah
M : Urine
O : Output Darah
M+O
Defisit / Defisit / Defisit / Defisit / Defisit Defisit
TOTAL Excess Excess Excess Excess /Excess /Excess
ANALISA DATA (INTRA ANESTESI)
Edukasi
1. Menjelaskan tanda dan gejala perdrahan
2. Menganjurkan segera melapor bila perdarahan A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
POST ANESTESI
220
200
180
180
160 A. Bromage
160
140 score
140
120
120
100 Nilai
100
80 Jika
80
60 terdapat
60
gerakan
40
penuh
20
tungkai
3
Jika mampu fleksikan lutut ttp tidak bisa angkat tungkai 2
Jika tidak mampu memfleksikan lutut 1
Jika tidak mampu memfleksikan pergelangan kaki 0
Pasien boleh pindah ruang jika nilai bromage score ≥ 2
P : Intervensi dilanjutkan
`
DAFTAR PUSTAKA
Pearce, Evelyn C. 2016. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Oehadian, A 2013, Pendekatan Diagnosis Limfadenopati, CDK-209, vol. 40, no. 10,
2013, hlm. 727-732.
Oswari, E. 2000. Bedah Dan Perawatannya. Edisi 3. Jakarta : balai penerbit FKUI
Medical Mini Notes (2023). Anesthesia & Intensive Care, Edisi 2. Makasar : MMN
Publishing